Islam termasuk dalam kategori keyakinan monoteistik yang para penganutnya beriman pada Allah Yang Esa. Dalam Islam konsep ini disebut tauhid. Konsep ini demikian penting sehingga banyak buku telah ditulis guna membahas tema ini. Allamah Majlisi, misalnya, mencurahkan dua jilid utuh buku ensiklopedinya Bihâr al-Anwâr urituk ajaran Islam yang penting ini. Tauhid mengajarkan kepada umat Islam bahwa: hanya ada satu Tuhan, satu kebenaran, satu jalan lurus di antara dua hal: Tuhan dan hamba-hamba-Nya, satu keluarga, satu cas manusia, satu surga, dan satu neraka.
Karena terbatasnya ruangan, maka kami mencoba meringkas pokok bahasan ini sepadat mungkin. Seandainya kita mampu memberi ruang tersebut, niscaya kita menolak pandangan kaum dualis dan politeis juga mereka yang percaya kepada Trinitas dan Tuhan punya seorang putra, putri, istri ataupun karib kerabat dekat lainnya!
1. Tauhid dalam al-Quran
Al-Quran merupakan sumber pengetahuan yang tidak pernah habis- habisnya bagi mereka yang berusaha membahas topik ini. Di sini kamii lebih suka, secara ringkas, membawakan kepada pembaca aspek-aspek relevan berikut kepada tauhid sebagaimapa digariskan dalam al-Quran suci. Informasi menarik dan bermanfaat lainnya mengenai tauhid dimasukkan ke dalam dua pasal berikut:
a. Allah adalah Unik, Nirtara (Peerless)
Ayat-ayat al-Quran membenarkan bahwa Allah, segala puji bagi- Nya, adalah Tunggal dan Nirtara dan tidak pernah punya sekutu dalam kewenangan-Nya, atau kesamaan, ataupun Dia tidak mempunyai seorang putra, putri, bibi, ataupun anggota keluarga lainnya. Sejumlah ayat al-Quran yang membenarkan hal ini adalah:
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula). Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS 42:11)
Katakanlah: ‘Dialah Allah, Yang Mahaesa. Allah tempat segala sesuatu bergantung. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.’ (QS 112:1-4)
Dialah Allah Yang Mahaesa lagi Maha Mengalahkan. (QS 39:4)
Katakanlah: ‘Siapakah Tuhan langit dan bumi?’ Jawabnya, ‘Allah.’ Katakanlah, ‘Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak pula kemudaratan bagi diri mereka sendiri?’ Katakanlah, ‘Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita, dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?’ Katakanlah, ‘Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa.’ (QS 13:16).
Semua ayat ini, dan ayat-ayat sejenis, membenarkan bahwa Allah adalah Tuhan satu-satunya, tiada tuhan selain Dia, dan menafikan teori kaum dualis ataupun politeis.
b. Dia Satu-satunya Pencipta
Tak satu pun selain Allah yang telah menciptakan segala sesuatu yang jauh dari kesia-siaan. Dia, dan hanya Dia, adalah Pencipta, sementara segala sesuatu selain-Nya adalah ciptaan-Nya. Segala sesuatu di alam semesta, bintang gemintang dan peredarannya, bumi dan gunung-gemunungnya, samudra, sungai-sungai, tetumbuhan, hewan kecil maupun hewan besar, dan manusia-manusia yang tinggal di atasnya adalah makhluk-makhluk-Nya. Ayat-ayat yang menekankan fakta ini terdapat dalam al-Quran suci, di antaranya (lihat ayat 13:16 di atas):
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi. (QS 39:62-3)
Yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu, Pencipta segala sesuatu, tiada tuhan selain Dia; maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan? (QS 40:62)
(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu. Tidak ada tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah, Dia (dan hanya Dia) dan Dia Pemelihara segala sesuatu. (QS 6:102)
Dialah Allah Yang menciptakan, Yang mengadakan, Yang membentuk rupa, Yang mempunyai nama-nama yang paling indah. Bertasbih kepada-Nya apa saja yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS 59:24)
Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 6:101)
Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki dari langit dan bumi? Tidak ada tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? (QS 35:3)
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bum; Dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dam bintang-gemintang (masing- masing) tunduk kepada perintah-Nya (untuk melayani kamu). Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (QS 7:54)
c. Satu dalam Ketuhanan dan dalam Memberi Rezeki kepada Makhluk-Makhluk-Nya
Hanya ada satu Tuhan untuk seluruh alam semesta. Dia berbuat sebagaimana dikehendaki-Nya tanpa memiliki sekutu untuk berbagi otoritas-Nya atau membantu-Nya. Dia mengatur perkara-perkara melalui banyak agen (pelaku). Yang paling mulia di antara mereka adalah malaikat-malaikat yang jumlahnya tak terhitung. Tugas dan kewajiban mereka sangatlah besar. Mereka menjalankan perintah- perintah-Nya secara efektif dan efisien. Dia memudahkan mereka untuk berbuat demikian. Simaklah ayat-ayat berikut:
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang berpikir. (QS 2:45)
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa (melindungi dirimu sendiri dari kejahatan), maka bagimu pahala yang besar. (QS 3: 179)
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (QS 4:5)
...Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah Maha Pelindung. (QS 4:81)
Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat- malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat- malaikat Kami (malaikat kematian) dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (QS 6:61)
...bukan kamu yang membunuh mereka ketika kamu membunuh (musuh), melainkan Allahlah yang membunuh mereka. (QS 8: 17)
Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan, ‘Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelinditngmu.’ Maka tatkala kedua pasukan itu balik ke belakang seraya berkata, ‘Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah.’ Dan Allah sangat keras siksa-Nya.’ (QS 8:48)
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam (berkuasa) di atas ‘Arasy untuk mengatur segala urusan. Tidak ada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 10:3)
Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana). yang kamu lihat, kemudian Dia menguasai ‘Arasy dan menundukkan matahari dan rembulan (untukmu). Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan-urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda- tanda kebesaran-Nya, agar kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu. (QS 13:2)
Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al- Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim. (QS 17:82)
Jika ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan lain selain Allah, mereka berdua telah binasa; maka Mahasuci Allah yang mempunyai ‘Arsy dari apa yang mereka sifatkan (kepada-Nya). (QS 21:22)
Allah tidak pernah mengambil untuk-Nya seorang anak dan tidak pernah ada Tuhan yang lain beserta-Nya, masing- masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan yang lain; Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan (kepada- Nya)! (QS 23:91)
Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, (QS 26:80)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan- perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam kesesatan). (QS 27:4)
Katakanlah: ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS 27:65)
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dari Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi mereka yang berpikir. (QS 39:42)
Katakanlah: ‘Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.’ (QS 39:44)
Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka.’ (QS 41:25)
Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (para malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka. (QS 43:80)
...tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS 48:29)
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh. (QS 51:58)
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat. mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-Nya (untuk menerima rahmat-Nya). (QS 53:26)
Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya. (QS 56:63-64)
dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia) (atas nama dan menurut perintah Allah)... (QS 79:5)
d. Allah adalah Sumber Satu-satunya Undang-undang
Bagi kaum Muslimin, Allah adalah satu-satunya Zat yang mengundang-undangkan setiap aturan atas kehidupan mereka. Kode undang-undang semacam itu, yakni syari’ah, mengatur hubungan setiap orang dengan pihak lain juga dengan Tuhan dan Penciptanya. Al-Quran suci menunjukkan secara jelas bahwa tidak ada hukum atau konstitusi buatan manusia manapun yang bisa diterima, satu-satunya undang-undang adalah al-Quran suci. Ayat-ayat yang menuntut agar orang-orang beriman hanya menaati Allah jumlahnya banyak. Sebagian darinya adalah sebagai berikut:
Kamu tidak menyembah yang selain Allah melainkan hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah keputusan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS 12:40)
Maka kemudian apakah hukum (jahiliyah) yang mereka inginkan? Dan siapakah yang lebih baik selain Allah untuk memutuskan kepada orang-orang yang yakin?” (QS 5:50)
Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab Taurat di dalamnya ada petunjuk dan cahaya; yang dengannya diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah, dan (juga dilakukan oleh) orang orang alim (pendeta-pendeta dan rabi-rabi orang-orang Yahudi), menjadi saksi-saksi terhadapnya; oleh karena itu janganlah kamu takut kepada orang-orang itu, dan takutlah kepada-Ku, danjanganlah kamu menukar ayat-ayatku dengan harga yang sedikit; dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang telah diturunkan Allah, mereka adalah orang-orang kafir. Dan Kami tetapkan bagi mereka (di dalamnya) bahwasanyajiwa dibalas dengan jiwa mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan bagi luka (akan ada) hukumannya; tetapi barangsiapa yang melepaskannya ,( dengan kekayaan), maka akan ada penebus (dosa-dosanya); dan orang-orang yang tidak memutuskan menurut apa yang telah Allah turunkan mereka adalah orang-orang yang zalim. Dan Kami iringkan jejak mereka, Isa putra Mariam, menegaskan hukum (Kitab Taurat) yang sebelumnya, dan Kami memberikan kepadanya Kitab Injil yang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya dan membenarkan kitab sebelumnya, Kitab Taurat, dan menjadi petunjuk serta peringatan bagi orang-orang yang menjaga diri (dari kejahatan). Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil memutuskan menurut apa yang telah Allah turunkan di dalamnya; dan barangsiapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang berdosa. (QS 5:44-47)
Persoalan-persoalan yang memaksa mereka sendiri pada kita adalah: Apakah kaum Muslim benar-benar mengikuti Syari’ah Islam? Apakah mereka mengeluarkan hukum-hukum mereka dari al-Quran suci? Apakah sistem-sistem hukum, sosial, dan ekonomi mengikuti al- Quran suci? Bagaimana halnya dengan peniruan buta terhadap cara hidup Barat yang anti-Islam? Bagaimana halnya ketundukan mereka kepada otoritas organisasi yang disebut Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) yang dikuasai dan diatur oleh anggota-anggota tetap Dewan Keamanan yang mereka itu non-Muslim dan anti-Islam? Mengapa mereka membesar-besarkan apa yang disebut “hukum intemasional”, padahal itu bukanlah hukum al-Quran suci dan bukankah Syari’ah Islam tidak memberi ruang sedikit pun bagi hukum buatan manusia manapun? Untuk berapa lama mereka akan menutup mata mereka akan fakta bahwa PBB bersatu untuk memerangi mereka? Akankah mereka bangkit? Kapan mereka akan mengatakan kepada PBB ‘enyahlah ke neraka’? Akan tetapi pertama-tama mereka harus menyapu bersih negeii mereka dari para penguasa korup yang tidak takut pada apapun selain Syari’ah Islam dan yang menurunkan kekuatan mereka bukan dari dukungan publik melainkan dari musuh-musuh Syari’ah Islam.
e. Satu-satunya Zat yang Ditaati
Hanya Allah yang hams ditaati. Ketaatan pada perintah-perintah- Nya mengejawantahkan ketundukan seseorang kepada-Nya. Seorang Muslim dituntut untuk hanya mengerjakan apa yang diridhai Allah dan apa yang Allah dekritkan sebagai halal. Segala sesuatu selain itu adalah pengingkaran:
Maka takutlah kamu (akan murka) Allah sedapat-dapatnya, dan perhatikanlah (ayat-ayat-Nya), patuhlah (hanya kepada- Nya), dan nafkahkanlah (apa yang dikaruniakan-Nya kepadamu). Hal itu lebih baik bagijiwamu (pabila kau berbuat demikian). Dan barangsiapa yang selamat dari ketamakan jiwanya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS 64:16)
Kami tidak mengutus seorang rasul, kecuali untuk ditaati atas ijin Allah... (QS 4:64)
f. Allah adalah Satu-satunya Hakim
Allah adalah satu-satunya Hakim, Hakim di atas para hakim, Zat yang otoritasnya di atas siapapun. Firman-Nya adalah hukum, perintah-perintahnya mengikat setiap orang dan siapapun. Menerima keputusan pihak lain ketimbang keputusan-Nya berarti melakukan syirik; kita berlindung kepada-Nya dari berbuat demikian. Simaklah ayat berikut: (Lihat 12:40 di atas)
Katakanlah olehmu: “Sesungguhnya aku telah menunjukkan hujjah dari Tuhanku dan kamu menentangnya,. tidak ada padaku (azab) yang kamu minta supaya disegerakan karena perhitungan hanya milik Allah yang menyatakan kebenaran dan Dialah Pemberi keputusan yang paling baik.” (QS 6:57)
Kemudian mereka dikembalikan kepada Allah, pemimpin, penguasa mereka Yang Mahabenar; Berhati-hatilah! (sesungguhnya), milik-Nyalah (sebagai penguasa) keputusan itu, dan Dia Mahacepat dalam membuat perhitungan. (QS 6:62)
Wahai Daud! Sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah di muka bumi, maka hakimilah di antara orang-orang itu dengan keadilan danjanganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (QS 38:26)
g. Ganjaran Mengucapkan Lâ ilâha illa Allâh (Tiada tuhan selain Allah)
Melafazkan lâ ilâha illa Allâh (tiada tuhan selain Allah) dalam ajaran Islam dipandang sebagai laku ibadah yang karenanya seorang mukrnin akan diganjar pahala beberapa kali lipat. Pahala-pahala semacam itu dicatat mulai dari halaman 20 kitab Tsawab al-A’mal wa Iqab al-A’mal oleh pembimbing agung Abu Ja’far Muhamnlad bin ‘Ali bin Husain bin Babawayh al-Shaduq al-Qummi (w.381 H./991 M) dan dipublikasikan pada 1410 H./1989 M oleh al-A’lami Establishment for Publications (Beirut, Lebanon). Kami ingin menukil sejumlah teks yang menarik dan mencerahkan perihal lembar-lembar tersebut yang menyebutkan ganjaran dari lafaz zikir di atas kepada pembaca budiman:
Abu Sa’id al-Khudri’ [25] mengutip Rasulullah saw yang bersabda, “Allah Mahamulia dan Mahaagung, suatu ketika berkata kepada Musa bin 'Imran (Amram), ‘Wahai Musa! Seandainya langit dan semua yang tinggal di dalamnya, juga mereka yang berada tujuh lapis bumi, ditempatkan pada satu timbangan dan lâ ilâha illa-Allâh di timbangan lain, niscaya timbangan yang memuat lâ ilâha illa-Allâh lebih berat.”
Sahabat besar Jabir bin Abdullah al-Anshari mengutip Rasulullah saw berkata, “Dua perkara yang paling yakin adalah: 1) barangsiapa yang membenarkan bahwa tiada tuhan selain Allah, niscaya akan memasuki surga; dan 2) barangiapa yang meninggal dalam keadaan menyekufukan Allah, akan memasuki neraka.”
Imam Ja’far ash-Shadiq menukil kakek buyutnya Rasulullah saw yang mengatakan, “Ajarilah orang-orang yang sekarat dari kalian ucapan lâ ilâha illa-Allâh, maka itu akan menghapus seluruh dosa mereka.” Beliau ditanya, “Ya Rasulullah! Bagaimana halnya dengan orang yang mengatakan demikian ketika menikmati kesehatan yang baik?” Beliau berkata, “Itu lebih menghapus dosa-dosa mereka! Sesungguhnya, lâ ilâha illa-Allâh adalah sahabat terbaik bagi siapapun selama mas a hidupnya, ketika ia wafat, dan ketika ia dibangkitkan kembali...Jibril telah berkata kepadaku: ‘Wahai Muhammad! Sekiranya engkau mengetahui mereka ketika mereka dihidupkan kembali! Sebagian dibangkitkan dengan wajah yang putih seraya mengucapkan: lâ ilâha illa-Allâh, sedangkan wajah-wajah yang lain hitam kelam, dan mereka akan berseru: Ya Waylah! Ya Tsuburah! (Celakalah aku! Betapa sengsaranya!)
Rasulullah saw telah berkata, “Barangsiapa mengucapkan lâ ilâha illa-Allâh niscaya sebatang pohon akan tumbuh untuknya di surga dari safir merah; ditanami dalam misik putih, yang lebih manis dari madu dan lebih putih dari salju; wanginya yang lebih baik dari misik, buahnya tampak seperti dada perawan, dan ia menghasilkan bagi tujuh puluh cabang.”
Jabir bin Yazid al-Ju’fi menukil dari Imam Abu Ja’far al-Baqir as yang mengutip dari Rasulullah saw yang bersabda, “Untuk segala sesuatu ada sesuatu yang lain yang setara dengannya kecuali Allah Yang Mahamulia Yang Mahaagung, karena tak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya, dan itu adalah lâ ilâha illa-Allâh: tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya. Tak sesuatu pun yang bisa melebihi beratnya ketimbang tangisan seseorang karena takut akan Allah. Apabila air mata itu mengaliri wajahnya, tidak pernah ada kelelahan ataupun kehinaan yang akan menyentuh (wajahnya) setelah itu.”
Amirul Mukminin Imam ‘Ali ibn Abi Thalib bersabda, “Setiap kali seorang hamba Allah mengucapkan lâ ilâha illa-Allâh, ungkapan itu terbang melesat menembus setiap atap, menyapu habis dosa-dosanya sebagaimana ia menolaknya sampai ia mencapai kesamaannya dalam perbuatan baik. Yang ada hanyalah kehendak.”
Abu Ja’far Muhammad al-Baqir as telah bersabda, “Tidak ada yang lebih bisa diganjari ketimbang membenarkan bahwa tiada tuhan selain Allah, karena tak ada sesuatu pun yang menyerupai Allah, Zat Yang Mahamulia, ataupun tidak ada mitra bagi-Nya.”
Abu Sa’id al-Khudri menukil dari Rasulullah saw yang bersabda, “Aku tidak mengucapkan sesuatu pun ataupun tidak ada seseorang yang berkata di hadapanku, seperti lâ ilâha illa-Allâh.”
Abu Abdullah Imam Ja’far ash-Shadiq as telah berkata, “Pernyataan lâ ilâha illa-Allâh adalah harga surga.”
Rasulullah saw diriwayatkan telah berkata, “Ulangilah ucapan lâ ilâha illa-Allâh dan Allâh Akbar sesering yang engkau bisa, karena tidak ada yang lebih Allah cintai ketimbang keduanya.”
Tentu saja, semakin sering Anda mengucapkan kalimat singkat namun padat ini, semakin besar ganjaran yang akan Anda peroleh. Imam Ja’far ash-Shadiq as telah berkata, “Barangsiapa yang mengulangi kalimat lâ ilâha illa-Allâh sebanyak seratus kali lebih baik dari semua manusia di zaman itu kecuali orang mengulangi ucapan itu lebih sering ketimbang dirinya.”
Imam ash-Shadiq as juga telah berkata, “Apabila seseorang mengucapkan lâ ilâha illa-Allâh seratus kali sebelum pergi tidur, Allah membangunkan untuknya sebuah bangunan di surga, barangsiapa yang memohon ampunan Allah seratus kali sebelum pergi tidur, dosa- dosanya akan berguguran layaknya dedaunan yang jatuh dari pohon.”
2. Bagaimana Kaum Sunni Memandang Allah
Pertama-tama, rujukan-rujukan yang disebutkan di bagian ini semuanya ditulis oleh ulama hadis Sunni yang terkenal. Banyaknya karya mereka merefleksikan teks bahasa Arab asli mereka. Sebagian besar darinya sampai sekarang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Di sisi lain, kitab-kitab terjemahan sangat banyak, dan penyuntingan mencakup banyak eliminasi dari teks asli. Seperti halnya Yahudi dan Kristen, kaum Sunni menganggap Allah sebagai telah menciptakan Adam dalam citra-Nya sendiri. Rujukan bahwa Yang Mahakuasa menciptakan Adam dalam citra-Nya ada dalam kitab Kejadian Perjanjian Lama dan sebagian orang jahil memaknainya secara literal. Pada halaman.1981 jilid 4 terjemahan bahasa Inggris Shahih Muslim (diterbitkan di New Delhi, India, tahun 1977 oleh Nusrat ‘Ali Nasri untuk Kitab Bhavan), Abu Hurairah mengutip Rasulullah saw yang bersabda, “Allah Azza wa lalla menciptakan Adam dalam citra-Nya sendiri dengan panjang-Nya enam puluh cubit... [26] Dalam Bukhari, kita membaca bagaimana penampilan fisik Allah dilukiskan sama dengan penampilan fisik manusia. Bacalah Shahih Bukhari, khususnya pada bagian yang membahas meminta izin masuk, halaman 122, jilid 2, dimana surat az-Zumar diterangkan, halaman 184, jilid 6; “Kitab al- Tawhid” (Kitab tentang Keesaan Allah) dimana ayat tersebut bunyinya adalah: “...Aku ciptakan dengan tangan-Ku sendiri,” halaman 192, jilid 6, dimana ayat tersebut menyatakan, “[Sebagian wajah] pada hari itu akan tampak berbahagia,” dalam penjelasannya atas ayat yang berbunyi, “Pada hari ketika betis disingkapkan ...” yang ada dalam surat Nun (68:42), dalam tafsimya atas surat Qaf, dalam suatu bagian yang menjelaskan ayat yang berbunyi, “Rahmat Allah dekat kepada pelaku kebaikan” pada halaman 191 jilid 4, dalam “Kitab al-Tahajjud”-nya, dalam suatu pasal yang membahas doa dan shalat di penghujung malam, dan di tempat-tempat lainnya. Rujukan lain ditunjukkan pada catatan kaki di bawah.
Kaum Sunni, sebagaimana ditunjukkan di atas, menyatakan bahwa Allah menciptakan Adam dalam citra-Nya [27] bahwa Dia memi1iki jari-jari [28], betis [29], dan kaki [30]. Adapun Allah mengenai memiliki jari-jemari, para pembaca yang tidak fasih dalam bahasa Arab dirujukkan pada halaman 1461, jilid 4, dari Shahih Muslim edisi Inggris dimana ayat-ayat tersebut dibaca ihwal jari-jari Allah yang mengepal dalam “hadis” berikut yang dirawikan oleh Abdullah bin Mas’ud[31], oleh Manshur, dan oleh al-A’masy. Kedua perawi belakangan meriwayatkannya secara sepintas dalam berbagai variasi. Teks yang tidak disuntingnya adalah sebagai berikut:
Seorang Yahudi datang ke Nabi saw seraya berkata, “Muhammad, atau Abul-Qasim, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan membawa surga pada hari kiamat di atas satu jari dan bumi di atas satu jari, dan gunung-gunung serta pepohonan di atas satu jari dan samudra dan tanah yang basah di atas satu jari―sesungguhnya seluruh makhluk (dipegang) di atas satu jari, dan kemudian Dia akan menggabungkan mereka seraya berkata: Akulah Tuhanmu, akulah Tuhanmu. Kemudian setelah itu Rasulullah saw tersenyum membenarkan apa yang dikatakan ulama Yahudi tadi. [32]
“Hadis” yang sama dicatat dalam teks bahasa Arab dan Inggrisnya pada halaman 113 dari The Divine Traditions. Dalam “hadis” lain pada halaman selanjutnya (halaman 1462 dari terjemahan bahasa Inggris Shahih Muslim) kita diberi tahu bahwa Allah memiliki tangan. Ini diriwayatkan tidak oleh siapapun selain Abu Hurairah yang menukil Rasulullah saw yang berkata, “Allah Azza wa Jalla akan mengambil bumi dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan Dia akan menggulung langit dengan tangan kanan-Nya dan akan berfirman: ‘Akulah Tuhan, manakah para penguasa dunia?’ Dengan perkataan yang sedikit berbeda, “hadis” yang sama diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, dan juga diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah dan diterbitkan dalam kedua bahasa pada halaman 114 dari The Divine Traditions. Rujukan pada tangan Allah yang tergenggam ada di halaman selanjutnya (halaman 1463 Shahih Muslim edisi Inggris); Di sini, teks yang tidak disuntingnya adalah sebagai berikut:
Abu al-Sa’id Khudri [33] meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda bahwa bumi akan berubah menjadi roti pada hari kebangkitan dan Yang Mahakuasa akan mengubahnya dalam genggaman-Nya sebagaimana salah seorang dari kalian mengubah roti ketika sedang dalam perjalanan. Ia akan menjadi suatu hidangan yang tertata sebagai penghormatan kepada penduduk surga. Dia (perawi) lebih jauh meriwayatkan bahwa seseorang dari kalangan Yahudi datang dan berkata: Abul-Qasim, semoga Tuhan Yang Maha Penyayang meridhaimu! Bolehkan aku memberitahumu jamuan yang tertata sebagai penghormatan kepada penduduk surga pada hari kebangkitan? Nabi saw menjawab, ‘Lakukanlah.’ Yahudi itu berkata: ‘Bumi akan menjadi selembar roti.’ Kemudian Rasulullah saw memandang kepada kami dan tertawa-sampai gusinya terlihat. [34] Yahudi itu berkata lagi: ‘Bolehkah, aku memberitahumu tentang rasa yang dikandung roti itu?’ Nabi saw menjawab: ‘Tentu, lakukanlah.’ Yahudi berkata lagi: ‘Rasanya adalah balam dan ikan.’ Para sahabat Nabi saw berkata: ‘Apa itu balam? Nabi saw berkata: ‘Sapi jantan dan ikan yang darinya liver berlebih dari tujuh puluh ribu orang siap dimakan.’
Sejak kapan Nabi saw butub orang Yahudi untuk menceritakan kepadanya perihal hari kemudian? Mungkinkah seorang Yahudi telah mengatakan kepadanya lebih baik ketimbang malaikat Jibril? Inilah cara bagaimana Yahudi menyusup dalam literatur Islam, menimbulkan kekacauan di dalamnya dan menyelewengkannya, menjadikannya tidak Islami. Gelak tawa sama sekali tidak memuliakan. Setiap kali seorang Muslim tertawa, ia dianjurkan untuk meminta ampunan Allah dan berdoa, “Allâhumma lâ tamqudhni” (Ya Allah, janganlah membenciku!). Yang demikian ini merupakan tuntunan Islam. Akan tetapi, banyak rujukan kepada Nabi saw mengenai tertawa. Dalam hadis-hadis yang autentik disebutkan meninggalkan banyak tertawa lebih disukai. “Setiap kali engkau tertawa, seyogianya engkau ingat ayat 82 surat al-Bara’ah [9]: “Oleh karena itu mereka akan tertawa sedikit dan banyak menangis (sebagai baiasan) dari apa yang biasa mereka lakukan.” Imam Ja’far ash-Shadiq as menukil dari datuk-datuknya yang mengutip perkataan Rasulullah saw: “Banyak bergurau bukan suatu kemuliaan, sedangkan banyak tertawa mengikis keimanan.” [35]
Imam ash-Shadiq pun telah menukil dari ayahnya, Imam Muhammad al-Baqir as yangmengatakan, “(Nabi) Daud berkata kepada putranya, Sulaiman (yang kemudian menjadi nabi): ‘Nak, hati-hatilah dari banyak tertawa, karena banyak tertawa menyebabkan seorang hamba Allah celaka di hari pengadilan.’” [36] Abu Abdullah Imam ash-Shadiq juga telah berkata, “Tiga perkara yang menyebabkan kebencian Allah: seseorang yang tidur tanpa niat terjaga, tertawa tanpa menyaksikan sesuatu yang luar biasa, dan orang yang makan padahal perutnya masih terisi.” [37]
Salah satu nasihat yang disampaikan oleh Rasulullah saw kepada Abu Dzarr al-Ghiffari adalah nasihat yang terekam dalam ‘Uyûn Akhbâr ar-Ridhâ’: “Alangkah anehnya orang yang tabu ada neraka tetapi masih tertawa.” Beliau juga berkata, “Hati-hatilah dari banyak tertawa, karena ia menyebabkan matinya hati.” [38]
Rasulullah saw senantiasa tersenyum, tetapi tidak pernah tertawa. Sesungguhnya, tersenyum ke saudara Muslimmu setara dengan membayar sedekah, menurut sebuah hadis. Suatu hari Rasulullah saw melewati sekelompok pemuda Anshar yang tengah berbincang-bincang dan tertawa terbahak-bahak, sehingga beliau berkata kepada mereka, “Wahai manusia, siapapun di antara kalian ditipu oleh angan-angannya tanpa melakukan kebaikan-kebaikan semestiriya menziarahi kuburan, sehingga diingatkan akan kehidupan akhirat. Dan ingatlah kematian, karena ia akan mengakhiri setiap dan semua kesenangan.” [39]
Para pembaca mungkin mentoleransi ketika membaca Nabi saw tertawa, namun apakah kesimpulan mereka mereka menemukan pernyataan bahwa Allah juga tertawa?! Rujukan tentang Allah yang tertawa ada dalam “hadis-hadis”" panjang yang diriwayatkan oleh Ma’ats bin Fulah yang menukil Hisyam, dari Qatadah, dari Anas bin Malik dan dicatat dalam The Divine Traditions. halaman 119-120. Hadis tersebut melukiskan peristiwa pada Hari Keputusan. Suatu variasi darinya diriwayatkan oleh Abdul Aziz bin Abdullah yang mengutip dari Ibrahim bin Sa’d, dari Ibn Syihab, dari Atha bin Yazid al-Laitsi, dari Abu Hurairah dan dicatat oleh al-Bukhari dan dikutip The Divine Traditions halaman 121-122. Tentu saja kami tidak menganggapnya tidak layak dikutipkan di sini.
Kaum Sunni juga mengklaim bahwa Allah menempati ruang tertentu dan berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, seraya membangun argumen-argumen mereka bukan pada ayat-ayat al-Quran melainkan pada hadis yang di dalamnya Rasulullah saw mengatakan, “Tuhan kita, sebelum menciptakan makhluk-Nya, di sisi-Nya tidak punya apa-apa; pijakan-Nya adalah udara, di atas-Nya udara, kemudian Dia menciptakan singgasana-Nya di atas air.” [40] Mereka juga menukil perkataan Rasulullah saw, “‘Arasy-Nya di atas surga-Nya seperti ini (kemudian beliau memeragakan dengan jarinya bentuk sebuah kubah) dan Dia menungganginya seperti seorang penunggang yang menunggangi di atas pelananya.” [41] Mereka juga telah mengutipnya telah mengatakan, “Allah turun dari langit di paruh terakhir malam hari ke bumi yang rendah seraya berkata, ‘Adakah orang yang memohon kepada-Ku, maka Aku akan menjawabnya, dan adakah ia meminta kepada-Ku, maka Aku memberinya?’” [42] Mereka juga menukilnya,yang mengatakan, ‘Allah turun sepanjang malam pertengahan Sya’ban ke langit bawah dimana Ia mengampuni...” [43] Mereka juga mengutipanya mengatakan hal berikut ihwal Hari Pengadilan: “Dikatakan kepada neraka: ‘Apakah kalian telah penuh?’ Neraka akan menjawab, ‘Masih adakah?’ Maka Tuhan Yang Mahaberkah dan Mahamulia, akan memasukkan betis-Nya ke dalamnya. Akhirnya, neraka akan menjawab, ‘Kini saya telah penuh!’ Dalam versi lain dari ‘hadis’ ini, Nabi Muhammad saw dikutip mengatakan, “Adapun neraka, ia tidak akan penuh sampai Dia memasukkan kaki-Nya ke dalamnya, dimana neraka akan berkata, ‘Cukup, cukup! Kini saya telah penuh!’ Barulah kemudian neraka itu penuh, dan setiap bagiannya akan saling mendekat satu sama lain.” [44] Variasi yang sama dari “hadis” ini diriwayatkan oleh Qatadah yang menukilnya dari Anas bin Malik.
Kaum Sunni mengklaim bahwa Allah akan dilihat oleh Muhammad, Rasulullah, yang akan berbicara dengan-Nya, juga setiap orang pada Hari Keputusan. Mereka meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mengatakan, “Kaum mukmin akan datang kepadaku untuk meminta syafaat setelah semua nabi menolak mensyafaati dengan nama mereka, maka aku akan pergi dan mencoba berbincang-bincang dengan Tuhanku, dan aku akan dikaruniai beraudiensi dengan-Nya. Suatu saat aku melihat Tuhanku, dan aku akan jatuh bersujud...Kemudian aku akan meminta syafaat-Nya, dan Dia akan memisahkanku, maka aku akan membiarkan mereka memasuki surga. Kemudian aku akan kembali kepada Tuhanku. Suatu kali aku melihat-Nya, aku akan jatuh bersujud..., dst.” [45] Menurut “hadis” ini, [46] Yang Mahakuasa terkurung dalam satu tempat tertentu dimana Dia dikunjungi oleh Rasulullah saw yang mengenali-Nya tengah melihat-Nya. Sebuah bagian utuh dalam The Divine Traditions dipersembahkan untuk orang-orang mukmin yang menurut dugaan melihat Tuhan mereka. Ia berawal pada halaman 157.
Para perawi yang meriwayatkan “hadis-hadis” tersebut adalah Ubaidullah bin Umar bin Maysarah, Abdurrahman bin Mahdi, Hammad bin Salamah, Tsabit al-Bunani, Abdurrahman bin Abu Layla, Syuhaib, Jabir bin Abdullah, Sahib, dan yang lainnya. Mereka tercatat dalam kitab-kitab hadis dan sunan dari Bukhari, Muslim, Ibn Majah, at-Tirmidzi, dan an-Nisa’i. Kaum Sunni juga mengutip Rasulullah saw yang menyatakan, “Allah Yang Mahaberkah dan Mahamulia, akan turun pada hari keputusan kepada para hamba-Nya untuk memutuskan di antara mereka.” [47] Mereka mendakwa bahwa beliau berkata, “Kalian akan melihat Tuhan kalian dengan mata kalian sendiri.” [48] Mereka mengklaim bahwa kaum Muslim akan melihat Tuhan mereka pada hari kiamat sebagaimana mereka mereka melihat bulan tanpa halangan apapun ketika memandang-Nya. [49] Mereka melangkah jauh dengan menukil bahwa Yang Mahakuasa mengatakan, “Barangsiapa menyembah sesuatu, biarkanlah ia mengikutinya.” Selanjutnya, mereka mengatakan, sebagian orang akan mengikuti matahari, sedangkan yang lainnya akan mengikuti rembulan, sedangkan sebagian yang lain akan mengikuti kaum penguasa, dan kaum ini akan tetap memasukkannya kaum munafik. “Kemudian Allah akan datang kepada mereka tidak dalam bentuk dimana mereka mengenali-Nya, dan Dia akan berkata, ‘Akulah Tuhanmu.’ Mereka akan berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah atasmu. Kami akan tinggal di sini sampai Tuhan kami datang kepada kami. Hingga ketika Tuhan kami datang kepada kami, kami akan mengenali-Nya.’ Barulah Allah akan mendatangi mereka di dalam bentuk yang mereka kenali dan Dia (Allah) akan berkata, ‘Akulah Tuhanmu.’ Mereka akan berkata, ‘Engkaulah Tuhan kami,’ dan mereka akan mengikuti-Nya...dan seterusnya.” [50] “Hadis” lain menyatakan hal berikut:
Maka ketika tak seorang pun yang tinggal selain orang- orang saleh dan orang-orang bebas yang menyembah Allah, Tuhan Semesta Alam akan datang kepada mereka dalam bentuk dimana mereka melihat-Nya, dan Dia akan bertanya kepada mereka, “Apa yang sedang kalian tunggu? Setiap kaum akan mengikuti apa yang biasanya disembah.” Mereka akan mengatakan, “Kami sedang menunggu Tuhan kami yang kepada-Nya kami menyembah.” Dia akan berkata, “Akulah Tuhanmu,” Mereka akan menimpali dua atau tiga kali dengan mengatakan, “Kami tidak menyekutukan Allah...” Dia akan bertanya kepada mereka, “Adakah tanda lain sehingga kalian bisa mengenali-Nya?” Mereka akan mengatakan, “Ya, kaki.” Maka Dia akan menyingkapkan betis-Nya sehingga mereka akan jatuh bersujud. Mereka akan mengangkat kepala mereka dan melihat-Nya dalam bentuk dimana mereka melihat-Nya untuk pertama kali. Kemudian Dia akan berkata, “Akulah Tuhanmu.” Mereka akan berkata, “Engkau Tuhan kami.” [51]
Dan Allah berkata kepada para i,1amba-Nya pada hari kiamat dan mereka yang dekat dan jauh akan mendengar suara-Nya sebagaimana dikatakan kepada kami dalam "hadis" berikut yang disusun dan diterbitkan dalam The Divine Traditions (Al-Ahadits al-Qudsiyah). Di sini teksnya terdapat pada halaman 226 dan tidak disunting, sehingga menjadi bahasa lnggris yang rusak:
Jabir ra meriwayatkan berdasarkan otoritas Abdullah bin Unais ra yang berkata, “Allah akan mengumpulkan manusia dan menyeru mereka dengan suatu suara yang akan didengar oleh'mereka yang jauh maupun yang dekat, dengan mengatakan, ‘Akulah Raja, Akulah Al-Dayyân (yang mengadili manusia berdasarkan perbuatan mereka setelah memanggil mereka untuk dihisab). Bukhari meriwayatkannya (Kitab Tauhid, pasal: Firman Allah: “Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah kecuali oleh orang-orang yang telah Dia ijinkan memperoleh syafaat” (QS 34:23).
Oleh sebab itu, kaum Sunni percaya bahwa Allah akan berbicara kepada hamba-hamba-Nya yang akan diizinkan untuk memasuki surga-Nya sebagaimana disebutkan dalam kutipan di atas. Ada “hadis” panjang lainnya yang termaktub dalam The Divine Traditions, halaman 160-161 yang diriwayatkan oleh Sa’id bin ,Musayyab yang bersua dengan Abu Hurairah yang memberitahunya ihwal hadis itu. Sebagian teks “hadis” itu menyatakan:
Abu Hurairah berkata bahwa ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan melihat Tuhan kami?” Atas pertanyaan itu beliau menjawab, “Benar, apakah engkau ragu melihat matahari dan rembulan di malam hari ketika bulan purnama?” Ketika mendapatkan jawaban bahwa mereka tidak ragu, beliau berkata, “Demikian pula, kalian niscaya tak perlu lagi ragu dalam melihat Tuhan kalian dan tak seorang manusia pun yang akan tetap di temp at tersebut tanpa Allah berbicara kepadanya, sampai Dia berkata kepada salah seorang dati mereka, ‘Fulan bin fulan, apakah engkau ingat akan hari ketika engkau berkata demikian-demikian?’ Dan Dia akan mengingatkan salah satu perbuatan tidak jujurnya yang ia lakukan di dunia. Dia akan berkata, ‘Wahai Tuhanku, tidakkah engkau melupakanku?” Dan Dia akan menjawab, “Ya, demi keluasan [52] ampunan-Ku engkau telah mencapai kedudukan milikmu ini.’” [53]
“Hadis” ini dimasukkan ke dalam Shahih Tirmidzi, jilid 2, halaman 89-90. Banyak “hadis” semacam itu yang pembaca bisa menganalisisnya dalam Bukhari, Muslim, Ibn Majah, dan para pencatat hadis Sunni yang “bisa dipercaya.” Sekiranya kita berusaha mengutip semua hadis yang ada di sana, niscaya buku ini akan menjadi lebih tebal ketimbang yang ada. Barangkali bukti yang paling nyata ihwal akidah Sunni bahwa Allah mempunyai sifat-sifat jasadi sama seperti manusia adalah apa yang dicatat oleh “imamnya para imam”, yakni hafiz besar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (w.311 H/923 M) yang mengajarkan hadis kepada Bukhari dan Muslim.
Ia menulis sebuah kitab yang judulnya agak panjang: Al-Tawhid wa itsbat shifat al-rabb ‘azza wa jall allati wâfa bih nafsah fî tanzîlih wa ‘ala lisn nabiyyih (Keesaan Allah dan Penetapan Sifat-sifat Tuhan Azza wa Jalla dimana Dia Menjelaskan Diri-Nya Sendiri dalam Kitab- Nya dan Melalui Nabi-Nya). Kitab ini dipublikasikan pada tahun 1378 H/1958 M oleh Maktabat al-Kulliyyat al-Azhariyyah (Perpustakaan Kolese-kolese al-Azhar) di Maydan al-Azhar, Kairo. Judul-judul dari sejumlah buku ini kedengarannya seperti daftar sepotong-demi- sepotong ihwal anggota-anggota tubuh Tuhan: wajah-Nya, bentuk-Nya, mata-Nya, pendengaran-Nya, penglihatan-Nya, tangan-Nya, kaki-Nya..., dan sebuah pasal tentang bagaimana seluruh orang beriman akan menyaksikan Allah pada hari kiamat dan akan mampu mengenali-Nya. Imam hafiz lainnya, Utsman bin Sa’id ad-Darmi (w.280 H/893 H), menulis sebuah kitab, sebagai sanggahan terhadap pandangan-pandangan kaum Jahmiyyah. Di antara pasal-pasalnya adalah: bagaimana Tuhan bersemayam di atas Arasy dan turun ke langit; bagaimana Dia berbeda dari makhluk-Nya; bagaimana Dia turun di pertengahan bulan Sya’ban, bagaimana Dia turun pada Hari Arafah; bagaimana bia turun pada Hari Pengadilan untuk ujian besar; bagaimana Dia turun di taman firdaus, dan bagaimana Dia dilihat.
Semua ini cukup untuk membuktikan kepada pembaca awas bagaimana saudara-saudara kita Sunni memandang Allah Yang Mahakuasa memiliki jasad fisik seperti halnya kita; bagaimana Dia datang dan pergi, naik dan turun, berjalan, berbicara, tertawa, dan entah apa lag...!
3. Bagaimana Syi’ah Memandang Allah?
Pandangan-pandangan di atas diangkat dan dicatat oleh Muslim Sunni yang sama sekali tidak didukung oleh Muslim Syi’ah yang menyangga mereka dengan menukil surat al-An’âm [6]:103 yang berbunyi: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan, dan Dia dapat menyaksikan (semua) yang terlihat; Dia Mahahalus, Maha Mengetahui.”
Menurut mereka, Yang Mahakuasa bukan1ah suatu wujud fisiko Sebab itu, Dia tidak menempati ruang ataupun Dia tidak berpindah satu ke tempat lain, atau Dia tidak bisa juga dilihat oleh siapapun. Mereka menyanggah bahwa saudara Sunni mereka tidak memiliki tafsir yang tepat mengenai tafsir ayat al-Quran tertentu seperti berikut, “Wajah-wajah (orang Mukmin) pada hari itu berseri-seri, melihat Tuhan mereka (QS 75:22-23)
“Melihat Tuhan (look to) mereka” tidak berarti “melihat [secara fisik] (look at) Tuhan mereka”. Ayat ini berarti: Mereka sedang menunggu dalam harapan optimistik akan ganjaran-Nya. Menyangkut Tuhan bersemayam di atas Arasy, singgasana kekuasaan, Imam Ja’far ash-Shadiq as―yang dari (didikan)nya Syi’ah Jafariyyah Itsna’asyariyyah menurunkan akidah mereka―berkata:
Sesiapa mengklaim bahwa Allah duduk di atas ‘Arasy, berarti menganggap Allah sebagai sampai pada (atau mendaki sesuatu), yang berimplikasi bahwa sesuatu yang menyampaikan-Nya lebih kuat ketimbang Diri-Nya (sehingga ia bisa mengangkat berat-Nya). Dan sesiapa yang mengklaim bahwa Allah ada di suatu tempat, atau di puncak sesuatu, atau ada suatu tempat dimana Dia tidak ada di sana, atau bahwa Dia menempati sebuah ruang..., berarti menyifati-Nya dengan ciri- ciri yang hanya sesuai dengan makhluk-Nya, padahal Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dia tidak bisa diukur atau dibandingkan dengan sesuatu apapun; Ia tidak bisa seperti manusia; Dia tidak hilang dari suatu tempat, dan Dia tidak menempati suatu ruang spesifik. [54]
Kaum Syi’ah juga menolak pendapat ini dengan menukil perkataan Imam Ali bin Abi Thalib:
Allah tidak turun, ataupun Dia tidak butuh untuk turun. Hal demikian itu diklaim oleh mereka yang menyifati-Nya dengan naik dan turun. Segala sesuatu yang bergerak niscaya membutuhkan sesuatu yang menggerakkannya atau sesuatu sarana yang dengannya ia bergerak. Maka hati-hatilah, ketika kalian membahas sifat-sifat-Nya agar jangan sampai kalian hams mengimplikasikan naik atau turun kepada-Nya, gerakan atau mobilisasi, duduk ataupun berdiri. [55]
Inilah pandangan yang dipegang oleh para imam lain dari Ahlulbait Nabi saw. Tak satu pun dari mereka bertentangan dengan yang lainnya. Inilah akidah yang benar, yang di dalamnya tidak ada pertentangan sama sekali.
4. Allah dalam Pandangan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
Dua perawi, Muhammad bin Abi Abdillah dan Muhammad bin Yahya, meriwayatkan sebuah hadis yang disampaikan oleh Abu Abdullah Imam Ja’far ash-Shadiq as yang menukilnya dari Amirul Mukminin Imam ‘Ali ibn Abu Talib as ketika memberikan khutbah untuk meminta dukungan rakyat dalam perang kedua kalinya melawan Mua’wiyah bin Abu Sufyan. Dalam khutbahnya, Amirul Mukminin as berkata:
Segala puji bagiAllah, satu-satu-Nya Tuhan yang dicari oleh semua makhluk, Zat Yang Unik yang tidak diciptakan dari sesuatu pun yang tidak ada, atau Dia tidak menciptakan sesuatu dari sesuatu. Melalui kekuasaan-Nya, Dia merpanifestasikan Diri-Nya sendiri, dan melalui kekuasaan-Nyalah sesuatu memanifestasikan dirinya sendiri. Tak satu pun dati sifat-Nya bisa sepenuhnya dipahami. Dia tidak mempunyai ukuran apapun dimana Dia bisa dibandingkan. Lidah dalam bahasa manapun terlalu kelu untuk menggambarkan sifat-sifat-Nya. Pembicaraan yang bertele-tele mengenai sifat-sifat-Nya tidak mengarah ke manapun selain pada jalan Dan buta. Akal-akal yang tajam terlalu bingung untuk memahami kerajaan-Nya. Semua penjabaran lengkap takkan marnpu meringkaskan luas kerajaan-Nya. Tabir-tabir misterius menghalangi pemahaman aras-aras terendah dari pengetahuan tersembunyi-Nya, dan wawasan-wawasan paling dakhil sepenuhnya raib dalam pernaharnan yang kebanyakan (tampaknya) superfisial dari kelembutan-Nya.
Mahasuci Allah yang tidak dijangkau oleh kehendak- kehendak paling ambisius, ataupun Dia tidak dicapai oleh wawasan-wawasan yang paling dalam. Mahamulia Dia yang bagi-Nya tidak ada batasan waktu, ataupun durasi yang ditetapkan, ataupun deskripsi yang ditentukan. Maha Terpuji Dia yang tidak punya awal ataupun akhir sama sekali, ataupun batasan apapun. Mahasuci Dia karena Dia telah menjelaskan Diri-Nya Sendiri. Mereka yang berusaha untuk menjelaskan- Nya tak pernah bisa melakukannya. Dia mendefinisikan batasan-batasan segala sesuatu ketika Dia menciptakan mereka tanpa membuat pola sebelumnya, dengan demikian membedakan Diri-Nya sendiri dari keserupaan mereka. Tak pernah Dia tinggal di dalamnya, sehingga bisa dikatakan bahwa Dia terkungkung di dalamnya, ataupun Dia tidak pernah menjadi bagian dati mereka, sehingga suatu tempat di luar mereka bisa dicari-Nya. Alih-alih, Dia-segala puji bagi-Nya-memasukkan mereka dalam pengetahuan-Nya dan menyempumakan desain mereka dan memproses mereka. Bahkan segala sesuatu di balik tabir-tabir atmosfer tidak pernah tersembunyi dari pengetahuan- Nya, tidak juga kegelapan-kegelapan yang amat tersembunyi, ataupun yang ada di langit-langit yang tinggi, ataupun yang ada di dataran-dataran terendah di muka bumi: karena setiap dan segal a sesuatu di dalam semuanya itu ada penjaga dan pemeliharanya. Setiap mereka mengitari yang lain, sementara pengetahuan-Nya mencakup mereka semua.
Dialah satu-satunya Tuhan yang kepada-Nya segala sesuatu menggantungkan eksistensi dan subsistensi mereka. Tidak pernah pula lintasan waktu mengubah-Nya. Penciptaan segala sesuatu tak pernah membuat-Nya lelah. Apapun yang Dia kehendaki, Dia tinggal mengucapkan, “Jadilah!”, makajadilah ia. Dia menciptakan segala sesuatu tanpa mengikuti model atau contoh sebelumnya, dan tanpa merasakan keletihan atau perencanaan terlebih dulu. Barangsiapa yang menjadikan sesuatu, mengeluarkannya dari sesuatu yang lain, sementara Allah menciptakan segala sesuatu, tidak mengeluarkannya dari apapun. Setiap yang berilmu memerlukan pengetahuan setelah kejahilannya, sedangkan Allah tidak pernah jahil (bodoh). Dia pun tidak pernah memerlukan pengetahuan dari apa yang Dia ciptakan. Dia meliputi s.egala sesuatu dalam ilmu-Nya sebelum menciptakan mereka. Tak ada sesuatu pun yang ditambahkan pada ilmu-Nya lantaran penciptaan mereka: Ilmu-Nya adalah sama sebelum dan setelah Dia ciptakan mereka. Dia tidak pernah menciptakan apa yang Dia ciptakan untuk memperkuat kendali-Nya. Tidak juga merasa khawatir akan kerusakan ataupun kehilangannya. Tidak juga mencari bantuan darinya melawan para penentang-Nya. Tidak juga mencari kekuasaan atas musuh progresif, ataupun meminta kekuasaan yang setara dengan serikat-Nya. Semua makhluk diberi rezeki oleh-Nya. Setiap orang dan segala sesuatu adalah hamba-hamba yang hina di hadapan-Nya.
Mahasuci Dia yang tak pernah merasa letih karena menciptakan apa yang Dia ciptakan, ataupun dalam memberi rezeki apapun yang Dia ciptakan, ataupun Dia, karena ketakmampuan ataupun kecerobohan, mengakhiri apa yang Dia ciptakan. Dia tabu apa yang Dia ciptakan dan menciptakan apa yang Dia ketahui. Apapun yang Dia ciptakan Dia tidak ciptakan dari pembayangan pada (deliberating on) pengetahuan baru apapun. Tidak juga keraguan apapun menyenangkan-Nya karena apa yang Dia ciptakan. Alih-alih, Dia keluarkan keputusan suci, pengetahuan yang kukuh, dan perintah yang tepat-Nya. Dia menjadikan Diri-Nya unik dalam kewalian- (Mastership)Nya, kenirtaraan (peerless) dalam keesaan, keagungan, dan kelembutan. Dia tetap unik dalam pujian dan mulia dalam keagungan. Dia jauh dari kedudukan orang tua, disucikan dari dan dikuduskan terhadap hidup bersama sebagai suami-istri.
Dia terlalu Agung dan Kuasa untuk mencari sekutu. Dengan demikian, tak satupun dari apa yang Dia ciptakan menentang-Nya. Tidak ada bandingan yang setara seperti-Nya dari apa yang dimiliki-Nya. Dia tidak punya sekutu dalam kerajaan-Nya. Dia adalah Tunggal, Unik, Zat yang dimohon semua makhluk, Yang Abadi, Yang Kekal, Tuhan semesta alam yang senantiasa ada dan akan selalu ada, secara abadi seorang diri saja sebelum pennulaan waktu dan setelah berakhirnya semua urusan. Dia takkan pernah mengakhiri ataupun memutuskan. Demikianlah, aku telahjelaskan Tuhanku. Tiada tuhan selain Allah. Mahabesar Dia dan alangkah Besarnya! Mahasuci Dia dan alangkah Sucinya! Mahakuasa Dia dan alangkah Berkuasanya! Diajauh dari apa yang dikatakan orang-orang zalim tentang-Nya, jauh, jauh dari [perkataan] semacam itu!
Referensi:
25. Namanya adalah Sa’d bin Malik bin Sinan al-Khudri al-Anshari al-Khazraji, Abu Sa’id. Dia seorang sahabat yang selama beberapa tahun menyertai Nabi dan turut andil dalam dua betas kampanye militernya. Ia wafat pada 74 H./693 M.
26. Satu cubit panjang maksimalnya 21 inci. Oleh sebab itu, mereka menyatakan bahwa Adam dan Yang Mahakuasa masing-masing tingginya 15 kaki... Astaghfirullah...
27. Al-Bukhari, Shahih, “Kitab al-Isti’dzân” (pasal meminta izin untuk menetap), dalam suatu bab yang berjudul “Bab Bid’ al-Salam” (sebuah bab yang membahas memulai salam). Muslim, Shahih, “Kitab al-Jannah wa sifat na’imiha” (Kitab tentang Surga dan deskripsi kenikmatannya), dalam suatu pasal yang diberi judul “Bab yadkhul al-jannah aqwam af’idatuhum mithl af’idat al-tayr” (“bab tentang surga yang dimasuki oleh orang-orang yang hatinya seperti burung”), jilid 28; lihat juga jilid 115, “Kitab al-birr: Bab al-nahi lan arb al-wajh” (Kitab Kebaikan: Kitab yang berkaitan dengan larangan memukul wajah”); Ahmad ibn Hanbal, Musnad, jilid. 2, hal. 244, 251, 323, 365, 424, dan 569.
28. Al-Bukhari, Shahih, jilid 2, hal.122, yang menjelaskan surat al-Zumar. Pun, dinyatakan dalam jilid 4, halaman 186, dimana ayat “Apa yang menghentikanmu (wahai iblis) dari bersujud kepada apa yang aku ciptakan dengan tanganku sendiri?’. Dinyatakan pula dalam jilid 4, halaman 192, dimana ayat yang berbunyi, “Sebagian wajah pada hari itu berseri-seri” ditelaah. Muslim, Shahih, jilid 19, halaman 21-22 yang menguraikan seputar Hari Keputusan, surga, dan neraka.
29. Al-Bukhari, Shahih, jilid. 4, halaman 189 yang mendedah ayat 43 surat Nun dalam “Kitab al- Tawhid” (Kitab tentang Keesaan Allah).
30. Al-Bukhari, Shahih, jilid. 4, halaman 191 yang menerangkan surat Qaf. At- Tirmidzi, Shahih, jilid 35-38, dimana ada suatu pembahasan mengenai neraka yang dimasuki oleh para tiran dan surga oleh orang-orang tertindas.
31. Nama lengkapnya, Abdullah bin Mas’ud bin Khafil bin Habib al-Hatsli, Abu Abdurrahman, salah seorang sahabat terkemuka dalam sejarah Islam. Dia orang pertama di Makkah yang membaca al-Quran secara terang-terangan. Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk berkhidmat dan menyertai Rasulullah saw, yang menjadi salah seorang kepercayaan beliau. Ibn Mas'ud wafat pada tahun 32 W652 M.
32. Kutipan ini diambil tanpa disunting sama sekali, dengan demikian bahasa Inggrisnya terputus-putus! Kami heran, karena Allah, menurut “hadis” ini, mempunyai jari-jari, jangan-jangan Dia pun memiliki ibu jari!
33. Ejaan yang benar adalah Abu Sa’id al-Khudri (bukan al-Sa’id).
34. Rasulullah saw dilaporkan tidak pernah tertawa. Sebaliknya, ia senantiasa tersenyum. Tak pernah beliau tertawa terbahak-bahak.
35. Ash-Shaduq, Al-Amâli, hal. 324.
36. Al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid. 73, hal. 58, mengutip Qurb al-Isnâd.
37. Ibid.
38. Ibid., hal.59.
39. Ath-Thusi, Al-Amâli, jilid 2, hal.I36.
40. Ibn Majah, Sunan, Mukadimah; at-Tirmidzii, Sunan yang menjelaskan surat Hud dijelaskan. Ahmad bin Hanbal, Musnad, jilid 4, hal.11-12.
41. Abu Dawud, Sunan, “Kitab al-Sunnah”; Ibn Majah, Sunan, Mukadimah; Muhammad bin Abdul-Wahhab, Kitab al-Tawhid; Ibn Taymiyyah, Minhdj al- Sunnah.
42. Al-Bukhari, Shahih, jilid 2, halo 233-235; Ibn Majah, Sunan, “Kitb al- Salah.”; Ibn Malik, Mawta’, “Kitab al-Quran,” Pasal 30; Ahmad bin Hanbal, Musnad, jilid 2, hal.264, 267, 282, 419, 433, 487, 504, dan 521.
43. At- Tirmidzi, Sunan, dimana ia membahas masalah puasa dan malam pertengahan Sya’ban. Ibn Majah, Sunan, dalam satu jilid yang membahas shalat dan malam pertengahan Sya’ban. Ahmad bin Hanbal, Musnad, jilid 2, hal.433.
44. Kedua “hadis” tersebut diriwayatkan berdasarkan otoritas “shahabi” Abu Hurairah ketika al-Bukhari, dalamjilid 3, halaman 128 dari Shahih-nya, mendedah surat Qaf. Kedua “hadis” ini diulang dalam jilid 4, halaman 191 dari buku yang sama dalam “Kitab al-Tawhid”. “Hadis” yang menyebut kaki Allah itu diriwayatkan oleh Anas secara terperinci dalam jilid 4, halaman 129, dari Shahih yang sama. Untuk meninjau “hadis-hadis” semacam itu, rujuk “Kitab al-Jannah” dalam Sunan, dalam at-Tirmidzi, jilid 10, halaman 29, dimana keabadian para penduduk surga dan neraka didiskusikan. Lihat juga Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2, halaman 396. Para pembaca yang tidak menguasai bahasa Arab mungkin membaca teks-teks mereka dengan terjemahan Inggrisnya dalam The Divine Traditions, terutama pada halaman 149 dimana teks secara perkata dan tidak diedit dibaca sebagai berikut: “Adapun surga, (ia akan dipenuhi dengan orang-orang saleh) karena Allah tidak keliru terhadap makhluk-makhluk-Nya, dan Dia ciptakan neraka bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan mereka akan dilemparkan ke dalamnya. Kemudian neraka akan berkata tiga kali, “Adakah lagi?” Sampai Allah akan memasukkan kaki-Nya ke dalamnya, dan neraka akan penuh dan sisi-sisinya akan saling berdekatan, dan neraka akan berkata, “Cukup, cukup, cukup!” Bukhari meriwayatkannya.
45. Al-Bukhari, Shahih, jilid 4, halaman 185, “Kitab al-Tawhid.” Lihat juga jilid 4, halaman 190 dari rujukan yang sama.
46. “Hadis” ini dikutip dalam The Divine Traditions halaman 115-116.
47. At-Tirmidzi, Sunan, jilid 9, halaman 229, “Kitab al-Zuhd.”
48. Al-Bukhari, Shahih, jilid 4, halaman 188, “Kitab al-Tawhid.”
49. Ibid., jilid 10, halaman 18 dan 20.
50. Muslim, Shahih, jilid 4, halaman 188, “Kitab al-Iman.”
51. Ibid., halaman 229, “Kitab al-Iman,” dalam suatu pasal mengenai bagaimana melihat. Al-Bukhari menyebutkan “hadis” ini secara sepintas dalam redaksi yang berbeda dalam “Kitab al-Tauhid”-nya”" jilid 4, halaman 189. Kita ingin mereka yang melihat kaki dan betis Tuhan mereka akan mengatakan kepada kita tentang hal itu! Sungguh kalau begitu mereka akan segera membantu kita sebaik mung kin ( dengan menjelaskan hal tersebut kepada kita) Astaghfirullah...
52. Inilah bagaimana teks dibaca... Penerjemah semestinya menggunakan keluasan (expanse), kebesaran (paciousness), ukuran (extent), rentang (breadth), atau sejenisnya.
53. The Divine Traditions, penerjemah Dr. Ibrahim al-Selek, Dar al-Fikr (Beirut, Lebanon, 1994), h.160.
54. Al-Kulayni, Ushûl al-Kâfî, jilid 1, h.3, 7, dan 9, “Kitab al-Tawhid.” Syaikh ash-Shaduq, al-Tawhid, h.9-10, 12; al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 3, h.311, “Kitab al- Tawhid.”
55. Ibid., jilid 1, h.18; al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 3, h. 311.
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email