Pesan Rahbar

Home » » Jakarta Makin Sedap Dipandang , Anies Fasilitasi PKL Duduki Trotoar di Jalan Setiabudi Tengah Jaksel

Jakarta Makin Sedap Dipandang , Anies Fasilitasi PKL Duduki Trotoar di Jalan Setiabudi Tengah Jaksel

Written By Unknown on Tuesday 23 October 2018 | 23:06:00


Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memfasilitasi pedagang kaki lima (PKL) menimbulkan masalah lain.

Penempatan PKL di trotoar mengabaikan hak pejalan kaki untuk menggunakan trotoar.

Kondisi itu terlihat di trotoar di sepanjang Jalan Kuningan Madya, tepatnya di samping Menara Imperium.

Di lokasi itu tengah dibangun lokasi sementara (loksem) JS48.

Kepala Suku Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Menengah, dan Perdagangan (KUKMP) Jakarta Selatan Shita Damayanti mengatakan, tak ada masalah dengan penempatan itu.

Ia mengatakan, pejalan kaki masih bisa berjalan di atas trotoar.

"Masih tersisa setengah meter untuk pejalan kaki," kata Shita kepada Kompas.com, Kamis (18/10/2018).

Namun, ruang setengah meter yang tersisa sulit digunakan berjalan kaki karena terhalang tiang.

Keyakinan bahwa PKL akan menyisakan setengah meter ruang di trotoar untuk pejalan kaki boleh jadi sia-sia.

Kompas.com mengunjungi loksem lain yang masih berada di kawasan Setiabudi.

Di Jalan Setiabudi Tengah ada JS01. Di lokasi ini, PKL yang disponsori Frestea menyisakan sekitar setengah meter ruang bagi pejalan kaki.

Namun, ada titik-titik pejalan kaki tak bisa melintas karena ada plang dan cermin jalan.

Di depan lapak penjual minuman juga ada gelondongan kelapa yang menghalangi pejalan kaki.

Seorang warga yang tinggal di seberang jalan itu mengeluhkan ketidaktertiban dari para pembeli PKL.

Sepeda motor para pembeli parkir sampai di depan rumahnya.

Kepala Suku Dinas KUKMP Jakarta Selatan Shita Damayanti mengatakan, masalah itu telah dibahas bersama warga dan unsur usaha di kawasan itu.

Solusinya, pembeli akan diminta parkir yang tertib dan tidak mengotori lingkungan.

"Sudah dicarikan solusinya di tingkat kota, jam operasionalnya saja dibatasi. Sudah tidak ada masalah," kata Shita.

Di lokasi lain, JS33 di Jalan Halimun, ruang bagi pejalan kaki juga tetap diserobot PKL.

Padahal, sudah ada ubin kuning di trotoar itu yang dipasang sebagai penanda batas.

Ruang yang ada digunakan untuk menaruh bangku, pot tanaman, dan barang-barang lainnya.

Padahal, kawasan tersebut ramai pejalan kaki. Ada SDSN Guntur 03 Pagi, Puskesmas Kecamatan Setiabudi, serta kampus milik Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Jakarta.

PKL di trotoar Jalan Halimun, Jakarta Selatan. Tenda PKL menempati seluruh bidang trotoar dan tidak ada ruang bagi pejalan kaki untuk melintas di trotoar itu.

Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki mengingatkan, trotoar yang sejatinya dibangun untuk memfasilitasi pejalan kaki jangan sampai malah mengabaikan kepentingan pejalan kaki.

Penempatan PKL di trotoar yang lebarnya sedang atau sempit dinilai hanya akan menyusahkan pejalan kaki. Pengawasan di lapangan pun juga sulit dilakukan.

"Banyak teman NGO (lembaga swadaya masyarakat) bilang kan bisa berbagi tempat 1 meter buat PKL, saya bilangin habitnya di sini enggak seperti di luar negeri. Kalau ada sisa buat pejalan kaki, ya bakal dipakai semua," ujar Alfred.


Aturan bertentangan

Alfred juga mengingatkan, penyerobotan trotoar bisa terancam pidana.

"Dia baca UU Lalu Lintas enggak? Jangan sampai Dinas UKM kena pidana. Ini kecerobohan karena jelas-jelas mengambil ruang publik," kata Alfred.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas mengatur soal hak dan kewajiban pejalan kaki. Pasal 131 berbunyi:

"(1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain."

Pasal 132 juga mengamanatkan hal yang sama, bunyinya, "

(1) Pejalan Kaki wajib: a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi."

"Kalau misalnya pejalan kaki tidak jalan di trotoar terus kecelakaan, yang dipidana siapa? Pejalan kakinya? Pengendaranya? Pedagang kaki limanya?" tanya Alfred.

Selain UU Lalu Lintas, Alfred juga menyebut Perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang Ketertiban Umum. Pasal 25 berbunyi,

"(1) Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan umum lainnya sebagai tempat usaha pedagang kaki lima.

(2) Setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan orang dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)."

Ketimbang menyerobot trotoar, Alfred menyarankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menempatkan PKL di gedung perkantoran.

"Kami sudah pernah menyarankan, Menara Imperium kan kawasan juga di situ, juga gedung KPK. Itu bisa saja kerja sama dengan Pemprov DKI menyediakan 5 persen dari basement atau pelatarannya," kata dia.

Menurut Alfred, kompensasinya, Pemprov DKI bisa membebaskan atau mengurangi pajak gedung.

Alfred mengakui, selama ini memang ada kewajiban gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan menyediakan tempat bagi pedagang kaki lima.

Namun, PKL yang ada ditempatkan di kantin dan dikelola manajemen gedung.

"Padahal, bisa kerja sama pengelola gedung dengan Pemprov DKI untuk mendukung PKL. Bukan 100 persen trotoar dipakai seperti sekarang," ujar dia.

Alfred menegaskan, pihaknya tak menolak keberadaan PKL.

Hanya saja, ia berharap Pemprov DKI bisa memfasilitasi PKL dengan tertib.

"Koalisi Pejalan Kaki tidak alergi dengan PKL karena untuk perputaran ekonomi sangat bagus, tapi juga harus tertib," kata Alfred

(Kompas/Berita-Terheboh/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: