Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label ABNS FATWA - FATWA. Show all posts
Showing posts with label ABNS FATWA - FATWA. Show all posts

Ulama Wahabi Saudi: Perempuan Dilarang Menyetir Mobil Karena Punya Seperempat Otak

Sheikh Saad al-Hajari, seorang ulama senior Arab Saudi dikecam publik atas pernyataannya yang dianggap menghina kaum perempuan. Dia melarang perempuan menyetir mobil karena punya seperempat otak. (Foto: Mirror)

Arab Saudi menjadi satu-satunya negara yang memberlakukan larangan perempuan menyetir mobil. Kebijakan yang diterapkan Arab Saudi memang tak sekadar aturan semata. Pemerintah setempat serius mengawal peraturan itu sekalipun bagi sebagian aktivis perempuan keberadaan regulasi itu tak populis sekaligus diskriminatif.

Usut-punya usut munculnya kebijakan itu berdasarkan fatwa Dewan Senior Ulama Negara. Fatwa itu kembali ditegaskan oleh seorang ulama Saudi bernama Sheikh Saad al-Hajari. Dalam khotbahnya ia mengatakan, perempuan awalnya hanya memiliki setengah otak, namun setelah belanja mereka tinggal punya seperempat otak.

“Akankah Anda memberi izin mengemudi kepada pria yang setengah otak? Jadi bagaimana Anda memberinya kepada perempuan yang cuma punya setengah otak.Dan jika mereka ke pasar, akan berkurang setengah lagi! Jadi mereka kini punya seperempat,” kata Syekh al-Hajari.

Syekh al-Hajari menguatkan alasannya dengan membuat asumsi perbedaan syariat bagi laki-laki dan perempuan dalam beribadah. Ia mengatakan perempuan tidak bisa beribadah sama banyaknya seperti pria karena menghadapi masa menstruasi sehingga ‘bukan salah mereka’ jika tidak berada dalam tingkat otak yang sama.

“Itu bukan salah mereka, namun perempuan kurang kecerdasannya, bukankah begitu?” tanyanya kepada hadirin, seperti dilaporkan situs The New Arab, yang mengutip koran Sabq terbitan Arab Saudi.

Rekaman video khotbahnya Syekh al-Hajari menyebar secara meluas. Kontan saja ceramahnya si ulama Wahabi itu memicu kecaman di internet. Bushra‏ menulis pesan di Twitter, “Yakin dia berbicara tentang perempuan yang membesarkannya, makanya jadi begitulah dia.”

Sementara akun Master‏ menyatakan permintaan maaf, “Sebagai seorang pria saya merasa malu dengan tagar ini dan meminta maaf untuk semua perempuan di dunia, khususnya ibu dan kakak-kakak saya.”

Pengguna Twitter lainnya menulis; ”Tidakkah mereka merasa malu, berbicara tentang ibu mereka sendiri seperti ini?”.

Di antara mereka yang telah mengkritik larangan mengemudi bagi perempuan adalah Pangeran Saudi, Alwaleed bin Talal. Menurut bangsawan Saudi yang terkenal sebagai miliarder ini, larangan tersebut tidak adil.

Cendekiawan setempat, Dr Abdullah al-Ghathami, seperti dilansir surat kabar Sabq, telah mengkritisi pernyataan ulama tersebut. ”Musuh-musuh Islam tidak akan menemukan apa yang lebih mematikan dalam agama kita daripada orang yang salah menafsirkan teks dan salah mengartikannya,” katanya.

Syekh al-Hajari merupakan pemuka agama terkemuka di Provinsi Assir, barat daya Arab Saudi. Pemerintah Provinsi Assir kini melarangnya untuk berkhotbah dan melakukan kegiatan umum yang berkaitan dengan agama.

Fatwa larangan menyetir mobil bagi perempuan yang menjadi kebijakan kerajaan Saudi dikeluarkan Dewan Senior Ulama Negara pada 7 November 1990/20 Rabiul Awal 1411, namun menurut menurut The Independent.co.uk, larangan itu datang dari Menteri Dalam Negeri Saudi sejak 1957.

Sejumlah nama tercatat mendukung fatwa ini antara lain Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Abd ar-Razzaq Afifi, Syekh bin Abdudullah bin Abdurrahman bin Ghadyan, dan Syekh Shalih bin Muhammad bin Lahidan.

Pelarangan ini merujuk pada sejumlah argumentasi syari’i dan penyikapan atas merebaknya fenomena kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

(Sabq/The-New-Arab/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-lain/ABNS)

Fatwa Daging Buaya Halal Bagi Wahabi Salafi


Berikut ini silahkan fatwa seksi Wahabi Salafi tentang Halalnya Daging Buaya. Ia mengatakan “Buaya Hidupnya kebanyakan di air. Semua yang ada di dalam air halal dagingnya.” Padahal jumhur ulama mengatakan bahwa Buaya merupakan binatang bernafaskan dengan paru-paru, dan haram hukumnya. Waspadai Ulama-ulama salafi wahabi yang tidak kredible dalam mengeluarkan fatwa.



Simak Videonya:


(Manhaj-Salafi/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Kompilasi Fatwa Mesum Ulama Wahabi Salafi


Berikut ini disampaikan Kompilasi fatwa Mesum Ulama Wahabi Salafi.

Perhatikan fatwa di bawah ini yang disajikan oleh Syeikhul Islam kaum Wahhabi Salafy; Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Badai’ul Fawaid:

1. Pasal Tentang Istimta Onani atau bermatrubasi

Jika seorang wanita tidak bersuami yang syahwatnya memuncak, maka sebagian ulama kami berkata, “Boleh baginya mengambil kulit lunak yang berbentuk batang dzakar atau mengambil ketimun atau terong berukuran mini lalu ia masukkan ke dalam (ma’af) kemaluannya.” [Badai’ul Fawaid juz 4 hal.1471-1472].


2. Dibolehkan melacur dan mabuk

ﻋﻠﻰ ﺍﺅﻛﺪ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﺗﻪ ﻣﺴﺒﻘﺎ…ﺍﻟﻘﻠﻴﻞ ﻣﻦ ﻭﺍﻟﺨﻤﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻋﺎﺭﺓ ﺍﻟﺒﺤﺮﻳﻦ ﻟﺘﻐﻄﻴﺔ ﺍﻟﻌﺠﺰ ﻣﺠﺎﺯ ﺍﻻﻗﺘﺼﺎﺩﻱ ﻭﻭﻟﻲ ﺷﺮﻋﺎ. ﺍﻻﻣﺮ ﻳﺮﻯ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺮﺍﻩ ﺍﻵﺧﺮﻭﻥ

“Aku tegaskan perkataanku sebelumnya bahwa melacurkan diri dan khamr di Bahrain asal tidak terlalu sering untuk menutupi kelemahan ekonomi itu boleh secara syari’at. Waliyyul amr (yang membahas ini) mempunyai pertimbangan yang lebih baik daripada orang kebanyakan”.

 Termasuk dari dosa-dosa besar, perempuan turun ke laut, sekalipun berhijab. Karena laut itu laki-laki. Bila air laut masuk ke ‘anu’nya maka dia berzina.. 


3. Fatwa di larang mandi di laut oleh wahabi karena laut dianggap berjenis kelamin laki-laki

ﺍﻛﺒﺮ ﻣﻦ ﻧﺰﻭﻝ ﺍﻟﻤﺮﺍﺓ ﺍﻟﻜﺒﺎﺋﺮ ﻟﻮ ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺣﺘﻰ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﺒﺤﺮ ﻣﺤﺠﺒﺔ ﻭﺑﺪﺧﻮﻝ ﻻﻥ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻣﻜﺎﻥ ﺣﺸﻤﺘﻬﺎ ﺗﻜﻮﻥ ﻗﺪ ﺯﻧﺖ ﻭﻳﻘﻊ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺍﻟﺤﺪ”

Fatwa baru Ulama Wahabi Salafi DR. Ali Ar-Robi’i, “Termasuk dari dosa-dosa besar, perempuan turun ke laut, sekalipun berhijab. Karena laut itu laki-laki. Bila air laut masuk ke ‘anu’nya maka dia berzina dan jatuh hadd kepadanya”.


4. Fatwa shahih dari Al Bani tentang Onani di siang Ramadhan

“Onani / Melancap Di Siang Ramadhan tidak batal Puasa Walaupun Sengaja.” Rujukan Di Atas Fatwa Al-Albani dalam Kitabnya Tamamul Minnah m/s 418.

Bagaimana Menurut anda???

(Manhaj-Salafi/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Fatwa Ulama Wahabi Salafi Saudi Melakukan Khaul Yang disyirikkan Pengikutnya di Indonesia


Berikut ini adalah fatwa-fatwa Ulama Wahabi Salafi Saudi Melakukan Khaul, yang banyak di ingkari oleh para pengikut-pengikutnya, khususnya para Wahabi Salafi Indonesia yang secara menyama ratakan semua hal tsb sebagai hal yang bid’ah, tidak bermanfaat, dll, berikut kutipannya:


1) MUFTI WAHABI MEMBOLEHKAN SUGUHAN TAMU DARI KELUARGA MAYIT

أما أهل الميت إذا صنعوا ذلك فلا بأس لأنفسهم أو لضيوف نزلوا بهم فلا بأس . (مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ابن باز، 7/431)

Apabila keluarga mayit membuat makanan untuk diri mereka, atau untuk tamu yang singgah pada mereka, maka hukumnya boleh, tidak makruh.


ولا حرج عليهم أن يصنعوا لأنفسهم الطعام العادي لأكلهم وحاجاتهم وهكذا إذا نزل بهم ضيف لا حرج عليهم أن يصنعوا له طعاما يناسبه لعموم الأدلة في ذلك (مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ابن باز، 9/318)

Keluarga mayit boleh membuat makanan untuk tamu yang singgah pada mereka, dengan makanan yang relevan dengan tamunya. (9/318).


2) MUFTI WAHABI BOLEHKAN HIDANGAN RINGAN DARI KELUARGA MAYIT

حكم حضور مجلس العزاء والجلوس فيه
س : هل يجوز حضور مجلس العزاء والجلوس معهم ؟ (1)
ج : إذا حضر المسلم وعزى أهل الميت فذلك مستحب ؛ لما فيه من الجبر لهم والتعزية ، وإذا شرب عندهم فنجان قهوة أو شاي أو تطيب فلا بأس كعادة الناس مع زوارهم . (مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ابن باز، 13/371)

Menghadiri majlis ta’ziyah (MAJLIS TAHLILAN SAMA SAJA), hukumnya sunnah. Minum segelas gahwa dan teh, atau minyak wangi, dari keuarga mayit, hukumnya boleh.


3) MUFTI WAHABI BOLEHKAN UNDANGAN KENDURI KEMATIAN

حكم دعوة أهل الميت
من يأكل معهم ما بعث لهم
س : إذا بعث لأهل الميت غداء أو عشاء فاجتمع عليه الناس في بيت الميت ، هل هو من النياحة المحرمة؟
ج : ليس ذلك من النياحة ؛ لأنهم لم يصنعوه وإنما صنع ذلك لهم ، ولا بأس أن يدعوا من يأكل معهم من الطعام الذي بعث لهم ؛ لأنه قد يكون كثيرا يزيد على حاجتهم . (مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ابن باز، 13/387)

Keluarga mayit boleh mengundang orang banyak untuk makan makanan mereka hasil kontribusi atau sumbangan dari tetangga yang melebihi dari kebutuhan.


4) MUFTI WAHABI BOLEHKAN HIDANGAN KEMATIAN ‘ASYA’ AL-WALIDAIN

Tradisi di Saudi Arabia, apabila ada orang meninggal, maka setelah berlalu satu atau dua bulan, sebagian anaknya membuat hidangan makanan, lalu mengundang tetangga dan kerabat untuk makan, sebagai sedekah bagi orang tua yang meninggal. Tradisi ini disebut dengan ‘asya’ al-walidain, dan mufti wahabi membolehkan. (13/253)

عشاء الوالدين
س : الأخ أ. م. ع. من الرياض يقول في سؤاله : نسمع كثيرا عن عشاء الوالدين أو أحدهما ، وله طرق متعددة ، فبعض الناس يعمل عشاء خاصة في رمضان ويدعو له بعض العمال والفقراء ، وبعضهم يخرجه للذين يفطرون في المسجد ، وبعضهم يذبح ذبيحة ويوزعها على بعض الفقراء وعلى بعض جيرانه ، فإذا كان هذا العشاء جائزا فما هي الصفة المناسبة له ؟ (1)
ج : الصدقة للوالدين أو غيرهما من الأقارب مشروعة ؛ لقول « النبي صلى الله عليه وسلم : لما سأله سائل قائلا : هل بقي من بر أبوي شيء أبرهما به بعد موتهما ؟ قال نعم الصلاة عليهما والاستغفار لهما وإنفاذ عهدهما من بعدهما وإكرام صديقهما وصلة الرحم التي لا توصل إلا بهما »(مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ابن باز، 13/253)

Dalam fatwa-fatwa di atas, Syaikh Ibnu Baz, mufti Wahabi, tidak jauh beda dengan fatwa fuqaha madzhab arba’ah yang lain. 

Tapi mengapa para pengikut Wahabi yg ada di Indonesia mayoritas tdk mengikutinya bahkan cenderung membid’ah-bid’ahkan , mensesat-sesatkan org lain yg mengamalkan fatwa-fatwa tsb? 

Lantas siapakah sebenarnya ulama yg dijadikan panutan oleh para pengikut WAHABI yg ada di Indonesia?

(Manhaj-Salafi/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Fatwa MUI Soal Imunisasi: Boleh, Asal Vaksinnya Halal dan Suci


Presiden Jokowi menyatakan imunisasi measles rubella (MR) mubah atau boleh dilakukan agar anak-anak bisa terhindar dari campak dan rubella. Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni’am Sholeh menyebut pihaknya belum menerima ajuan sertifikasi halal untuk vaksin itu.

“Setahu saya belum ada ajuan untuk kepentingan sertifikasi halal,” kata Asrorun saat ditemui di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2017).

Asrorun menambahkan belum mengetahui vaksin yang digunakan untuk imunisasi MR itu. “Iya. Kita belum tahu, vaksinnya vaksin apa juga belum tahu,” sambungnya.

Namun Asrorun mengatakan penggunaan vaksin yang belum terverifikasi halal tidak diperbolehkan. Kendati demikian, menurut Asrorun, ada beberapa kondisi yang membuat vaksin yang belum terverifikasi halal itu bisa digunakan.

“Pertama, belum ada vaksin halal sejenis yang ada dan tersedia. Kedua, ada situasi kondisi yang darurat atau hajat yang jika tidak divaksin akan menyebabkan kematian atau cacat tetap. Ketiga, ada opini dari ahli yang memiliki kompetensi dan kredibilitas yang menyatakan itu dan tidak ada alternatif pengobatan yang lain,” Asrorun menjelaskan.

Lebih lanjut Asrorun menjelaskan persoalan halal atau haram adalah soal agama. Ia menambahkan yang menentukan haram atau halal atas sesuatu adalah otoritas agama.

“Masalah halal-haram, itu terminologi agama. Bukan terminologi sosial, bukan terminologi politik, bukan terminologi kesehatan. Artinya, menentukan ini halal atau haram memang balik pada otoritas keagamaan,” katanya.

Namun, khusus soal imunisasi, Asrorun menyatakan ada fatwa yang dikeluarkan MUI. Fatwa tersebut adalah fatwa Nomor 4 Tahun 2016 soal imunisasi yang menyatakan imunisasi diperbolehkan asal menggunakan vaksin yang halal dan suci.

“Tetapi soal imunisasi, MUI mengeluarkan fatwa Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi, yang salah satunya menegaskan bahwa imunisasi pada dasarnya dibolehkan untuk kepentingan menjaga kesehatan, baik individu maupun kesehatan masyarakat. Akan tetapi imunisasi yang tadi dibolehkan itu wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci,” terang Asrorun.

Sebelumnya diberitakan, terdapat delapan sekolah di Yogyakarta yang menolak siswanya diberi imunisasi rubella karena dikhawatirkan bahan yang digunakan haram. Namun Presiden Jokowi menyatakan MUI telah menyampaikan fatwa yang memperbolehkan imunisasi itu.

“Fatwa MUI sudah disampaikan bahwa ini mubah. Artinya, imunisasi ini manfaatnya jauh lebih banyak daripada mudaratnya,” kata Jokowi di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyebut pihaknya akan melakukan pendekatan terhadap delapan sekolah itu. Menurutnya, penolakan itu terjadi karena kurangnya komunikasi.

“Tadi sudah dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan, Kemenag, dan Gubernur. Saya kira (sempat) kurang komunikasi dan menjelaskannya kurang detail tentang ini,” kata Nila di Sleman.

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Inilah Isi ‘Fatwa Medsos’ MUI Terbaru


Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru saja mengeluarkan fatwa terkait hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial (medsos). Fatwa ini mengatur banyak hal, mulai dari cara membuat postingan media sosial sampai cara memverifikasi.

Berikut isi lengkap fatwa tersebut yang dibacakan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam, Senin (5/6/2017):

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 24 Tahun 2017
Tentang
HUKUM DAN PEDOMAN
BERMUAMALAH MELALUI MEDIA SOSIAL

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحيْمِ

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, setelah:

Menimbang:

a. bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberikan kemudahan dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi di tengah masyarakat;

b. bahwa kemudahan berkomunikasi dan memperoleh informasi melalui media digital berbasis media sosial dapat mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia, seperti mempererat tali silaturahim, untuk kegiatan ekonomi, pendidikan dan kegiatan positif lainnya;

c. bahwa penggunaan media digital, khususnya yang berbasis media sosial di tengah masyarakat seringkali tidak disertai dengan tanggung jawab sehingga tidak jarang menjadi sarana untuk penyebaran informasi yang tidak benar, hoax¸ fitnah, ghibah, namimah, gosip, pemutarbalikan fakta, ujaran kebencian, permusuhan, kesimpangsiuran, informasi palsu, dan hal terlarang lainnya yang menyebabkan disharmoni sosial;

d. bahwa pengguna media sosial seringkali menerima dan menyebarkan informasi yang belum tentu benar serta bermanfaat, bisa karena sengaja atau ketidaktahuan, yang bisa menimbulkan mafsadah di tengah masyarakat;

e. bahwa banyak pihak yang menjadikan konten media digital yang berisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, desas desus, kabar bohong, ujaran kebencian, aib dan kejelekan seseorang, informasi pribadi yang diumbar ke publik, dan hal-hal lain sejenis sebagai sarana memperoleh simpati, lahan pekerjaan, sarana provokasi, agitasi, dan sarana mencari keuntungan politik serta ekonomi, dan terhadap masalah tersebut muncul pertanyaan di tengah masyarakat mengenai hukum dan pedomannya;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial untuk digunakan sebagai pedoman.

Mengingat : 1. Al-Quran

• Firman Allah SWT yang memerintahkan pentingnya tabayyun (klarifikasi) ketika memperoleh informasi, antara lain:

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جاءَكُمْ فاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلى ما فَعَلْتُمْ نادِمِين

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat: 6)

• Firman Allah SWT yang melarang untuk menyebarkan praduga dan kecurigaan, mencari keburukan orang, serta menggunjing, antara lain :

وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيم

Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar”. (QS. An-Nur 16)

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih[23] di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nur 19)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (الحجرات : ١٢)

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Hujurat 49 : 12)

• Firman Allah SWT yang menegaskan keburukan pengumpat dan pencela serta larangan mengikutinya, antara lain:

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS. Al-Humazah: 1).

