Seorang pengungsi Rohingya menggendong anaknya Robi Alam, berusia 7 bulan yang menderita gizi buruk dan penyakit kulit, di pusat Perlawanan Melawan Kelaparan, di kamp Kutupalong, dekat Cox’s Bazar, Bangladesh 7 Desember 2017. (Foto: REUTERS/Damir Sagolj)
Setengah juta lebih anak-anak di bawah usia lima tahun terancam meninggal karena kelaparan di zona konflik tahun ini.
“4,5 juta anak-anak di bawah usia lima tahun memerlukan pengobatan untuk gizi buruk yang mengancam jiwa tahun ini di zona konflik paling berbahaya bagi anak-anak,” kata organisasi Save the Children, seperti dilaporkan Middle East Monitor, 13 September 2018.
“Pada tingkat saat ini, dua dari tiga anak-anak yang kekurangan gizi ini akan kehilangan perawatan vital tahun ini, dengan 590.000 diperkirakan akan meninggal,” lanjut Save the Children.
Sekitar 1.600 anak-anak rata-rata, atau satu anak setiap menit, di bawah usia lima tahun meninggal karena kelaparan ekstrem setiap hari.
Save the Children mengaitkan ancaman kemanusiaan dengan fakta bahwa badan-badan kemanusiaan bergulat dengan kekurangan dana kronis untuk situasi darurat PBB untuk zona-zona konflik, dan bahwa pihak-pihak yang bertikai yang bertindak bertentangan dengan hukum humanitarian internasional semakin mencegah pasokan dari menjangkau anak-anak yang membutuhkan bantuan.
“Dari waktu ke waktu kita melihat kelaparan digunakan sebagai senjata perang ketika pengiriman makanan dihalangi oleh pihak yang bertikai di tempat-tempat seperti Yaman, Suriah, dan Sudan Selatan,” kata CEO Save the Children, Helle Thorning-Schmidt.
PBB Anak-anak dan Konflik Bersenjata (CAAC) baru-baru ini menemukan 1.460 kasus pelanggaran berat terhadap anak-anak pada tahun 2017 karena penolakan akses kemanusiaan, naik dari 1.014 kasus pada 2016.
Dilansir dari savethechildren.org, malnutrisi akut atau Severe Acute Malnutrion (SAM) adalah kondisi yang paling ekstrem dari kekurangan gizi.
Gejala termasuk tulang rusuk menonjol dan kulit longgar, dengan hilangnya jaringan tubuh yang terlihat atau pembengkakan di pergelangan kaki, kaki dan perut saat pembuluh darah mengeluarkan cairan di bawah kulit.
Meski tindak kekerasan oleh pemberontak di daerah Saqba, Damaskus, telah berkurang. Namun, warga tidak mendapatkan akses untuk makanan, obat-obatan dan memperoleh bantuan kemanusiaan. (Foto: REUTERS/Bassam Khabieh)
Anak-anak dengan malnutrisi akut juga memiliki sistem kekebalan tubuh yang jauh berkurang jauh daripada anak-anak yang sehat untuk terjangkit dan beresiko meninggal karena penyakit seperti radang paru-paru, kolera dan malaria. Bahkan jika anak-anak yang menderita malnutrisi akut bertahan hidup, efek malnutrisi dapat berlangsung seumur hidup dan mempengaruhi perkembangan fisik dan mental anak-anak tersebut.
“Pada 2018, harusnya tidak ada anak-anak yang meninggal karena kelaparan. Tetapi jumlah orang yang lapar di planet kita telah mulai bangkit kembali. Ini memalukan. Kelaparan tidak bisa dihindari,” kata Carolyn Miles, ketua Save the Children.
“Banyak dari anak-anak ini berada di medan perang, dari waktu ke waktu kita melihat kelaparandigunakan sebagai senjata perang ketika pengiriman makanan dihalangi oleh pihak yang bertikai di tempat-tempat seperti Yaman, Suriah, dan Sudan Selatan,” tambah Miles.
(Middle-East-Monitor/Fokus-Today/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)