Terbukanya potensi tinggi dan teraihnya nilai-nilai moral bergantung pada tarbiah dan pendidikan yang benar. Begitu pula tercapainya kesempurnaan Insani, tak akan tercapai kecuali dengan tarbiah. Tarbiah Islamiah adalah kunci yang membuka pintu-pintu potensi dan kesempurnaan untuk kita dan keluarga kita.
Banyak definisi yang diutarakan mengenai tarbiah. Sebagia menyatakan bahwa tarbiah adalah menyediakan sarana dan pra sarana guna merealisasikan potensi yang dimiliki oleh manusia. Sebagian lain menganggapnya sebagai tutur dan wejangan akhlak yang dapat merubah perilaku kita. Yang lainnya berpendapat tarbiah adalah menjadi “orang yang Rabbani”. Murtadha Muthahari mengatakan bahwa ta’lim dan tarbiah adalah bagaimana membentuk pribadi manusia. Dari semuanya dapat diambil garis merah bahwa ta’lim dan tarbiah adalah pendidikan cara berfikir dan berperilaku.
Langkah terbaik yang dapat ditempuh dalam tarbiah adalah yang berawal dari dalam tubuh keluarga. Sejak dahulu kala keluarga dikenal sebagai yang bertanggung jawab dalam mendidik anak-anak mereka. Anak-anak mulai mendapatkan gambaran dari dunia luar yang serba luas dari keluarga mereka. Di lingkungan keluarga lah anak-anak mengenal adat istiadat, budaya, ritual agama dan tugas-tugas mereka. Anak-anak adalah tanggungan keluarga untuk didik dengan benar. Islam pun menekankan pentingnya hak-hak anak yang dibebankan kepada keluarga. Hak-hak para anak termasuk memenuhi kebutuhan dan menyampaikan mereka kepada kesejahteraan dunia dan kebahagiaan di akherat; yang mana hal itu tidak akan terwujud tanpa tarbiah dan pendidikan.
Diriwayatkan: “Orang yang bahagia adalah orang yang bahagia sejak di perut ibunya dan orang yang celaka adalah orang yang sudah celaka sejak di perut ibunya.” Perut sang ibu adalah dasar kebahagiaan dan kesengsaraan anaknya. Dalam surah Al-Tahrim ayat 6 Allah swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batu.”
Diriwayatkan pula pada suatu hari Rasulullah saw sedang lewat dan melihat anak-anak yang sedang bermain. Beliau bersabda: Betapa celaka anak-anak di akhir zaman nanti yang orang tua mereka hanya memikirkan kebahagiaan duniawi anak-anak tanpa memikirkan kebahagiaan ukhrawi mereka. Mereka tidak memikirkan tarbiah yang benar untuk anak-anak mereka. Lalu beliau menambahkan: Aku tidak peduli terhadap mereka, mereka pun juga tidak peduli terhadapku.
Selain itu juga sering ditemukan riwayat yang menerangkan dampak positif anak-anak yan saleh terhadap kebahagiaan ukhrawi orang tua mereka.
Sebagai contoh, Imam Shadiq as meriwayatkan dari Rasulullah saw: Pada suatu hari nabi Isa as melewati pemakaman. Kemudian ia melihat seorang yang telah mati sedang diadzab. Setahun kemudian saat ia melewati tempat yang sama namun ia tidak lagi melihatnya disiksa. Ia bertanya kepada Tuhan ada apa gerangan. Allah Swt menjawab: “Ia memiliki seorang anak yang meratakan jalan dan menghidupi anak yatim.” (Ushul Al-Kafi 6:4). Begitu pula ada hadis dari Rasulullah saw: “Saat seoang lelaki mati maka amalnya juga terputus, kecuali tiga hal: ilmunya yang bermanfaat, sedekah yang terus berlaku dan anak saleh yang mendoakannya.” (Raudhatul Wa’idzin : 34).
Cara bagaimana anak-anak bisa mempelajari kebiasaan-kebiasaan baik adalah dengan memiliki tauladan yang layak. Sebaik-baiknya tauladan mereka adalah keluarga, dan di antara anggota keluarga, ayah dan ibu mereka yang paling berpengaruh. Meskipun semakin mereka besar mereka juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, namun pengaruh keluarga takkan pernah tergantikan, karena sejak tahun-tahun pertama kehidupannya mereka selalu bersama keluarga.
Ya, orang tua memberikan pengaruh terbesar bagi pendidikan anak-anak mereka. Selain orang tua mewariskan genetika dan sifat-sifat mereka, perilaku serta tingkah laku mereka pun dipelajari oleh anak-anak.
Secara kasat mata dapat kita lihat bahwa anak-anak khususnya di akhir tahun kedua dan juga di tahun ketiga, mereka mulai meniru perilaku orang-orang di sekitarnya. Kecintaan mereka terhadap orang tua dan karena kasih sayang dari mereka, membuat anak-anak menjadikan orang tuanya sebagai panutan. Oleh karenanya terbukti pengaruh orang tua dalam pendidikan anak-anak sangat besar sekali. Berbagai penelitian juga membuktikan bahwa sekecil apapun kerusakan sosial berawal dari penyelewengan yang terjadi dalam keluarga.
Islam menekankan proses pembelajaran dengan cara menyaksikan, yang dalam ilmu psikologi disebut dengan Observational Learning.
Masalah berikutnya adalah bahwa tarbiah Islamiah, pendidikan Islamiah, adalah program yang perlu dijalankan secara serius. Sebagaimana program-porgram pendidikan resmi anak-anak kita merupakan program yang serius, begitu juga pendidikan agama mereka. Kita harus mampu menunjukkan keindahan ajaran agamawi ini kepada mereka dan dengan sungguh-sungguh menanamkannya kepada mereka. Mengingat pengaruh budaya non-Islami yang sangat pesat dari berbagai media di tengah-tengah kita.
Jika anak-anak kita mendapatkan pendidikan yang saling bertentangan kandungannya di rumah dengan di sekolah atau lingkungan luar lainnya, bisa jadi hal itu akan menimbulkan gejolak psikis di hati mereka. Namun jika pendidikan Islami yang diberikan oleh keluarga telah tertanam dengan kokoh, maka anak-anak kita akan memiliki prinsip yang kuat dan takkan mudah goyah karena berbagai serangan budaya non-Islami di luar lingkup keluarga.
Dengan demikian, sudah menjadi tugas oran tua untuk membersihkan lingkungan rumah tangga dari berbagai sifat-sifat buruk yang tak Islami. Islam adalah agama pembawa ketentraman, jika dijalankan dan diajarkan dengan baik, orang-orang yang mempelajarinya pun pasti tertarik. Maka dari itu disarankan kepada para oran tua untuk menciptakan rasa menyenangkan pada anak-anak dalam mendidik mereka. Jika demikian mereka akan lebih melekat pada pendidikan yang kita berikan. Cinta dan kasih sayang oran tua pun sangat penting yang tidak boleh dilupakan dalam proses mendidik anak-anak.
(IRIB-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email