Pesan Rahbar

Home » , , , , , » Studi Kritis Riwayat Ibnu Abbas : Ayat Tathir Turun Khusus Untuk Istri-istri Nabi

Studi Kritis Riwayat Ibnu Abbas : Ayat Tathir Turun Khusus Untuk Istri-istri Nabi

Written By Unknown on Saturday, 1 November 2014 | 20:39:00

Salah satu dalil yang dijadikan hujjah oleh para pembenci Syiah [pengidap syiahphobia] untuk menolak keutamaan Ayat Tathiir khusus untuk ahlul kisa’ adalah riwayat Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Ayat Tathiir turun khusus untuk istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Riwayat tersebut dinukil oleh Ibnu Katsiir dalam kitab Tafsir-nya dengan menisbatkan riwayat tersebut dari Ibnu Abi Hatim,

ŁˆŁ‡ŁƒŲ°Ų§ Ų±ŁˆŁ‰ ابن أبي Ų­Ų§ŲŖŁ… قال حدثنا Ų¹Ł„ŁŠ بن Ų­Ų±ŲØ Ų§Ł„Ł…ŁˆŲµŁ„ŁŠ حدثنا زيد بن الحباب حدثنا Ų­Ų³ŁŠŁ† بن ŁˆŲ§Ł‚ŲÆ عن يزيد Ų§Ł„Ł†Ų­ŁˆŁŠ عن Ų¹ŁƒŲ±Ł…Ų© عن ابن Ų¹ŲØŲ§Ų³ في Ł‚ŁˆŁ„Ł‡ { ؄نما يريد الله Ł„ŁŠŲ°Ł‡ŲØ Ų¹Ł†ŁƒŁ… الرجس أهل Ų§Ł„ŲØŁŠŲŖ } قال نزلت في نساؔ Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… Ų®Ų§ŲµŲ© Ų®Ų§ŲµŲ© ŁˆŁ‚Ų§Ł„ Ų¹ŁƒŲ±Ł…Ų© من Ų“Ų§Ų” باهلته أنها نزلت في أزواج Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…

Dan demikian diriwayatkan Ibnu Abi Hatim yang berkata telah menceritakan kepada kami Aliy bin Harb Al Maushulliy yang berkata telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hubaab yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Waaqid dari Yaziid An Nahwiy dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah [Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait]. Ia berkata “turun khusus untuk istri-istri Nabi”. Dan Ikrimah berkata “barang siapa yang ingin, aku tantang bermubahalah bahwa ayat ini turun untuk istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]”[Tafsir Ibnu Katsiir 6/410-411].

Riwayat ini memang disebutkan Ibnu Abi Hatiim dalam kitab tafsirnya tetapi ia tidak menyebutkan sanad lengkapnya.

من Ų·Ų±ŁŠŁ‚ Ų¹ŁƒŲ±Ł…Ų© رضي الله عنه عن ابن Ų¹ŲØŲ§Ų³ رضي الله عنهما في Ł‚ŁˆŁ„Ł‡ { Ų„ِنَّŁ…َŲ§ يُŲ±ِيدُ اللَّهُ Ł„ِيُŲ°ْهِŲØَ Ų¹َنْكُŁ…ُ الرِّŲ¬ْŲ³َ Ų£َهْŁ„َ Ų§Ł„ْŲØَيْŲŖِ } قال نزلت في نساؔ Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… Ų®Ų§ŲµŲ© ŁˆŁ‚Ų§Ł„ Ų¹ŁƒŲ±Ł…Ų© رضي الله عنه من Ų“Ų§Ų” بأهلته أنها نزلت في أزواج Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…

Dari jalan Ikrimah radiallahu ‘anhu dari Ibnu ‘Abbas radiallahu ‘anhuma tentang firman Allah [Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait], Ia berkata “turun khusus untuk istri-istri Nabi”. Dan Ikrimah berkata “barang siapa yang ingin, aku tantang bermubahalah bahwa ayat ini turun untuk istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] [Tafsir Ibnu Abi Hatiim no 17675].

Sanad lengkap riwayat tersebut telah disebutkan oleh Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh-nya dengan jalan sanad sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsiir,

أخبرنا أبو القاسم بن Ų§Ł„Ų³Ł…Ų±Ł‚Ł†ŲÆŁŠ أنا أبو Ų§Ł„Ų­Ų³ŁŠŁ† بن Ų§Ł„Ł†Ł‚ŁˆŲ± أنا أبو طاهر المخلص نا Ų¹ŲØŲÆ الله بن Ł…Ų­Ł…ŲÆ بن زياد نا Ų¹Ł„ŁŠ بن Ų­Ų±ŲØ نا زيد بن الحباب Ų­ŲÆŲ«Ł†ŁŠ Ų­Ų³ŁŠŁ† بن ŁˆŲ§Ł‚ŲÆ عن زيد Ų§Ł„Ł†Ų­ŁˆŁŠ عن Ų¹ŁƒŲ±Ł…Ų© عن ابن Ų¹ŲØŲ§Ų³ ؄نما يريد الله Ł„ŁŠŲ°Ł‡ŲØ Ų¹Ł†ŁƒŁ… الرجس أهل Ų§Ł„ŲØŁŠŲŖ قال نزلت في أزواج Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… Ų®Ų§ŲµŲ© قال Ų¹ŁƒŲ±Ł…Ų© ŁˆŁ…Ł† Ų“Ų§Ų” باهلته أنها نزلت في نساؔ Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…

Telah mengabarkan kepada kami Abul Qaasim bin As Samarqandiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abul Husain bin Naquur yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Thaahir bin Mukhallash yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Ziyaad yang berkata telah menceritakan kepada kami Aliy bin Harb yang berkata telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hubaab yang berkata telah menceritakan kepadaku Husain bin Waaqid dari Zaid An Nahwiy dari Ikrimah dari Ibnu Abbas [Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait], Ia berkata “turun khusus untuk istri-istri Nabi”. Dan Ikrimah berkata “barang siapa yang ingin, aku tantang bermubahalah bahwa ayat ini turun untuk istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] [Tarikh Ibnu Asakir 69/150].

Dalam Tarikh Ibnu Asakir [kitab yang sudah ditahqiq], nama perawi yang meriwayatkan dari Ikrimah tertulis Zaid An Nahwiy sedangkan nama perawi yang dinukil dari Ibnu Katsiir adalah Yazid An Nahwiy. Kemungkinan terjadi tashif [salah tulis] dalam penulisan nama perawi tersebut. Perawi yang dikenal meriwayatkan dari Ikrimah adalah Yaziid An Nahwiy. Atau jika tidak terjadi tashif maka Zaid An Nahwiy perawi yang meriwayatkan dari Ikrimah itu tidak dikenal.

Riwayat Ibnu Abbas ini diriwayatkan para perawi yang tsiqat atau shaduq tetapi matan riwayat tersebut mungkar. Kemungkaran riwayat Ibnu Abbas tersebut dilihat dari dua sisi
  1. Mungkar bertentangan dengan lafaz Al Qur’an
  2. Mungkar bertentangan dengan Hadis-hadis shahih
Bertentangan Dengan Lafaz Al Qur’an.