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ

“Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, yang suka mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah” (QS. Al-Qalam 10 – 11)

• Firman Allah SWT yang memerintahkan untuk berbuat adil sekalipun terhadap orang yang dibenci, antara lain:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Maidah: 8)

• Firman Allah SWT yang menjelaskan bahwa perbuatan menyakiti orang mukmin tanpa kesalahan yang mereka perbuat adalah dosa, antara lain :

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (الأحزاب : ٥٨)

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. al-Ahzab :58)

2. Hadis Nabi s.a.w.:

• Hadis Nabi saw yang memerintahkan jujur dan melarang berbohong, sebagaimana sabdanya:

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً, وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً. (رواه مسلم)

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wajib atas kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan (pelakunya) kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada Surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur. Dan jauhilah oleh kalian sifat dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan pelakunya kepada keburukan, dan keburukan itu menunjukkan kepada api Neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim)

• Hadis Nabi saw yang menjelaskan pengertian tentang ghibah sebagaimana sabdanya:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ “أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ”. قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ “ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ”. قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ “إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ” (رواه البخاري و مسلم )

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Tahukah kalian apa ghibah itu?” Para shababat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau bersabda: “Ghibah itu adalah bercerita tentang saudara kalian tentang hal yang ia benci.” Ada yang bertanya:, “Bagaimana pendapatmu jika yang saya ceritakan itu benar-benar nyata ada pada diri orang itu?, nabi pun menjawab: “Jika apa yang kamu katakana tentang saudaramu itu benar adanya maka telah melakukan ghibah kepadanya; namun apabila apa yang kamu katakan tidak benar, maka berarti kamu telah melakukan kedustaan (fitnah) kepadanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

• Hadis Nabi saw yang memerintahkan untuk bertutur kata yang baik dan menjadikannya sebagai salah satu indikator keimanan kepada Allah, sebagaimana sabdanya:

عن أبي هريرة رضي الله عنه، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “من كان يؤمن بالله واليوم الآخر، فليقل خيرًا أو ليصمت …. ” (رواه البخاري ومسلم)

Dari Abi Hurairah ra dari Rasulullah saw beliau bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

• Hadis Nabi saw yang mengkategorikan sebagai pembohong bagi setiap orang yang menyampaikan setiap hal yang didengarnya, sebagaimana sabdanya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قال : كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا، أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw beliau bersabda, “Cukuplah seseorang (dianggap) berdusta jika ia menceritakan semua yang ia dengar.” (HR. Muslim)

• Hadis Nabi saw yang menjelaskan perintah untuk menutupi aib orang lain sebagaimana sabdanya:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ “الْمُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلَا يسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِيْ حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ القِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ” (رواه البخاري)

Dari Abdullah ibn ‘Umar ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sesama orang muslim itu bersaudara. Tidak boleh berbuat zalim dan aniaya kepadanya. Barang siapa yang membantu memenuhi kebutuhan saudaranya niscaya Allah SWT akan memenuhi kebutuhannya dan barang siapa yang membantu meringankan kesulitan saudaranya niscaya Allah SWT akan meringankan kesulitannya di hari kiamat kelak. Dan barang siapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah SWT akan menutupi aibnya di hari kiamat. (HR. al-Bukhari)

• Hadis Nabi saw yang menggambarkan sebagai orang bangkrut (muflis) bagi orang yang suka mencela dan menuduh orang lain, sebagaimana sabdanya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ، فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah orang yang muflis (bangkrut) itu? Para sahabat menjawab, ‘Orang yang muflis (bangkrut) diantara kami adalah orang yang tidak punya dirham dan tidak punya harta.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang yang muflis (bankrut) dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) melaksanakan shalat, menjalankan puasa dan menunaikan zakat, namun ia juga datang (membawa dosa) dengan mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta ini dan menumpahkan darah si ini serta memukul si ini. Maka akan diberinya orang-orang tersebut dari kebaikan-kebaikannya. Dan jika kebaikannya telah habis sebelum ia menunaikan kewajibannya, diambillah keburukan dosa-dosa mereka, lalu dicampakkan padanya dan ia dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Muslim)

• Hadis Nabi saw yang menjelaskan salah satu identitas muslim adalah ketika orang lain merasa aman dari lisan dan perbuatannya sebagaimana sabdanya:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهَ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ (رواه البخاري و مسلم )

Dari Abdullah ibn ‘Amr ra. dari rasulullah saw beliau bersabda: “Orang muslim adalah orang yang mampu membuat rasa aman orang lain, dengan menjaga lisan dan tangannya. Sedang orang yang hijrah adalah seseorang yang berpindah guna menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

• Hadis Nabi saw yang melarang terburu-buru, termasuk terburu-buru menyebar informasi sebelum ada kejelasannya, sebagaimana sabdanya :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “التَّأَنِّي مِنَ اللَّهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ ” (أخرجه البيهقي)

Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ketengangan itu datang dari Allah SWT dan ketergesaan itu dari Setan” (HR. Al-Baihaki)

• Hadis Nabi SAW yang menjelaskan hukuman bagi orang yang suka bergunjing, antara lain:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ إِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ مَا الْعَضْهُ هِيَ النَّمِيمَةُ الْقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ وَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرَّجُلَ يَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا وَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا (رواه مسلم)

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra berkata: Nabi Muhammad saw bersabda: “Perhatikanlah, aku akan memberitahukan kepada kalian apa itu Al ‘Adhu? Al ‘Adhu adalah menggunjing dengan menyebarluaskan isu di tengah masyarakat.” Rasulullah saw juga bersabda: “Sesungguhnya orang yang selalu berkata jujur akan dicatat sebagai seorang yang jujur dan orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta”. (HR. Muslim)

عَنْ حُذَيْفَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ (رواه البخاري و مسلم )

“Tidak akan masuk surga, ahli namimah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

• Hadis Nabi saw yang menjelaskan larangan mengikuti prasangka tentang seseorang, juga mencari kesalahan dan menghina orang lain sebagaimana sabdanya:

عَنْ أبي هريرة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَ لَا تَجَسَّسُوْا وَ لَا تَنَافَسُوْا وَ لَا تَحَاسَدُوْا وَ لَا تَبَاغَضُوْا وَ لَا تَدَابَرُوْا وَ كُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا (رواه البخاري)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jauhilah berprasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah pembicaraan yang paling dusta. Janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, jangan saling menyombongkan diri (dalam hal duniawi), jangan saling iri, saling membenci satu dengan yang lain, dan saling berpaling muka satu dengan yang lain. Jadilah kalian para hamba Allah bersaudara. (HR. al-Bukhari)

عَنْ أبي هريرة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: كل الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ مَالُهُ وَ عِرْضُهُ وَ دَمُهُ حَسْبَ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ (رواه أبو داود)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Setiap muslim atas muslim yang lainnya haram (terjaga) harta, kehormatan, dan darahnya. Merupakan suatu keburukan bila seseorang menghina saudaranya yang muslim. (HR. Abu Dawud)

3. Qa’idah sadd al-dzari’ah (سد الذريعة), yang menyatakan bahwa semua hal yang dapat menyebabkan terjadinya perbuatan haram adalah haram.

4. Qaidah Fiqhiyyah

الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اَلْإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى التَّحْرِيْمِ.

“Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya atau meniadakan kebolehannya”.

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ.

“Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat.

الضَّرَرُ يُزَالُ

“Bahaya harus dihilangkan.”

اْلكِتَابُ كَالْخِطَابِ

“Tulisan itu (memiliki kedudukan hukum) seperti ucapan.”

لا عبرة للتواهم.

Waham (hal yang masih hipotetik) tidak bisa dijadikan pegangan.

تَصَرُّفُ الْأِمَاِم عَلَى الرَّاعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ

Kebijakan seorang pemimpin atas rakyat harus berdasarkan kemaslahatan.

Memperhatikan : 1. Pendapat para ulama:

• Imam al-Qurthubi dalam menafsirkan ayat al-Quran terkait ghibah:

“… قوله تعالى ﴿ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا ﴾ مَثَّلَ اللهُ الْغِيْبَةَ بِأَكْلِ الْمَيْتَةِ لِأَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَعْلَمُ بِأَكْلِ لَحْمِهِ كَمَا أَنَّ الْحَيَّ لَا يَعْلَمُ بِغِيْبِةِ مَنِ اغْتَابَهُ

Mengenai firman Allah SWT, (“Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?”) Allah SWT mengumpamakan mengenai kejahatan ghibah dengan memakan daging orang mati karena orang mati tidak dapat mengetahui kalau dagingnya dimakan orang lain, seperti saat ia hidup tidak mengetahui orang mempergunjingkannya.

• Al-Imam An-Nawawi dalam Kitab Syarh Shahih Muslim, juz 1 halaman 75 memberikan penjelasan hadis terkait dengan perilaku penyebaran setiap berita yang datang kepadanya:

وَأَمَّا مَعْنَى الْحَدِيث وَالْآثَار الَّتِي فِي الْبَاب فَفِيهَا الزَّجْر عَنْ التَّحْدِيث بِكُلِّ مَا سَمِعَ الْإِنْسَان فَإِنَّهُ يَسْمَع فِي الْعَادَة الصِّدْق وَالْكَذِب ، فَإِذَا حَدَّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ فَقَدْ كَذَبَ لِإِخْبَارِهِ بِمَا لَمْ يَكُنْ

“Adapun makna hadits ini dan makna atsar-atsar yang semisalnya adalah, peringatan dari menyampaikan setiap informasi yang didengar oleh seseorang, karena biasanya ia mendengar kabar yang benar dan yang dusta, maka jika ia menyampaikan setiap yang ia dengar, berarti ia telah berdusta karena menyampaikan sesuatu yang tidak terjadi.”

• Imam al-Qurthuby dalam kita Tafsir Al-Qurtubi jilid 16 halaman menyatakan :

وكذلك قولك للقاضي تستعين به على أخذ حقك ممن ظلمك فتقول فلان ظلمني أو غصبني أو خانني أو ضربني أو قذفني أو أساء إلي، ليس بغيبة. وعلماء الأمة على ذلك مجمعة

Begitu juga ucapan anda pada hakim meminta tolong untuk mengambil hak anda yang diambil orang yang menzalimi lalu anda berkata pada hakim: Saya dizalimi atau dikhianati atau dighasab olehnya maka hal itu bukan ghibah. Ulama sepakat atas hal ini.

• Imam al-Shan’ani dalam kitab Subulus Salam juz 4 halaman 188 menyatakan :

والأكثر يقولون بأنه يجوز أن يقال للفاسق : يا فاسق , ويا مفسد , وكذا في غيبته بشرط قصد النصيحة له أو لغيره لبيان حاله أو للزجر عن صنيعه لا لقصد الوقيعة فيه فلا بد من قصد صحيح

“Kebanyakan ulama berpendapat bahwa boleh memanggil orang fasik (pendosa) dengan sebutan Wahai Orang Fasiq!, Hai Orang Rusak! Begitu juga boleh meggosipi mereka dengan syarat untuk bermaksud menasihatinya atau menasihati lainnya untuk menjelaskan perilaku si fasiq atau untuk mencegah agar tidak melakukannya. Bukan dengan tujuan terjatuh ke dalamnya. Maka (semua itu) harus timbul dari maksud yang baik”

• Imam al-Nawawi dalam kitab Riyadlu al-Shalihin halaman 432 – 433 menjelaskan tentang pengecualian kebolehan ghibah:

اِعْلَمْ أَنَّ الْغِيْبَةَ تُبَاحُ لِغَرْضٍ صَحِيْحٍ شَرْعِيٍّ لَا يُمْكِنُ الْوُصُوْلُ إِلَيْهِ إِلَّا بِهَا ، وَهُوَ بِسِتَّةِ أَسْبَابٍ : الأول: التظلم فيجوز للمظلوم أن يتظلم إلى السلطان والقاضي وغيرهما ممن له ولاية أو قدرة على إنصافه من ظالمه… الثاني: الاِسْتِعَانَةُ عَلَى تَغْيِيْرِ الْمُنْكَرِ وَرَدُّ الْعَاصِيْ إِلَى الصَّوَابِ فيقول لمن يرجو قدرته على إزالة المنكر: فلان يعمل كذا فازجره عنه ونحو ذلك، ويكون مقصوده التوصل إلى إزالة المنكر فإن لم يقصد ذلك كان حراما. الثالث: الاستفتاء فيقول للمفتي : ظلمني أبي أو أخي أو زوجي أو فلان بكذا فهل له ذلك ؟ وما طريقي في الخلاص منه وتحصيل حقي ودفع الظلم ؟ ونحو ذلك فهذا جائز للحاجة؛ ولكن الأحوط والأفضل أن يقول : ما تقول في رجل أو شخص أو زوج كان من أمره كذا ؟ فإنه يحصل به الغرض من غير تعيين، ومع ذلك فالتعيين جائز … الرابع: تحذير المسلمين من الشر ونصيحتهم …. الخامس: أن يكون مجاهرا بفسقه أو بدعته كالمجاهر بشرب الخمر ومصادرة الناس، وأخذ المكس وجباية الأموال ظلما وتولي الأمور الباطلة فيجوز ذكره بما يجاهر به ويحرم ذكره بغيره من العيوب إلا أن يكون لجوازه سبب آخر مما ذكرناه. السادس: التعريف فإذا كان الإنسان معروفا بلقب كالأعمش والأعرج والأصم والأعمى والأحول وغيرهم جاز تعريفهم بذلك، ويحرم إطلاقه على جهة التنقص، ….

“Ketahuilah bahwa ghibah itu dibolehkan untuk tujuan yang dibenarkan oleh syariat dengan catatan tidak ada cara lain selain itu. Sebab kebolehan melakukan ghibah ada enam:

Pertama, At-tazhallum (pengaduan atas kezaliman yang menimpa), orang yang terzalimi boleh menyebutkan kezaliman seseorang terhadap dirinya dan mengadukannya kepada aparat penegak hukum dan pihak yang memiliki kompetensi dan kapasitas (qudrah) untuk menyadarkan orang yang menzhalimi.

Kedua, al-isti’anah (meminta pertolongan) untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan perbuatan orang yang maksiat kepada kebenaran, seperti mengatakan kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran: “Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia.”

Ketiga, Al-Istifta’ (meminta fatwa), meminta fatwa dan nasihat seperti perkataan peminta nasihat kepada mufti (pemberi fatwa): “Saya dizalimi oleh ayah atau saudara, atau suami….”

Keempat, at-tahdzīr (memperingatkan), mengingatkan orang-orang Islam dari perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka.

Kelima, orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dan sejenisnya.

Keenam, memberi julukan tertentu pada seseorang. Apabila seseorang sudah dikenal dengan julukan tertentu seperti al-A’ma (si buta), al-a’sham (si bisu)maka tidak apa-apa. Namun, haram penyebutan julukan jika untuk menunjukkan kelemahan.

• Fatwa Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia Tahun 2010 tentang Infotaintmen;

• Paparan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia pada saat acara Halaqah tentang Bermuamalah Melalui Media Sosial pada tanggal 23 Januari 2017 yang menegaskan soal pentingnya peran masyarakat dalam membangun literasi dalam pemanfaatan media digital;

• Makalah Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA dan Makalah Hj. Marhamah Saleh, Lc.,MA tentang Bermuamalah dengan Media Sosial;

• Penjelasan Dirjen Aptika Kominfo RI serta penjelasan Ahli dan Praktisi Media Digital Nu’man Luthfi dan Teddy Sukardi dalam pertemuan dengan komisi fatwa MUI yang menjelaskan tentang peta masalah di dunia digital, problematika dan langkah-langkah yang diambil serta pentingnya pelibatan seluruh masyarakat dalam mendorong pemanfaatan media sosial untuk kemaslahatan dan mencegah dampak buruk yang ditimbulkan;

• Pendapat, saran, dan masukan anggota Komisi Fatwa MUI dalam rapat-rapatnya, yang terakhir Rapat Pleno Komisi Fatwa MUI tanggal 12 – 13 Mei 2017.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT


MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG HUKUM DAN PEDOMAN BERMUAMALAH MELALUI MEDIA SOSIAL

Pertama : Ketentuan Umum :

Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:

• Bermuamalah adalah proses interaksi antar individu atau kelompok yang terkait dengan hubungan antar sesama manusia (hablun minannaas) meliputi pembuatan (produksi), penyebaran (distribusi), akses (konsumsi), dan penggunaan informasi dan komunikasi.

• Media Sosial adalah media elektronik, yang digunakan untuk berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi dalam bentuk blog, jejaring sosial, forum, dunia virtual, dan bentuk lain.

• Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non elektronik.

• Ghibah adalah penyampaian informasi faktual tentang seseorang atau kelompok yang tidak disukainya.

• Fitnah (buhtan) adalah informasi bohong tentang seseorang atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang)

• Namimah adalah adu domba antara satu dengan yang lain dengan menceritakan perbuatan orang lain yang berusaha menjelekkan yang lainnya kemudian berdampak pada saling membenci.

• Ranah publik adalah wilayah yang diketahui sebagai wilayah terbuka yang bersifat publik, termasuk dalam media sosial seperti twitter, facebook, grup media sosial, dan sejenisnya. Wadah grup diskusi di grup media sosial masuk kategori ranah publik.

Kedua : Ketentuan Hukum

• Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu’asyarah bil ma’ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu ‘an al-munkar).

• Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

• Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.

• Mempererat persaudaraan (ukhuwwah), baik persaudaraan ke-Islaman (ukhuwwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah
wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah).

• Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah.

• Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:

• Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.

• Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.

• Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.

• Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i.

• Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.

• Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.

• Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.

• Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar’i.

• Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak hukumnya haram.

• Menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram.

• Aktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.

Ketiga : PEDOMAN BERMUAMALAH

• PEDOMAN UMUM

• Media sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk menjalin silaturrahmi, menyebarkan informasi, dakwah, pendidikan, rekreasi, dan untuk kegiatan positif di bidang agama, politik, ekonomi, dan sosial serta budaya.

• Bermuamalah melalui media sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

• Hal yang harus diperhatikan dalam menyikapi konten/informasi di media sosial, antara lain:

• Konten/informasi yang berasal dari media sosial memiliki kemungkinan benar dan salah.

• Konten/informasi yang baik belum tentu benar.

• Konten/informasi yang benar belum tentu bermanfaat.

• Konten/informasi yang bermanfaat belum tentu cocok untuk disampaikan ke ranah publik.

• Tidak semua konten/informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah publik.

• PEDOMAN VERIFIKASI KONTEN/INFORMASI

• Setiap orang yang memperoleh konten/informasi melalui media sosial (baik yang positif maupun negatif) tidak boleh langsung menyebarkannya sebelum diverifikasi dan dilakukan proses tabayyun serta dipastikan kemanfaatannya.

• Proses tabayyun terhadap konten/informasi bisa dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

• Dipastikan aspek sumber informasi (sanad)nya, yang meliputi kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya.

• Dipastikan aspek kebenaran konten (matan)nya, yang meliputi isi dan maksudnya.

• Dipastikan konteks tempat dan waktu serta latar belakang saat informasi tersebut disampaikan.

• Cara memastikan kebenaran informasi antara lain dengan langkah :

• Bertanya kepada sumber informasi jika diketahui.

• Permintaan klarifikasi kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi.

• Upaya tabayyun dilakukan secara tertutup kepada pihak yang terkait, tidak dilakukan secara terbuka di ranah publik (seperti melalui group media sosial), yang bisa menyebabkan konten/informasi yang belum jelas kebenarannya tersebut beredar luar ke publik.

• Konten/informasi yang berisi pujian, sanjungan, dan atau hal-hal positif tentang seseorang atau kelompok belum tentu benar, karenanya juga harus dilakukan tabayyun.

• PEDOMAN PEMBUATAN KONTEN/INFORMASI

• Pembuatan konten/informasi yang akan disampaikan ke ranah publik harus berpedoman pada hal-hal sebagai berikut:

• menggunakan kalimat, grafis, gambar, suara dan/atau yang simpel, mudah difahami, tidak multitafsir, dan tidak menyakiti orang lain.

• konten/informasi harus benar, sudah terverifikasi kebenarannya dengan merujuk pada pedoman verifikasi informasi sebagaimana bagian A pedoman bermuamalah dalam Fatwa ini.

• konten yang dibuat menyajikan informasi yang bermanfaat.

• Konten/informasi yang dibuat menjadi sarana amar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas.

• konten/informasi yang dibuat berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan kemaslahatan serta menghindarkan diri dari kemafsadatan.

• memilih diksi yang tidak provokatif serta tidak membangkitkan kebencian dan permusuhan.

• kontennya tidak berisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, bullying, gosip, ujaran kebencian, dan hal lain yang terlarang, baik secara agama maupun ketentuan peraturan perundang-undangan.

• kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang secara syar’i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan provokasi.

• Kontennya tidak berisi hal-hal pribadi yang tidak layak untuk disebarkan ke ranah publik.

• Cara memastikan kemanfaatan konten/informasi antara lain dengan jalan sebagai berikut:

• bisa mendorong kepada kebaikan (al-birr) dan ketakwaan (al-taqwa).

• bisa mempererat persaudaraan (ukhuwwah) dan cinta kasih (mahabbah)

• bisa menambah ilmu pengetahuan

• bisa mendorong untuk melakukan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

• tidak melahirkan kebencian (al-baghdla’) dan permusuhan (al-‘adawah).

• Setiap muslim dilarang mencari-cari aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain, baik individu maupun kelompok, kecuali untuk tujuan yang dibenarkan secara syar’y seperti untuk penegakan hukum atau mendamaikan orang yang bertikai (ishlah dzati al-bain).

• Tidak boleh menjadikan penyediaan konten/informasi yang berisi tentang hoax, aib, ujaran kebencian, gosip, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi atau kelompok sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, seperti profesi buzzer yang mencari keutungan dari kegiatan terlarang tersebut.

• PEDOMAN PENYEBARAN KONTEN/INFORMASI

• Konten/informasi yang akan disebarkan kepada khalayak umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

• Konten/informasi tersebut benar, baik dari sisi isi, sumber, waktu dan tempat, latar belakang serta konteks informasi disampaikan.

• Bermanfaat, baik bagi diri penyebar maupun bagi orang atau kelompok yang akan menerima informasi tersebut.

• Bersifat umum, yaitu informasi tersebut cocok dan layak diketahui oleh masyarakat dari seluruh lapisan sesuai dengan keragaman orang/khalayak yang akan menjadi target sebaran informasi.

• Tepat waktu dan tempat (muqtadlal hal), yaitu informasi yang akan disebar harus sesuai dengan waktu dan tempatnya karena informasi benar yang disampaikan pada waktu dan/atau tempat yang berbeda bisa memiliki perbedaan makna.

• Tepat konteks, informasi yang terkait dengan konteks tertentu tidak boleh dilepaskan dari konteksnya, terlebih ditempatkan pada konteks yang berbeda yang memiliki kemungkinan pengertian yang berbeda.

• Memiliki hak, orang tersebut memiliki hak untuk penyebaran, tidak melanggar hak seperti hak kekayaan intelektual dan tidak melanggar hak privacy.

• Cara memastikan kebenaran dan kemanfaatan informasi merujuk pada ketentuan bagian B angka 3 dan bagian C angka 2 dalam Fatwa ini.

• Tidak boleh menyebarkan informasi yang berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis yang tidak layak sebar kepada khalayak.

• Tidak boleh menyebarkan informasi untuk menutupi kesalahan, membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak.

• Tidak boleh menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke ranah publik, seperti ciuman suami istri dan pose foto tanpa menutup aurat.

• Setiap orang yang memperoleh informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain tidak boleh menyebarkannya kepada khalayak, meski dengan alasan tabayyun.

• Setiap orang yang mengetahui adanya penyebaran informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain harus melakukan pencegahan.

• Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dengan cara mengingatkan penyebar secara tertutup, menghapus informasi, serta mengingkari tindakan yang tidak benar tersebut.

• Orang yang bersalah telah menyebarkan informasi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis kepada khalayak, baik sengaja atau tidak tahu, harus bertaubat dengan meminta mapun kepada Allah (istighfar) serta; (i) meminta maaf kepada pihak yang dirugikan (ii) menyesali perbuatannya; (iii) dan komitmen tidak akan mengulangi.

Keempat : Rekomendasi

• Pemerintah dan DPR-RI perlu merumuskan peraturan perundang-undangan untuk mencegah konten informasi yang bertentangan dengan norma agama, keadaban, kesusilaan, semangat persatuan dan nilai luhur kemanusiaan.

• Masyarakat dan pemangku kebijakan harus memastikan bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi didayagunakan untuk kepentingan kemaslahatan dan mencegah kemafsadatan.

• Pemerintah perlu meningkatkan upaya mengedukasi masyarakat untuk membangun literasi penggunaan media digital, khususnya media sosial dan membangun kesadaran serta tanggung jawab dalam mewujudkan masyarakat berperadaban (mutamaddin).

• Para Ulama dan tokoh agama harus terus mensosialisasikan penggunaan media sosial secara bertanggung jawab dengan mendorong pemanfaatannya untuk kemaslahatan umat dan mencegah mafsadat yang ditimbulkan.

• Masyarakat perlu terlibat secara lebih luas dalam memanfaatkan media sosial untuk kemaslahatan umum.

• Pemerintah perlu memberikan teladan untuk menyampaikan informasi yang benar, bermanfaat, dan jujur kepada masyarakat agar melahirkan kepercayaan dari publik.

Kelima : Ketentuan Penutup

• Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

• Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di: Jakarta

Pada tanggal: 16 Sya’ban 1438 H
13 M e i 2017 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA

Ketua

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA

Sekretaris

DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Fatwa Pesantren: Diperbolehkan dan Berhak Menolak Ceramah-Ceramah Provokatif Seperti Rizieq FPI

Ini dia daftar pihak-pihak yang melaporkan Rizieq Shihab. Sebagian besar berdasar pada pidatonya yang selalu menyebarkan ujaran kebencian dan potensial untuk menimbulkan konfik di antara masyarakat. Semoga lekas 'terpanah' ya si Rizieq ini.

Hasil Bahtsul Masail tentang hukum penolakan tokoh provokatif, adu domba dan mengancam persatuan, di PP Al Falah Ploso Kediri.


Deskripsi Masalah:

Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan bangsa.

Sebagai warga negara Indonesia, kita harus dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.

Yakni dengan hidup saling menghargai antar sesama warga negara tanpa memandang suku, bangsa, agama, bahasa, adat istiadat warna kulit dan sebagainya.

Dengan semangat nasionalisme yang kuat, banyak orang yang ingin mempertahankan kebhinneka tunggal ikaan dengan berbagai cara.

Bahkan baru-baru ini, ada sekelompok orang yang menolak kedatangan salah satu tokoh Islam, yakni Habib Riziq Shihab beserta rombongannya, untuk menghadiri tabligh akbar di suatu daerah. Mereka beralasan Habib Riziq Shihab dianggap sebagai orang yang menebarkan fitnah, mengadu domba dan memecah belah umat, yang bisa mengakibatkan hancurnya kebhinnekaan Indonesia.


Pertanyaan:

a. Bagaimana hukumnya menolak kedatangan tokoh muslim di suatu daerah?


Jawaban :

a. Tidak diperbolehkan. Sebab setiap warga negara berhak untuk datang dan memasuki seluruh wilayah di negaranya.

Mengenai tujuan kedatangannya adalah tabligh atau ceramah, yang kemudian disinyalir menimbulkan hal-hal yang provokatif seperti tindak anarkis, menghina pemerintah, memecah belah persatuan dan lain-lain MAKA BOLEH/BERHAK MENOLAK menggagalkan ceramahnya dan harus dikoordinasikan kepada pihak yang berwenang.


REFERENSI:

1. Tasyri’ Al Janaiy Juz 1, hal 335 4. Ihya’ Ulumiddin Juz 2, hal 331
2. Qurrotul ‘Ain Bi Fatawi Ulama’l Haromain
Juz 1 hal. 275
3. Al Imamah Al ‘Udhma Juz 1 Hal. 7
5. Ihya’ Ulumiddin Juz 2, hal 327
6. Al Fatawi Al Kubro Libni Taimiyah Juz 6, hal
392
7. Buraiqoh mahmudiyah Juz 4 hal. 270
1 . التشريع الجنائي في اإلسالم – )ج 1 / ص 335)
: إبعاد المجرمين: يخت
ثانيا لف حكم اإلبعاد بحسب ما إذا كان الشخص من أهل دار اإلسالم أو من أهل دار الحرب: إبعاد المسلمين ً
تعتبر وحدة واحدة، وتسمى دار اإلسالم. ويترتب على اعتبارها وحدة واحدة أنه ال
والذميين: رأينا فيما سبق أن بالد المسلمين جميعاً
م إسالمي آخر غير اإلقليم الذي يقيم فيه أصالً يجوز منع المسلم أو الذمي من دخول أي إقلي . واألصل في الشريعة اإلسالمية أنه ال يجوز
إبعاد المسلم أو الذمي عن دار اإلسالم، ألن نفي المسلم عن دار اإلسالم يعرضه للفتنة، ويؤدي به إلى الهلكة، ويحول بينه وبين إظهار
شعائر الدين، وألن نفي الذمي عن دار اإلسالم مناقض لعقد الذمة. ويترتب على اعتبار بالد المسلمين وحدة واحدة، وعلى عدم جواز

(Gerilya-Politik/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ngawur! Fatwa MUI Bilang Korupsi Pengadaan Al Quran Bukan Termasuk Penodaan Agama

Majelis Ulama Indonesia

Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Iksan Abdullah turut mengomentari soal dugaan korupsi pengadaan Al-Quran dan Lab di Kemenag, dimana Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Fahd El Fouz ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Rutan Guntur, Jakarta Pusat.

Menurut Iksan, ‎kasus dugaan korupsi pengadaan Al-Quran tidak bisa disebut sebagai penodaan agama, atau disamakan dengan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

“Masih perlu kami kaji, tapi yang jelas kan ini korupsinya pengadaan Al-Quran. Bukan mengurangi ayat Al-Quran,” ujar Iksan, dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/4/2017).

Iksan menjelaskan karena kasus tersebut adalah korupsi mengenai proyek pengadaan Al-Quran maka itu sudah masuk ranah hukum dan jelas ada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Namun apabila korupsinya mengenai korupsi mengurangi ayat Al-quran seperti ayatnya dihilangkan satu, itu jelas masuk kategori penodaan agama.

“Ini kan sudah penyidikan, arahnya jelas bahwa yang dikorupsi itu pengadaan Al-Quran. Tapi kalau yang dikorupsi itu ayat yang jumlahnya dihilangkan, jelas itu penodaan dan umat harus bereaksi atas hal itu,” kata Iksan.


(Tribun-News/Gerilya-Politik/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Soal Pembiayaan Pemilikan Rumah Inden


Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah menerbitkan fatwa 101/DSN-MUI/X/2016 tentang akad al-ijarah al-Maushufah di al-Dzimmah untuk produk pembiayaan pemilikan rumah (PPR) inden.

Wakil Ketua DSN MUI Adiwarman Karim menjelaskan, sekarang ini terdapat praktik di masyarakat bentuk sewa-menyewa yang mekanismenya menggunakan pola pemesanan manfaat barang dan atau jasa berdasarkan spesifikasi yang disepakati (inden). Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, masyarakat seringkali memerlukan pembiayaan syariah dari Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

“Untuk itu DSN MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang akad al-ijarah al-Maushufah di al-Dzimmah untuk dijadikan pedoman,”kata Adiwarman dalam sosialisasi fatwa di Jakarta, Selasa (21/3/2017).

Adanya fatwa ini diharapkan dapat mendorong bisnis perumahan syariah pada tahun ini. Direktur Konsumer BNI Syariah Kukuh Rahardjo menjelaskan, selama ini perbankan syariah masih terkendala untuk PPR inden, karena masih ada beberapa pendekatan dalam melakukan akad. Ada yang melakukan jual beli tapi secara prinsip murabahah hanya untuk rumah yang sudah jadi.

“Sedangkan kalau inden kan butuh waktu, tergantung tipe rumahnya ada yang 6-12 bulan. Nah dengan adanya mekanisme tadi, akad ijaroh, maka memungkinkan bank untuk dia berakad dari rumah yang dalam proses,” ujar Kukuh.

Kukuh memprediksi adanya fatwa ini akan memungkinan bisnis perumahan lebih intensif lagi dalam inden. Dia mencontohkan di Jawa Timur, banyak sekali permintaan terhadap pembiayaan syariah. Dengan adanya PPR inden ini ia yakin akan mendorong bisnis perumahan di BNI syariah hingga 18-20 persen year on year (yoy), sedangkan per akhir 2016 PPR di BNI Syariah tumbuh 18 persen yoy.

“Dengan adanya ini akan memudahkan dalam akad. Target tahun ini outstanding konsumtif diperkirakan bisa mencapai Rp 12 triliun. Porsi KPR 87 persen bahkan 90 persen atau sebesar Rp 10 triliun, dengan adanya fatwa ini dan produk Griya Swakarya kami, ” tutur Kukuh.

Direktur Utama Panin Dubai Syariah, Deny Hendrawati menilai adanya fatwa ini akan mendorong perbankan Syariah untuk lebih berkembang lagi. Apalagi syariah memiliki keunikan tersendiri yang dapat menarik minat masyarakat. “Fatwa ini sebetulnya sudah lama kita perjuangkan, karena secara pasar, syariah harus lebih dari konvensional. Dengan adanya ini pastinya memberi harapan untuk syariah,” kata Deny.

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Mulai Ngawur. Dari Al-Qur'an Saja Sudah Haram, Apa Lagi Meminumnya. Ulama Mesir Sebut Tenggak Khamr Tanpa Mabuk, Tidak Berdosa

Pernyataan Syekh Jindi ini sesuai pendapat Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi.

Ulama asal Mesir Syekh Khalid al-Jindi bilang menenggak minuman beralkohol tidak mabuk nggak berdosa. (Foto: Egyptian Streets)

Bertolak belakang dengan keyakinan umum di kalangan muslim, Syekh Khalid al-Jindi, ulama tersohor asal Mesir sekaligus anggota Dewan Tertinggi Islam Mesir, bilang menenggak khamr atau minuman beralkohol tanpa mabuk tidak berdosa.

Dalam sebuah acara dialog di stasiun televisi DMC TC, Syekh Jindi menjelaskan mabuk itu haram dan berdosa menurut ajaran Islam. Semua hukum syariah mengatur soal sanksi bagi orang mabuk akibat minum khamr.

"Jika minuman beralkohol diteguk seseorang tapi tidak menyebabkan mabuk, nggak haram," kata Syekh Jindi. "Sedangkan kalau ditenggak orang lain dan dia menjadi mabuk maka khamr itu haram bagi orang tersebut."

Dia mendefinisikan orang sedang mabuk adalah yang tidak bisa mengetahui dasar dari sebuah lembah dari atasnya.

Pernyataan Syekh Jindi ini sesuai pendapat Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi. Abu Hanifah mengatakan minum khamr tanpa mabuk tidak berdosa.

Hanafi adalah satu dari empat mazhab terkenal dalam hukum fiqh selain Syafii, Maliki, dan Hambali.

(Egyptian-Streets/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Fatwa Salafy-Wahhâbi: Merapikan Jenggot Haram Hukumnya!! Dari Terbitan Maktabah Al-Ma’arif – Riyadh – Saudi Arabia. Nah Lo!?


Jika ada ulama yang menfatwakan haram hukumnya memotong habis/mencukur rambut jambang/jenggot, mungkin Anda tidak heran… tapi jika sekedar merapikan/tahdzîb saja sudah diharamkan maka ia adalah sangat menggelikan!

Tapi… itulah islam Wahhâbi-Salafi… mereka selalu menampilkan Islam jauh dari yang diajarkan Rasulullah saw… selalu membuat malu di hadapan umat lain…. Mereka hendak memperkenalkan Islam sebagai agama A’râab/ Arab baduwi yang sangat terbelakang yang asyaddu kufran wa nifâqan!

Perhatikan sampul kitab karya ulama kebanggaan Wahhabi Salafi; Syeikh at-Tuwaijiri!

(Lihat Scan di bawah)

Jadi jangan heran jika Anda menyaksikan jenggot-jenggot para Wahhâbiyûn-Salafiyûn selalu kocar-kacir seperti rumput alang-alang yang tidak pernah terjamah tangan terampil pak tukan kebun!!

tahdzîb

Bantahan Atas Yang Mebolehkan Merapikan Jenggot
Karya: At-Tuwaijiri
Penerbit: Maktabah al-Ma’arif – Riyadh – Saudi Arabia


Jadi jangan heran jika Anda menyaksikan jenggot-jenggot para Wahhâbiyûn-Salafiyûn selalu kocar-kacir seperti rumput alang-alang yang tidak pernah terjamah tangan terampil pak tukan kebun!!

(Jakfari/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

ISIS Fatwakan Bunuh Syeikh Al Azhar dan Habib Ali Al Jufri. Mengejutkan!


Melalui video yang beresolusi tinggi, kelompok militan “ISIS” menyerukan kepada para simpatisannya untuk membunuh sejumlah ulama Islam yang dianggap telah kafir dan bersekutu dengan “koalisi tentara Perang Salib”. Rayalyoum.com melaporkan, meski telah dihapus dari Youtube setelah 24 jam terpublikasi, video seruan itu telah menyebar dengan cepat bagai percikan api.

Dengan hashtag berbahasa Arab “Perangi ulama yang inkar”, video “fatwa” ISIS itu disiarkan ke publik dengan durasi 23 menit. Di dalamnya sederet ulama yang dikenal berpengaruh di dunia Islam disebut sebagai target oleh ISIS.

Sebut saja seperti Dr. Yusuf Al Qardhawi, Grand Mufti Saudi Abdel Aziz Al Syeikh, Ulama Mesir Dr. Ali Jumuah, Syeikh Al Azhar Ahmed Thayeb, Grand Mufti Suriah Ahmad Hassoun hingga Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman al-Jufri.

Habib kelahiran Jeddah ini dinilai oleh ISIS pernah mengaku mencintai Yahudi hingga layak untuk dibunuh. Mereka menyerukan pada “tentara beriman” untuk membunuh “ulama setan” ini. Di sisi lain, klaim mereka, para ulama ini telah memberi fatwa untuk melawan gerakan ISIS dan mendukung Barat.

“Bagi kami, membunuh para ulama itu lebih dicintai daripada membunuh aparat polisi dan intelijen,” pesan video itu seperti dilansir oleh albawabaeg.com kemarin


“Mereka adalah musuh dan sangat dibenci, bersihkan bumi ini dari mereka,” tambahnya.

Hingga kini, lebih dari 16 ribu cuitin di Twitter yang membicarakan hashtag #قاتلوا_أئمة_الكفر dengan menyertakan video atau poster yang menggambarkan ulama yang diterget oleh ISIS.

Video seruan pembunuhan ini pertama kali dirilis pada Sabtu (11/2) dari ISIS yang berbasis di provinsi Dir Zour, Suriah. Instruksi ISIS kepada para pendukung dan simpatisannya ialah membunuh mereka yang menjadi target, meski mereka di dalam rumahnya dan bersama keluarganya. []

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

MUI Akan Terbitkan Fatwa Medsos

Warga membubuhkan cap tangan saat aksi Kick Out Hoax di Solo, Jawa Tengah, Minggu 8 Januari 2017. (Foto: Antara)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menerbitkan panduan menggunakan media sosial. Fatwa yang sedang dalam rancangan ini diharapkan mengurangi penyebaran berita-berita fitnah dan bohong (hoax).

“Meluasnya penggunaan media sosial tetapi tidak disertai dengan adanya tanggung jawab, akhirnya muncul berita fitnah atau yang tidak jelas yang bisa menimbulkan perpecahan dan juga pertengkaran di tengah masyarakat,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh, Rabu 1 Februari 2017.

Menurutnya, MUI merasa perlu untuk memberikan panduan dan pedoman dalam menggunakan media sosial. Karena informasi hakekatnya menyimpan kemungkinan benar dan kemungkinan salah

“Ini nanti bersifat panduan bagaimana etika Islam di dalam menerima informasi, atau langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan saat menerima informasi, ” ujar Asrorun.

Salah satu hal yang disoroti dalam panduan itu terkait dengan larangan penyebaran aib seseorang meskipun berdasarkan fakta.

“Islam melarang untuk berghibah, yaitu membincangkan atau menginfokan tentang sesuatu yang tidak disukai orang lain. Sekalipun itu fakta tetapi jika itu ada unsur aib, ini dilarang,” ucap Asrorun.

Selain itu, kata dia, penyebaran informasi tanpa melakukan klarifikasi juga akan diatur dalam pedoman itu. Pedoman tersebut akan dibuat oleh MUI bekerjasama dengan Polri serta Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang berperan memberikan informasi kebijakan pembangunan literasi media serta menyosialisasikan fatwa itu.

Sementara itu Pegiat media sosial Ferry Koto menilai rencana fatwa MUI tentang bermedia sosial bisa efektif menumpas penyebaran informasi bohong atau hoax. Pedoman media sosial yang diistilahkan dengan Muamalah Medsosiah itu bisa menjadi aturan atau hukum bagi yang meyakininya.

“Kalau menurut saya fatwa itu untuk umat muslim dan fatwa itu sifatnya hukum. Hukum yang sifatnya bisa diikuti, keyakinan,” kata Ferry, Rabu, 1 Februari 2017 sebagaimana dikutip VIVA.co.id

Menurutnya tanpa adanya fatwa pun, sudah semestinya umat muslim tidak menyebarkan hoax dan informasi fitnah. Sebab di dalam ajaran Islam dan agama lain melarang menyebarkan kebohongan dan fitnah. Ferry berpendapat, tidak masalah umat beragama lain nantinya memakai fatwa yang diterbitkan MUI tersebut.

Inisiatif MUI menerbitkan fatwa pedoman bermedia sosial bagi umat Islam ini disambut baik Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara.

(Antara-News/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Petugas Wahabi Anggap Ka’bah Bangunan Kaum Musyrik


Video di bawah ini menggambarkan ajaran aneh lain dari kalangan Salafi-Wahabi yang menganggap Ka’bah sebagai bangunan kaum Musyrikin, bukan bangunan yang ditegakkan oleh Ibrahim dan Ismail sebagaimana yang ada dalam Al-Qur’an Allah berfiman:

وَاِذۡ يَرۡفَعُ اِبۡرٰهٖمُ الۡقَوَاعِدَ مِنَ الۡبَيۡتِ وَاِسۡمٰعِيۡلُؕ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّا ؕ اِنَّكَ اَنۡتَ السَّمِيۡعُ الۡعَلِيۡمُ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2: 127)

Atau sebagai bangunan suci sebagaimana firman Allah:

جَعَلَ اللّٰهُ الۡـكَعۡبَةَ الۡبَيۡتَ الۡحَـرَامَ قِيٰمًا لِّـلنَّاسِ وَالشَّهۡرَ الۡحَـرَامَ وَالۡهَدۡىَ وَالۡقَلَاۤٮِٕدَ ؕ ذٰ لِكَ لِتَعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰهَ يَعۡلَمُ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الۡاَرۡضِ وَاَنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيۡمٌ‏

Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. 5: 97).


(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Mufti Agung Arab Saudi Bilang Bioskop dan Konser Musik Merusak Moral

Syekh Abdul Aziz menolak rencana pemerintah mengizinkan pembukaan bioskop dan konser musik di negara Kabah itu tahun ini.

Mufti Agung Arab Saudi Syekh Abdul Aziz bin Abdullah asy-Syekh. (Foto: Arab News)

Mufti Agung Arab Saudi Syekh Abdul Aziz bin Abdullah asy-Syekh memperingatkan bioskop dan konser musik bakal merusak moral penduduk bila diizinkan masuk ke Arab Saudi.

"Kita tahu konser musik dan bioskp adalah kebejatan moral," kata Syekh Abdul Aziz dalam sebuah wawancara dengan televisi, seperti dikutip situs berita Sabq Jumat lalu. Pernyataan ini menanggapi pertanyaan soal rencana Otoritas Hiburan Arab Saudi untuk membolehkan konser dan bioskop di negara Kabah itu.

Dia mengklaim bioskop akan mempertontonkan film-film mengenai orang tidak menghormati perempuan, hal-hal cabul, tidak bermoral, dan atheis. Dia menegaskan tidak ada unsur kebaikan dalam konser musik. "Hiburan musik dan pembukaan bioskop menggambarkan sebuah seruan untuk pembauran antara lelaki dan perempuan," ujarnya.

Bioskop dan konser secara terbuka memang sudah diharamkan di Arab Saudi. Namun lewat Visi 2030 diumumkan Wakil Putera Mahkota Pangeran Muhammad bin Salman April tahun lalu, pemerintah negara Kabah menjanjikan sebuah gebrakan mengenai sarana hiburan dan peleesiran.

Kepala Otoritas Hiburan Arab Saudi Amr al-Madani pekan lalu memicu polemik ketika menyebutkan ada kemungkinan mengizinkan pembukaan bioskop dan konser musik tahun ini, seperti dilansir the Saudi Gazette.

Madani bilang penyanyi Saudi Muhammad Abdo akan tampil dalam sebuah konser di Kota Jeddah dalam waktu sebentar lagi. Selama ini, para penyanyi hanya dibolehkan tampil dalam pesta-pesta tertutup.

Dalam sambutan diterbitkan majalah Foreing Affairs pekan lalu, Pangeran Muhammad bin Salman yakin hanya sedikit ulama Saudi menolak rencana reformasi kebudayaan dan hiburan di negeri Dua Kota Suci itu. Dia mengklaim lebih setengah ulama bisa dibujuk dan diajak berdialog untuk mendukung gagasan itu.

(Sabq/Saudi Gazette/Arab-News/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ulama Somalia Larang Perempuan Bermain Basket


Sekelompok ulama Somalia yang tergabung dalam Dewan Agama Somalia (SRC) telah memperingatkan perempuan Somalia tentang hukum bermain basket. Menurut ulama, bermain basket bagi perempuan tidak islami dan dapat mengancam keimanan mereka.

Pernyataan ini dikeluarkan menyikapi persiapan turnamen bola basket wanita nasional yang akan berlangsung di Garowe, Ibu Kota Puntland. Turnamen kompetisi basket wanita nasional ini yang pertama kali di negara itu dan akan diikuti tim dari empat negara anggota federal dan Ibu Kota Mogadishu.

"Kami memperingatkan kepada perempuan olahraga basket melanggar hukum Islam, budaya dan nilai-nilai," ujar ketua SRC Sheikh Bashir Ahmed Salat seperti dilansir VOA News, Kamis (22/12).

Sheikh Bashir menjelaskan, imbauan ini bukan merupakan serangan terhadap siapa pun. SRC merasa memiliki hak membela nilai-nilai Islam yang tidak memungkinkan perempuan mengenakan pakaian olahraga yang dapat menunjukkan lekuk tubuh mereka kepada penonton laki-laki di depan umum.

Menurutnya, pemuda adalah target utama bagi mereka yang ingin mengubah nilai-nilai Islam. SRC merupakan sebuah organisasi Islam yang dijalankan oleh ulama konservatif dan dikenal mengeluarkan fatwa. SRC juga menentang kelompok Islam radikal al-Shabab.

Olahraga perempuan masih menjadi isu perdebatan di beberapa negara Muslim, termasuk Somalia. Salah seorang pemain basket perempuan di Somalia, Sahra Mohamud mengatakan basket adalah olahraga favoritnya dan ia merasa memiliki hak untuk bermain selama tidak melanggar nilai-nilai utama agama. "Saya bermain memakai hijab,” katanya.

Menurutnya, olahraga dapat menjadi alat perdamaian dan pemersatu bagi warga Somalia. Asosiasi Basket Somaliaciation Somalia bertekad terus bekerja agar mendapatkan lebih banyak pemain perempuan. Menurut asosiasi, keberadaan atlet perempuan dapat membantu kebangkitan perdamaian dan stabilitas negara.

Sejak runtuhnya pemerintahan militer pusat Somalia pada 1991, Somalia kekurangan infrastruktur olahraga dan para atlet mendapat ancaman dari militan radikal.

Pada 2006, Uni Pengadilan Islam (ICU), yang mengendalikan sebagian besar wilayah selatan dan tengah daerah negara itu, termasuk Mogadishu, melarang perempuan bermain olahraga, terutama basket. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, keberadaan atlet basket perempuan terus berkembang di Mogadishu dan turnamen lokal terorganisir telah dilaksanakan.

(VOA-News/Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Pemikir Arab: Bagaimana Menyikapi 428 Fatwa “Tobat atau Bunuh” Ibn Taimiyah (Fatwa Wahabi)?


Oleh: Muhammad Habasy

Kebencian yang menyerang kaum Muslim telah menghalangi sebagian mereka bersikap terbuka terhadap dinamika kehidupan. Ini juga sumber kecamuk kekerasan yang mendera mereka dalam beberapa tahun ini. Dan semuanya agaknya bersumber dari sikap mengkafirkan sesama Muslim yang menyebar bak cendawan di musim hujan.

Tentu banyak yang akan menasihati kita untuk menunda pembahasan tentang tradisi pengkafiran ini hingga kita dapat berdamai dengan diri kita sendiri. Mereka bakal bilang bahwa bukan saatnya sekarang kita membuka perselisihan masa lalu. Sekarang justru saatnya kita berbicara tentang hal-hal yang menyatukan dan bukan membedakan, mempertemukan dan bukan menceraikan.

Omongan itu seolah menggambarkan bahwa keadaan umat ini sekarang sedang bersatu padu dan tenang; seolah umat ini sedang tidak mengalami anarki pembunuhan, darah dan pengkafiran; seolah umat ini tidak sedang menyaksikan penyembelihan, pemenggalan dan penyebaran fatwa pemurtadan dan pengkafiran yang diiringi datangnya para algojo berdarah dingin yang membawa bendera-bendera hitam, menghalalkan darah, kesucian dan harta orang.

Perlukah kita diam agar ladang pembantaian yang bertebaran di berbagai kota negeri-negeri Muslim yang tersandera oleh bendera-bendera hitam itu tidak terganggu oleh suara kita?! Haruskah kita memberikan kesempatan lebih banyak lagi pada para kombatan pandir untuk melaksanakan hukum mereka dengan tenang?! Semua itu dalam rangka agar persatuan dan kesatuan Islam tidak tercederai?!

Ibn Taimiyah…ahli fiqih Islam kaliber yang memenuhi dunia dan menyibukkan manusia. Dialah imam utama gerakan-gerakan Salafi Jihadi. Hingga hari ini ada belasan juta Muslim yang menganggapnya sebagai salah satu imam Islam terpenting hingga menyebutnya sebagai Syaikhul Islam—inilah gelar yang tak pernah disandang siapa pun sebelum dan sesudahnya.

Syaikhul Islam Ibn Taimiyah ini meninggalkan karya yang banyak, tercecer di kitab-kitab kuning, hingga kerajaan Arab Saudi dan lembaga-lembaga agama resmi maupun swastanya menyebarkan pemikiran dan kitab-kitab tersebut. Anda dapat menemukan fatwa-fatwa di bawah ini di dalam seabrek karya tersebut.

Berikut ini serangkaian fatwa yang sepatutnya negara terhormat tak mengizinkan warganya yang berakal untuk mengutarakannya. Bahkan siapa saja yang mengutarakannya sepatutnya dipenjara demi keselamatan orang banyak.

Dan menariknya, begitulah persisnya yang dilakukan pemerintah Islam di masa Al-Nasir Muhammad ibn Qalawun di tahun 726 Hijriah terhadap Ibn Taimiyah. Itulah usulan para ahli fiqih besar Islam yang semasa dengannya seperti Ibn Hajar, Abul Hasan Al-Subaki dan putranya Al-Taj, Al-Izz bin Jamaah dan berbagai tokoh lain dari kalangan mazhab Syafii, Maliki dan Hanafi.

Sayangnya, berbagai narasi yang menuturkan fatwa-fatwa ulama sezamannya yang menjadi sebab pemenjaraannya tidak terkait dengan fatwa-fatwa pengkafiran, melainkan malah terkait dengan fatwa pengharaman ziarah pusara Rasulullah dan jatuhnya talak 3 dengan satu talak. Agaknya para penulis biografi Ibn Taimiyah enggan atau tidak mau menyebutkan sebab yang sebenarnya.

Ala kulli hal, terlepas dari sejarah orang ini dan kekukuhannya yang menakjubkan dalam memegang pendapat-pendapat fiqihnya, fatwa-fatwanya yang hari ini dicetak dan dibagi-bagikan untuk mendapat keridhaan Allah, dan selanjutnya diajarkan di berbagai sekolah dan kursus sebagai bagian dari fiqih Islam yang dibenci oleh para penguasa Muslim, telah mendapat simpati dan kepercayaan dari kalangan tertindas di dunia Islam.

Memang ada kemungkinan bahwa seluruh kitab dan karya Ibn Taimiyah yang berjumlah 154 itu semuanya palsu dan dinisbatkan kepadanya secara dusta. Meski kemungkinan itu kecil sekali, tapi saya akan berbahagia jika ada peneliti yang dapat membuktikan bahwa semua karya itu sebenarnya bukanlah karya aslinya.

Bagaimanapun, tujuan kita bukan menghakimi orang ini melainkan menghakimi sistem berpikir dan kurikulum pengajaran yang telah menghadirkan bagi generasi ini budaya pengkafiran yang sangat beracun itu sebagai agama Allah.

Masalahnya tidak perlu terlalu rumit. Sebentar saja Anda membuka salah satu karya Ibn Taimiyah, Anda akan menemukan ungkapan “dipaksa bertobat dan jika tidak mau maka wajib dibunuh”. Ungkapan ini berulang sebanyak 428 kali, dan 200 di antaranya dalam karyanya yang berjudul Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah.

Sialnya, sebagian besar dari pemikirannya itu bukan berasal dari perilaku kriminal melainkan dari hasil tafsir dan takwil yang sesungguhnya merupakan buah dari akal yang merdeka. Dan karenanya saya tak paham mau kita apakan ayat Allah yang berbunyi “tiada paksaan dalam agama” setelah semua ini.


Berikut ini sebagian bunyi fatwa yang kita maksud:

—Siapa yang tidak mengatakan bahwa Allah berada di atas langit di atas arsy-Nya, maka dia harus dipaksa bertobat jika mau; dan jika tidak maka wajib dibunuh.

—Barangsiapa yang menyatakan kepada seseorang: Aku bertawakal/bergantung kepadamu dan engkaulah sandaranku atau akulah sandaranmu, maka dia harus dipaksa bertobat jika mau; jika tidak maka wajib dibunuh.

—Barangsiapa menyangka bahwa ada wali Allah yang bersama Muhammad seperti Khidr bersama Musa, maka dia harus dipaksa bertobat jika mau; jika tidak maka wajib dibunuh.

—Orang baligh yang enggan melaksanakan salah satu dari lima shalat wajib atau meninggalkan salah satu kewajibannya yang telah disepakati, maka dia harus dipaksa bertobat jika mau; jika tidak maka wajib dibunuh

—Siapa yang tidak mengatakan bahwa Allah berada di atas langit di atas arsy-Nya, dan mengingkari Allah, halal-lah darahnya. Dia harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak mau, maka wajib dipenggal lehernya dan dibuang ke tempat sampah.

—Barangsiapa berpendapat bahwa Al-Qur’an itu hadis (baru), maka bagi saya dia adalah seorang Jahmi yang harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak mau, harus dipancung.

—Barangsiapa yang menyatakan bahwa salah satu dari sahabat dan tabiin ada yang berperang bersama kaum kafir, maka dia telah sesat, menyimbang dan bahkan kafir. Dia harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak maka wajib dibunuh.

—Barangsiapa yang menyatakan bahwa seluruh hadis ini sahih, maka dia telah kafir dan harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak maka wajib dibunuh.

—Barangsiapa bersikukuh mengharamkan hal-hal yang secara mutawatir dibolehkan seperti roti, daging dan nikah, maka dia telah kafir dan murtad. Dia harus bertobat dan jika tidak mau wajib dibunuh. Jika dia menyembunyikan pengharaman itu, maka dia telah keluar dari agama dan munafik. Dia harus dipaksa bertobat menurut kebanyakan ulama, bahkan dibunuh tanpa diminta bertobat jika kemudian dia menyatakannya secara terbuka.

—Barangsiapa yang tidak berpegang teguh pada syariat, melecehkannya atau membolehkan orang keluar darinya, maka dia harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak, maka wajib dibunuh.

—Barangsiapa yang mengklaim bahwa ada jalan menuju Allah, keridhaan, kemuliaan dan pahala-Nya selain syariat yang dibawa Rasulullah, maka dia juga kafir yang harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak, maka harus dipenggal lehernya.

—Memakan ular dan kalajengking haram menurut ijmak kaum Muslimin. Maka siapa saja yang memakannya dengan keyakinan bahwa itu halal, maka harus dipaksa bertobat jika mau, jika tidak wajib dibunuh.

—Barangsiapa yang menyatakan Al-Qur’an itu makhluk, maka dia harus diminta bertobat jika mau. Jika tidak, dia wajib dibunuh.

—Barangsiapa yang menyatakan bahwa Allah tidak berbicara dengan Nabi Musa dalam suatu pembicaraan, maka dia wajib dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak mau, wajib dibunuh.

—Siapa yang menyangka bahwa “takbir” adalah bagian dari Al-Qur’an maka dia wajib diminta bertobat jika mau. Jika tidak maka dia wajib dibunuh.

—Siapa yang menunda waktu shalat untuk aktivitas kerja, berburu, melayani guru atau yang lainnya hingga matahari tenggelam, wajib disanksi. Bahkan wajib dibunuh menurut jumhur ulama setelah diminta bertobat.

—Barangsiapa mengatakan musafir wajib berpuasa bulan Ramadhan yang bertentangan dengan pendapat ijmak Muslimin maka orang yang mengatakan itu harus diminta bertobat jika mau. Jika tidak wajib dibunuh.

Inilah bagian kecil dari serangkaian fatwa yang kita maksud. Nah sekarang, masih adakah yang bertanya: Dari mana datangnya ISIS?

(New-Syrian/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Terkait Berita: