Siapa yang Pertama, Kedua dan Ketiga yang Dilaknat Syiah dalam Ziarah Asyura?
Oleh: Ismail dg. Naba
Akhir-akhir ini ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat diusik oleh segelintir orang yang merasa dirinya paling benar, paling beragama dan merasa penegak sunnah Rasulullah saw, mereka adalah kelompok Pengikut Muhammad bin Abdul Wahab. Mereka merasa terusik dan tidak tenang melihat perkembangan pesat pengikut mazhab cinta (mazhab Ahlulbait) yang lebih dikenal dengan sebutan “Syiah” di penjuru dunia khususnya di tanah air Indonesia. Untuk membendung vitamin cinta ini, mereka terus menerus menebarkan virus penangkal dengan tuduhan dan fitnahan murahan yang tidak mendasar supaya mata air kecemerlangan yang terpancar dari Rasulullah saw dan keluarganya yang suci tersamarkan dan bahkan menjauh dari masyarakat.
Setiap musim haji dan umrah di sekitar pekuburan suci Baqi’ (pemakaman para sahabat dan keluarga Rasulullah saw) tepatnya disekitar kuburan empat imam dalam mazhab Ahlulbait (Imam Hasan al-Mujtaba, Imam Ali Zainal Abidin, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ja’far Shadiq alaihimussalam) para pencinta keluarga Rasulullah saw berziarah ke pemakaman tersebut dengan membaca doa ziarah dan tawassul yang dibaca melalui buku Mafatihul Jinan. Para petugas pemerintahan Saudi (yang bermazhab Wahabi) melakukan sweeping terhadap buku do’a tersebut dan bertanya bahwa maksud dari “pertama”, “kedua”, “ketiga” yang kalian laknat dalam doa ziarah Asyura siapa saja?.
Sebenarnya pertanyaan seperti ini sudah pernah muncul sejak zaman Syekh Thusi ra dan sampai hari ini pertanyaan itu masih tetap digulirkan oleh para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab guna menyudutkan mazhab Ahlulbait (Syiah) dengan ingin mengatakan bahwa mazhab Ahlulbait bukan bagian dari Islam sebagaimana yang baru baru terjadi dikota Makassar. Segelintir orang yang tidak senang kepada pencinta Ahlulbait Nabi melontarkan tuduhan bahwa orang-orang Syiah melaknat sahabat Rasulullah SAW dengan menuduh bahwa yang dimaksud oleh orang-orang Syiah dengan yang pertama, kedua dan ketiga dalam do’a tsb adalah khalifah pertama, khalifah kedua dan khalifah ketiga.
Apakah tuduhan tersebut benar? Apakah memang betul seperti itu keyakinan dalam mazhab Ahlulbait? Mari kita simak beberapa penjelasaan atas jawaban dari pertanyaan diatas.
Ada beberapa jawaban terhadap pertanyaan tersebut:
1. Dari mana kita mengetahui bahwa siapa orang orang yang dimaksud dalam do’a tersebut,? Jika pengucap pertama (Imam dalam mazhab Ahlulbait) do’a ini, ingin menerangkan secara jelas siapa yang dimaksud, maka dari awal beliau akan memperjelas maksudnya sehingga tidak terjadi tanda tanya dan ketidakjelasan. Dan kalian wahai pengikut Muhammad bin Abdul Wahab yang tidak meyakini ilmu ghaib bahkan ilmu ghaib para Anbiyah saja anda tidak meyakininya, maka bagaimana mungkin kalian mengetahui niat orang orang Tasyayyu dan niat para imam dalam mazhab Ahlulbait pada do’a tersebut bahwa siapa siapa yang dimaksud tiga orang tersebut?. Syarat untuk mengetahuinya adalah mesti memiliki ilmu ghaib.
2. Salah satu ulama mazhab Ahlulbait mengatakan, “Ketika saya ada di masjid Nabawi, pada saat itu saya memegang kitab do’a Mafatihul Jinan, tiba tiba salah seorang petugas (pengikut mazhab wahabi) mengambil buku tersebut dari tangan saya dan mencari ziarah Asyura dan memperlihatkan kepada saya kemudian berkata, “Yang pertama, kedua dan ketiga yang kalian laknat ini siapa?”
Ulama tersebut menjawab, “Memangnya kita wajib mengetahui siapa orang-orangnya?” Dia (Wahabi) menjawab, “Ketika kita tidak mengetahui siapa orang tersebut maka bagaimana mungkin kita melaknatnya?”. Ulama Syiah itu menjawab, “Kaum muslimin shalat lima kali sehari dan senantiasa mengatakan “ghairil maghdhubi ‘alaihim wa laddhaalliin” apakah orang orang yang melaksanakan shalat tersebut mengetahui siapa saja “maghdhubi ‘alaihim” (orang-orang ang dimurkai), dan “dhallin“(orang-orang yang sesat)? Dia berpikir sejenak dan berkata, “Tidak, Mereka tidak mengetahuinya”. Maka ulama Syiah tersebut menjawab, “Ketika mereka tidak mengetahuinya, bagaimana mereka memohon kepada Tuhan untuk tidak ditunjukkan kepada jalan orang orang yang dimurkai dan disesatkan?” Dia menjawab, “Ini adalah shalat dan diperintahkan untuk membaca seperti itu dan Tuhan tidak menginginkan kepada kita untuk mengetahui siapa siapa yang dimaksud.” Mendengar jawaban petugas itu, sang ulama berkata, “Ini juga adalah doa ziarah dan diperintahkan untuk dibaca seperti itu dan mereka yang membaca do’a tersebut tidak mengetahui siapa yang dimaksud dalam do’a tersebut.”
Dengan jawaban yang diberikan oleh ulama tsb, petugas itu terdiam dan pergi.
3. Kalian (pengikut Muhammad bin Abdul Wahab) sendiri yang berprasangka dan menuduh bahwa yang dimaksud oleh Syiah dengan yang pertama, kedua dan ketiga adalah khalifah pertama (Abu Bakar as-Siddiq), khalifah kedua (Umar bin Khattab), Khalifah ketiga (Usman bin Affan). Apakah kalian menemukan didalam buku-buku Syiah Imamiyah yang dikarang oleh ulama-ulama mu’tabar Syiah mulai dari ulama-ulama terdahulu sampai yang kontemporer yang menulis secara jelas bahwa yang dimaksud ketiga orang tersebut adalah orang-orang yang sebagaimana kalian sebutkan? Tentunya kalian tidak akan menemukannya karena memang tidak ada dan kenapa pertanyaannya berhenti sampai yang ketiga? Kalau bisa saya melanjutkan pertanyaannya yaitu yang dimaksud dengan yang keempat dalam do’a tersebut adalah siapa? apakah kalian berani mengatakan bahwa yang keempat adalah khalifah keempat (imam Ali as)?, Kalau dijawab dengan kalimat: “Saya tidak tahu”. Maka saya mengatakan bahwa dari mana kalian mengetahui ketiganya tetapi yang keempat kalian tidak mengetahuinya? Sebagaimana jawaban kalian terhadap pertanyaan tentang yang keempat bahwa “saya tidak tahu”, kami juga mengatakan bahwa kami tidak mengetahui siapa yang pertama, kedua dan ketiga tersebut dan kami tidak menerima segala macam prasangka dan tuduhan yang lontarkan kepada kami tentang ketiga orang tersebut.
4. Begitupula bisa dikatakan bahwa memangnya kalian tidak membuka kitab kalian sendiri yang diriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa: “Jika ada orang tidak layak dilaknat dan dilontarkan pelaknatan kepadanya maka pelaknatan yang dilontarkan kepadanya berubah menjadi rahmat dan keberkahan baginya?[1]
Kalau memang seperti itu kenapa mesti bersedih apalagi marah-marah!!.”
5. Dalam sejarah disebutkan bahwa Musuh-musuh Syaikh Thusi (385-460 H) (salah seorang ulama terkemuka Syiah) melaporkannya kepada khalifah Abbasi bahwa Syekh Thusi dan teman temannya melakukan pelaknatan kepada para sahabat dengan bukti yang tertulis didalam kitabnya yang berjudul al-Mishbah dan Doa Ziarah Asyura. Khalifah Abbasi memanggil SyaikhThusi dan meminta pertanggungjawaban atas tuduhan yang dilemparkan kepadanya. Syaikh Thusi menjawab tuduhan tersebut dengan mengatakan bahwa bukan begitu maksudnya sebagimana yang khalifah dengar dari sipenebar fitnah, maksud dari
- Yang pertama adalah qabil yang membunuh habil, dia adalah orang pertama yg mencontokan pembunuhan dan penzaliman,
- Yang kedua adalah Qaidar yang membunuh onta Nabi Shaleh as, yang ketiga adalah pembunuh Nabi Yahya as, dia adalah raja Rumania yang tergila-gila dengan seorang pelacur dan
- Yang keempat adalah Abdurrahman bin Muljam, pembunuh Imam Ali as.
Setelah khalifah mendengar jawaban Syaikh Thusi, bukan hanya tidak menerima perkataan sipenebar fitnah tetapi justru Syaikh Thusi malah diberikan kedudukan yang terhormat dan penebar fitnah dihukum karena menebarkan fitnah dan merusak persaudaraan sesama kaum muslimin.[2]
Setelah kita menyimak beberapa jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh orang-orang yang tidak senang kepada pencinta Ahlul Bait Nabi maka dapat disimpulkan bahwa mereka hanya ingin menebarkan kebencian dan keresahan didalam masyarakat karena klaiman mereka tidak terbukti dan tidak mendasar. Oleh karena itu kami hanya ingin mengatakan kepada para pembenci pencinta Rasul dan Keluarganya yang suci tanpa kami meyakini siapa saja yang dimaksud dengan orang-orang tersebut bahwa siapa pun mereka, mereka adalah orang-orang yang secara terang-terangan menzalimi para Anbiyah dan keluarganya dan mereka berhak untuk dilaknat dan sama sekali tidak ada kaum muslimin yang menolak pelaknatan kepada mereka yang menzalimi para Anbiya dan keluarganya kecuali orang-orang yang tidak punya akal dan hatinya tertutup untuk menerima kebenaran.
Wallahu ‘Alim
Catatan Kaki:
[1]. Sahih muslim, Muslim bin al Hujaj al Nisyaburi, dar ibnu katsir, Beirut, jilid 4 hal.2007
[2] .Al istibshar fi makhtalafa min al akhbar, Muhammad bin Hasan Thusi (yang dikenal dengan nama syekh Thusi atau syekh At Thaifah), dar al-kitab al-islamiyah, Tehran, jilid 1 hal.14.
(Bahtera-Nuh/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)