Matan riwayat menyebutkan bahwa ayat tersebut turun khusus untuk istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Penyebutan lafaz khusus bermakna tidak untuk selain yang disebutkan, karena percuma menyebutkan lafaz “khusus” kalau ternyata ayat tersebut tertuju juga untuk pribadi lain selain istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Jika memang ayat tathiir khusus untuk istri-istri Nabi maka tidak mungkin lafaz kata ganti yang digunakan adalah “kum” [jama’ mudzakkar]. Lafaz jamak mudzakkar hanya digunakan sebagai kata ganti untuk merujuk jamak laki-laki atau jamak laki-laki bergabung dengan perempuan. Istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] secara khusus berarti adalah jamak perempuan sehingga kata ganti yang digunakan harusnya bentuk mu’annats yaitu kunna.

Ada dua jenis bantahan soal penggunaan kata ganti “kum” dan keduanya adalah bantahan kosong yang tidak bernilai. Bantahan pertama : kata ganti kum digunakan karena masuknya Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sebagai Sayyidul bait dalam Ayat tersebut. Jawaban ini justru menentang zhahir matan riwayat Ibnu Abbas karena dengan mengatakan demikian maka konsekuensinya adalah Ayat Tathiir tersebut sebenarnya turun ditujukan untuk Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] beserta istri-istrinya, jadi ayat tersebut sudah tidak turun khusus untuk istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

Bantahan kedua : kata ganti “kum” digunakan karena pada dasarnya kata “ahlul bait” bersifat maskulin sehingga siapapun ahlul bait yang dimaksud maka lafaz kata gantinya akan selalu jamak mudzakkar. Dengan demikian ayat tathiir memang turun khusus untuk istri-istri Nabi dan penggunaan kata ganti kum hanya karena istri-istri Nabi disitu disebutkan dengan kata Ahlul Bait yang bersifat maskulin. Bantahan ini juga tidak bernilai karena bertentangan atau tidak sesuai dengan lafaz Ayat Al Qur’an. Perhatikan surat Al Ahzab ayat 33 dan 34 berikut

وَŁ‚َŲ±ْنَ فِي ŲØُيُوتِكُنَّ وَŁ„َŲ§ ŲŖَŲØَŲ±َّŲ¬ْنَ ŲŖَŲØَŲ±ُّŲ¬َ Ų§Ł„ْŲ¬َاهِŁ„ِيَّŲ©ِ Ų§Ł„ْŲ£ُŁˆŁ„َى وَŲ£َŁ‚ِŁ…ْنَ الصَّŁ„َŲ§Ų©َ وَŲ¢ŲŖِŁŠŁ†َ الزَّكَŲ§Ų©َ وَŲ£َŲ·ِŲ¹ْنَ اللَّهَ وَŲ±َŲ³ُŁˆŁ„َهُ Ų„ِنَّŁ…َŲ§ يُŲ±ِيدُ اللَّهُ Ł„ِيُŲ°ْهِŲØَ Ų¹َŁ†ŁƒُŁ…ُ الرِّŲ¬ْŲ³َ Ų£َهْŁ„َ Ų§Ł„ْŲØَيْŲŖِ وَيُŲ·َهِّŲ±َكُŁ…ْ ŲŖَŲ·ْهِيرًŲ§ وَŲ§Ų°ْكُŲ±ْنَ Ł…َŲ§ يُŲŖْŁ„َى فِي ŲØُيُوتِكُنَّ Ł…ِنْ آيَŲ§ŲŖِ اللَّهِ وَŲ§Ł„ْŲ­ِكْŁ…َŲ©ِ Ų„ِنَّ اللَّهَ كَانَ Ł„َŲ·ِيفًŲ§ Ų®َŲØِيرًŲ§

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. [QS Al Ahzab : 33 & 34].

Jika memang “kum” digunakan karena ada kata ahlul bait yang bersifat maskulin maka seharusnya semua kata ganti yang ditujukan untuk istri-istri Nabi sebelum diucapkan lafaz “ahlul bait” haruslah dalam bentuk “kunna” karena kata ganti sebelum lafaz ahlul bait masih merujuk pada kata nisaa’ nabiy dan semua kata ganti yang ditujukan untuk istri-istri Nabi sesudah diucapkan lafaz “ahlul bait” haruslah dalam bentuk “kum” karena kata ganti setelah lafaz ahlul bait merujuk pada ahlul bait yang bersifat maskulin. Zhahir ayat Al Qur’an di atas justru tidak menetapkan demikian.
  1. Lafaz “liyudzhiba ‘ankum” diucapkan sebelum lafaz ahlul bait yang dikatakan maskulin. Harusnya dengan teori maskulin maka kata ganti untuk istri-istri Nabi pada lafaz “menghilangkan dari kamu” masih dalam bentuk kunna
  2. Lafaz “buyuutikunna” diucapkan setelah lafaz ahlul bait yang dikatakan maskulin. Artinya adalah “rumahmu”. Seharusnya kedudukannya sama dengan kata “wayuthahhirakum”, jika kamu [kum] yang terikat pada wayuthahhiraa merujuk pada kata ahlul bait sebelumnya yang bersifat maskulin maka kata “buyuutikunna” harusnya diucapkan dalam bentuk “buyuutikum” karena kamu yang terikat pada lafaz buyuut juga merujuk pada kata ahlul bait sebelumnya.
Zhahir ayat Al Qur’an bertentangan dengan teori kata Ahlul Bait yang bersifat maskulin. Dikatakan bahwa teori kata Ahlul Bait bersifat maskulin nampak jelas dalam Ayat Al Qur’an berikut:

Ł‚َŲ§Ł„َŲŖْ يَŲ§ وَيْŁ„َŲŖَى Ų£َŲ£َŁ„ِŲÆُ وَŲ£َنَŲ§ْ Ų¹َŲ¬ُوزٌ وَهَŲ°َŲ§ ŲØَŲ¹ْŁ„ِي Ų“َيْŲ®ًŲ§ Ų„ِنَّ هَŲ°َŲ§ Ł„َŲ“َيْŲ”ٌ Ų¹َŲ¬ِيبٌ Ł‚َŲ§Ł„ُواْ Ų£َŲŖَŲ¹ْŲ¬َŲØِŁŠŁ†َ Ł…ِنْ Ų£َŁ…ْŲ±ِ اللّهِ Ų±َŲ­ْŁ…َŲŖُ اللّهِ وَŲØَŲ±َكَŲ§ŲŖُهُ Ų¹َŁ„َيْكُŁ…ْ Ų£َهْŁ„َ Ų§Ł„ْŲØَيْŲŖِ Ų„ِنَّهُ Ų­َŁ…ِيدٌ Ł…َّŲ¬ِيدٌ

Istrinya [Sarah] berkata “sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku seorang perempuan tua dan ini suamiku pun sudah dalam keadaan tua pula, sesungguhnya ini benar-benar sangat aneh. Para malaikat itu berkata “apakah kamu merasa heran terhadap ketetapan Allah, rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu Ahlul Bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah [QS Huud : 72 & 73].

Ada yang mengatakan bahwa Ahlul Bait dalam ayat di atas adalah Istri Nabi Ibrahiim saja dan tetap digunakan kata “kum” karena ada lafaz Ahlul Bait yang bersifat maskulin. Jawaban terhadap hujjah ini adalah sebagai berikut:
  1. Kalau memang demikian lantas kenapa digunakan kata Ata’jabiina yang berarti “apakah kamu merasa heran”. Bukankah orang itu mengatakan kum pada lafaz ‘alaikum adalah istri Nabi Ibrahim [Sarah] saja dan ia lah yang menunjukkan keheranannya [yang nampak dalam kalimat tersebut]. Seharusnya kalau memang teori Ahlul Bait maskulin itu memang benar maka lafaz “kamu merasa heran” dan “dicurahkan atas kamu” harus sama-sama menggunakan kata ganti mudzakkar karena keduanya merujuk pada istri Nabi Ibrahim yang pada kalimat itu disebut dengan lafaz Ahlul Bait.
  2. Seandainya pun teori kata ahlul bait maskulin itu benar maka mengapa harus memakai lafaz “kum” tidak menggunakan lafaz “ka”. Bukankah lafaz Ata’jabiina menunjukkan bahwa subyek yang heran tersebut adalah tunggal yaitu istri Nabi Ibrahim, lafaz Ahlul Bait disana jika memang hanya sebagai pengganti “istri Nabi Ibrahim” maka konsekuensinya adalah lafaz “ka” lebih tepat digunakan dibanding lafaz “kum” walaupun keduanya sama-sama maskulin
Jelas tidak mungkin ada kontradiksi dalam ayat Al Qur’an maka hakikat yang sebenarnya bukanlah demikian. Sebenarnya penggunaan lafaz ‘alaikum menunjukkan bahwa rahmat dan keberkatan itu ditujukan pada Istri Nabi ibrahiim dan Nabi Ibrahiim, karena pada saat itu keduanya berada di hadapan para Malaikat tersebut dan kelahiran Ishaaq adalah rahmat tidak hanya bagi Sarah tetapi juga bagi Ibrahiim. Jika laki-laki berkumpul bersama perempuan maka kata ganti yang digunakan bersifat jamak mudzakkar. Berbeda dengan lafaz Ata’jabiina yang hanya tertuju pada Sarah saja karena dalam zhahir ayat Al Qur’an tersebut ia sendiri lah yang menunjukkan keheranan atas ketetapan Allah SWT.

Dan yang sangat mengherankan muncul sekelompok orang yang sok tahu mengenai bahasa arab dan merasa seolah dirinya paling pintar. Ketika ada yang berhujjah [terutama orang Syi’ah] bahwa lafaz “kum” bersifat jamak mudzakkar jadi tidak mungkin khusus untuk wanita harusnya kalau khusus untuk istri Nabi menggunakan lafaz “kunna”. Mereka menuduh orang Syi’ah sebagai tidak paham bahasa arab dengan alasan kata Ahlul Bait bersifat maskulin maka siapapun yang paham bahasa arab tidak akan mempermasalahkan lafaz “kum” tersebut khusus untuk istri-istri Nabi [yang pada kalimat itu disebut dengan ahlul bait].
Kami akan menunjukkan kepada para pembaca bahwa sebagian ulama ahli tafsir dan ahli bahasa arab [dari kalangan ahlus sunnah] telah menjelaskan atau berhujjah dengan cara demikian dan menurut orang sok pintar tersebut maka para ulama tersebut tidak paham bahasa arab.



Ibnu Athiyyah dalam kitab tafsirnya ketika membahas tentang surat Al Ahzab ayat 33, ia mengatakan:

ŁˆŁ‚Ų§Ł„ŲŖ فرقة : Ł‡ŁŠ Ų§Ł„Ų¬Ł…Ł‡ŁˆŲ± { أهل Ų§Ł„ŲØŁŠŲŖ } Ų¹Ł„ŁŠ ŁˆŁŲ§Ų·Ł…Ų© ŁˆŲ§Ł„Ų­Ų³Ł† ŁˆŲ§Ł„Ų­Ų³ŁŠŁ† ، وفي هذا أحاديث عن Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… ، قال أبو سعيد Ų§Ł„Ų®ŲÆŲ±ŁŠ : قال Ų±Ų³ŁˆŁ„ الله صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… : « نزلت هذه Ų§Ł„Ų¢ŁŠŲ© في خمسة فيّ وفي Ų¹Ł„ŁŠ ŁˆŁŲ§Ų·Ł…Ų© ŁˆŲ§Ł„Ų­Ų³Ł† ŁˆŲ§Ł„Ų­Ų³ŁŠŁ† » رضي الله عنهم ، ŁˆŁ…Ł† Ų­Ų¬Ų© Ų§Ł„Ų¬Ł…Ł‡ŁˆŲ± Ł‚ŁˆŁ„Ł‡ { Ų¹Ł†ŁƒŁ… } و { ŁŠŲ·Ł‡Ų±ŁƒŁ… } ŲØŲ§Ł„Ł…ŁŠŁ… ، ŁˆŁ„Łˆ ŁƒŲ§Ł† النساؔ Ų®Ų§ŲµŲ© Ł„ŁƒŲ§Ł† Ų¹Ł†ŁƒŁ†

Dan berkata golongan yaitu Jumhur bahwa [Ahlul Bait] adalah Aliy, Fathimah, Hasan dan Husain dan dalam hadis ini dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] Abu Sa’id Al Khudriy berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “ayat ini turun untuk lima orang yaitu untuknya [Beliau] dan untuk Aliy, Fathimah, Hasan dan Husain [radiallahu ‘anhum] dan yang menjadi hujjah jumhur adalah firman-Nya [‘ankum] dan [yuthahhirakum] dengan miim, seandainya itu khusus untuk wanita maka digunakan kata ‘ankunna [Tafsir Ibnu Athiyyah 7/118].

Kitab Tafsir Ibnu Athiyyah atau yang dikenal Al Muharrar Al Wajiiz Fii Tafsiir Kitab Al ‘Aziiz ditulis oleh ‘Abdul Haaq bin Ghalib bin ‘Abdurrahman yang dikenal dengan Ibnu Athiyyah Al ‘Andalusiy. Disebutkan bahwa ia seorang yang faqiih alim dalam tafsir, ahkam, hadis, fiqih, nahwu, lughah dan syair [Ad Diibaaj Al Mazhab, Ibnu Farhuun 2/57].



Abu Hayyan Al Andalusiy dalam kitab tafsirnya ketika membahas surat Al Ahzab 33, ia berkata:

ŁˆŁ‚ŁˆŁ„ Ų¹ŁƒŲ±Ł…Ų©، ŁˆŁ…Ł‚Ų§ŲŖŁ„، ŁˆŲ§ŲØŁ† السائب: أن أهل Ų§Ł„ŲØŁŠŲŖ في هذه Ų§Ł„Ų¢ŁŠŲ© Ł…Ų®ŲŖŲµ ŲØŲ²ŁˆŲ¬Ų§ŲŖŁ‡ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ السلام Ł„ŁŠŲ³ بجيد، Ų„Ų° Ł„Łˆ ŁƒŲ§Ł† ŁƒŁ…Ų§ Ł‚Ų§Ł„ŁˆŲ§، Ł„ŁƒŲ§Ł† Ų§Ł„ŲŖŲ±ŁƒŁŠŲØ: Ų¹Ł†ŁƒŁ† ŁˆŁŠŲ·Ł‡Ų±ŁƒŁ†

Dan perkataan Ikrimah, Muqathil, dan Ibnu As Saa’ib bahwa Ahlul Bait dalam ayat ini khusus untuk istri-istri Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidaklah jayyid karena jika memang seperti yang mereka katakan maka akan digunakan lafaz ‘ankunna wa yuthahhirakunna [Tafsiir Al Bahr Al Muhiith Abu Hayyaan Al Andalusiy 7/224].

Abu Hayyaan Al Andalusiy adalah seorang Syaikh Imam Allamah Muhaddis Al Bari’ Tarjuman Al Arab dan Lisan ahli syair [Dzail Tazkirah Al Huffaaz, Abu Mahasin Al Husainiy hal 23].



Abu Ishaq Az Zajjaaj dalam kitabnya Ma’aniy Al Qur’an ketika membahas Al Ahzab ayat 33 pada lafaz ahlul bait, ia berkata:

ŁˆŁ‚ŁŠŁ„ ؄ن أهل Ų§Ł„ŲØŁŠŲŖ ههنا ŁŠŲ¹Ł†Ł‰ به نساؔ Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ – صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… ŁˆŁ‚ŁŠŁ„ نساؔ Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ – صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… – ŁˆŲ§Ł„Ų±Ų¬Ų§Ł„ Ų§Ł„Ų°ŁŠŁ† هم آله ŁˆŲ§Ł„Ł„ŲŗŲ© ŲŖŲÆŁ„ على أنه للنساؔ ŁˆŲ§Ł„Ų±Ų¬Ų§Ł„ Ų¬Ł…ŁŠŲ¹Ų§ Ł„Ł‚ŁˆŁ„Ł‡ ( Ų¹Ł†ŁƒŁ… ) ŲØŲ§Ł„Ł…ŁŠŁ… ، ŁˆŁŠŲ·Ł‡Ų±ŁƒŁ… ŁˆŁ„Łˆ ŁƒŲ§Ł† للنساؔ لم يجز ؄لا Ų¹Ł†ŁƒŁ† ŁˆŁŠŲ·Ł‡Ų±ŁƒŁ† ŁˆŲ§Ł„ŲÆŁ„ŁŠŁ„ على هذا Ł‚ŁˆŁ„Ł‡ : ( ŁˆŲ§Ų°ŁƒŲ±Ł† Ł…Ų§ ŁŠŲŖŁ„Ł‰ في ŲØŁŠŁˆŲŖŁƒŁ† ) حيث أفرد النساؔ بالخطاب

Dan dikatakan bahwa Ahlul Bait disini adalah istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan dikatakan pula bahwa adalah istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan laki-laki yang termasuk keluarganya. Dan lughah [bahasa] telah menetapkan bahwasanya ia adalah wanita bersama dengan laki-laki karena firman-Nya ‘ankum dengan mim dan yuthahhirakum, seandainya ia adalah wanita [saja] maka tidak boleh selain lafaz ‘ankunna wa yuthahhirakunna. Dalil untuk ini adalah firman-Nya “dan ingatlah apa yang dibacakan di rumah-mu” disini yang diajak bicara adalah wanita saja [Ma’aniy Al Qur’an Wa I’rabihi, Abu Ishaaq Az Zajjaaj 4/226-227].

Abu Ishaq Az Zajjaaj disebutkan Adz Dzahabiy bahwa ia adalah Imam ahli Nahwu di zamannya [As Siyaar Adz Dzahabiy 14/360]. Al Khatib menyebutkan bahwa ia termasuk orang yang memiliki keutamaan, baik keyakinannya [aqidahnya] dan memiliki tulisan-tulisan yang baik tentang sya’ir [Tarikh Baghdad 6/613-614 no 3079].

Silakan orang-orang yang sok pintar itu menuduh para ulama ahli nahwu dan ahli tafsir di atas sebagai orang yang tidak paham bahasa arab. Betapa menyedihkan ketika orang-orang jahil berlagak seperti orang pintar.

Hakikatnya kata “ahli” dan “ahlul bait” bersifat umum yang zhahirnya bermakna penghuni rumah atau keluarga, dan secara umum yang namanya keluarga merupakan campuran antara laki-laki dan wanita karena sebuah keluarga hanya bisa terbentuk dari pernikahan laki-laki dan wanita dan mungkin memiliki anak laki-laki atau wanita. Oleh karena itu wajar jika dalam sebagian hadis kata ahli dan ahlul bait digantikan oleh kata ganti jamak mudzakkar karena ahli dan ahlul bait yang tertuju pada hadis tersebut adalah umum untuk keseluruhan anggota keluarga atau penghuni rumah [dimana bergabung laki-laki dan wanita].

Adapun jika lafaz ahli atau ahlul bait dalam suatu hadis atau ayat Al Qur’an ternyata merupakan kata ganti bagi anggota keluarga khusus wanita [yaitu istri] maka akan lebih tepat digunakan kata ganti mu’annats bukan mudzakkar. Berikut contoh hadisnya,

حدثنا Ł…Ų­Ł…ŲÆ بن ŲØŲ“Ų§Ų± حدثنا Ų¹ŲØŲÆ الأعلى حدثنا هؓام بن أبي Ų¹ŲØŲÆ الله عن أبي Ų§Ł„Ų²ŲØŁŠŲ± عن Ų¬Ų§ŲØŲ± بن Ų¹ŲØŲÆ الله أن Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ و سلم رأى Ų§Ł…Ų±Ų£Ų© فدخل على Ų²ŁŠŁ†ŲØ فقضى حاجته وخرج ŁˆŁ‚Ų§Ł„ ؄ن المرأة Ų„Ų°Ų§ أقبلت أقبلت في صورة Ų“ŁŠŲ·Ų§Ł† ف؄ذا رأى Ų£Ų­ŲÆŁƒŁ… Ų§Ł…Ų±Ų£Ų© فأعجبته ŁŁ„ŁŠŲ£ŲŖ أهله ف؄ن معها Ł…Ų«Ł„ Ų§Ł„Ų°ŁŠ معها

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul A’laa yang berkata telah menceritakan kepada kami Hisyaam bin Abi ‘Abdullah dari Abi Zubair dari Jaabir bin ‘Abdullah bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah melihat seorang wanita maka Beliau mendatangi Zainab dan menunaikan hajatnya, kemudian Beliau keluar dan berkata “sesungguhnya wanita ketika datang ia datang dalam rupa syaithan maka jika salah seorang dari kalian melihat wanita kemudian terkagum dengannya maka hendaklah ia mendatangi istrinya [ahli-nya] karena apa yang ada pada dirinya [istrinya] seperti yang ada padanya [wanita tersebut] [Sunan Tirmidzi 3/464 no 1158, Tirmidzi berkata “hadis Jabir hadis shahih hasan gharib”]
Hadis di atas menggunakan lafaz ahli yang bermakna istri kemudian Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menggunakan kata “ha” [yang bersifat mu'annats] sebagai kata ganti bagi kata ahli tersebut. Seandainya teori kata ganti ala maskulin itu benar maka dengan adanya lafaz ahli maka kata gantinya harus “hum”  [yang bersifat mudzakkar] tetapi fakta riwayat di atas tidak menunjukkan demikian.

