Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label ABNS MAKAM SUCI. Show all posts
Showing posts with label ABNS MAKAM SUCI. Show all posts

Makam Imam Ali Al Ridha as, Imam Ke-8 di Kota Mashhad, Selalu Menjamu Jutaan Peziarah Dari Berbagai Penjuru Dunia


Makam Imam Ali al-Ridha as, imam kedelapan, di kota Mashhad, selalu menjamu jutaan peziarah dari berbagai penjuru dunia. Ini adalah tempat yang sungguh memikat. Lantunan ayat-ayat al-Quran, ratapan doa, dan suara para khatib, semakin menambah nuansa spriritualitas di makam suci ini. Seakan suara terbangnya para malaikat dapat terdengar di sana.

Para peziarah yang datang dari berbagai negara dan dengan berbagai bahasa, mereka sama sekali tidak merasakan keasingan di makam suci tersebut. Setiap orang, dengan cara mereka masing-masing mengungkapkan kerinduan dan kecintaan mereka. Tampak ada sebagian yang tengah menunaikan shalat dan ada yang membaca al-Quran. Sebagian lain dengan penuh kecintaan dan kerinduan, berziarah dan menitikkan air mata. Ada pula yang berjalan-jalan di kompleks sekitar makam tersebut dan tengah menikmati kemegahan dan meresapi nuansa spiritualitas di makam Imam Ridha as.

Wajah para peziarah yang menyembunyikan kesedihan mendalam itu, setelah berziarah, tampak berseri-seri penuh harapan dan keceriaan. Untuk menyembuhkan luka-luka batin, mereka melangkah menuju sosok suci yang menjadi perantara Sang Penyembuh tanpa syarat dan Maha Kuasa. Pada peziarah menjalin ikatan afeksi yang kuat dengan Imam Ridha as.

Ziarah merupakan sebuah upaya untuk memenuhi tuntutan manusia. Ziarah juga dapat menjadi sarana berkumpulnya manusia dengan berbagai macam pemikiran, tuntutan, dan dari berbagai tingkat sosial di sebuah tempat, yang mereka semua memiliki ikatan mendalam secara afeksi, psikologis, dan sosial. Pada kondisi tersebut, sejauh mungkin peziarah memisahkan diri dari tuntutan materi dan masalah pribadinya, maka tuntutan spiritualnya akan semakin melambung. Dengan kata lain menurut Abraham Harold Maslow, seorang psikolog humanis Amerika Serikat, “Tuntutan tingkat tinggi adalah tuntutan untuk mengembangkan wujud yang mampu menciptakan karya seni terindah.”

Dewasa ini, para psikolog mengakui bahwa ziarah dan berada di tempat-tempat suci akan memberikan dampak yang sangat besar dalam menjaga kesehatan jiwa dan dalam menyelesaikan ganjalan-ganjalan dalam perilaku. Tempat ziarah merupakan sebuah lingkungan yang aman bagi jiwa. Seperti ketika seseorang berziarah ke makam suci Rasulullah Saww dan Ahlul Baitnya, ia akan merasakan ketenangan batin dan ketenteraman yang luar biasa. Karena mereka tahu, mereka datang menghampiri manusia-manusia yang setiap ucapan mereka akan didengar, yang memiliki kekuatan shafaat, dan mengetahui berbagai rahasia. Kondisi seperti ini juga akan membuat seseorang merasa tenang, dan bahkan baik untuk memperbaiki kejanggalan dalam perilaku.

Dilakukan riset penelitian terhadap 38 pelajar putri berusia 15-17 tahun di kota Mashhad yang terjangkit stress. Setelah menjalani tes tekanan darah, mereka diberi kesempatan selama 45 menit untuk berziarah ke makam Imam Ali al-Ridha as. Setelah berziarah, tekanan darah mereka kembali dites. Dari hasil tes itu menunjukkan bahwa tekanan darah mereka turun sebelum mereka berziarah. Mereka menyatakan mendapat ketenangan batin tersendiri setelah berziarah.

Carl Rogers, seorang psikolog Amerika Serikat menilai kejujuran, solidaritas, dan cinta, sebagai tiga pokok dalam proses penyembuhan gangguan psikologis. Pada masa konsultasi, ketika pasien merasa bahwa sang dokter memahami masalahnya dan menunjukkan kepedulian, serta jujur dan sepenuh hati ketika memberikan anjuran, maka proses penyembuhan atau penyelesaian masalah si pasien akan berjalan lebih cepat.

Menurut para peneliti, dalam ziarah muncul sebuah ikatan yang sangat kuat antara peziarah dan yang diziarahi. Orang-orang beragama yang berziarah kepada para imam atau ulama, mereka memiliki keyakinan bahwa orang-orang yang diziarahi itu adalah manusia-manusia yang peduli dan jujur. Bahkan terkadang banyak permasalahan afeksi dan psikologis yang muncul dalam diri manusia diakibatkan karena tidak adanya kepercayaan kepada orang lain yang dapat menjaga amanat. Itu berarti tidak ada orang yang dapat diajak berbagi. Menurut para pakar psikologi, mengutarakan masalah adalah bagian dari penyembuhan. Karena dengan demikian, seseorang akan merasa ringan karena telah melakukan apa yang disebut dengan pembersihan psikologis. Faktor lingkungan yang aman dan konsultan yang dapat dipercaya, akan mempercepat proses pembersihan psikologis tersebut.

Dalam budaya Islam, sosok yang paling dapat dipercaya adalah Rasulullah Saww dan Ahlul Baitnya. Oleh karena itu, para peziarah dapat mengeksplorasi jiwa dan psikologi mereka secara maksimal di tempat-tempat ziarah. Imam Ali al-Ridha as, dalam hadisnya menilai sosok imam sebagai bulan purnama, pelita cerah dan bintang bersinar, yang menjadi pembimbing dalam kegelapan di jalan, gurun, dan lautan. Beliau mengatakan, “Imam adalah tempat berteduh bagi hamba-hamba Allah dalam kesulitan.” Dan dalam hadis lainnya, beliau mengatakan, “Imam adalah senyawa, kawan yang penuh kasih sayang, saudara, dan ibu yang perhatian kepada anak-anaknya.”

Tidak dapat diragukan lagi bahwa jika seseorang mengenal imamnya seperti itu, maka dengan penuh keyakinan ia akan meluapkan apa saja yang terpendam di dalam hatinya. Ketenangan dan harapan itu akan semakin meningkat ketika peziarah berkeyakinan bahwa mereka yang diziarahi memiliki kekuatan untuk menyelesaikan masalah mengingat kedudukan mereka di sisi Allah Swt. Dengan demikian, si peziarah akan dengan tenang, penuh keyakinan, dan sepenuhnya meluapkan apa saja dalam hati mereka. Ketika itu terjadi, menurut para pakar, seluruh beban yang dirasakannya akan tereduksi secara gradual.

Salah satu manfaat penting ziarah kepada insan-insan suci dan para ulama, adalah pendekatan manusia dengan Allah Swt dan potensi besar melambungnya dimensi spiritualnya. Insan-insan mukmin selalu menjunjung nilai-nilai dalam dirinya dan mereka menjalani hidup sedemikian rupa sehingga nilai-nilai kemanusiaannya tidak tercemar. Ziarah pada hakikatnya merupakan termasuk dari penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Ketika seorang manusia yang penuh kekurangan, ketika berhadapan dengan sosok manusia sempurna seperti Rasulullah dan Ahlul Baitnya, maka secara otomatis ia akan memiliki keinginan dan tekad untuk menuju kesempurnaan.

Kenyataannya adalah bahwa pengaruh manusia-manusia suci selalu ada di muka bumi berkat ijin dari Allah Swt. Mereka memiliki kekuatan shafaat dan penyembuhan. Oleh karena itu, setiap orang yang berziarah kepada manusia-manusia suci, maka Allah Swt akan melimpahkan rahmat-Nya. Menurut Doktor Alexis Carl dari Perancis, “Dalam kehidupan manusia-manusia suci, ilmuwan, dan pahlawan, terdapat sebuah khazanah energi spiritual yang tidak akan pernah berakhir. Mereka bak gunung yang menjulang di antara padang rumput dan mereka menunjukkan kepada kita semua sampa di mana kita dapat mendaki dan seberapa tinggi tujuan kecenderungan manusia. Hanya orang-orang seperti itulah yang mampu memberikan siraman ruhani dan spiritualitas kepada diri kita.”

Ziarah akan mengantarkan pada kecintaan dan pengenalan, serta menjadi faktor konstruktif dalam proses pembinaan. Jelas bahwa ketika ada cinta, maka ketaatan, ibadah, dan makrifat, mengikuti sesuai dengan keridhaan Allah Swt. Menurut Sheikh Muhammad Hasan Najafi, penulis kitab Jauharul Kalam, “Termasuk kriteria ziarah adalah, si peziarah merasa lebih baik daripada sebelum berziarah.”

Abu Said Abulkheir, seorang arif terkemuka abad keempat dan kelima hijriah, bertanya kepada Abu Ali Sina, seorang filsuf Iran pada era yang sama, tentang pengaruh ziarah. Ibnu Sina menjawab, “Ketika berziarah, pikiran menjadi jernih dan mampu meningkatkan fokus yang lebih tinggi, serta akan menimbulkan kedekatan dengan Allah Swt.”. (Avvalin Daneshgah va Akharin Payambar Jilid 2, hal 37).

(Berbagai-Sumber/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Foto-Foto Imam Zadeh Thahir Karaj, Iran

Makam suci Imamzadeh Thahir terletak di Mehrsyahr, Karaj, Republik Islam Iran. Beliau termasuk salah satu cucu Imam Sajjad as.

Foto: Imamzadeh Thahir Karaj, Iran



















(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

34 Mualaf Berziarah ke Makam Suci Imam Ridha as


Sebuah rombongan yang terdiri dari 34 orang yang baru masuk Islam dari Amerika Serikat, Kanada, Kongo, Kuwait, Inggris dan Perancis, berziarah ke Makam Suci Imam Ridha as.

Astan News melaporkan, rombongan mualaf ini datang ke Iran untuk mengikuti kelas pengenalan mazhab Syiah yang diselenggarakan Lembaga Riset Islam, kota Qom dan selama berada di Iran, mereka menyempatkan diri untuk berziarah ke Makam Suci Imam Ridha as.

Di sela kunjungannya ke kota Mashhad, salah satu pengajar sekolah Islam anggota rombongan itu mengatakan, tujuan saya berziarah ke Makam Suci Imam Ridha as adalah untuk mengenal lebih dalam agama Islam dan meningkatkan pemahaman terhadap agama ini.

Oleh karena itu, katanya, harus diupayakan agar semakin banyak mualaf, mengemukakan gagasan-gagasan dan idenya di lembaga ini untuk disampaikan dan dijelaskan kepada pihak lain.

Lebih lanjut, Isabel Maria Fernandez menjelaskan, Haram Suci Razavi adalah sebuah lembaga yang sukses menjalankan program-programnya dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain dan lembaga-lembaga lain harus meneladani Haram Suci Razavi.

Fatimah Haidura, anggota rombongan yang lain menuturkan, harus diupayakan agar dengan melatih para penerjemah khusus agama, terbuka peluang transfer secara sempurna program-program dan pengenalan mereka atas para peziarah non-Iran.

Selain keberadaan para penerjemah khusus agama itu, imbuhnya, terbuka pula kesempatan untuk menciptakan interaksi positif dan konstruktif di antara orang-orang ini.

(Astan-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Sejarah Makam Suci Fathimah Ma’shumah as


Sayidah Ma’shumah as adalah putri Imam ketujuh umat Syiah, Imam Musa bin Ja’far as, ibunya adalah Najmah Khatun as. Ia lahir pada tanggal 1 bulan Dzulqa’dah tahun 173 H. di kota Madinah Munawarah.
Pada tahun 200 H., dikarenakan ancaman-ancaman dan tekanan Khalifah Ma’mun Abbasi, Imam Ali Ridha as pergi ke pengasingannya di Marv (suatu tempat di Iran–pent.) daerah Khurasan tanpa membawa satupun anggota keluarganya.

Setahun sudah Imam Ali Ridha as diasingkan di Marv, pada tahun 201 H. Sayidah Ma’shumah as pergi menempuh perjalanan jauh mendatangi saudaranya lewati berbagai kota yang mana setiap kali ia tiba di suatu tempat, semua orang menyambutnya dengan baik. Di kota Sava, rombongannya behadapan dengan musuh-musuh Ahlul Bait as, yang merupakan kaki tangan khalifah zalim saat itu. Mereka menghadang jalan para rombongan, terjadi bentrokan, dan akhirnya banyak yang menjadi korban. Sayidah Ma’shumah as sendiri pun teracuni saat itu.

Dikarenakan kesedihan yang mendalam karena deritanya, atu dikarenakan racun yang menjalar di tubuhnya, akhirnya Sayidah Ma’shumah as jatuh sakit. Karena serasa tak mungkin lagi ia melanjutkan perjalanannya ke Khurasan, ia berbelok dan singgah di kot Qom. Sekitar tanggal 23 Rabi’ul Awal tahun 201 H. ia tiba di kota suci Qom, di suati tempat yang disebut Maidan Mir, di rumah Musa bin Khazraj yang mendapatkan kebanggaan untuk menjadi tuan rumah beliau.

Sayidah Ma’shumah tinggal selama 17 hari di kota suci Qom dan menghabiskan waktunya untuk beribadah, yang mana tempat itu kini dijadikan sebagai tempat ziarah yang bernama Baitun Nur.

Akhirnya pada tanggal 10 Rabi’ul Tsani, menurut pendapat lainnya tanggal 12 Rabi’ul Tsani, beliau meninggal dunia tanpa sempat menatap wajah saudara tercintanya. Semua orang berdatangan untuk mengurus jenazah beliau di suatu tempat yang saat ini terletak di luar kota dan bernama Bagh Babilan.

Setelah beliau dikuburkan, Musa bin Khazraj meletakkan sehelai tikar di atas makamnya sebagai suatu tanda. Lalu pada tahun 252 H., Zainab putri Imam Jawad as datang ke kota itu lalu membangun kubah untuk pertama kalinya di atas makam suci tersebut sebagai penghormatan.

Dengan demikian, sejak saat itu hingga sekarang, makam beliau terus menerus diurus oleh para pecinta Ahlul Bait as, direnovasi, dan diperlebar. Kini makam beliau telah dibangun cukup megah dengan segala fasilitas dan perlengkapan yang ada untuk para peziarahnya.

Berikut secara sekilas sejarah pembangunan makam suci Sayidah Fathimah Ma’shumah as:
Makam suci:
Pada tahun 605 H., atas perintah Amir Muzafar Ahmad bin Isma’il, seorang pembesar keluarga Muzafar, yang merupakan guru besar pengukir ubin yang bernama Muhammad bin Abi Thahir Kasyi Qumi, mendapatkan tugas untuk menghias makam suci Sayidah Ma’shumah dengan ukiran-ukiran ubin cantik. Lalu setelah delapan tahun, yakni tahun 613 H., ukiran-ukiran ubin yang dibuatnya selama itu telah siap digunakan dan dipasang. Akhirnya pada tahun 1988 M makam suci Sayidah Ma’shumah telah dibangun dan direnovasi dengan campuran ubin dan batu-batuan. Dinding-dinding di dalam makam pun dipasangi batu marmar berwarna hijau.

Dharih (Sejenis pagar yang mengelilingi makam–pent.):

Pada tahun 965 H., Syah Thamasb Shafawi menghias empat sudut dharih makam suci Sayidah Fathimah Ma’shumah dengan susunan batu bata yang dihias dengan ukiran ubin tujuh warna.

Pada tahun 1230 H, Fatahali Syah melapisi dharih makam dengan perak. Namun lambat laun dharih itu menjadi usang dan pada tahun 1280 dharih diganti dengan yang baru dengan menggunakan lapisan perak baru dan perak yang telah digunakan pada dharih sebelumnya.

Dharih terus menerus diperbaiki dan direnovasi, yang akhirnya pada tahun 1989 M. dharih dirubah secara total dengan yang baru dengan menggunakan inovasi dan teknologi saat itu. Perbaikan terakhir yang dilakukan terhadap dharih tersebut dilakukan pada tahun 2001 M.


Rawaq:
Rawaq adalah tempat-tempat yang berada di dekat dharih suci. Haram atau makam suci Sayidah Fathimah Ma’shumah as memiliki empat Rawaq:
1. Rawaq Atas Kepala, yang terletak di atas arah kepala Sayidah Fathimah Ma’shumah as, yang merupakan suatu ruangan di antara dharih dan Masjid, yang dihias dengan susunan kaca dan ukiran indah.
2. Rawaq Darul Huffadz, yang terletak di antara dua iwan emas dharih suci makam.
3. Rawaq Kaca (Syahid Beheshti) yang merupakan ruangan para peziarah wanita di arah bawah kaki Sayidah Fathimah Ma’shumah as.
4. Rawaq Depan, yang merupakan ruangan antara Masjid Thabathabai hingga dharih suci.
Shahn (halaman lebar makam–pent.):


Makam suci Sayidah Fathimah Ma’shumah as memiliki tiga shahn:

1. Shahn Baru (Otabaki):
Shahn itu memiliki empat iwan: utara, selatan, timur dan barat. Iwan utara adalah pintu masuk Maidan Astana, iwan selatan adalah pintu masuk dari arah kiblat, iwan timur adalah pintu masuk dari jalan Eram, dan iwan barat adalah iwan astana. Setiap iwan dihiasi dengan karya-karya seni yang luar biasa indah dan dibangun dengan arsitektur khas. Shahn ini adalah karya Mirzsa Ali Asgharkhan Shadr A’dzam yang dibangun pada tahun 1295 H. yang bertepatan dengan tahun 1924 H.

2. Shahn ‘Atiq (qadim/lama):
Shahn itu terletak di sebelah utara Raudhah Mubarakah, shahn pertama yang telah dibangun untuk makam suci tersebut. Shahn tersebut memiliki empat iwan indah. Iwan indah di sebelah selatan adalah iwan emas (pintu masuk ke Raudhah Muthaharah), iwan utara adalah pintu masuk ke Faidhiah, iwan barat adalah pintu masuk ke Masjid A’dham, sedang iwan timur adalah pintu masuk dari Shahn ‘Atiq ke Shahn Baru.
Iwan ini dan iwan-iwan di sebelahnya dibangun oleh Syah Bigi, istri Syah Ismail Shafawi pada tahun 925 H, yang kemudian pada tahun 1998 dilakukan perbaikan dan renovasi.

3. Shahn Shahibuz Zaman:
Shahn itu dengan segala keindahannya itu memiliki luas sekitar 8.000 meter persegi dengan empat pintu masuk dari setiap arah: pintu masuk timur Syabestan Imam Khumaini, pintu masuk barat Jembatan Ahanci, pintu masuk Timur Bast Masjid A’dham, pintu masuk selatan Jalan Baru. Dinding-dinding shahn itu dihias dengan ukiran-ukiran kaligrafi Qur’an yang sangat indah.


Finial 

1. Finial-finial iwan emas:
Di setiap dua arah iwan di Shahn Atiq, terdapat finial-finial yang terselubung dengan ukiran ubin berbentuk melilit setinggi 17.40 meter dengan diameter 1.50 meter. Di situ dituliskan nama-nama suci Allah, Muhammad, dan Ali dengan kaligrafi Kufi, dan diatasnya tertulis: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatnya bershalawat kepada nabi…”
Menara-menara adzan di situ dihias dengan emas oleh Muhammad Husain Khan Syahsun Shahabul Muluk pada tahun 1285 H.
Pada tahun 1385 H dilakukan perbaikan dan renovasi lain terhadap finial-finial tersebut, dan akhirnya semua finial dilapisi dengan emas.

2. Finial-finial iwan kaca:
Di atas tiap kaki iwan dibangun menara adzan, yang merupakan bagian tertinggi bangunan astana.
Ketinggian finial tersebut dari atas atap iwan sekitar 28 meter, dan ketinggiannya dari atas permukaan shahn sekitar 42.80 meter. Di atas menara adzan terdapat ukiran-ukiran selebar satu meter yang bertuliskan “Laa haula wa laa quwwata illa billahil aliyyil ‘adzim” dan “Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallah.”
Kedua menara adzan tersebut dihias dengan ukiran ubin yang di setiap ukirannya terdapat nama-nama Allah swt.
Pembangunnya adalah Amin Sultan dan arsiteknya adalah Ustad Hasan Mi’mar Qumi. Hiasan ukiran ubinnya telah direnovasi pasca revolusi Islam Iran.

3. Finial-finial shahn besar:
Terletak di shahn besar (shahn baru atau shahn otabak) di hadapan iwan kaca. Dihiasi dengan ukiran ubin persegi delapan yang ditulisi dengan nama-nama suci Allah, Muhammad dan Ali dari atas ke bawah sebanyak empat kali.

(Hauzah-Maya/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Pendekorasian Haram Suci (Makam) Abul Fadhl Abbas (As)


Seperti tahun-tahun sebelumnya, Haram suci (Makam) Abul Fadhl Abbas (As) didekorasi bersamaan dengan tibanya bulan Sya’ban dan bertepatan dengan hari-hari besar Sya’baniyyah.

Menurut laporan IQNA, seperti dikutip dari Al-Kafeel, makam suci Abul Fadhl Abbas (As) sebagaimana tahun-tahun sebelumnya didekorasi bersamaan dengan tibanya bulan Sya’ban nan agung yang penuh fadhilah ini. Dalam hal ini, divisi penanggung jawab menghiasi bunga dan memasang placard bertuliskan ucapan selamat di halaman dan serambi haram suci tersebut.

Demikian juga, pintu keluar masuk haram suci dihiasi dengan lampu warna warni dan dengan kain bertuliskan ucapan selamat atas kelahiran Imam Husein, Imam Sajjad dan Abul Fadhl Abbas (Semoga shalawat serta salam selalu tercurah bagi mereka).

Haramain Huseini dan Abbasi di permulaan hari pertama bulan Sya’ban juga menyaksikan kehadiran para peziarah dan kaum mukmin yang datang ke haramain tersebut untuk menunaikan acara doa dan ziarah pada hari penuh fadhilah ini.

Dari sisi lain, makam suci Abul Fadhl Abbas (As) juga mengabarkan kesiapan penuhnya untuk melaksanakan festival internasional Rabi’ al-Syahadah ke-12. Festival ini dimulai Selasa (1-/5), dengan slogan "Imam Husein (As); Lentera kebebasan dan Syahadah”.

Disebutkan, festival internasional Rabi’ al-Syahadan diselenggarakan setiap tahun dan bertepatan dengan kelahiran Imam Husein, Imam Ali Zainal Abidil dan Abul Fadhl Abbas (As) di Karbala al-Mualla.

Festival ini termasuk salah satu festival, konferensi agama dan kebudayaan, dimana Haramain Huseini dan Abbasi menyelenggarakannya dengan tujuan meningkatkan taraf kebudayaan agama dan intelektual masyarakat dan dalam bentuk penjelasan karya dan hasil kebangkitan Huseini, yang dengan berlalunya 14 abad masih tetap menjadi pembimbing manusia dalam melawan kezaliman dan penindasan.






(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Tentang di manakah makam kepala Imam Husain


Tanya: Dimanakah kepala suci Imam Husain as. dimakamkan?

Jawab: Dalam sumber-sumber sejarah, baik dari kelompok Syi’ah maupun Sunni, ada banyak pendapat mengenai dimana kepala suci Imam Husain as. dan juga kepala-kepala suci para syuhada yang lain dimakamkan. Terlepas dari siapapun pendapat-pendapat itu, harus kita teliti dahulu sebelum menerimanya; sampai saat ini yang diyakini kebanyakan pengikut mazhab Ahlul Bait as. adalah dimakamkannya kepala suci Imam Husain as. bersama jasadnya di Karbala selam beberapa lama.

Berikut ini adalah pendapat-pendapat mengenai di mana kepala suci beliau dimakamkan:


Di Karbala

Pendapat mengenai dimakamkannya kepala suci Imam Husain as. di Karbala adalah pendapat masyhur di kalangan Syi’ah, sebagaimana Allamah Majlisi telah mengisyaratkan hal itu.[1]

Berdasarkan perkataan putri Imam Zainal Abidin as. dan saudari Imam Husain as., Syaikh Shaduq menceritakan bahwa di Karbala itu jugalah kepala dan jasad Imam Husain as. disatukan kembali.[2] Akan tetapi mengenai bagaimana kepala dan jasad beliau disatukan, juga banyak pendapat yang berbeda-beda.

Sebagian ulama seperti Sayid Ibnu Thawus menerangkan bahwa disatukannya kepala dan jasad suci Imam Husain as. adalah perkara Ilahi. Yakni Allah dengan kudrat-Nya yang telah melakukannya. Setelah memberikan penjelasan ini, beliau mencegah kita untuk bertanya-tanya lagi tentang masalah tersebut.[3]

Sebagian yang lainnya berpendapat bahwa Imam Zainal Abidin as. kembali lagi ke Karbala empat puluh hari setelah Asyura,[4] atau di hari lain selain hari itu, kemudian menguburkan kepala Imam Husain as. di dekat makam jasad beliau.[5]

Apakah kepala dan jasad beliau benar-benar menyatu kembali seperti semula ataukah hanya dimakamkan berdekatan dengan badan beliau, mengenai masalah ini tidak ada penjelasan yang detil. Sayid Ibnu Thawus juga mencegah kita untuk mencari tahu akan hal itu.[6]

Sebagian kelompok yang lain mengatakan bahwa saat Yazid memerintah, kepala suci Imam Husain as. setelah dipisahkan dari jasadnya digantungkan di pintu gerbang Damaskus selama tiga hari. Setelah itu kepala beliau diturunkan dan disimpan dalam peti penyimpan harta milik pemerintah dan kepala suci tersebut tetap di situ sampai zaman pemerintahan Sulaiman bin Abdul Malik. Kemudian pada suatu hari Sulaiman bin Abdul Malik mengeluarkannya dari situ lalu mengkafaninya dan menguburkannya di pemakaman Muslimin Damaskus. Setelah itu, pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (99-101 H.) kepala beliau dikeluarkan dari kuburnya dan tidak diketahui apa yang telah dilakukan terhadapnya waktu itu. Tapi jika kita teringat bahwa Umar bin Abdul Aziz terkenal sebagai orang yang dikenal umum sebagai pemimpin yang menjalankan syariat secara baik, maka kemungkinan kepala beliau dipindahkan ke Karbala dan dimakamkan di sana.[7]

Perlu kita ketahui bersama bahwa beberapa ulama Ahlu Sunah seperti Syabrawi, Syablanji dan Ibnu Huwaizi kurang lebih juga mempercayai bahwa kepala suci beliau dimakamkan di Karbala.[8]

 
Di Najaf Al Asyraf di sisi makam Imam Ali as.

Jika kita menelaah sebagian karya Allamah Majlisi dan meneliti berbagai riwayat yang lain, kita dapat menyimpulkan bahwa kepala suci Imam Husain as. telah dimakamkan di Najaf di sisi makam Imam Ali as.[9]

Adanya riwayat yang menceritakan bahwa setelah Imam Shadiq as. dan anak beliau yang bernama Ismail melakukan shalat di samping makam Imam Ali as. lalu mereka mengucapkan salam kepada Imam Husain as. menunjukkan kemungkinan dimakamkannya kepala beliau di situ.[10]

Ada banyak riwayat-riwayat lainnya yang juga menguatkan kemungkinan ini. Misalnya dalam kitab-kitab Syi’ah sendiri pun terdapat beberapa doa ziarah untuk Imam Husain as. yang dibaca ketika kita berada di sisi makam Imam Ali as.[11]

Adapun mengenai bagaimana bisa kepala suci beliau sampai ke tempat ini? Diriwayatkan dari Imam Shadiq as. bahwa kepala beliau dicuri oleh salah seorang pecinta Ahlul Bait as. dari kaki tangan pemerintah Syam lalu membawanya ke makam Imam Ali as.[12] Tapi riwayat ini dapat dipertanyakan kembali karena sesungguhnya makam Imam Ali as. sebelum masa ke-Imaman Imam Shadiq as. belum diketahui semua orang keberadaannya.

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa setelah beberapa lama kepala tersebut berada di Damaskus, beberapa saat kemudian dikembalikan kepada Ibnu Ziyad. Karena Ibnu Ziyad takut akan kemarahan masyarakat di sekitarnya, maka ia memerintahkan anak buahnya untuk membawa kepala suci beliau keluar dari kota Kufah dan menguburkannya di sisi makam Imam Ali as.[13] Akan tetapi riwayat ini juga harus dipertanyakan kembali kebenarannya sebagaimana riwayat sebelumnya.
Di Kufah

Sibth bin Jauzi yang berpendapat bahwa kepala suci Imam Husain as. dimakamkan di Kufah. Ia berkata, “‘Amr bin Harits Makhzumi mengambilnya dari Ibnu Ziyad. Lalu setelah memandikan, mengkafani dan memberinya wewangian, ia menguburnya tepat di rumahnya.”[14]


Di Madinah

Ibnu Sa’ad penulis Thabaqatul Kubra menerima pendapat ini dan berkata demikian, “Yazid mengirimkan kepala tersebut kepada ‘Amr bin Sa’id, pejabat Madinah. Kemudian setelah ia mengkafaninya, kepala tersebut dimakamkan di pemakaman Baqi’ di dekat makam ibunya Fathimah Zahra as.” [15]

Pendapat ini memiliki banyak pendukung di kalangan ulama Ahlu Sunah seperti Khwarazmi dalam Maqtalul Husain dan Ibnu Imad Hanbali dalam Syadzaratud Dzahab.[16]

Pendapat yang satu ini dapat ditentang dengan kenyataan tidak diketahuinya makam putri Rasulullah saw. Bagaimana bisa dimakamkan di dekat makam Fathimah Zahra as. sedangkan makam beliau sendiri tidak dketahui?


Di Syam

Mungkin dapat dikatakan bahwa kebanyakan riwayat Ahlu Sunah menjelaskan bahwa kepala suci beliau dimakamkan di Syam. Tapi kemungkinan ini sendiri masih diperdebatkan oleh mereka dan di bawah kemungkinan ini akan muncul berbagai kemungkinan lainnya. Ada yang mengatakan bahwa kepala tersebut dimakamkan di sebuah kebun di pinggir Masjid Jami’ Umawi; ada yang mengatakan di Darul Imarah; ada yang mengatakan di pemakaman Damaskus; ada juga yang mengatakan di dekat gerbang Tuma kepala suci tersebut dimakamkan.[17]


Di Ruqqah

Ruqqah adalah sebuah kota kecil di dekat sungai Furat. Disebutkan bahwa Yazid mengirimkan kepala itu untuk keluarga Abi Muhith (sanak saudara Utsman bin Affan yang saat itu tinggal di sana) lalu mereka menguburkannya di sebuah rumah dan lambat laun rumah tersebut dirubah menjadi masjid.[18]
Di Kairo, Mesir

Ditukil bahwa kekhalifahan Fathimi yang bermazhab Syi’ah Ismailiyah dan memerintah di Mesir sejak paruh kedua abad ke empat hingga paruh kedua abad ke tujuh telah mengambil kepala suci tersebut dari pintu gerbang Faradis di Syam dan dipindahkan ke Asqalan kemudian ke Kairo; lalu mereka membangun makam terkenal bernama Tajul Husain di sana pada abad ke enam.[19]

Muqrizi menyebutkan bahwa dipindahkannya kepala Imam Husain as. dari Asqalan menuju Kairo tepatnya adalah pada tahun 548 H. Disebutkan pula bahwa saat itu darah kepala suci tersebut terlihat masih segar dan tidak pernah mengering serta selalu beraroma wangi sewangi misik.[20] Allamah Sayid Muhsin Amin Amili (termasuk ulama penting Syi’ah) setelah menceritakan dipindahkannya kepala Al Husain as. dari Asqalan menuju Mesir berkata, “Di tempat dimakamkannya kepala tersebut dibangun kubah besar dan di dikatnya juga dibangun sebuah masjid. Pada tahun 1321 H.M. aku pernah berziarah ke sana. Di sana aku melihat banyak peziarah yang khusyuk membaca doa baik lelaki maupun perempuan.” Kemudian ia melanjutkan, “Tidak diragukan bahwa sebuah kepala seorang syahid memang telah dipindahkan dari Asqalan menuju Mesir. Akan tetapi tetap ada keraguan apakah kepala itu milik Imam Husain as. atau orang lain.”[21]

Allamah Majlisi juga menyinggung adanya sekelompok orang dari Mesir yang mengaku di negerinya terdapat sebuah kubah besar dan dikenal dengan Masyhadul Karim.[22]

Referensi:
[1] Biharul Anwar, jilid 45, halaman 45.
[2] Ibid, jilid 45, halaman 140, menukil dari Amali, Shaduq, halaman 231.
[3] Sayid Ibnu Thawus, Iqbalul Amaal, halaman 588.
[4] Syahid Qadhi Thabathabai, Tahqiq dar bare e avalin e arbain e hazrat e sayidussyuhada, jilid 3, halaman 304.
[5] Luhuf, halaman 232. Tapi dalam kitab ini nama Imam Sajjad as. tidak disebutkan dengan jelas.
[6] Iqbalul Amaal, halaman 588.
[7] Amini, Muhammad Amin, Ma’a Rikabil Husaini, jilid 6 halaman 324, menukil dari Maqtalul Khawarazmi, jilid 2, halaman 75.
[8] Ibid, halaman 324 dan 325.
[9] Biharul Anwar, jilid 45, halaman 45.
[10] Ibid, jilid 45, halaman 178, menukil dari Kamiluz Ziyarat, halaman 34 dan Al Kafi, jilid 4, halaman 571.
[11] Ibid, halaman 175; rujuk pula Ma’a Rikabil Husaini, jilid 6, halaman 325-328.
[12] Biharul Anwar, jilid 45, halamn 145.
[13] Ibid, halaman 178.
[14] Tadzkiratul Khawas, halaman 259, menukil dari Ma’a Rikabil Husaini, jilid 6, halaman 325-328.
[15] Ibnu Sa’ad, Thabaqat, jilid 5, halaman 112.
[16] Ma’a Rikabil Husaini, jilid 6, halaman 330 dan 331.
[17] Ma’a Rikabil Husaini, jilid 6, halaman 331-335.
[18] Ibid, halaman334, menukil dari Tadzkiratul Khawas, halaman 265.
[19] Al Bidayahh wa An Nihayah, jilid 8, halaman 205.
[20] Ma’a Rikabil Husaini, jilid 6, halaman 337.
[21] Amin Amili, Sasyid Muhsin, Lawaijul Asyjan fi Maqtalil Husain, halaman 250.
[22] Biharul Anwar, jilid 45, halaman 144.

(Hauzah-Maya/ABNS)

Makam Suci Imam Ali di Kota Najaf


Makam Suci yang Tersembunyi

Imam Ali as pada tanggal 19 Ramadhan tahun 40 H tepatnya di masjid besar Kufah terluka dengan pedang Abdurahman bin Muljam Muradi yang menyebabkan kesyahidan beliau pada malam jumat tanggal 21 Ramadhan tahun tersebut. Tersembunyinya makam Imam Ali as sesuai dengan wasiat yang ditinggalkan dan tidak ada seorangpun yang mengetahui letak makam kecuali Para Imam keturunan beliau dan sedikit dari pengikut setia keluarga Nabi ini.

Sayid bin Thawus dalam kitabnya Farhat al-Ghari (hal 17-129) dan Syeikh Ja’far Ali Mahbubah dalam kitabnya Madhi an-Najaf (jilid 1/ hal 37-95) melampirkan perihal tersembunyinya makam Imam Ali as. Sayyid bin Thawus dalam bukunya menuliskan, “Jasad suci Imam Ali as diiring keluar pada malam hari oleh Imam Hasan dan Imam Husein as serta Muhammad Hanafiah, Abdullah bin Ja’far juga sebagian dari keluarga Imam as. Mereka mengubur jasad suci tersebut di belakang kota Kufah. Ketika ditanya perihal kenapa mereka menyembunyikan makam tersebut. Imam as menjawab, kami khawatir kelompok Khawarij akan menggali dan membongkar kubur tersebut”.

Seiring dengan bergulingnya pemerintahan rezim Bani Umayah dan kehancuran kelompok Khawarij di abad ke dua Hijriah sezaman dengan masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, letak makam Imam Ali bin Abi Thalib as pun menjadi jelas bagi seluruh masyarakat, ia terletak di kota Najaf - Irak.


Pembangunan Pertama Makam

Pemakaman ini dibangun oleh Harun ar-Rasyid kira-kira pada tahun 175 H. Dan menurut penukilan dari kitab Arsyad al-Qulub milik Dailami, bangunan ini memiliki empat pintu yang pusaranya terbuat dari batu putih serta kubahnya terbuat dari tanah merah yang diatasnya diberikan tanda hijau.


Pembangunan kedua

Pemakaman ini dibangun setelah Dai ash-Shaghir salah satu dari cucu Zaid bin Ali Zainal Abidin as berhasil sampai pada kekuasaan di Thabristan, bangunan kedua ini adalah permulaan puncak kemegahan dari pemakaman suci ini yang memiliki tujuh puluh atap cekung yang sangat indah. Ibnu Abi al-Hadid dalam kitabnya Syarh Nahjul Balaghah (jilid 2/ hal 45-46) sedikit mengisyaratkan tentang kemegahan kubah bangunan ini.


Pembangunan Ketiga

Pemakaman ini dibangun oleh Adhud ad-Daulah Dailami, yang rampung pada tahun 327 H, dimana tahun tersebut merupakan tahun wafatnya Adhud ad-Daulah Dailami. Dia dikubur di kamar tempat khusus yang berada di area bangunan pemakaman ini sesuai dengan wasiat yang ditinggalkannya, dan saat ini kamar tersebut dikenal dengan pekuburan kerajaan Ali Buyah. Dailami merupakan orang pertama yang dimakamkan di kawasan pemakaman Imam Ali as.

Dailami membangun pemakaman ini dengan sangat megah, seluruh anggota kerajaan dan para menteri berkerja sama dalam pemugarannya. Selain membangun kawasan pemakaman Imam Ali as, Dailami pun membangun kota Najaf yang dimulai dengan pembangunan rumah-rumah, kamar mandi umum, pelbagai pasar dan mengajak masyarakat Syi’ah untuk menetap di kota tersebut. Ia juga menentukan beberapa devisi untuk mengabdi di makam serta mewakafkan sebagian besar hartanya guna kepentingan makam.

Ibn Bathuthah yang masuk ke kota Najaf pada tahun 727 H pada catatan perjalannya menuliskan:
“Ketika masuk lewat pintu makam Imam Ali as terdapat sekolah besar dimana para pelajar agama dan para sufi Syi’ah menetap di sana. Sekolah ini senantiasa melayani dan menjamu setiap tamu selama tiga hari. Setiap harinya pengurus sekolah dua kali menyuguhkan makanan yang terdiri dari roti, daging dan kurma kepada para tamu. Ketika masuk lewat pintu al-Qubah terdapat para penjaga pintu, pembersih dan pengawas yang melayani setiap penziarah. Saat ada penziarah datang -sesuai dengan kedudukan masing-masing penziarah-, seluruh atau salah satu dari mereka bangkit untuk menyambut dan menemaninya hingga masuk di kawasan pemakaman Imam Ali as, membacakan untuknya doa izin masuk dan membimbingnya untuk mencium pintu masuk makam Imam Ali as.

Ruang dalam makam terdapat pelbagai permadani, kain yang terbuat dari sutra, lampu hias dan lampu gantung yang terbuat dari emas atau perak yang tergantung di setiap sisi ruangan. Tepat di pusat bangunan, terdapat sebuah teras persegi yang diatasnya terletak sebuah pusara dari yang terbuat kayu dan bagian atasnya dilapisi dengan lempengan emas yang terukir cermat, indah dan penuh dengan kesempurnaan seni. Ia melekat dengan paku-paku yang terbuat dari emas dan perak, sehingga lapisan atas dari pusara tersebut tidak nampak.

Tinggi teras tidak melebihi ukuran badan manusia dan di dalamnya terdapat tiga pusara yang menurut masyarakat ialah pusara Nabi Adam as, pusara Nabi Nuh as dan pusara Imam Ali as. Di antara ketiga pusara tersebut terdapat wadah-wadah yang berisi pelbagai jenis air bunga, minyak misik dan minyak wangi lainnya yang biasanya diambil berkah oleh para penziarah dengan menyentuhnya atau mengusapkannya ke bagian kepala dan muka mereka.

Di sisi lain dari ruangan pemakaman Imam as terdapat pusara perak yang di atasnya dilapisi dengan tirai sutra berwarna yang letaknya tepat berhadapan dengan masjid. Bangunan masjid memiliki empat pintu yang di setiap pintunya terdapat ruangan pusara-pusara perak yang dihiasi dengan tirai-tirai sutra. Ruang dalam masjid juga dihiasi dengan pelbagai permadani-permadani terbaik yang terbentang di atas lantai, demikian pula tirai-tirai sutra indah menutupi sebagian dari tembok-tembok dan atap masjid.”


Api Melalap Bangunan Makam

Pada tahun 755 H terjadi kebakaran yang melalap sebagian dari area pemakaman Imam Ali as, khususnya pada bagian yang dindingnya terbuat dari kayu jati dan dihiasi dengan kerajinan cermin dan ukiran yang sangat indah. Api melahap hampir semua permadani-permadani dan tirai-tirai sutra yang ada dalam pemakaman.

Syeikh Kamaluddin Abdul Rahman Utaiqi Hilli Najafi yang menyaksikan kejadian itu, dalam kitab terakhirnya Syarh al-Fushul al-Ilaqiyah, -tanpa menyebutkan kerugian yang diderita akibat kebakaran tersebut- mengatakan bahwa kitabnya selesai ditulis pada bulan Muharram tahun 755 H, yaitu tahun terjadinya kebakaran di lokasi makam Imam Ali as. Ia menambahkan bahwa makam Imam Ali as telah dibangun ulang pada tahun 760 H.

Ibn Anbah penulis kitab Umdah at-Thalib (812 H), lebih jelas mengabarkan kerugian yang diderita akibat kebakaran yang melanda pemakaman Imam as. Ia mengatakan bahwa sebagian dari kawasan pemakaman termasuk makam raja Ali Buyah selamat dari bencana tersebut. Perpustakaan pemakaman yang menjadi pusat perhatian ulama-ulama Syi’ah -setelah hijrahnya Syeikh Thusi ke Najaf- dan tempat pewakafan sejumlah besar naskah asli yang merupakan hadiah para penulis, habis terlalap api dalam kejadian tersebut. Al-Quran tulisan tangan Imam Ali as yang tersusun dalam tiga jilid besar dan ditulis di atas kulit rusa adalah salah satu hasil karya sejarah yang ikut hangus terlalap api, hanya satu jilid darinya yang selamat, sisi-sisinya terbakar tetapi tulisannya tetap utuh.


Pembangunan Keempat

Tidak ada satu pun ahli sejarah yang menisbahkan perombakan ulang makam Imam Ali as kepada orang tertentu setelah terjadinya kebakaran itu. Hal ini menjelaskan bahwa asli bangunan Adhud ad-Daulah tetap utuh dan selamat lahapan api, hanya sebagian dari dekorasi dan hiasan bangunan yang terbakar. Penghiasan ulang bangunan makam dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Syi’ah dan sebagian raja yang berkuasa pada masa itu. Dapat dikatakan bahwa makam Imam Ali as yang ada sekarang ini merupakan peninggalan dari kerajaan Ali Buyah sedang pelataran Syarif yang ada dalam kawasan makan ini, merupakan peninggalan dari kerajaan Shafawiyah. Kedua peninggalan sejarah ini termasuk salah satu arsitektur islam terbaik dunia.

(Taghrib/Balaghah/ABNS)

Makam “Abu Tholib”

Jannatul Mualla

Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya

Kuburan ini mempunyai nama lain di antaranya: Makbaroh Quraisy-Hijjun, Bani Hasyim dan Jannatul Ma’la, kuburan ini terletak di sebelah timur laut Mekah di persimpangan jalan masjidil Harom dan Hijjun. Gunung Hijjun disebelah kiri luar dari Mekah dengan arah Mina, sedangkan Maqom “Abu Tholib” di bawahnya. Di Syi’ib Abu Dhi’ib ada kuburan orang-orang jahiliyah. Sebagian Hijjun masuk ke Syi’ib Shofiy (Shofiyyub-Syabab) pemuda-pemuda pilihan yang dikubur di jalan menanjak yang bersambung dengan Syi’ib tersebut. Kemudian Makbaroh itu bertambah luas dan bersambung dengan gunung yang berdampingan dengan Makbaroh bani Umayah.

Diceritakan dalam sejarah bahwa Abu Musa Al-Asy’ari setelah kepergian nya dari Tahkim di Perang Siffin dia pergi dan turun di Syi’ib ini dan berkata: “Saya ini berada di dekat orang- orang yang tidak berkhianat (yakni ahli kubur)”. Beberapa sumber sejarah mengatakan bahwa makbaroh Quraisy itu berada di Hijjun dan Syi ‘ib Abu Dhi’ib dan saya tidak melihat bahwa syi’ib Abu Tholib ada di dalamnya. Oleh karena itu anggapan bahwa Makbaroh Abu Tholib adalah Syi’ib Abu Tholib itu sendiri adalah salah.

Diriwayatkan dari Nabi Saw beliau bersabda: “Di hari qiamat nanti Allah akan membangkitkan tujuh puluh ribu orang dari maqom ini dengan bentuk seperti bulan, mereka masuk surga tanpa hisab” Disekitar makam ini dibangun sebuah tembok tepatnya disebelah kiri jalan Hijjun dan akhir jembatan layang dipersimpangan mina dan ma’abidah dinding tersebut memanjang sampai ke kaki gunung makam ini dibagi menjadi dua sisi, sisi pertama adalah kuburan nenek moyang nabi dengan Bani Hasyim, yang terletak di antara makam dan lembah, dan kaki gunung dengan bangunan yang mengelilinginya dari 3 arah, sementara arah yang keempat terbuka, menghadap kearah Masjidil Haram, sedang sisi yang kedua terletak diselatan.

Makam ini dipisah dengan pemisah yang terbuat dari besi. Sebelum pemerintahan wahabi, kuburan nenek moyang nabi ini mempunyai kubah dan bangunan di atasnya, sebagaimana yang disebut penulis-penulis sejarah dan para penziarah tempat ini, antara lain bangunan dan tempat yang menandai kuburan tempat bersemayamnya Sayyidah Khadijah a.s., Abu Thalib, Abdu Manaf, Abdul Muthalib dan Hasyim, lalu bangunan ini dihancurkan oleh pemerintahan saudi.


Yang dikubur di makam Abu Thalib

1. Qushay bin kilab

Qushay bin Kilab bin Manaf bin Ka’ab bin Gholib bin Fihr, bin Nadhir bin Kinanah adalah kakek nabi yang teratas, ibunya bernama Fatimah binti Suad bin Sail. Beliau mempunyai 4 anak laki-laki dan 2 Anak perempuan yaitu Abu Manaf, Abdul Dar, Abdul Uzza, Abdu Qushay, Takhmur dan Birroh mereka kesemuanya dikubur di makam ini. Qushay diberi laqab Abul Mugharaf atau Mujamma’. Qushay datang ke Mekah diwaktu Ka’bah berada ditangan Qudhoah yang dapat mengalahkan orang- orang Jurhum, tidak lama kemudian, maka Ka’bah berpindah ketangan Qushay. Dialah orang yang pertama kali mengharumkan nama Qushay dan dia pula orang yang pertama kali dikubur ditempat itu kemudian diikuti oleh kabilah-kabilah yang lainnya.


2. Abdul Muthalib bin Hasyim

Dia adalah anak Hasyim bin Hasyim bin Hasyim bin Manaf bin Qushoy bin Kilab, sedang ibunya bernama Salma bin Amer bin Zaid, dan mempunyai 12 anak laki- laki dan 6 perempuan, mereka itu adalah Abbas, Hamzah, Abu Thalib, Abdul Manaf, Zubair, Harits, Hijl, Muqowwin, Dhirroh, Abu Lahab, Abdul Uzza, Qahdaq dan Qatm, Syofiyah (ibu Zubair bin Awam), Atikah, Umamah (ibu Zaenab binti Jahsy), Burroh (ibu Abu Salamah Al-Mazumi), Umu Hakim dan Arwa. Nama asli Abdul Muthalib adalah Syaebatul Hamd, panggilannya Abul Harits, dinamai Abdul Muthalib, karena seringnya dia menemani pamannya yang bernama Muthalib pergi dari Madinah ke Mekah. Setelah pamannya meninggal dunia, dialah yang mengurus Ka’bah dan dialah orang yang menggali sumur Zam-zam dan yang mengajak orang-orang menyembah Allah dan meninggalkan penyembah berhala. Riwayat mengatakan bahwa Abdul Muthalib adalah orang yang pertama berdiam diri di Gua Hiro, dia selalu memberi makan orang fakir sepanjang bulan. Kuburannya disamping kuburan Abu Thalib dan ke arah utara terdapat kuburan Aminah binti Wahab. Di tahun 1325 H kuburan ini direnovasi oleh amir Mekah akan tetapi kemudian dihancurkan di zaman saudi.


3. Abu Thalib bin Abdul Muthalib

Dia adalah anak Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf dan mempunyai anak yang bernama Ali, Aqil, Umu Hani’ dan Jumanah. Dia adalah orang yang selalu melindungi Nabi saw dari ancaman orang-orang Quraisy ketika berdakwah memikul beban berat karena pemboikotan orang-orang Quraisy terhadap Bani Hasyim dan tergiur dengan iming-iming mereka berupa dunia untuk menyerahkan nabi sebagai gantinya. Berkenaan dengan keimanan dan keislaman beliau, menurut para ulama yang mengambil hadis dari ahlulbayt dan sebagian ulama ahlu sunnah adalah suatu hal yang jelas, bahwa beliau adalah orang yang beriman. Beliau wafat pada tahun 10 Hijriyah, sehingga nabi merasa kehilangan orang yang membantu da’wahnya yang akhirnya secara otomatis gangguan orang-orang Quraisy terhadapnya bertambah kuat, dia dikubur sebelah ayahnya Abdul Muthalib, kemudian makam ini dikenal dengan nama Abu Thalib. Di atas kedua kuburan itu terdapat sebuah kubah yang bangunannya telah direnovasi pada tahun 1325 H. Lalu diawal pemerintahan wahabi dan Saudi bangunan itu diratakan dengan tanah.


4. Khadijah a.s.

Makam Khadijah, di pemakaman Jannatul Mualla , sebelum dihancurkan Saudi

Dia adalah Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab, istri nabi saw, wanita pertama yang beriman dan masuk Islam yang selalu mengorbankan harta bendanya untuk menolong Islam. Dan ketika beliau (Khadijah) masih hidup, Nabi tidak pernah mengawini perempuan lain, dia sangat dicintai dan diutamakan oleh nabi dari istri-istri yang lain, nabi selalu menyebut-nyebut namanya setelah meninggalnya.

Beliau Saw bersabda “Wanita yang paling mulia didalam surga adalah Khadijah.” Di dalam suatu riwayat yang diriwayatkan Aisyah, dia berkata: “Suatu hari aku cemburu, lalu aku berkata kepada nabi: Ya Rasulallah, bukankah dia (Khadijah) hanyalah wanita tua, dan Allah telah memberi anda ganti yang lebih baik? Dia berkata: “Lalu nabi marah sampai bergetar rambut depannya dan bersabda: “Demi Allah tidak menggantinya yang lebih baik dari dia, dia beriman kepadaku, ketika orang lain tidak mempercayaiku, dia yang mempercayaiku ketika orang- orang membohongiku, dialah yang memberi pertolo- ngan berupa hartanya ketika yang lain tidak, dan dari dialah aku diberi Allah karunia anak, tidak dari istri- istriku yang lain”. (Tadkiratul khowas.)

Suatu hari Nabi saw didatangi malaikat Jibril lalu berkata: “Hai Muhammad, Khadijah telah datang padamu, maka ucapkanlah salam dari tuhannya, dan berilah kabar gembira, dengan rumah di surga”

Dari Aisyah dia berkata: “Saya tidak pernah cemburu kepada istri nabi seperti halnya kepada Khadijah. Padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Rasulullah selalu menyebutnya, dan kadang-kadang nabi menyembelih kambing lalu memberikan sebagian kepada teman-teman Khadijah yang masih ada, seakan tidak ada wanita di dunia selain Khadijah. Dia saw berkata: “Dia yang memberi keturunan yang baik”.

Ala kulli Hal, malam berganti siang, sedang cahanya selalu menerangi langkahnya dari rumah menuju gua Hiro’ gua yang ada disebuah gunung yang jarang dilalui oleh banyak laki-laki, dia yang selalu menghibur nabi selama 3 tahun ditempat karantina, bersama Bani Hasyim, memilih lapar bersama Nabi sekalipun hartanya berlimpah ruah.

Beliau wafat 3 tahun sebelum hijrah dan dikubur oleh nabi di makam Hajjun, di atas kuburannya dibangun sebuah kubah oleh Muhammad bin Sulaiman tahun 905 H. Di zaman Sulaiman Al-Qonum, Al-Malik, Al- Utsmani, diatas kuburnya ada tabu yang terbuat dari kayu.

Disampingnya terdapat 16 kuburan orang mulia, kuburan beliau direnovasi kembali pada tahun 1298 H kecuali kuba dan bangunan di atasnya, yang kemudian dihancurkan seperti kuburan yang lain, letaknya diujung makam, dekat dengan kuburan Abu Thalib dan Abdul Muthalib.


5. Qosim bin Muhammad

Dia adalah anak pertama Nabi dengan Khadijah, yang meninggal lebih dahulu dari pada saudara- saudaranya, dan dikubur oleh Nabi disamping ibunya selain itu ada beberapa orang yang dikubur di makam tersebut.[]

(Mahdi-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Terkait Berita: