Makam Imam Ali al-Ridha as, imam kedelapan, di kota Mashhad, selalu menjamu jutaan peziarah dari berbagai penjuru dunia. Ini adalah tempat yang sungguh memikat. Lantunan ayat-ayat al-Quran, ratapan doa, dan suara para khatib, semakin menambah nuansa spriritualitas di makam suci ini. Seakan suara terbangnya para malaikat dapat terdengar di sana.
Para peziarah yang datang dari berbagai negara dan dengan berbagai bahasa, mereka sama sekali tidak merasakan keasingan di makam suci tersebut. Setiap orang, dengan cara mereka masing-masing mengungkapkan kerinduan dan kecintaan mereka. Tampak ada sebagian yang tengah menunaikan shalat dan ada yang membaca al-Quran. Sebagian lain dengan penuh kecintaan dan kerinduan, berziarah dan menitikkan air mata. Ada pula yang berjalan-jalan di kompleks sekitar makam tersebut dan tengah menikmati kemegahan dan meresapi nuansa spiritualitas di makam Imam Ridha as.
Wajah para peziarah yang menyembunyikan kesedihan mendalam itu, setelah berziarah, tampak berseri-seri penuh harapan dan keceriaan. Untuk menyembuhkan luka-luka batin, mereka melangkah menuju sosok suci yang menjadi perantara Sang Penyembuh tanpa syarat dan Maha Kuasa. Pada peziarah menjalin ikatan afeksi yang kuat dengan Imam Ridha as.
Ziarah merupakan sebuah upaya untuk memenuhi tuntutan manusia. Ziarah juga dapat menjadi sarana berkumpulnya manusia dengan berbagai macam pemikiran, tuntutan, dan dari berbagai tingkat sosial di sebuah tempat, yang mereka semua memiliki ikatan mendalam secara afeksi, psikologis, dan sosial. Pada kondisi tersebut, sejauh mungkin peziarah memisahkan diri dari tuntutan materi dan masalah pribadinya, maka tuntutan spiritualnya akan semakin melambung. Dengan kata lain menurut Abraham Harold Maslow, seorang psikolog humanis Amerika Serikat, “Tuntutan tingkat tinggi adalah tuntutan untuk mengembangkan wujud yang mampu menciptakan karya seni terindah.”
Dewasa ini, para psikolog mengakui bahwa ziarah dan berada di tempat-tempat suci akan memberikan dampak yang sangat besar dalam menjaga kesehatan jiwa dan dalam menyelesaikan ganjalan-ganjalan dalam perilaku. Tempat ziarah merupakan sebuah lingkungan yang aman bagi jiwa. Seperti ketika seseorang berziarah ke makam suci Rasulullah Saww dan Ahlul Baitnya, ia akan merasakan ketenangan batin dan ketenteraman yang luar biasa. Karena mereka tahu, mereka datang menghampiri manusia-manusia yang setiap ucapan mereka akan didengar, yang memiliki kekuatan shafaat, dan mengetahui berbagai rahasia. Kondisi seperti ini juga akan membuat seseorang merasa tenang, dan bahkan baik untuk memperbaiki kejanggalan dalam perilaku.
Dilakukan riset penelitian terhadap 38 pelajar putri berusia 15-17 tahun di kota Mashhad yang terjangkit stress. Setelah menjalani tes tekanan darah, mereka diberi kesempatan selama 45 menit untuk berziarah ke makam Imam Ali al-Ridha as. Setelah berziarah, tekanan darah mereka kembali dites. Dari hasil tes itu menunjukkan bahwa tekanan darah mereka turun sebelum mereka berziarah. Mereka menyatakan mendapat ketenangan batin tersendiri setelah berziarah.
Carl Rogers, seorang psikolog Amerika Serikat menilai kejujuran, solidaritas, dan cinta, sebagai tiga pokok dalam proses penyembuhan gangguan psikologis. Pada masa konsultasi, ketika pasien merasa bahwa sang dokter memahami masalahnya dan menunjukkan kepedulian, serta jujur dan sepenuh hati ketika memberikan anjuran, maka proses penyembuhan atau penyelesaian masalah si pasien akan berjalan lebih cepat.
Menurut para peneliti, dalam ziarah muncul sebuah ikatan yang sangat kuat antara peziarah dan yang diziarahi. Orang-orang beragama yang berziarah kepada para imam atau ulama, mereka memiliki keyakinan bahwa orang-orang yang diziarahi itu adalah manusia-manusia yang peduli dan jujur. Bahkan terkadang banyak permasalahan afeksi dan psikologis yang muncul dalam diri manusia diakibatkan karena tidak adanya kepercayaan kepada orang lain yang dapat menjaga amanat. Itu berarti tidak ada orang yang dapat diajak berbagi. Menurut para pakar psikologi, mengutarakan masalah adalah bagian dari penyembuhan. Karena dengan demikian, seseorang akan merasa ringan karena telah melakukan apa yang disebut dengan pembersihan psikologis. Faktor lingkungan yang aman dan konsultan yang dapat dipercaya, akan mempercepat proses pembersihan psikologis tersebut.
Dalam budaya Islam, sosok yang paling dapat dipercaya adalah Rasulullah Saww dan Ahlul Baitnya. Oleh karena itu, para peziarah dapat mengeksplorasi jiwa dan psikologi mereka secara maksimal di tempat-tempat ziarah. Imam Ali al-Ridha as, dalam hadisnya menilai sosok imam sebagai bulan purnama, pelita cerah dan bintang bersinar, yang menjadi pembimbing dalam kegelapan di jalan, gurun, dan lautan. Beliau mengatakan, “Imam adalah tempat berteduh bagi hamba-hamba Allah dalam kesulitan.” Dan dalam hadis lainnya, beliau mengatakan, “Imam adalah senyawa, kawan yang penuh kasih sayang, saudara, dan ibu yang perhatian kepada anak-anaknya.”
Tidak dapat diragukan lagi bahwa jika seseorang mengenal imamnya seperti itu, maka dengan penuh keyakinan ia akan meluapkan apa saja yang terpendam di dalam hatinya. Ketenangan dan harapan itu akan semakin meningkat ketika peziarah berkeyakinan bahwa mereka yang diziarahi memiliki kekuatan untuk menyelesaikan masalah mengingat kedudukan mereka di sisi Allah Swt. Dengan demikian, si peziarah akan dengan tenang, penuh keyakinan, dan sepenuhnya meluapkan apa saja dalam hati mereka. Ketika itu terjadi, menurut para pakar, seluruh beban yang dirasakannya akan tereduksi secara gradual.
Salah satu manfaat penting ziarah kepada insan-insan suci dan para ulama, adalah pendekatan manusia dengan Allah Swt dan potensi besar melambungnya dimensi spiritualnya. Insan-insan mukmin selalu menjunjung nilai-nilai dalam dirinya dan mereka menjalani hidup sedemikian rupa sehingga nilai-nilai kemanusiaannya tidak tercemar. Ziarah pada hakikatnya merupakan termasuk dari penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Ketika seorang manusia yang penuh kekurangan, ketika berhadapan dengan sosok manusia sempurna seperti Rasulullah dan Ahlul Baitnya, maka secara otomatis ia akan memiliki keinginan dan tekad untuk menuju kesempurnaan.
Kenyataannya adalah bahwa pengaruh manusia-manusia suci selalu ada di muka bumi berkat ijin dari Allah Swt. Mereka memiliki kekuatan shafaat dan penyembuhan. Oleh karena itu, setiap orang yang berziarah kepada manusia-manusia suci, maka Allah Swt akan melimpahkan rahmat-Nya. Menurut Doktor Alexis Carl dari Perancis, “Dalam kehidupan manusia-manusia suci, ilmuwan, dan pahlawan, terdapat sebuah khazanah energi spiritual yang tidak akan pernah berakhir. Mereka bak gunung yang menjulang di antara padang rumput dan mereka menunjukkan kepada kita semua sampa di mana kita dapat mendaki dan seberapa tinggi tujuan kecenderungan manusia. Hanya orang-orang seperti itulah yang mampu memberikan siraman ruhani dan spiritualitas kepada diri kita.”
Ziarah akan mengantarkan pada kecintaan dan pengenalan, serta menjadi faktor konstruktif dalam proses pembinaan. Jelas bahwa ketika ada cinta, maka ketaatan, ibadah, dan makrifat, mengikuti sesuai dengan keridhaan Allah Swt. Menurut Sheikh Muhammad Hasan Najafi, penulis kitab Jauharul Kalam, “Termasuk kriteria ziarah adalah, si peziarah merasa lebih baik daripada sebelum berziarah.”
Abu Said Abulkheir, seorang arif terkemuka abad keempat dan kelima hijriah, bertanya kepada Abu Ali Sina, seorang filsuf Iran pada era yang sama, tentang pengaruh ziarah. Ibnu Sina menjawab, “Ketika berziarah, pikiran menjadi jernih dan mampu meningkatkan fokus yang lebih tinggi, serta akan menimbulkan kedekatan dengan Allah Swt.”. (Avvalin Daneshgah va Akharin Payambar Jilid 2, hal 37).
(Berbagai-Sumber/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)