Ų­َŲÆَّŲ«َنَŲ§ Ų§Ł„ْŲ£ُوَيْŲ³ِيُّ Ų¹َŲØْŲÆُ Ų§Ł„ْŲ¹َŲ²ِيزِ ŲØْنُ Ų¹َŲØْŲÆِ اللَّهِ Ų­َŲÆَّŲ«َنَŲ§ Ų„ِŲØْŲ±َاهِŁŠŁ…ُ ŲØْنُ Ų³َŲ¹ْŲÆٍ Ų¹َنْ ŲµَŲ§Ł„ِŲ­ٍ Ų¹َنْ Ų§ŲØْنِ Ų“ِهَŲ§ŲØٍ Ų­َŲÆَّŲ«َنِي Ų¹ُŲ±ْوَŲ©ُ وَŲ§ŲØْنُ Ų§Ł„ْŁ…ُŲ³َيَّŲØِ وَŲ¹َŁ„ْŁ‚َŁ…َŲ©ُ ŲØْنُ وَŁ‚َّŲ§Ųµٍ وَŲ¹ُŲØَيْŲÆُ اللَّهِ Ų¹َنْ Ų¹َŲ§Ų¦ِŲ“َŲ©َ Ų±َŲ¶ِيَ اللَّهُ Ų¹َنْهَŲ§ Ų­ِŁŠŁ†َ Ł‚َŲ§Ł„َ Ł„َهَŲ§ Ų£َهْŁ„ُ Ų§Ł„ْŲ„ِفْكِ Ł…َŲ§ Ł‚َŲ§Ł„ُوا Ł‚َŲ§Ł„َŲŖْ وَŲÆَŲ¹َŲ§ Ų±َŲ³ُŁˆŁ„ُ اللَّهِ ŲµَŁ„َّى اللَّهُ Ų¹َŁ„َيْهِ وَŲ³َŁ„َّŁ…َ Ų¹َŁ„ِيَّ ŲØْنَ Ų£َŲØِي Ų·َŲ§Ł„ِŲØٍ وَŲ£ُŲ³َŲ§Ł…َŲ©َ ŲØْنَ Ų²َيْŲÆٍ Ų±َŲ¶ِيَ اللَّهُ Ų¹َنْهُŁ…ْ Ų­ِŁŠŁ†َ Ų§Ų³ْŲŖَŁ„ْŲØَŲ«َ Ų§Ł„ْوَŲ­ْيُ يَŲ³ْŲ£َŁ„ُهُŁ…َŲ§ وَهُوَ يَŲ³ْŲŖَŲ“ِيرُهُŁ…َŲ§ فِي فِŲ±َŲ§Ł‚ِ Ų£َهْŁ„ِهِ فَŲ£َŁ…َّŲ§ Ų£ُŲ³َŲ§Ł…َŲ©ُ فَŲ£َŲ“َŲ§Ų±َ ŲØِŲ§Ł„َّŲ°ِي يَŲ¹ْŁ„َŁ…ُ Ł…ِنْ ŲØَŲ±َŲ§Ų”َŲ©ِ Ų£َهْŁ„ِهِ وَŲ£َŁ…َّŲ§ Ų¹َŁ„ِيٌّ فَŁ‚َŲ§Ł„َ Ł„َŁ…ْ يُŲ¶َيِّŁ‚ْ اللَّهُ Ų¹َŁ„َيْكَ وَالنِّŲ³َŲ§Ų”ُ Ų³ِوَاهَŲ§ كَŲ«ِيرٌ وَŲ³َŁ„ْ Ų§Ł„ْŲ¬َŲ§Ų±ِيَŲ©َ ŲŖَŲµْŲÆُŁ‚ْكَ فَŁ‚َŲ§Ł„َ هَŁ„ْ Ų±َŲ£َيْŲŖِ Ł…ِنْ Ų“َيْŲ”ٍ يَŲ±ِيبُكِ Ł‚َŲ§Ł„َŲŖْ Ł…َŲ§ Ų±َŲ£َيْŲŖُ Ų£َŁ…ْŲ±ًŲ§ Ų£َكْŲ«َŲ±َ Ł…ِنْ Ų£َنَّهَŲ§ Ų¬َŲ§Ų±ِيَŲ©ٌ Ų­َŲÆِيثَŲ©ُ السِّنِّ ŲŖَنَŲ§Ł…ُ Ų¹َنْ Ų¹َŲ¬ِŁŠŁ†ِ Ų£َهْŁ„ِهَŲ§ فَŲŖَŲ£ْŲŖِي الدَّŲ§Ų¬ِنُ فَŲŖَŲ£ْكُŁ„ُهُ فَŁ‚َŲ§Ł…َ Ų¹َŁ„َى Ų§Ł„ْŁ…ِنْŲØَŲ±ِ فَŁ‚َŲ§Ł„َ يَŲ§ Ł…َŲ¹ْŲ“َŲ±َ Ų§Ł„ْŁ…ُŲ³ْŁ„ِŁ…ِŁŠŁ†َ Ł…َنْ يَŲ¹ْŲ°ِŲ±ُنِي Ł…ِنْ Ų±َŲ¬ُŁ„ٍ ŲØَŁ„َŲŗَنِي Ų£َŲ°َاهُ فِي Ų£َهْŁ„ِي وَاللَّهِ Ł…َŲ§ Ų¹َŁ„ِŁ…ْŲŖُ Ų¹َŁ„َى Ų£َهْŁ„ِي Ų„ِŁ„َّŲ§ Ų®َيْŲ±ًŲ§ فَŲ°َكَŲ±َ ŲØَŲ±َŲ§Ų”َŲ©َ Ų¹َŲ§Ų¦ِŲ“َŲ©َ

Telah menceritakan kepada kami Al ‘Uwaisiy ‘Abdul Aziz bin ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’d dari Shalih dari Ibnu Syihaab yang berkata telah menceritakan kepadaku ‘Urwah, Ibnu Musayyab, ‘Alqamah bin Waqqaash, dan Ubaidillah dari ‘Aisyah [radiallahu ‘anha] ketika orang-orang yang menyebarkan berita bohong [ahlul ifkiy] berkata kepadanya apa yang telah mereka katakan. [Aisyah] berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasalam] kemudian memanggil Aliy bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid [radiallahu ‘anhum] ketika wahyu belum turun, Beliau meminta pendapat keduanya mengenai rencana Beliau menceraikan istrinya [ahli-nya]. Maka adapun Usamah ia menyatakan sebagaimana yang ia ketahui bahwa istri Beliau [ahli-nya] terlepas dari tuduhan tersebut. Adapun Aliy mengatakan “Allah tidak akan menyusahkanmu, wanita selain dirinya masih banyak, dan tanyakanlah pada budaknya yang akan membenarkanmu”. Beliau berkata “pernahkah engkau melihat sesuatu yang meragukanmu”. [budak] berkata “aku tidak pernah melihat sesuatu selain ketika ia masih muda ketika ia ketiduran dari menjaga adonan roti keluarganya maka datanglah hewan yang memakannya”. Maka Beliau berdiri di atas mimbar dan berkata “wahai kaum muslimin siapa yang dapat memberikan alasan tentang seseorang yang gangguannya terhadap istriku [ahli-ku] telah sampai kepadaku, demi Allah tidaklah aku mengetahui tentang istriku [ahli-ku] kecuali kebaikan, maka Beliau menyebutkan bahwa Aisyah terlepas dari tuduhan tersebut [Shahih Bukhariy 9/113 no 7369].

Perhatikan hadis di atas yang menceritakan kisah “berita bohong” yang dituduhkan terhadap Ummul Mukminin Aisyah [radiallahu ‘anha]. Dalam matan hadis disebutkan lafaz dimana Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] meminta saran Usamah [radiallahu ‘anhu] dan Aliy [radiallahu ‘anhu] mengenai niat menceraikan istri Beliau. Lafaz “istrinya” yang digunakan dalam hadis ini adalah “ahli-hi”. Lafaz ahli secara zhahir bermakna keluarga, maka ahli-hi pada dasarnya bermakna keluarga Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Bukankah keluarga Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] ada banyak mencakup juga di dalamnya Aliy, Hasan dan Husain [‘alaihimus salaam].

Kalau kita berpegang pada keumuman lafaz “ahli-hi” atau mengaitkannya dengan teori kata “ahli” yang bersifat maskulin maka kata ganti bagi “ahli-hi” harus bersifat jamak mudzakkar. Hal ini bertentangan dengan matan hadis di atas. Aliy [radiallahu ‘anhu] menyebutkan lafaz

Ł„َŁ…ْ يُŲ¶َيِّŁ‚ْ اللَّهُ Ų¹َŁ„َيْكَ وَالنِّŲ³َŲ§Ų”ُ Ų³ِوَاهَŲ§ كَŲ«ِيرٌ

Allah tidak akan menyusahkanmu, wanita selain dirinya masih banyak.

Perhatikan lafaz “siwaaha” yang bermakna “selain dirinya” ha pada lafaz “siwaaha” tersebut adalah kata ganti bagi “ahli-hi” karena “ahli-hi” yang dimaksud dalam hadis ini bukan seluruh istri-istri Nabi, bukan keluarga Aliy, bukan keluarga Abbas [walaupun secara istilah mereka semua adalah ahli Nabi]. Ha pada lafaz “siwaha” bersifat mu’annats bukan mudzakkar dan maknanya disini merujuk pada “ahli-hi” secara khusus yaitu Aisyah [radiallahu ‘anha] karena memang Beliaulah istri Nabi yang sedang dituduh sebagian orang.
Mengapa tidak digunakan “hum” yang bersifat jamak mudzakkar padahal fungsinya disana sebagai kata ganti bagi “ahli-hi”?. Jawabannya karena memang teori kata ganti ala maskulin yang dilontarkan sebagian kaum jahil itu mengada-ada. Pada hakikatnya, kata ganti pada suatu kalimat harus memperhatikan apakah kata yang digantikan tersebut merujuk pada keumuman lafaz-nya atau khusus untuk pribadi tertentu. Jadi jika lafaz “ahli” dalam suatu kalimat merujuk pada “khusus istri Nabi” maka kata ganti bagi “ahli” tersebut harus bersifat mu’annats bukan mudzakkar.

Mungkar Bertentangan Dengan Hadis Shahih.

Riwayat Ibnu Abbas di atas mungkar dari sisi bertentangan dengan hadis shahih bahwa Ayat Tathiir turun khusus untuk ahlul kisa’ dalam hal ini Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Ummu Salamah sebagai salah satu istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersaksi bahwa ayat tersebut turun untuk ahlul kisa’ dan ia tidak meyakini bahwa Ayat tathiir diturunkan untuknya sebagai salah satu istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

ŁˆŲ£Ł†ŲØŲ£Ł†Ų§ أبو Ł…Ų­Ł…ŲÆ Ų¹ŲØŲÆ الله بن صالح Ų§Ł„ŲØŲ®Ų§Ų±ŁŠ قال حدثنا الحسن بن Ų¹Ł„ŁŠ Ų§Ł„Ų­Ł„ŁˆŲ§Ł†ŁŠ قال حدثنا يزيد بن Ł‡Ų§Ų±ŁˆŁ† قال حدثنا Ų¹ŲØŲÆ Ų§Ł„Ł…Ł„Łƒ بن أبي Ų³Ł„ŁŠŁ…Ų§Ł† عن Ų¹Ų·Ų§Ų” عن أم سلمة ŁˆŲ¹Ł† داود بن أبي عوف عن ؓهر بن حوؓب عن أم سلمة ŁˆŲ¹Ł† أبي Ł„ŁŠŁ„Ł‰ Ų§Ł„ŁƒŁ†ŲÆŁŠ عن أم سلمة رحمها الله ŲØŁŠŁ†Ł…Ų§ Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… في بيتي على منامة له Ų¹Ł„ŁŠŁ‡Ų§ كساؔ خيبري Ų„Ų° جاؔته فاطمة رضي الله عنها ببرمة ŁŁŠŁ‡Ų§ خزيرة فقال لها Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… ادعي زوجك ŁˆŲ§ŲØŁ†ŁŠŁƒ قالت : فدعتهم ŁŲ§Ų¬ŲŖŁ…Ų¹ŁˆŲ§ على ŲŖŁ„Łƒ البرمة ŁŠŲ£ŁƒŁ„ŁˆŁ† منها ، فنزلت Ų§Ł„Ų¢ŁŠŲ© : ؄نما يريد الله Ł„ŁŠŲ°Ł‡ŲØ Ų¹Ł†ŁƒŁ… الرجس أهل Ų§Ł„ŲØŁŠŲŖ ŁˆŁŠŲ·Ł‡Ų±ŁƒŁ… ŲŖŲ·Ł‡ŁŠŲ±Ų§ فأخذ Ų±Ų³ŁˆŁ„ الله صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… فضل Ų§Ł„ŁƒŲ³Ų§Ų” فغؓاهم Ł…Ł‡ŁŠŁ…Ł‡ Ų„ŁŠŲ§Ł‡ ، Ų«Ł… Ų£Ų®Ų±Ų¬ ŁŠŲÆŁ‡ فقال بها Ł†Ų­Łˆ السماؔ ، فقال اللهم هؤلاؔ أهل بيتي ŁˆŲ­Ų§Ł…ŲŖŁŠ فأذهب عنهم الرجس ŁˆŲ·Ł‡Ų±Ł‡Ł… ŲŖŲ·Ł‡ŁŠŲ±Ų§ قالت : فأدخلت رأسي في Ų§Ł„Ų«ŁˆŲØ ، فقلت : Ų±Ų³ŁˆŁ„ الله أنا Ł…Ų¹ŁƒŁ… ؟ قال Ų„Ł†Łƒ ؄لى خير Ų„Ł†Łƒ ؄لى خير قالت : ŁˆŁ‡Ł… خمسة : Ų±Ų³ŁˆŁ„ الله صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… ، ŁˆŲ¹Ł„ŁŠ ، ŁˆŁŲ§Ų·Ł…Ų© ، ŁˆŲ§Ł„Ų­Ų³Ł† ŁˆŲ§Ł„Ų­Ų³ŁŠŁ† رضي الله عنهم

Telah memberitakan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdullah bin Shalih Al Bukhari yang berkata telah menceritakan kepada kami Hasan bin ‘Ali Al Hulwaaniy yang berkata telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Atha’ dari Ummu Salamah dan dari Dawud bin Abi ‘Auf dari Syahr bin Hawsyaab dari Ummu Salamah dan dari Abu Laila Al Kindiy dari Ummu Salamah “sesungguhnya Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berada di rumahku di atas tempat tidur yang beralaskan kain buatan Khaibar. Kemudian datanglah Fathimah dengan membawa bubur, maka Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “panggillah suamimu dan kedua putramu”. [Ummu Salamah] berkata “kemudian ia memanggil mereka dan ketika mereka berkumpul makan bubur tersebut turunlah ayat Sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya, maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengambil sisa kain tersebut dan menutupi mereka dengannya, kemudian Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengulurkan tangannya dan berkata sembari menghadap langit “ya Allah mereka adalah ahlul baitku dan kekhususanku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah sesuci-sucinya. [Ummu Salamah] berkata “aku memasukkan kepalaku kedalam kain dan berkata “Rasulullah, apakah aku bersama kalian?. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “kamu menuju kebaikan kamu menuju kebaikan. [Ummu Salamah] berkata “mereka adalah lima orang yaitu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Ali, Fathimah, Hasan dan Husein raidallahu ‘anhum” [Asy Syari’ah Al Ajjuri 4/383 no 1650 sanadnya shahih].

Kisah yang disebutkan Ummu Salamah di atas menyebutkan dengan jelas bahwa Ayat Tathiir turun untuk ahlul kisa’ dimana Ummu Salamah mengatakan bahwa mereka ada lima orang yaitu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Kemudian Ummu Salamah memahami bahwa pernyataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] “kamu menuju kebaikan” adalah penolakan halus dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] untuk memasukkan dirinya [Ummu Salamah] bersama mereka dalam ayat tersebut.

ŁˆŲ­ŲÆŲ«Ł†Ų§ ابن أبي داود أيضا قال حدثنا Ų³Ł„ŁŠŁ…Ų§Ł† بن داود Ų§Ł„Ł…Ł‡Ų±ŁŠ قال حدثنا Ų¹ŲØŲÆ الله بن ŁˆŁ‡ŲØ قال حدثنا أبو ŲµŲ®Ų± عن أبي Ł…Ų¹Ų§ŁˆŁŠŲ© Ų§Ł„ŲØŲ¬Ł„ŁŠ عن سعيد بن جبير عن أبي الصهباؔ عن عمرة Ų§Ł„Ł‡Ł…ŲÆŲ§Ł†ŁŠŲ© قالت قالت Ł„ŁŠ أم سلمة أنت عمرة ؟ قالت : قلت نعم يا أمتاه ألا ŲŖŲ®ŲØŲ±ŁŠŁ†ŁŠ عن هذا الرجل Ų§Ł„Ų°ŁŠ أصيب ŲØŁŠŁ† ŲøŁ‡Ų±Ų§Ł†ŁŠŁ†Ų§ ، فمحب وغير Ł…Ų­ŲØ ؟ فقالت أم سلمة أنزل الله Ų¹Ų² ŁˆŲ¬Ł„ ؄نما يريد الله Ł„ŁŠŲ°Ł‡ŲØ Ų¹Ł†ŁƒŁ… الرجس أهل Ų§Ł„ŲØŁŠŲŖ ŁˆŁŠŲ·Ł‡Ų±ŁƒŁ… ŲŖŲ·Ł‡ŁŠŲ±Ų§ ŁˆŁ…Ų§ في Ų§Ł„ŲØŁŠŲŖ ؄لا Ų¬ŲØŲ±ŁŠŁ„ ŁˆŲ±Ų³ŁˆŁ„ الله صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… ŁˆŲ¹Ł„ŁŠ ŁˆŁŲ§Ų·Ł…Ų© ŁˆŲ§Ł„Ų­Ų³Ł† ŁˆŲ§Ł„Ų­Ų³ŁŠŁ† رضي الله عنهما ŁˆŲ£Ł†Ų§ فقلت : يا Ų±Ų³ŁˆŁ„ الله أنا من أهل Ų§Ł„ŲØŁŠŲŖ ؟ قال أنت من ŲµŲ§Ł„Ų­ŁŠ Ł†Ų³Ų§Ų¦ŁŠ قالت أم سلمة : يا عمرة ŁŁ„Łˆ قال نعم ŁƒŲ§Ł† Ų£Ų­ŲØ Ų„Ł„ŁŠ Ł…Ł…Ų§ تطلع Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ الؓمس وتغرب

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dawud yang berkata telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud Al Mahriy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Wahb yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Shakhr dari Abu Muawiyah Al Bajaliy dari Sa’id bin Jubair dari Abi Shahba’ dari ‘Amrah Al Hamdaniyah yang berkata Ummu Salamah berkata kepadaku “engkau ‘Amrah?”. Aku berkata “ya, wahai Ibu kabarkanlah kepadaku tentang laki-laki yang gugur di tengah-tengah kita, ia dicintai sebagian orang dan tidak dicintai oleh yang lain. Ummu Salamah berkata “Allah SWT menurunkan ayat Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya, dan ketika itu tidak ada di rumahku selain Jibril, Rasulullah, Ali, Fathimah, Hasan, Husein dan aku, aku berkata “wahai Rasulullah apakah aku termasuk Ahlul Bait?”. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “engkau termasuk istriku yang shalih”. Ummu Salamah berkata “wahai ‘Amrah sekiranya Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjawab iya niscaya jawaban itu lebih aku sukai daripada semua yang terbentang antara timur dan barat [dunia dan seisinya] [Asy Syari’ah Al Ajjuri 4/248 no 1542, sanadnya shahih].

Ummu Salamah sebagai istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tentu lebih mengetahui dibanding Ibnu Abbas jika memang ayat tersebut diturunkan untuknya. Maka disini bisa dikatakan bahwa riwayat Ibnu Abbas itu keliru dan kekeliruan tersebut bisa berasal dari Ibnu Abbas atau dari perawi yang meriwayatkan riwayat Ibnu Abbas tersebut. Kami pribadi lebih merajihkan bahwa yang keliru adalah perawi yang meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbas dalam hal ini Ikrimah, dengan alasan:
  1. Ikrimah telah dijarh oleh sebagian ulama dimana ada yang menyatakan bahwa ia berdusta atas nama Ibnu Abbas. Bersamaan dengan ta’dil para ulama terhadapnya maka jarh dusta disini bisa ditafsirkan sebagai kesalahan atau tidak sengaja berdusta.
  2. Terdapat riwayat shahih dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat tathir khusus untuk ahlul kisa’ yaitu Rasulullah [shallallahu 'alaihi wasallam], Aliy, Fathimah, Hasan dan Husain.
Adz Dzahabiy berkata “Ikrimah maula Ibnu Abbas shaduq hafizh ‘alim, ia telah didustakan oleh Mujahid, Ibnu Sirin dan Malik” [Man Tukullima Fiihi Wa Huwa Muwatstsaq no 246]

حدثنا Ų¹ŲØŲÆ Ų§Ł„Ų¹Ų²ŁŠŲ² بن Ų¹ŲØŲÆ الله Ų§Ł„Ų£ŁˆŁŠŲ³ŁŠ حدثنا Ų„ŲØŲ±Ų§Ł‡ŁŠŁ… بن Ų³Ų¹ŲÆ عن Ų£ŲØŁŠŁ‡ عن سعيد بن Ų§Ł„Ł…Ų³ŁŠŲØ ؄نه ŁƒŲ§Ł† ŁŠŁ‚ŁˆŁ„ لبرد Ł…ŁˆŁ„Ų§Ł‡ يا ŲØŲ±ŲÆ لا تكذب Ų¹Ł„ŁŠ ŁƒŁ…Ų§ كذب Ų¹ŁƒŲ±Ł…Ų© على ابن Ų¹ŲØŲ§Ų³

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Aziiz bin ‘Abdullah Al Uwaisiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahiim bin Sa’d dari Ayahnya dari Sa’id bin Al Musayyab yang berkata kepada maulanya “janganlah engkau berdusta atasku sebagaimana Ikrimah berdusta atas Ibnu ‘Abbas” [Ma’rifat Wal Tarikh Ya’qub Al Fasawiy 2/3 sanadnya shahih].

حدثنا بن ؄دريس عن فطر قال قلت لعطاؔ ان Ų¹ŁƒŲ±Ł…Ų© ŁŠŁ‚ŁˆŁ„ قال بن Ų¹ŲØŲ§Ų³ Ų³ŲØŁ‚ Ų§Ł„ŁƒŲŖŲ§ŲØ Ų§Ł„Ų®ŁŁŠŁ† فقال Ų¹Ų·Ų§Ų” كذب Ų¹ŁƒŲ±Ł…Ų© أنا رأيت بن Ų¹ŲØŲ§Ų³ ŁŠŁ…Ų³Ų­ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡Ł…Ų§

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Idriis dari Fithr yang berkata aku berkata kepada Atha’ bahwa Ikrimah mengatakan Ibnu ‘Abbas berkata “Al Kitab telah mendahului dalam masalah dua khuuf” maka Atha’ berkata Ikrimah berdusta, aku telah melihat Ibnu ‘Abbas mengusap keduanya [khuuf]” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/170 no 1951 sanadnya shahih].

Ikrimah telah dita’dilkan oleh sebagian ulama maka jarh dusta yang dimaksud disini bisa diartikan tidak sengaja berdusta atau melakukan kesalahan dalam riwayat Ibnu Abbas dan kesalahan ini dipandang oleh sebagian ulama sebagai kedustaan, wallahu ‘alam. Ahmad bin Hanbal termasuk salah satu ulama yang menta’dilkan dan berhujjah dengan Ikrimah, tetapi diriwayatkan pula bahwa ia pernah menyatakan Ikrimah mudhtharib al hadits [Aqwaal Ahmad no 1844]. Ibnu Sa’ad menukil dalam kitabnya bahwa Ikrimah banyak meriwayatkan hadis dan banyak memiliki ilmu tetapi tidak bisa dijadikan hujjah hadisnya dan orang-orang telah membicarakannya [Thabaqat Ibnu Sa'ad 7/288].

Kami lebih merajihkan pendapat yang menta’dilkan Ikrimah hanya saja memang benar bahwa ia pernah melakukan kesalahan dalam sebagian riwayat Ibnu Abbas. Dan terdapat bukti bahwa Ikrimah telah keliru dalam hadis tersebut yaitu riwayat berikut:

أخبرنا أبو بكر Ų£Ų­Ł…ŲÆ بن جعفر بن حمدان Ų§Ł„Ł‚Ų·ŁŠŲ¹ŁŠ ŲØŲØŲŗŲÆŲ§ŲÆ من أصل ŁƒŲŖŲ§ŲØŁ‡ ثنا Ų¹ŲØŲÆ الله بن Ų£Ų­Ł…ŲÆ بن حنبل Ų­ŲÆŲ«Ł†ŁŠ أبي ثنا ŁŠŲ­ŁŠŁ‰ بن Ų­Ł…Ų§ŲÆ ثنا أبو Ų¹ŁˆŲ§Ł†Ų© ثنا أبو بلج ثنا Ų¹Ł…Ų±Łˆ بن Ł…ŁŠŁ…ŁˆŁ† قال : Ų„Ł†ŁŠ لجالس عند ابن Ų¹ŲØŲ§Ų³ Ų„Ų° أتاه ŲŖŲ³Ų¹Ų© رهط ŁŁ‚Ų§Ł„ŁˆŲ§ : يا ابن Ų¹ŲØŲ§Ų³ : Ų„Ł…Ų§ أن ŲŖŁ‚ŁˆŁ… معنا و Ų„Ł…Ų§ أن ŲŖŲ®Ł„Łˆ بنا من ŲØŁŠŁ† هؤلاؔ قال : فقال ابن Ų¹ŲØŲ§Ų³ ŲØŁ„ أنا Ų£Ł‚ŁˆŁ… Ł…Ų¹ŁƒŁ… قال و Ł‡Łˆ ŁŠŁˆŁ…Ų¦Ų° صحيح قبل أن ŁŠŲ¹Ł…Ł‰ قال : فابتدؤوا فتحدثوا فلا Ł†ŲÆŲ±ŁŠ Ł…Ų§ Ł‚Ų§Ł„ŁˆŲ§ قال فجاؔ ŁŠŁ†ŁŲ¶ Ų«ŁˆŲØŁ‡ و ŁŠŁ‚ŁˆŁ„ أف و تف ŁˆŁ‚Ų¹ŁˆŲ§ في رجل له ŲØŲ¶Ų¹ Ų¹Ų“Ų±Ų© فضائل Ł„ŁŠŲ³ŲŖ لأحد ŲŗŁŠŲ±Ł‡

Telah menceritakan kepada kami Abuu Bakar Ahmad bin Ja’far bin Hamdaan Al Qathi’iy di Baghdad dari Ushul Kitab-nya yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamaad yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Balj yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Maimun yang berkata aku duduk di sisi Ibnu ‘Abbaas ketika datang kepadanya sembilan orang, mereka berkata “wahai Ibnu ‘Abbaas engkau pergi bersama kami atau membebaskan kami dari mereka. [‘Amru bin Maimun] berkata maka Ibnu ‘Abbaas berkata “aku akan pergi bersama kalian”. [‘Amru bin Maimun] berkata “dan ia pada hari itu masih dalam keadaan baik belum kehilangan penglihatannya”. [‘Amru bin Maimun] berkata “maka mereka mulai berbicara dan aku tidak mengetahui apa yang mereka katakan”. [‘Amru bin Maimun] berkata maka Ibnu ‘Abbas datang sambil merapikan pakaiannya dan mengatakan “Uff uff mereka telah mencela seorang laki-laki yang memiliki sepuluh keutamaan yang tidak dimiliki seorang pun selainnya”…[Al Mustadrak Ash Shahihain juz 3 no 4652, dishahihkan oleh Al Hakim dan Adz Dzahabiy].

Kemudian dalam hadis tersebut Ibnu ‘Abbas menyebutkan sepuluh keutamaan yang dimiliki Aliy bin Abi Thalib, diantara sepuluh keutamaan tersebut, Ibnu ‘Abbas menyebutkan:

قال و Ų£Ų®Ų° Ų±Ų³ŁˆŁ„ الله صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ و سلم Ų«ŁˆŲØŁ‡ ŁŁˆŲ¶Ų¹Ł‡ على Ų¹Ł„ŁŠ و فاطمة و حسن و Ų­Ų³ŁŠŁ† و قال : ؄نما يريد الله Ł„ŁŠŲ°Ł‡ŲØ Ų¹Ł†ŁƒŁ… الرجس أهل Ų§Ł„ŲØŁŠŲŖ و ŁŠŲ·Ł‡Ų±ŁƒŁ… ŲŖŲ·Ł‡ŁŠŲ±Ų§

[Ibnu ‘Abbaas] berkata “dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengambil kain kemudian menutupi Aliy, Fathimah, Hasan dan Husain seraya berkata “Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya”. [Al Mustadrak Ash Shahihain juz 3 no 4652].

Kedudukan hadis ini shahih sebagaimana dikatakan Al Hakim dan disepakati oleh Adz Dzahabiy. Dan hadis ini menjadi hujjah bahwa di sisi Ibnu ‘Abbas ayat tathiir [Al Ahzab ayat 33] khusus untuk Ahlul Kisa’ yaitu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Aliy, Fathimah, Hasan dan Husain. Sebagaimana nampak dalam lafaz perkataan Ibnu ‘Abbas bahwa keutamaan tersebut tidak dimiliki oleh selain Aliy [dan selain yang disebutkan oleh Ibnu ‘Abbaas]. Hadis ini menjadi qarinah yang menguatkan bahwa riwayat Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan ayat tersebut turun khusus untuk istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah keliru

Kesimpulan
Riwayat Ibnu ‘Abbas yang menyatakan ayat tathiir [Al Ahzab 33] turun khusus untuk istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] kedudukannya mungkar dan hal itu kemungkinan adalah kekeliruan dari Ikrimah yang meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas.(Source)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: