Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label ABNS WAWANCARA. Show all posts
Showing posts with label ABNS WAWANCARA. Show all posts

Mekanisme Pendekatan Sejumlah Media Terhadap Iran


Pemimpin redaksi bagian luar surat kabar Utusan Malaysia menjelaskan mekanisme pandangan sejumlah Malaysia terhadap Iran dan liputan berita-berita religi Qurani di sejumlah media ini.

Menurut laporan IQNA, Mahmud Mawardi, wartawan Malaysia dan pemimpin redaksi bagian luar surat kabar Utusan, dimana pekan lalu dan disela-sela penyelenggaraan pameran pers ke-23 di Mushalla Imam Khomeini (ra) menjadi tamu stan IQNA, memaparkan penjelasan-penjelasan tentang liputan media-media religi dan qurani di sejumlah media Malaysia dan opini media-media ini terhadap Iran.

Ia dengan mengisyaratkan bahwa sektiar 30 tahun aktif di kancah media mengatakan, ironisnya sebagian media Malaysia dalam penayangan berita tentang Iran terpengaruh oleh media-media barat dan merefleksikan berita-berita negatif sejumlah media Amerika dan Eropa.

Mahmud Mawardi menegaskan, terpengaruhnya sejumlah media Malaysia dari barat menyebabkan tidak terefleksikannya berita-berita mendetail dan benar tentang Iran.

Aktivis media Malaysia ini lebih lanjut meminta agar dilakukan upaya serius dan berlipat ganda untuk memperkenalkan dan mengidentivikasi secara lebih dalam tentang Iran lewat media-media internasional.

Pemimpin redaksi bagian luar surat kabar Utusan terkait liputan berita-berita religi dan Qurani di sejumlah media Iran juga mengatakan, pelbagai media di negara Malaysia dikhususkan untuk meliput fenomena-fenomena religi, namun sebagian media juga fokus secara mendetail tentang berita-berita religi dan menayangkannya.

Di penghujung ia mengingatkan, saya dalam perjalanan ke Iran telah mengetengahkan rekomendasi dalam ranah penyebaran dan penguatan hubungan media dan penandatanganan MoU guna memperkuat industri pariwisata dan turis.

Pameran pers ke-23 diselenggarakan 27 Oktober – 3 November, di Mushalla Imam Khomeini, di Tehran.


Simak Galerinya:




(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Pendudukan Israel Atas Palestina, Sampai Kapan?


Hingga tahun 2017 ini pendudukan Israel atas Palestina sudah berlangsung selama lima puluh tahun. Pelanggaran demi pelanggaran terus dilakukan oleh Israel. Warga Palestina dipersekusi, diusir, bahkan dibunuh. Semua aktifitas warga Palestina diawasi oleh Israel hingga detik ini. Semuanya diatur oleh Israel: suplai air, makanan, dan kebutuhan lainnya. Bahkan untuk pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya pun warga Palestina harus mengantongi izin dari Israel.

Dunia internasional mengecam dan mengutuk apa yang dilakukan Israel. Meski demikian, Israel sepertinya tidak menghiraukannya. Ia terus saja melakukan ‘kejahatan kemanusiaan’ dan perampokan hak asasi manusia warga Palestina.

Perhatian dan dukungan dunia untuk Palestina seolah tak pernah surut. Palestina memiliki wilayah yang sangat strategis: pusat tiga agama Abrahamik (Islam, Kristen, dan Yahudi), pusat wisata dunia, dan pusat peradaban dunia. Selain itu, konflik Palestina-Israel bukan hanya soal agama, tetapi juga kemanusiaan.

Ada banyak negara yang mengecam Israel dan mendukung Palestina. Indonesia adalah salah satunya. Sikap Indonesia tegas terhadap Israel. Yaitu menutup hubungan diplomasi dengan Israel selama Palestina belum merdeka.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah sampai kapan konflik Palestina-Israel akan berakhir? Untuk menciptakan perdamaian di sana harus dimulai mana? Dan apakah yang sudah dilakukan Indonesia untuk Palestina sudah cukup?


Untuk menjawab itu, Jurnalis NU Online A Muchlishon Rochmat berkesempatan mewawancarai Direktur Sekolah Kajian Ilmu Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI) Muhammad Luthfi Zuhdi.

Hingga hari ini, konflik Palestina dan Israel masih berlarut-larut dan tidak kunjung usai. Apa sebetulnya penyebab konflik Palestina dan Israel?

Ada banyak faktor. Pertama, Israel sendiri memiliki ambisi untuk menjadi negara besar di situ. Selalu merasa tidak cukup dengan tanah yang mereka miliki. Israel bukan hanya mencaplok wilayah Palestina, tetapi juga mencaplok negara-negara di sekitarnya. Bahkan, pendudukan Israel seharusnya sampai Madinah dan Irak.

Kedua, negara-negara besar belum memiliki minat untuk mendukung Negara Palestina yang merdeka. Kunci-kunci hubungan internasional yang ada di muka bumi ini adalah negara-negara besar. Pengakuan mereka sangat menentukan di PBB. Kalau mereka tidak menyetujui, maka Negara Palestina tidak akan berdiri.


Israel seringkali melanggar kesepakatan-kesepakatan internasional, namun sepertinya Israel tidak mendapat hukuman. Bagaimana itu?

Banyak orang yang melakukan protes, tetapi itu seperti orang yang teriak di gurun pasir. Apapun protes yang ditujukan kepada Israel, tetapi Israel terus jalan terus. Dan Israel didukung oleh negara-negara besar, khususnya Amerika. Sehingga protes tersebut tidak membuahkan hasil apapun.

Selama negara-negara besar tidak memiliki iktikad untuk memberikan hak kemerdekaan kepada Palestina, maka Negara Palestina tidak akan pernah terwujud karena hak veto dikuasai oleh negara-negara besar.


Bagaimana Anda membaca situasi dan kondisi Palestina kini terutama setelah Fatah dan Hamas berdamai?

Saya menghimbau agar mereka belajar Indonesia. Bagaimana berdemokrasi, bagaimana menyikapi perbedaan pendapat. Timur Tengah tidak terbiasa dengan demokrasi. Katakan mereka berdemokrasi, pemilihan umum di Mesir. Ketika menang, mereka mengambil seluruhnya. Lalu, kemudian ada upaya untuk saling menghilangkan posisi orang lain. Ini bahaya kalau itu yang terjadi.

Kalau misalnya mereka melakukan pemilihan umum. Kemudian satu kelompok Hamas menang, lalu ia meniadakan yang lain dengan tidak memberikan posisi mesti akan terjadi sebuah konflik yang lebih besar lagi. Jadi harus dibagi posisinya. Yang menang jangan mengambil semuanya, tetapi harus berbagi kepada yang lain. Seperti di Indonesia bahwa yang menang tidak mengambil semuanya.

Hingga saat ini Indonesia tetap konsisten mendukung dan membantu Palestina –baik dalam tataran diplomasi ataupun bantuan logistik, kesehatan, dan pendidikan- serta menentang Israel. Menurut Anda, apakah yang dilakukan Indonesia sudah cukup?

Untuk ukuran tertentu sudah cukup baik, tetapi artinya bukan cukup. Namun Pemerintah Indonesia perlu didorong terus. Indonesia tidak boleh berhenti di tempat. Indonesia harus jalan terus. Apa yang sudah dilakukan hingga saat ini sudah bagus, meskipun harus dilakukan peningkatan-peningkatan. Seperti pelatihan capacity building terhadap warga Palestina. Ini sudah bagus tetapi harus ditingkatkan. Sehingga ketika mereka merdeka nanti mereka siap untuk bekerja.

Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia adalah negara yang tidak menyukai hal-hal provokatif. Indonesia tidak suka ngomong kesana kemari. Tetapi terus konsisten mendukung Palestina. Ini dirasakan oleh pejabat Palestina sendiri dan mereka menganggap Indonesia sebagai negara yang paling konsisten mendukungnya baik di lapangan maupun di dunia diplomatik serta dalam perjanjian-perjanjian.


Kalau belum cukup, apa lagi yang seharusnya dilakukan Indonesia?

Pertanyaan saya apakah Indoensia sudah waktunya untuk mencoba masuk ke wilayah yang lebih dalam bagaimana terlibat dalam menciptakan perdamaian di Timur Tengah tersebut. Namun itu tidak mudah karena masalah Palestina itu seperti blackhole, apapun yang masuk hilang di situ. Indonesia harus hati-hati dalam hal ini.

Namun demikian, Indonesia memiliki pengalaman untuk mendamaikan beberapa negara seperti Kambodia dan Filipina Selatan. Bahkan mendamaikan konflik yang ada di Indonesia sendiri. Kita berhasil menyelesaikan konflik di Ambon, Poso, dan Aceh. Tidak banyak yang memiliki pengalaman ini sebagaimana yang Indonesia miliki. Dengan modal itu, Indonesia diharapkan bisa memberikan masukan kepada mereka.


Apakah Indonesia terkena dampak langsung dari konflik Palestina-Israel itu?

Dalam hal-hal tertentu ada. Indonesia sudah seharusnya mendukung Palestina. Pertama, di dalam konstitusi kita bahwa Indonesia anti penjajahan. Kedua, sejarah membuktikan bahwa orang yang pertama mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia adalah Palestina. Ketiga, ini adalah bukan hanya masalah agama saja, tetapi juga masalah kemanusiaan.

Kalau Indonesia kurang mendukung Palestina, maka ini dijadikan sebagai alat politik oleh oposisi untuk menjatuhkan pemerintahan. Atau paling tidak memojokkan pemerintah karena kurang mendukung Palestina. Artinya, ini bisa menjadi isu politik. Itu dampak langsungnya bagi Indonesia.

Sedangkan dampak lainnya adalah ada puluhan ribu orang Indonesia yang berkunjung ke Yerussalem. Menurut perhitungan yang saya baca, lebih dari enam puluh ribu orang Indonesia pergi ke Yerussalem setiap tahunnya. Ini berdampak langsung kepada ekonomi pariwisata Israel. Semakin banyak yang datang ke Yerussalem, maka semakin banyak yang didapat Israel.


Kalau dampak ekonomi Israel kepada Indonesia?

Mungkin tentang perdagangan yang jumlahnya belum tahu persis karena itu tidak terbuka. Produk-produk Israel sendiri masuk ke Indonesia bisa melalui negara ketiga. Seperti produk Indonesia dulu saat diekspor ke Amerika dan Eropa juga melalui Singapura. Banyak produk Israel yang bagus dan unggul seperti alat-alat pertanian. Indonesia sebagai negara pertanian tidak bisa lepas dari itu.

(NU-Online/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Imam Khomeini: Islam Anti Kediktatoran


Pada tanggal 23-1-1679, Imam Khomeini ra pernah diwawancarai oleh dua koran: Ettelaat dan Kayhan ketika ia masih disaingkan di Paris. Dalam wawancara ini, ia menjawab seluruh pertanyaan yang dilontarkan berkenaan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan Revolusi Islam Iran. Dewan Revolusi, swastanisasi industri, kebebasan berpendapat, kebebasan berpartai, peran wanita, hak kepemilikan dalam pemerintahan Islam, dan lain sebagainya merupakan tema-tema yang sempat dilontarkan. Salah satu pertanyaan wartawan berkisar pada isu merebak yang mengklaim bahwa “sandal kediktatoran” akan menggantikan posisi “sepatu kediktatoran”. Imam Khomeini ra menegaskan, Islam tidak mengakui kediktatoran.


Petikan wawancara tersebut adalah berikut ini:

Wartawan: Setelah Anda kembali ke Iran yang menurut rencana akan dilaksanakan pada hari Jumat mendatang, apakah tindakan pertama yang akan Anda ambil? Apakah anggota Komite Revolusi Pemerintahan Islam akan diumumkan sebelum segala sesuatu yang lain atau tidak?

Imam: Tindakan pertama yang akan saya lakukan adalah nasihat kepada rakyat Iran. Insya Allah bila memungkinkan, kami akan menguraikan prinsip jalan kami di Bahesyt-e Zahra. Seluruh tindakan yang harus dilakukan sebelum segala sesuatu akan saya jelaskan nanti.

Wartawan: Apakah struktur Dewan Revolusi akan terbentuk dari kalangan pekerja, cendekiawan revolusioner Muslim, dan para pembesar daerah? Ataukah dewan ini akan didominasi oleh mayoritas kalangan ulama?

Imam: Tidak! Mayoritas anggota dewan ini tidak akan dipenuhi oleh kalangan ulama. Kalangan ulama, sebagaimana layaknya kelompok masyarakat yang lain, juga hanya memiliki wakil di dewan ini.

Wartawan: Jika mungkin, tolong Anda jelaskan secara ringkas garis-garis besar pemerintahan Islam dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan.

Imam: Hal ini adalah masalah-masalah yang tidak dapat saya jelaskan sekarang bagi Anda. Islam akan menghadiahkan kebebasan dan juga akan memberikan khusus terhadap masalah ekonomi. Seluruh kebutuhan sebuah negara juga akan memperoleh perhatian khusus. Para ahli harus pada masing-masing bidang harus mengambil sikap yang tepat dan tanggap untuk menangani masalah ini.

Wartawan: Apakah maksud Anda bahwa dalam pemerintahan Islam, swastanisasi merupakan sebuah tindakan yang tak terelakkan?

Imam: Masalah ini juga harus dipelajari dengan seksama.

Wartawan: Bagaimana kondisi kaum minoritas yang hidup di Iran dalam pemerintahan Islam?

Imam: Kaum minoritas dalam pandangan Islam harus dihormati. Sebgaimana layaknya anggota bangsa yang lain, kaum minoritas juga bisa menjalani kehidupan sehari-hari dengan sejahtera dan tidak boleh diganggu.

Wartawan: Berkenaan dengan kebebasan berpendapat dan berakidah, apakah batasan-batasan yang ingin Anda tetapkan? Menurut pendapat Anda, apakah harus ada pembatasan atau tidak?

Imam: Jika tidak membahayakan kestabilan bangsa, setiap pendapat dan pandangan bisa diutarakan. Hal-hal yang membahayakan kestabilan bangsa tidak layak diberi kebebasan.

Wartawan: Apakah maksud Anda, seluruh partai bisa bebas atau tidak?

Imam: Seluruh rakyat bebas, kecuali partai yang bertentangan dengan kemaslahatan negara.

Wartawan: Bagaimana peran kaum wanita dalam pemerintahan Islam? Sebagai contoh, apakah mereka bisa ikut serta aktif dalam urusan negara? Apakah mereka bisa menjadi seorang wakil atau menteri? Tentunya apabila mereka memeliki kelayakan.

Imam: Berkenaan dengan masalah ini, pemerintahan Islam telah menentukan tugas-tugas tertentu. Sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk melontarkan pandangan sekaitan dengan masalah ini. Kaum wanita sebagaimana kaum pria memiliki andil besar dalam membangun pemerintahan Islam masa depan. Mereka memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Dalam perjuangan terakhir bangsa Iran, kaum wanita Iran juga memiliki saham besar sebagaimana kaum pria. Kami akan memberikan aneka ragam kebebasan bagi kaum wanita. Tentunya, kami juga akan mencegah segala bentuk kerusakan. Dalam masalah ini, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita.

Wartawan wanita: Karena Anda telah menerima saya sebagai seorang wanita, hal ini membuktikan bahwa revolusi kita adalah sebuah revolusi yang maju. Sekalipun banyak orang berusaha untuk menunjukkan bahwa revolusi ini adalah sebuah revolusi yang terbelakang. Menurut Anda, apakah kaum wanita harus mengenakan hijab?

Imam: Anda mengatakan bahwa saya telah menerima kedatangan Anda. Sebenarnya saya tidak menerima kedatangan Anda. Anda sendiri yang telah datang ke tempat dan saya tidak tahu bahwa Anda akan datang ke tempat ini. Kedatangan Anda ke tempat ini juga bukan bukti bahwa Islam adalah agama yang maju. Kemajuan juga tidak memiliki arti yang dipahami oleh sebagian kaum wanita atau kaum pria kita. Kemajuan bergantung kepada kesempurnaan insani dan jiwa, serta fungsi seseorang dalam negara dan terhadap rakyat. Kemajuan bukannya kita kita bisa pergi nonton di sinema atau pergi berdansa. Semua ini adalah model-model kemajuan yang telah diciptakan oleh mereka untuk Anda. Sebenarnya mereka telah menjerumuskan Anda ke belakang. Jelas, kita harus mengganti semua ini. Anda bebas dalam mengerjakan tindakan dan kerjaan yang benar. Anda bisa pergi sekolah ke perguruan tinggi dan melakukan tindakan yang benar. Seluruh rakyat dalam masalah ini bebas bertindak. Akan tetapi, jika mereka ingin melakukan sebuah tindakan yang bertentangan dengan harga diri insani atau membahayakan stabilitas rakyat, tentu tindakan ini akan dicegah. Dan hal ini adalah bukti sebuah kemajuan.

Wartawan: Bagaimanakah bentuk hak kepemilikan, khususnya hak kepemilikan tanah, dalam pemerintahan Islam?

Imam: Hal ini akan jelas nanti.

Wartawan: Menurut Anda, bagaimanakah posisi surat kabar nantinya?

Imam: Koran-koran yang tidak membahayakan stabilitas rakyat dan koran-koran yang tulisannya tidak menyesatkan bebas beraktifitas.

Wartawan: Ada beberapa negara yang sekarang ini membela Syah Pahlevi secara terang-terangan. Jika mereka menyatakan penyesalan, apakah Anda akan melanjutkan hubungan politik dengan mereka?

Imam: Iya, kecuali Israel. Israel dikecualikan. Begitu pula Afrika Selatan dan negara-negara yang membela diskriminasi ras dan suku.

Wartawan: Dalam banyak kesempatan, Anda menyatakan bahwa Israel adalah musuh Islam. Apakah pemerintahan Islam mungkin menyatakan perang dengan negara ini?
Imam: Tergantung tuntutan masa.

Wartawan: Jika ada negara-negara di dunia Islam yang ingin mengikuti jejak Iran untuk membentuk Republik Islam, apakah mereka harus menerima mazhab Syiah atau tidak?

Imam: Tidak. Tidak ada kewajiban dalam menganut mazhab.

Wartawan: Sebagian kelompok kecil, melalui surat dan telpon, mengutarakan kepada kami bahwa dari dominasi “sepatu kediktatoran” kita akan digiring ke naungan “sandal kediktatoran”.

Imam: Mereka adalah para kaki tangan Syah Pahlevi. Mereka telah bertahun-tahun mengulang-ulangi ucapan ini. Seluruh ucapan ini telah didiktekan oleh Syah kepada mereka. Mereka mengutarakan hal ini kepada Anda karena masih ingin mengembalikan Syah (ke Iran). Katakan kepada mereka, Syah tidak akan pernah kembali lagi. Jika Anda melihat pemerintahan Islam, Anda akan temukan bahwa kediktatoran sama sekali tidak memiliki tempat dalam Islam.

Wartawan: Dalam rangka kembali ke Iran, jika Anda berhadapan dengan kudeta militer, apa yang akan Anda lakukan?

Imam: Tidak ada. Kami akan selalu berjuang. 

(Sumber: Shahifeh-e Nur, jld. 5, hlm. 519-522)

(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Menilik Kehidupan Qori Terkemuka Mesir; Ahmad Nuaina; Seorang Dokter Yang Menemukan Ketenangan Dalam Tilawah


Dr. Ahmad Ahmad Nuaina, qori tersohor Mesir dan dr. Spesialis Anak, yang dengan spesialis kedokterannya telah menenangkan rasa sakit dan derita anak-anak dan dengan tilawah indah dan merdunya dengan gaya Mostafa Ismail, telah memberikan ketenangan kepada jiwa para pendengar.

Menurut laporan IQNA, Dr. Ahmad Ahmad Nuaina lahir pada tahun 1954 di kota Motobas, yang terletak di propinsi Kafr Al Sheikh Mesir dan merampungkan jenjang SD dan SMPnya di kota ini dan setelah melewati jenjang SMA di kota Rashid propinsi Al Beheira, lantas ia meneruskan studinya ke fakultas kedokteran universitas Iskandariah.

Setelah melewati jenjang umum kedokteran, ia mengambil Ph.D spesialisnya dengan spesialis pengobatan anak dari universitas ini dan bekerja di rumah sakit Iskandariah.

Namun terkait kehidupan Quraninya harus kami katakan bahwa ia menurut penuturannya telah bergabung ke madrasah Alquran sejak usia 3 tahun dan telah berhasil menghafal seluruh Alquran kurang dari 8 tahun dan menimba ilmu tajwid dengan Syaikh Ahmad al Shawa.

Di jenjang akademisnya, ia mempelajari bacaan sepuluh dengan Ummu Sa’ad, wanita Qurani dan tunanetra Iskandariah dan mendapat gelar dari masyarakat dengan Qori al-Mulk (qori para raja) dan pada tahun 1979, dikenal sebagai qori radio dan tv.

Ia di awal tilawahnya terpengaruh dari qiraat merdu dan spiritual qori kotanya, Syaikh Amin Hilali dan setelah itu melalui radio ia mengenal para qori kenamaan seperti Syaikh Muhammad Refaat,Syaikh Abdul Basit Abdul Samad, Syaikh Mostafa Islamil, Syaikh Abul Ainain Shu'aisha, Hushari, Minshawi, al-Bana, dan lain-lain.

Namun poin yang perlu diperhatikan adalah pengaruh dan taklidnya atas tilawah Syaikh Mostafa Ismail, sampai-sampai menurut para pendengar taklidnya ia benar-benar pas dengan tilawah Syaikh Mostafa Islamil.

Pada bulan Ramadhan dan pelbagai acara, ia banyak sekali melakukan lawatan ke banyak negara Islam dan Eropa seperti Iran, Malaysia, Indonesia, India, Paksitan, Amerika dan sebagian negara-negara Eropa dan menyabet peringkat pertama dalam MTQ internasional India dan Malaysia pada tahun 1985 dan 1995, demikian juga peraihan peringkat terbaik dalam musabaqoh Alquran Brunei termasuk salah satu dari kehormatan Quraninya dan Ahmad Nuaina hadir sebagai dewan juri di sejumlah musabaqoh internasional kredibel Alquran di pelbagai negara dunia.


Dalam hal ini, jurnal al-Youm al-Jadid Mesir melakukan wawancara dengan Dr. Ahmad Ahmad Nuaina, qori terkemuka Mesir, dan teks wawancaranya adalah sebagai berikut:

Tolong katakan kepada kami kapan dimulainya kebersamaan Anda dengan Alquran?

Saya lahir di kota Motobas, yang terletak di propinsi Kafr Al Sheikh Mesir, perjalanan spiritual saya dengan Alquran dimulai sejak usia 3 tahun dan sebelum berusia 8 tahun saya sudah berhasil menghafal seluruh Alquran. Syaikh Amin Hilali, salah seorang qori dan ustad Al-Azhar hadir di kota Motobas, dan saya membaca Alquran dengan mengikut dan taklid kepadanya. Setelah saya menghafal Alquran, lantas saya menimba ilmu tajwid dan hukum-hukum qiraat dan mengambil manfaat dari Syaikh Ali Syihabuddin, pengajar spesialis dalam seni qiraat dan pada masa ini saya melakukan tilawah Alquran di beberapa majelis Alquran yang diselenggarakan di kota.

Setelah merampungkan sekolah dan masuk ke fakultas kedokteran universitas Iskandariah, di kesempatan pertama saya mencari para pengajar guna menyempurnakan qiraat sepuluh Alquran saya.

Syeikh Umar Tharir Nu’man dan istrinya Ummu Sa’ad adalah dua pengajar canet di kota ini, dimana setelah mengenal dengan mereka, setiap hari setelah salat Subuh saya pergi ke rumah mereka dan menimba qiraat sepuluh dengan mereka. Proses ini terus berlanjut sampai saya lulus universitas pada tahun 1978.


Bagaimanakah hubungan setiap hari Anda dengan Alquran?

Saya memulai tilawah Alquran setiap hari setelah salat Subuh, dan saya menyempurnakan satu atau dua juz Alquran di perjalanan ke rumah sakit dan kembali ke rumah. Di waktu-waktu luang juga saya sibuk membaca Alquran dan apabila saya tidak membaca Alquran, maka saya tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan harian lainnya seperti membaca surat kabar, buku, dan lain-lain. Saya tidak melewatkan satu hari kecuali di situ minimal saya membaca 5 juz Alquran dengan bersandar pada hafalan Alquran saya dan pada bulan Ramadhan, jumlah bacaan semakin meningkat dikarenkan hadir di majelis-majelis Alquran.


Apakah pendidikan kedokteran menghalangi jalan hafalan Alquran Anda?

Saat saya pergi ke fakultas kedokteran saya adalah seorang qori dan hafiz Alquran dan untuk menyempurnakan qiraat saya, maka saya belajar dengan Ummu Sa’ad, wanita tunanetra di Iskandariah. Ia adalah wanita tersohor Alquran di kota ini, yang menguasai qiraat sepuluh dan penyempurnaan qiraat sepuluh saya dilakukan olehnya.


Menurut Anda apakah kedudukan radio Alquran mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya?

Saya tidak memiliki pandangan demikian, karena pada masa kami hanya 7 qori yang dikenal dan yang memimpin adalah Syaikh Hushari, Syaikh Abdul Basit Abdul Samad, Syaikh Minshawi, dimana tilawah mereka disiarkan lewat radio, namun sekarang ini ada sekitar 1000 qori, dimana qiraat mereka disiarkan lewat radio Alquran dan ini tidak menunjukkan melemahnya kedudukan radio Alquran.


Bagaimanakah pandangan Syaikh ash-Syarawi tentang qiraat Anda?

Untuk pertama kalinya saya melihat Syaikh ash-Sya’rawi (menteri pertama wakaf dan urusan Islam Mesir) pada tahun 1970. Ia sangat takjub dengan tilawah saya dan setelah mendengar suara saya, mengatakan Dr. Nuaina engkau telah memindahkan kami dari obat fisik ke obat hati dan sejak saat itu dimulailah persahabatan kami dan kami menemuinya di masjid Al-Hussein (as) dan masjid Sayyidah Nafisah di Kairo.


Siapakah yang Anda kenal dari para qori yang baru tampil, yang aktif di cannel parabola?

Saya sekarang ini juga mendengarkan tilawah para tokoh qiraat tersohor terdahulu seperti Syaikh Mostafa Islamil, al-Minshawi, al-Bahtimi, Khalil al-Husary, Syaikh Ahmad Amir, Ghalwash, dan lain-lain dan kekomitmenan saya akan mendengarkan qiraat para qori terdahulu dikarenakan para qori baru juga mengambil manfaat dan bertaklid dari tilawah mereka.


Kejadian terpenting apakah yang telah berpengaruh dalam kehidupan Ahmad Nuaina?

Saya memiliki kenangan indah dari Syaikh Mostafa Ismail dan saat seseorang membawa saya menemuinya guna melantunkan tilawah di depannya, beliau sangat takjub dengan suara saya dan guna menghormati, beliaupun melepaskan amamahnya dari kepala. Pada masa itu Abdul Halim Mahmud, Eks Syaikh Al-Azhar saat mendengar suara saya di salah satu pertemuan qurani, dalam ceramahnya di masjid Sayyidi Ali al-Salman kota Iskandariah, yang diputar dari radio juga menyanjung tilawah saya dan meminta saya melakukan tilawah di radio dan majelis-majelis Alquran.


Banyak sekali para remaja hari ini tidak terlalu peduli dengan urusan-urusan sederhana agama. Apakah menurut Anda hal ini muncul karena lemahnya kedudukan sekolah Qurani?

Sekolah-sekolah Alquran hari ini telah berubah menjadi halaqoh pendidikan hafalan Alquran di masjid-masjid, yang menjadi sumber keberkahan dan gerakan yang sangat bagus. Sekarang ini kadar tendensi dan minat akan halaqoh-halaqoh pendidikan Alquran di masjid melebihi sebelumnya, namun harus diingat poin ini bahwa sekolah-sekolah Qurani masih terus ada dan sibuk aktif mengajar Alquran.


Menurut Anda siapakah para qori Alquran terbaik saat ini?

Saya tidak pernah membeda-bedakan antar para qori, bagi saya mereka semua adalah sama. Yang terpenting bagi saya adalah suara sang qori. Sekarang ini nada-nada Qurani di kalangan para qori adalah satu dan tidak terdengar gaya tilawah yang beragam. Seorang qori harus memiliki gaya beragam dalam tilawah sehingga menjadi lebih baik dari selainnya dan dikenal.


Apakah cannel parabola berkomersil dengan pemutaran Alquran?

Komersil sebagian cannel parabola dengan Alquran hasil dari kelemahan dan ketidakmampuannya dalam materi. Setiap cannel parabola memiliki kebijakan pribadinya dan saya tidak mau masuk ke ranah ini dan kebijakan-kebijakan ini kembali ke cannel tersebut.


Perlu diketahui, Dr. Ahmad Nuaina sebelum ini dalam sebuah kenangan pertamanya bertemu dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran (Rahbar) mengatakan bahwa, dalam salah satu pertemuan lainnya yang agak khusus, setelah salat berjamaah yang beliau imami, saya membaca ayat-ayat al-Quran. Ayatullah Khamenei sangat suka dengan bacaan itu dan kepada saya beliau berkata, "Sekarang banyak yang mengikuti gaya Mostafa Ismail, tapi menurut saya Anda tidak mengikuti Mostafa Ismail, Anda membaca sama seperti Mostafa Ismail. Suara anda sama seperti suara Mostafa Ismail dan Anda menambahkan sebuah kehalusan bacaannya. Dari situ saya paham bahwa beliau benar-benar menguasai masalah teknik qiraah.

Ia demikian juga berkisah tentang pemberian hadiah sebuah jubah dari tangan Rahbar. Ia mengatakan, saya tidak hanya mendapatkan jubah semata, bahkan juga mendapat satu syal hijau dan sebabnya adalah saat berbincang-bincang dengan beliau, saya katakan bahwa kakek saya adalah Hasani dan sejatinya saya adalah keturunan Hasani dan datuk saya kembali pada Imam Hasan (as), dengan demikian saya adalah Sayid dan lantas beliau menghadiahkan satu jubah warna terang dan satu syal warna hijau kepada saya.

(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ketika Ulil Blak-Blakan Soal Perubahan Sikapnya Terhadap FPI


Lima belas tahun lalu, Ulil Abshar Abdalla difatwa mati di Bandung. Delapan puluh ulama yang tergabung dalam Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) ini menganggap jaringan yang didirikan Ulil bersama beberapa kawannya itu secara sistematis dan masif menghina Islam, Allah, dan Rasulullah.

Sebulan sebelum vonis itu, Ulil menulis sebuah esei yang dimuat harian Kompas berjudul “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam.”

Sedikit petikan yang ada dalam uraian Ulil: “Islam”-nya Rasul di Madinah adalah salah satu kemungkinan menerjemahkan Islam yang universal di muka Bumi; ada kemungkinan lain untuk menerjemahkan Islam dengan cara lain, dalam konteks yang lain pula.

Tulisan itu kontan membikin geger karena arus utama melihat ajaran Islam sebagai hukum yang berlaku universal, terlepas dari kondisi atau syarat apa pun. Maka, kesimpulan FUUI: Ulil memutarbalikkan ajaran agama, dan ia layak dihukum mati.

Ulil juga berbicara lantang tentang Islam-politik dan kaum konservatif. Pada 2010, ia menyatakan FPI seharusnya dibubarkan. “Menurut saya, FPI yang sekarang perlu dibubarkan dulu. Kalau berdiri lagi, dimodifikasi dan dimoderasikan. Kalau berdiri lagi tidak apa-apa, tapi lebih civilized-lah,” katanya seperti dilansir Viva.

Namun, itu dulu. Setelah Pilkada DKI beberapa bulan lalu yang dipenuhi kampanye agama, gagasannya kini lain dengan yang dilontarkannya 7 tahun lalu.

“Bagaimanapun mereka [FPI] sekarang punya umat,” Ulil mengutarakan pendapatnya kepada saya setelah Pilkada DKI selesai, April lalu. “Kalau Anda eksklusi mereka terus-menerus dalam jangka panjang, mereka bisa menjadi ekstrem.”


Ulil mengakui bahwa lontarannya sebagai politikus tak bisa lagi sama dengan cara pikir seorang pemikir. Berikut ini wawancara kami.


Sebagai patron dari gerakan Islam liberal, apa yang akan Anda lakukan dengan seluruh laga konservatisme ini?

Saya kan bukan orang yang penting, jadi saya akan ngetwit saja.


Yang akan Anda lakukan bersama JIL?

JIL bukan organisasi yang penting sebetulnya. Enggak ada umatnya. Enggak ada parpol yang mendukung. Enggak ada bohirnya.

JIL berhasil sebagai merek. Ada gerakan #IndonesiaTanpaJIL segala. Anda berhasil sebenarnya di situ.

Ya, saya menciptakan ruang berpikir. Itu saja yang saya lakukan sebenarnya. Melalui tulisan, Twitter, status di Facebook. Itu aja. Ceramah-ceramah. Tugas intelektual kan hanya ngomong, nulis. Tidak lebih dari itu. Itu yang bisa saya lakukan. Karena saya tidak punya apa-apa.


Tapi dulu Anda dianggap penulis yang suka ngajak perang dengan pandangan arus-utama?

Enggak pernah saya nulis ngajak perang. Tulisan saya selalu critical ya. Saya bukan tipikal orang yang suka polemik. Itu persepsi orang yang keliru terhadap saya. Ya, saya sampaikan pendapat saya. Ada yang suka, ada yang enggak suka. Wajar saja. Tapi saya bukan orang yang suka buat polemik, cari musuh, lalu tweet-war. Enggak pernah.


Anda mungkin ingat tulisan Anda yang kontroversial dan dikomentari mertua Anda sendiri (Ahmad Mustofa Bisri)?

Itu tahun lama sekali, 2001 [yang benar tahun 2002]. Tapi itu kan setelah saya nulis, ya sudah. Ada yang menanggapi, saya tidak tanggapi balik. Saya enggak suka polemik. Enggak setuju ya enggak setuju. Tapi saya tetap dengan ide saya. Ide saya enggak berubah sejak sebelum Pilkada.


Enggak ada belokan (pemikiran)?

Enggak ada belokan. Mungkin ada perubahan dalam segi-segi tertentu. Misalnya setelah pilkada ini, saya melihat dalam politik memang kita enggak bisa berlaku seperti dalam dunia pemikiran. Dalam dunia pemikiran, Anda bisa bebas menyampaikan ide yang ekstrem. Tapi dalam politik lain. Hukumnya beda.

Makanya saya bilang Ahok itu bukan Gus Dur. Ahok bukan pemikir. Gus Dur itu pemikir muslim yang dikenal dengan ide-ide yang nakal dan punya modal besar sebagai tokoh Islam dan cucu K.H. Hasyim Asy’ari. Sehingga, kalau Gus Dur nakal, ia punya bemper. Saya sendiri enggak punya bemper.


Itu salah satu pelajaran yang saya peroleh dari politik, ya. Mungkin kalau saya enggak masuk politik, saya enggak tahu. Makanya banyak yang bilang, “Kenapa ketika Anda masuk politik seketika Anda berubah sikapnya?”

Ya karena begitu masuk politik saya enggak bisa bersikap seperti pemikir liberal. Kecuali kalau saya berbicara pada level diskusi ilmiah, tentu saya akan memposisikan diri saya sebagai seorang pemikir, tapi sebagai politisi, saya harus mempertimbangkan banyak hal. Publik, segala macam.

Akhirnya memang kita harus berkompromi atas segala hal. Nah, kompromi itu dianggap mengkhianati ide. Ya tergantung. Kalau kompromi itu sampai melanggar filosofi dasar pemikiran awal, memang itu mengkhianati ide. Tapi kalau kompromi dalam pengertian kompromi sifatnya taktis atau strategis, bukan yang sifatnya ideologis, buat saya itu bukan sesuatu yang diharamkan dalam politik. Bahkan itu keniscayaan.

Tapi bagi saya, ini sebuah pendidikan politik yang penting untuk publik. Pilkada DKI ini kalau dibaca dari sudut pandang politisi seperti saya ini sebenarnya sederhana. Anda lihat dalam Pilkada ini orang-orang yang bekerja dalam dunia politik justru lebih rileks menghadapi Pilkada ini. Kalah, ya sudah selesai. Nanti kita berjuang lagi. Tapi justru orang-orang yang berada di luar politik menganggap ini seolah-olah perjuangan antara hak dan batil.

Jadi, ini sebenarnya pendidikan buat publik bahwa next time kalau kamu mendukung seseorang jangan kayak sekarang ini. Pada satu titik, Anda harus bersikap seperti politisi. Rileks saja. Kalah, ya sudah. Sikap para politisi kan lebih rileks dalam menghadapi Pilkada ini. Enggak ada yang marah-marah, ya mungkin kecuali beberapa orang. Tidak menganggap kalau saya kalah itu dunia runtuh.

Nah, sekarang ini orang-orang yang pro-Ahok atau yang pro-Anies. Yang pro-Anies ini juga sama, kalau Anies kalah ini menganggap indonesia jatuh ke tangan kaum sekuler, liberal, dan akan jadi negara rusak moralnya.

Yang mendukung Ahok juga sama. Kemenangan Anies dianggap akhir kebhinekaan di Indonesia. Come on. Ini sebetulnya masalah biasa. Publik ini harus belajar dari politisi untuk bisa bersikap rileks semacam itu. Tidak menganggap ini akhir dunia.


Jika berkaca pada Aksi Bela Islam, pengaruh dua organisasi besar, NU dan Muhammadiyah, seperti tergantikan oleh karisma Rizieq Shihab dan FPI. Bagaimana menurut Anda?

Itu problem, memang harus diakui. Faktanya sekarang ini kalau di Jakarta pengaruh Muhammadiyah dan NU disalip oleh pengaruh Islam yang cenderung kanan atau kanan semacam FPI dan GNPF MUI itu. Atau gerakan Salafi. Mereka memiliki penetrasi sosial yang jauh lebih mendalam daripada NU dan Muhammadiyah. Ini tantangan buat NU dan Muhammadiyah untuk mengatasi itu.

Saya banyak diskusi dengan teman-teman NU soal bagaimana cara mengatasi ini. Masjid-masjid di Jakarta, terutama masjid-masjid yang berafiliasi dengan NU dan Muhammadiyah umumnya menjadi wilayah operasi kelompok-kelompok Islam kanan untuk menyebarkan konservatisme. Itu harus dipikirkan.


Tapi ini mungkin kesalahan dari pihak NU dan Muhammadiyah: Kenapa mereka tidak memikirkan itu? Dulu mungkin mereka lupa siapa yang mengisi pengajian di masjid-masjid milik kantor pemerintah. Itu menurut saya problem serius. Selama ini kita mengabaikan pentingnya tempat ibadah yang tersembunyi di basement di kantor-kantor swasta di Sudirman dan Thamrin. Siapa yang mengaji di sana?

Konservatisme per se tidak jadi soal. Tapi kalau konservatisme plus pendapat yang ekstrem dan membenci kelompok lain yang berbeda atau menyebarkan ide tentang orang nonmuslim tidak boleh menjadi pemimpin dan seterusnya, itu enggak sehat. Anda tidak boleh mengucapkan Natal, misalnya, dan seterusnya. Ini membuat hubungan sosial menjadi penuh kecurigaan karena jenis wacana keagamaan yang disebarkan di kantor-kantor pemerintah dan swasta tidak bervisi kebhinekaan atau pluralisme.

Ini menurut saya tugas panjang yang mesti dipikirkan oleh tokoh-tokoh Islam ketimbang menyalahkan terus pihak luar. Ini masalah internal yang harus diselesaikan.

Bahkan anak-anak yang terlahir dari orangtua NU dan Muhammadiyah sekarang sudah mulai mengidolakan Rizieq Shihab.

Oh iya, banyak dari mereka yang mengidolakan Bahtiar Nasir. Karena mereka menganggap itulah “the real hero.” Makanya, ketimbang kita menyalahkan Bahtiar Nasir terus menerus, mending kelompok Islam yang moderat melakukan sesuatu untuk mengimbangi dakwah-dakwah tokoh seperti Bahtiar Nasir dan seterusnya.

Gerakan Salafi di Jakarta itu jejaringnya bagus dan cukup populer. Jadi, di Jakarta sekarang ini ada tiga gerakan penting yang berpengaruh mendalam di masyarakat, di luar yang konvensional seperti NU dan Muhammadiyah.

Pertama, kelompok PKS dan semacamnya. Kedua adalah HTI, dan ketiga adalah Salafi. Kelompok seperti PKS dan HTI itu populer di kalangan anak muda, terutama mahasiswa. Kedua gerakan ini mampu memberikan ideologi dan cara pandang yang mereka inginkan, yaitu mempunyai identitas keislaman yang jelas melawan ancaman dari luar.

Salafi tidak populer di kalangan mahasiswa dibanding HTI, PKS atau ikhwan, tetapi lebih populer di kalangan orang-orang yang sudah punya keluarga. Di usia 30-40an yang sudah punya anak satu, dua yang butuh ketenangan dalam beribadah. Akidahnya terjaga, imannya kuat, hidup sesuai dengan tuntunan rasul. Memang sedikit merisaukan karena kelompok ini mencela praktik-praktik agama kelompok lain, bidah, sirik dan seterusnya.

Tapi yang kelompok ini inginkan sesungguhnya kesyahduan beragama dalam kehidupan sehari-hari dan menjaga akidah supaya tidak terkotori oleh pengaruh-pengaruh dari luar. Nah, itu. NU dan Muhammadiyah itu rumusan ideologinya kalah bersaing dengan mereka karena memang kurang diformulasikan dengan mental kebutuhan sosial dan psikologis orang-orang kota.

Itu tantangan besar. NU dan Muhammadiyah pada akhirnya harus menyadari bahwa orang kota ini salah satu problem besarnya adalah alienasi, situasi yang enggak jelas. Yang dibutuhkan adalah sesuatu yang membuat orang tenang dan bisa memberikan identitas yang jelas. Pegangan yang jelas. Perlu dirumuskan pandangan keagamaan dari sudut pandang Muhammadiyah dan NU yang bisa menjawab kebutuhan keagamaan orang kota ini.

Itu tidak terhindarkan kalau mau bersaing di wilayah atau ruang sosial seperti Jakarta ini yang penuh dengan anomi, penuh dengan alienasi, penuh dengan deprivasi karena faktor ekonomi, misalnya. Ada orang miskin yang butuh juga jawaban, kan. HTI memberi jawaban karena mereka mengkritik kapitalisme.


Apa bedanya dengan orang miskin di desa?

Di kampung ada jaringan sosial yang support, sementara di kota kan enggak ada. Sementara negara kita belum bisa menyediakan keamanan bagi orang miskin. Kalau bayangan saya, agama yang ideal di kota ini adalah agama yang bisa memenuhi kebutuhan untuk mengatasi alienasi dan anomi sosial. Yang kedua, bisa memberikan menjawab atau memberikan solusi bagi orang-orang yang mengalami peminggiran dan ketidakadilan sosial itu.

Kalau Anda tidak bisa mengatasi masalah ekonomi, minimal Anda membangun social support systemyang membuat mereka merasa enggak nelangsa-nelangsa amat. Ya, persaudaraanlah. Minimal ada musala yang memperhatikan mereka. Minimal mengunjungi mereka kalau mereka sakit.

Kayak di Eropa sekarang ada gereja yang menampung imigran Suriah yang terdampar di Jerman, misalnya. Mungkin tidak bisa ngasih makan terus menerus, tapi kan minimal ada yang mendengarkan keluhan mereka. Nah, agama Islam perlu merumuskan ideologi yang semacam itu, tapi jangan terjatuh pada fundamentalisme dan radikalisme.

Ini rumit karena situasi sosial semacam ini rentan banget dieksploitasi untuk memasarkan ideologi yang radikal. Maka, kita carikan solusi untuk alienasi dan deprivasi dan ketidakadilan sosial itu, tapi tidak terjatuh di dalam radikalisme dan ekstremisme dan mengeksploitasi identitas secara sembrono dan secara berbahaya.


Apakah pengkutuban ini mungkin disebabkan orang yang melangkah lebih moderat cenderung lebih individualis?

Begitu Anda masuk ke dalam masyarakat urban, salah satu dampaknya memang individualisme semakin menguat. Itu tidak bisa dihindari. Itu bukan hanya fenomena saat ini, tetapi juga fenomena kota-kota pada Abad Pertengahan, kota di zaman kerajaan Islam di Bagdad atau di Damaskus, Andalusia. Meski derajatnya tidak seperti sekarang, orang di kota jauh lebih otonom dan individualistis ketimbang di desa.

Tapi, individualisme ekstrem itu bisa menjadi masalah, karena bisa menjadi bumi semai untuk ideologi radikal dan fasisme. Orang yang merasa sendirian di kota dan tidak merasa dijamah oleh social networkbisa mencari pelarian. Kalau tidak ke drugs, mereka lari ke ideologi yang radikal.

Itulah yang menjelaskan kenapa ISIS berhasil merekrut anak-anak muda yang mengalami problem mental semacam itu. Pada akhirnya kita enggak bisa mengutuki fundamentalisme agama. Itu harga yang harus kita bayar ketika kita menjadi modern. Tapi kita harus cari solusinya. Agama itu sebenarnya sisi lain dari modernitas.


Sebagai orang NU, mengapa Anda tidak masuk PKB, malah masuk Partai Demokrat?

Terlalu banyak orang NU di sana. Orang-orang NU kan juga perlu menyebar ke banyak partai. Kebetulan di Demokrat belum banyak. Jadi saya menganggap ini wilayah yang masih terbuka. Saya nyaman dalam partai ini, meskipun tidak semua posisi politik teman-teman Demokrat saya sepakati, tapi kan itu biasa.

Kalaupun saya masuk partai lain, hal sama pasti saya hadapi. Tapi ya itu, yang saya risau pilpres mendatang. Kalau mengulang polarisasi sekarang, bahaya banget. Sebetulnya kita itu sudah mencapai banyak hal setelah reformasi, tapi saya khawatirnya kita kayak terpenjara di tengah-tengah, nanggung. Otoriter enggak, tapi demokrasi yang mapan dan menjamin civil rights sepenuhnya juga enggak. Ekonominya lumayan baik, tapi enggak juga. Jadi kayak problem Filipina.

Saya enggak mau Indonesia jatuh karena faktor agama. Saya setuju dengan teman-teman di pihak pendukung Ahok ya, bahwa masalah agama ini penting. Cuma cara menghadapinya saya punya perspektif yang agak beda. Justru karena masyarakatnya makin konservatif, jadi harus hati-hati. Harus didekati dengan cara yang lebih wise. Begitu enggak [bijak], kita bisa slip dan enggak karu-karuan akibatnya.

Teman-teman Anda di JIL kebanyakan pendukung Ahok.

Hampir semuanya, enggak ada yang tidak mendukung Ahok. Tapi saya biasa saja. Memang saya punya perspektif sosial politik berbeda dengan teman-teman saya yang di JIL dalam melihat masalah Jakarta ini. Seperti saya bilang, menghadapi konservatisme di Jakarta, sebagai pemikir saya bisa melontarkan ide yang seekstrem-ekstremnya, tapi sebagai aktor politik lain lagi.

Misalnya, saya enggak sepakat orang terlalu mengkritik secara sepihak Anies yang mendekati FPI. Saya enggak sepakat. Karena begini. Kalau Anda menjadi politisi, Anda harus mendekati kelompok sosial mana pun untuk meraih dukungan. Tetapi bukan berarti Anda didikte oleh segmen politik yang Anda dekati.

Kita butuh suara mereka, butuh menampung suara mereka yang masuk akal. Begitu enggak masuk akal ya ditolak saja. Tidak berarti [politisi] tunduk pada platform mereka, tapi ya diajak bicara supaya tidak terealienasi. Saya berpegang pada prinsip demokrasi, begitu Anda mengalienasi sebuah kelompok tertentu, Anda justru mendorong mereka menjadi kelompok yang begitu ekstrem. Jika Anda akomodasi mereka, Anda tarik ke tengah, Anda rangkul, kemungkinan mereka untuk menjadi ekstrem dapat dikurangi.


Kalau Anda mengalienasikan kelompok-kelompok seperti FPI ini terus menerus dengan alasan mereka ini tidak setuju pluralisme—ini bukan soal gagasan ya, tapi soal politik—kalau mereka Anda eksklusi secara terus menerus, kalau mereka nanti bikin ribut, gimana?

Jadi lebih baik mereka dapat ditampung dalam proses politik elektoral ini sehingga mereka mengalami moderasi. Kalau kelompok teroris (ISIS) yang menghendaki kerusakan, jelas-jelas enggak bisa. Saya juga enggak suka Anies itu dekat-dekat dengan mereka, kepinginnya Anies dekat-dekat dengan NU Muhammadiyah, tapi kan NU terutama agak mengambil jarak karena ada PKS.


Jadi, kesimpulannya FPI itu punya ceruk, penting?

Ya, bagaimanapun mereka sekarang punya umat. Nah ini yang membedakan saya dengan teman-teman JIL lain. Dalam soal politik, ya. Kalau ide liberalisme pada umumnya sama, tapi begitu menghadapi situasi politik yang spesifik, memang saya beda.

Saya tidak juga menyalahkan Ahok dan pendukung Ahok yang menghindari dekat dengan FPI. Pendekatan mereka, menyelesaikan masalah dengan FPI melalui eksklusi. Kalau FPI berbuat salah harus dihukum, jangan didekati. Pendekatan itu masuk akal, tetapi ada risikonya. Kalau Anda eksklusi mereka terus-menerus dalam jangka panjang, mereka bisa menjadi ekstrem. Tidak bisa dikontrol.

(Tirto/Islam-Indonesia/Kompas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Embargo Myanmar; Solusi Menghentikan Pembunuhan Warga Rohingya/ Jangan Bentrokkan Umat Muslim dengan Penganut Buddha


Kepala Departemen Muslim Georgia dengan menjelaskan bahwa pendekatan militer dalam masalah krisis Rohingya bukanlah solusi tepat mengatakan, mengancam embargo Myanmar dan memutus hubungan termasuk salah satu solusi melawan negara ini untuk menghentikan genosida.

Ramin Egyedov, Kepala Departemen Muslim Georgia saat wawancara dengan IQNA dengan mengkaji perubahan terkini di Myanmar juga mengkritik kebungkaman masyarakat dunia terhadap pemunuhan umat muslim Rohingya.

Ia dengan mengisyaratkan masalah ini, bahwa umat Muslim Myanmar tidak mendapatkan hak kewarganegaraan mengatakan, pemerintah Myanmar berupaya mengeluarkan seluruh umat muslim Rohingya dari negara ini. Myanmar memiliki sekitar 60 juta populasi dan para imigran dari Cina, India dan negara-negara lainnya yang juga tinggal di situ. Namun hanya muslim semata yang mendapatkan penganiayaan dan penyiksaan semacam ini.

Dapat dikatakan bahwa ini termasuk salah satu hasil konkrit Islamfhobia di dunia. Untuk hal ini dapat menganalogikan salah satu ucapan seorang biksu Buddha yang menyerupakan umat muslim sebagai seekor ular berbisa yang berbahaya dan dikatakan tidak ada seorangpun yang ingin merasakan bahaya ini di negaranya.


Kita Berhati-hati dengan Pengaruh Kelompok Teroris

Kepala Departemen Muslim Georgia menegaskan, sejumlah negara Islam dalam rangka membela hak-hak muslim Rohingya dan refleksi keteraniayaan mereka kepada masyarakat dunia, maka tidak cukup hanya dengan mengeluarkan statemen semata. Mengancam Myanmar akan embargo dan pemutusan hubungan komunikasi termasuk salah satu solusi melawan negara ini. Demikian juga harus berhati-hati bahwa kelompok teroris tidak berpengaruh di kalangan umat muslim Myanmar.

"Pendekatan militer dana atau pengumuman perang dengan Myanmar bukanlah solusi yang bagus dan hal itu dapat menyebabkan peperangan antara Muslim dan Buddha. Karenanya terkait masalah muslim Rohingya harus bergerak dengan waspada dan jeli,” lanjutnya.

Ramin Egyedov dengan mengisyaratkan kebungkaman masyarakat dunia di hadapan pembunuhan masal umat muslim Myanmar menambahkan, tidak dapat mengharap para pejabat Barat dan demikian juga sejumlah lembaga internasional untuk menegakkan keadilan. Karena dalam hal ini banyak sekali melihat tentang hal ini, yaitu negara-negara Barat tidak bersikap adil. Karenanya mereka kehilangan kredibelitas dan tidak dapat dipercaya lagi.

Kepala Departemen Muslim Georgia mengatakan, kita semua mengerti dengan baik bahwa jika negara-negara dunia memiliki landasan keadilan di hadapan insiden Suriah, maka krisis ini sampai sekarang akan berakhir. Namun ironisnya dalam perubahan ini, sebagian ISIS dan sebagian yang lain juga mendukung pasukan bebas Suriah dan tidak mengizinkan masyarkat negara itu sendiri yang menyelesaikan krisis tersebut.

Ramin Egyedov melanjutkan, dalam insiden ini Barat tidak kehilangan hal apapun. Adapun yang terjadi di Suriah maka tidaklah penting bagi Barat, karena para korban utama dalam perubahan ini adalah muslim. Insiden ini dari aspek ekonomi dan komersil juga banyak memberikan kerugian kepada umat muslim. Dari sisi lain amat memprihatinkan meski nasehat-nasehat al-Quran adalah tentang persatuan dan persaudaraan, namun sampai sekarang kita masih menyaksikan sejumlah konflik di tengah-tengah dunia Islam.

Ia dengan mengkritik pendekatan diskriminasi sejumlah media Barat khususnya refleksi sebagian perubahan-perubahan dunia menambahkan, barat khususnya dalam sebagian insiden, memiliki tolok ukur ganda. Semisalnya jika sebuah insiden terjadi di salah satu negara Islam, maka mereka merefleksikan insiden tersebut sesuka hatinya dan dalam rangka kemasalahatan mereka. Namun ketika terjadi insiden kecil di salah satu negara Eropa, sejumlah media dengan segenap upayanya menyiarkan sejumlah beritanya tentang hal tersebut dan menghimbau masyarakat dunia untuk memaparkan solusi. Bahkan dalam sebagian hal para pejabat tinggi negara ini berkumpul dan mengkaji masalah tersebut.


Pendekatan Islam akan Pembunuhan Orang-orang Tak Berdosa

Ketua Departemen Muslim Georgia dengan membandingkan pendekatan agama Islam dan Barat khususnya genosida mengatakan, dalam perspektif Islam jika seseorang membunuh satu orang tak berdosa, maka laksana telah membunuh seluruh manusia. Namun negara-negara Barat ironisnya memiliki pandangan lain dan mereka mempertimbangkan kewarganegaraan dan agama sang terbunuh. Karenanya Barat seantiasa memilih bungkam di hadapan pembunuhan umat muslim.

Ramin Egyedov dengan mengisyaratkan kondisi sukar umat muslim Myanmar menegaskan, ratusan ribu orang kabur ke Bangladesh dan dalam kondisi yang sukar. Sudah pasti negara fakir ini tidak akan mampu menyantuni para pengungsi ini. Karenanya lebih baik negara-negara Islam dalam rangka memberikan tempat tinggal para pengungsi dan demikian juga menyiapkan bahan makanan, membantu Bangladesh dari aspek Ekonomi.

Ketua Departemen Muslim Georgia mengatakan, pada hari-hari terakhir dipublikasikan sebuah berita tentang hal ini, yaitu sejumlah negara seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah memberikan bantuan jutaan dolar ke Amerika untuk membangun sejumlah kerugian yang muncul akibat badai di salah satu propinsi tersebut. Sementara itu Amerika memiliki anggaran yang besar dan kemungkinan tidak membutuhkan bantuan material tersebut. Sebagai gantinya, sejumlah negara ini dapat mengalokasikan bantuan tersebut ke Bangladesh guna pemulihan kondisi para pengungsi Rohingya.

(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Wartawan BBC Jonathan Head Ungkap Propaganda Palsu Myanmar Soal Rohingya

Wartawan BBC di Rakhine. (Foto: BBC)

Lebih dari 300.000 orang yang telah meninggalkan negara bagian Rakhine ke Bangladesh selama dua minggu terakhir semuanya berasal dari distrik Maungdaw, Buthidaung dan Rathedaung, wilayah terakhir di Myanmar dengan populasi Rohingya yang belum terusir ke kamp-kamp pengungsian.

Daerah-daerah ini sulit dijangkau. Jalannya buruk, dan siapa pun yang mau ke sana harus meminta izin khusus, yang jarang diperoleh wartawan. Berikut adalah catatan jurnalistik wartawan BBC Jonathan Head yang mengikuti perjalanan langka ke medan konflik Myanmar.

Kami langsung mengambil kesempatan untuk bergabung dalam perjalanan kunjungan yang diselenggarakan oleh pemerintah ke Maungdaw, yang dijatah untuk 18 wartawan lokal dan asing.

Perjalanan ini akan berarti jika kita bisa melihat tempat dan menemui orang-orang di lapangan. Tapi terkadang, meski di bawah pembatasan, kita tetap bisa mendapatkan wawasan berharga.

Betapa pun, pemerintah memiliki pandangan yang perlu didengar juga.

Sekarang mereka menghadapi pemberontakan bersenjata, meskipun banyak yang beranggapan, hal itu disebabkan perbuatan mereka sendiri. Konflik komunal di negara bagian Rakhine memiliki sejarah yang panjang, dan akan sulit dihadapi pemerintah mana pun.

Setibanya di Sittwe, ibu kota negara bagian Rakhine, kami diberi instruksi. Tidak ada yang boleh meninggalkan kelompok atau mencoba bekerja secara mandiri.

Jam malam diberlakukan pada pukul 6 sore, jadi tidak boleh berkeliaran setelah gelap. Kami boleh meminta untuk pergi ke tempat-tempat yang menarik perhatian kami; dalam praktiknya permintaan semacam itu ditolak dengan alasan keamanan.

Sejujurnya, saya yakin mereka benar-benar memperhatikan keselamatan kami.

Sebagian besar perjalanan di wilayah dataran rendah Myanmar ini dilakukan melalui labirin kali dan sungai di atas perahu-perahu yang penuh sesak. Perjalanan dari Sittwe ke Buthidaung memakan waktu enam jam.

Dari sana kami menempuh perjalanan selama satu jam di jalur yang sulit menuju Bukit Mayu ke Maungdaw. Saat kami menuju ke kota itu, kami melewati desa terbakar pertama yang kami lihat, Myo Thu Gyi. Di sana bahkan pohon-pohon palem pun ikut hangus.

Tujuan pemerintah membawa kami adalah untuk menyeimbangkan narasi yang sangat negatif yang bersumber dari pengungsi Rohingya yang tiba di Bangladesh, yang hampir semua berbicara mengenai sebuah rencana penghancuran yang disengaja oleh militer Myanmar dan kelompok massa Rakhine, dan pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan.

Tapi langkah ini segera goyah.

Pertama kami dibawa ke sekolah kecil di Maungdaw, yang penuh sesak dengan keluarga Hindu yang mengungsi. Mereka semua memiliki cerita yang sama untuk diceritakan yaitu serangan orang-orang Muslim, atau melarikan diri dari ketakutan.

Anehnya, orang-orang Hindu yang melarikan diri ke Bangladesh semuanya mengatakan bahwa mereka diserang oleh umat Buddha Rakhine setempat, karena mereka mirip orang Rohingya.

Di sekolah itu kami didampingi polisi bersenjata dan beberapa pejabat. Bisakah orang-orang di situ berbicara secara bebas? Seorang pria mulai menceritakan bagaimana tentara menembaki desanya, dan dia segera dikoreksi oleh tetangga.

Seorang perempuan dengan blus berenda oranye dan longyi ( kain tradisional Burma) berwarna abu-abu dan ungu muda yang ketara, sangat bersemangat menceritakan kekerasan yang dilakukan orang-orang Muslim.

Kami kemudian dibawa ke sebuah kuil Buddha, tempat seorang biksu menggambarkan orang-orang Muslim membakar rumah mereka sendiri, di dekat tempat itu. Kami diberi foto-foto yang menggambarkan mereka tertangkap basah melakukan aksi itu. Semuanya tampak aneh.


Di foto itu tampak sejumlah pria dengan topi haji putih berpose saat mereka membakar atap rumah yang terbuat dari rumbia. Beberapa perempuan mengenakan sesuatu yang tampak seperti taplak meja berenda di atas kepala mereka melambaikan pedang dan parang dengan melodramatis.

Kemudian saya mengetahui bahwa salah satu perempuan itu sebenarnya adalah perempuan Hindu dari sekolah tersebut yang tampak bersemangat, dan saya melihat bahwa salah satu dari pria yang tampak di foto itu juga hadir di antara orang-orang Hindu yang mengungsi.

Mereka membuat foto-foto palsu agar terlihat seolah-olah kelompok Muslimlah yang melakukan pembakaran.


Kami berkesempatan temu wicara dengan Kolonel Phone Tint, pejabat keamanan perbatasan setempat.

Dia menggambarkan bagaimana teroris Bengali, demikian mereka menyebut kaum militan Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan (Arakan Rohingya Salvation Army, ARSA) telah menguasai desa-desa Rohingya, dan memaksa mereka untuk menyediakan satu orang per rumah tangga sebagai militan. Yang tak mematuhi, rumahnya akan dibakar, katanya. Dia menuduh militan ARSA menanam ranjau darat dan menghancurkan tiga jembatan.

Saya bertanya apakah dia mengatakan bahwa semua desa yang terbakar yang berjumlah puluhan itu dihancurkan oleh militan. Dia menegaskan bahwa itulah posisi pemerintah.
Menanggapi sebuah pertanyaan tentang kekejaman militer, dia menepiskannya. "Mana buktinya?" tanyanya.

"Lihatlah perempuan-perempuan itu," yang dimaksudnya adalah perempuan pengungsi Rohingya: "siapa yang membuat klaim ini - siapa memangnya yang mau memperkosa mereka?"

Sejumlah warga Muslim yang dapat kami temui di Maungdaw, kebanyakan terlalu takut untuk berbicara di depan kamera.

Saat bisa lolos dari para petugas yang menguntit, kami berhasil berbicara dengan beberapa orang yang mengatakan betapa beratnya hidup mereka: tidak diizinkan meninggalkan lingkungan mereka oleh pasukan keamanan, betapa mereka kekurangan pangan, dan betapa mereka dicekam ketakutan.

Seorang pemuda mengatakan bahwa mereka ingin melarikan diri ke Bangladesh, namun para pemimpin mereka telah menandatangani sebuah kesepakatan dengan pihak berwenang untuk tetap tinggal.

Di pasar Bengali yang sekarang sepi, saya bertanya kepada seorang pria apa yang dia takutkan. Pemerintah, katanya.

Tujuan utama perjalanan kami di luar Maungdaw adalah kota pesisir Alel Than Kyaw. Ini salah satu tempat yang diserang oleh militan ARSA pada 25 Agustus dini hari.

Saat kami mendekati kota itu, kami melalui desa demi desa, semuanya benar-benar kosong. Kami melihat kapal-kapal yang ditinggalkan, kambing dan sapi. Tidak ada orang.

Alel Than Kyaw telah diratakan ke tanah. Bahkan sebuah klinik, dengan plang yang menunjukkan bahwa klinik itu dikelola oleh badan amal Medecins Sans Frontieres (Dokter Lintas Batas), telah hancur.


Di sebelah utara, di kejauhan kami bisa melihat empat gulungan asap yang membumbung naik, dan terdengar semburan tembakan senjata otomatis. Ada desa-desa yang sedang dibumi-hanguskan, kami menduga.

Letnan Polisi Aung Kyaw Moe menjelaskan kepada kami bahwa dia sudah mendapat peringatan terlebih dahulu akan adanya serangan tersebut.

Dia lebih dulu membawa penduduk non-Muslim ke baraknya untuk dilindungi, dan kemudian pasukannya dturunkan menghadapi gerilyawan yang membawa senjata api, parang dan bahan peledak rakitan selama tiga jam sampai mereka dipukul mundur.

Setidaknya 17 militan dan seorang petugas imigrasi tewas. Warga Muslim desa itu melarikan diri tak lama kemudian.

Namun dia kesulitan menjelaskan mengapa sebagian kota masih terbakar, dua minggu setelah serangan tersebut, di musim hujan pula. Mungkin sejumlah Muslim tetap tinggal, dan kemudian membakar rumah mereka sebelum pergi baru-baru ini, jawabnya kurang meyakinkan.

Kemudian, dalam perjalanan pulang dari Alel Than Kyaw, sesuatu yang sama sekali tidak direncanakan terjadi.


Kami melihat asap hitam membumbung dari balik pepohonan, di tepi sawah. Itu sebuah desa lain yang letaknya tepat di pinggir jalan. Dan kebakaran baru saja dimulai.

Kami semua berteriak kepada polisi pengawal kami untuk menghentikan mobil. Begitu mobil berhenti, kami langsung berlari menuju desa itu, meninggalkan pengawas kami yang kebingungan.
Polisi ikut bersama kami, tapi kemudian menyatakan tidak aman masuk ke desa. Jadi kami pergi mendahului mereka.

Terdengar suara benda terbakar dan gemeretak di mana-mana. Pakaian perempuan, yang jelas-jelas Muslim, bertebaran di jalan berlumpur. Dan ada pemuda-pemuda berbadan kekar, memegang pedang dan parang, berdiri di jalan setapak, bingung melihat 18 wartawan berkeringat bergegas menuju mereka.

Mereka mencoba menghindar dari kamera, dan dua dari mereka berlari memasuki desa, menginstruksikan orang-orang trakhir mereka untuk segera keluar dengan tergesa-gesa.

Mereka mengaku bahwa mereka adalah kelompok Buddha Rakhine. Salah satu rekan saya berhasil melakukan percakapan singkat dengan salah satu dari mereka, yang mengaku bahwa mereka membakari rumah-rumah itu, dibantu polisi.

Saat kami masuk, kami bisa melihat atap sebuah madrasah yang baru saja dibakar. Buku sekolah dengan aksara Arab dikeluarkan. Jeriken plastik kosong, berbau bensin, tertinggal di jalan setapak.

Desa itu bernama Gawdu Thar Ya. Itu adalah desa Muslim. Tidak ada tanda-tanda penghuninya. Pemuda-pemuda Rakhine yang telah membakar desa itu bergegas keluar, melewati para polisi yang mengawal kami, beberapa membawa barang-barang rumah tangga yang mereka jarah.

Pembakaran itu terjadi di dekat sejumlah barak polisi yang besar. Tidak ada yang melakukan tindakan apa pun untuk menghentikan semua itu.

(BBC/Merdeka/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Pendekatan Asia Tenggara Terhadap Krisis Rohingya/ Peran Kampanye Kebencian Terhadap Islam


Ketua Dewan Penasehat Organisasi Islam Malaysia menjelaskan proses sikap negara-negara Asia Tenggara terhadap pembunuhan muslim Rohingya dan mengungkapkan, kami berupaya berdialog dengan sejumlah organisasi internasioanl guna menambah tekanan terhadap Myanmar.

Muhammad Azmi Abdul Hamid, Ketua Dewan Penasehat Organisasi Swasta Islam Malaysia yang aktif dalam ranah membantu masyarakat Myanmar dan Palestina saat wawancara dengan IQNA dengan mengisyaratkan akar krisis Rohingya mengungkapkan, akar utama krisis Rohingya di Myanmar adalah kampanye kebencian terhadap Islam dan muslim, yang sekaligus ada pada periode pemerintahan militer dan juga di pemerintahan terpilih sekarang ini.

"Kampanye ini dengan tujuan mengingkari hak-hak muslim dan genosida etnis minoritas muslim Rohingya di tempat mereka; propinsi Arakan dari tahun-tahun sebelumnya yakni pembunuhan umum muslim terus berlanjut pada tahun 1942,” imbuhnya.

Muhammad Azmi Abdul Hamid menegaskan, ada bukti yang memberitahukan pembunuhan umum 100 ribu muslim Rohingya oleh pemerintah militer Myanmar pada tahun tersebut dan dituangkan di sumber-sumber sejarah.

"Setelah kemerdekaan Burma dari Inggris pada tahun 1948, propinsi Arakan di barat laut Myanmar juga terpaksa menjadi bagian dari RepublikPersatuan Myanmar,” jelasnya.

Ia lebih lanjut menegaskan, para pemimpin politik dan para pemimpin Buddha Burma senantiasa menciptakan rasa tidak aman dan takut terhadap umat muslim di kalangan para non muslim. Mereka mengklaim kehadiran umat muslim Rohingya pada akhirnya suatu saat nanti akan menyebabkan penguasaan mereka atas negara dan akan merubah Burma menjadi sebuah negara Islam.

Muhammad Azmi Abdul Hamid mengatakan, dengan demikian, pada tahun 1982 dalam hukum kewarganegaraan yang disetujui oleh pemerintah Burma, kewarganegaraan Rohingya sengaja dihapus dari list kewarganegaraan warga negara ini. Setelah itu, umat muslim Rohingya menjadi target penindasan dan aksi-aksi militer tentara dan polisi Myanmar terus berlanjut mengarah mereka dan lambat laun umat muslim Rohingya tidak mendapatkan banyak hak-hak utamanya.

Aktivis sosial Malaysia ini melanjutkan, akibat dari sejumlah perilaku inilah umat muslim Rohingya mendapatkan sejumlah kekerasan paling mengerikan, yakni pembunuhan, penyiksaan, penangkapan tanpa dalil, pengasingan, pembakaran rumah mereka, pembatasan hilir mudik, pembatasan pernikahan, penolakan perawatan kesehatan, penolakan akses terhadap pendidikan, anak-anak gelandangan dan pembakaran sejumlah masjid dan toko.

Ia menegaskan, alasan utama krisis ini adalah pengingkaran hak kewarganegaraan dan penghancuran kehidupan muslim Rohingya oleh para pejabat Myanmar.


Pendekatan negara-negara Asia Tenggara terhadap Krisis Rohingya

Muhammad Azmi Abdul Hamid lebih lanjut mengatakan, Malaysia dan Indonesia telah mengemukakan masalah Rohingya di tengah-tengah masyarakatnya di tingkat yang tepat dan dengan sejumlah upaya dewan penasehat organisasi swasta Islam di Malaysia, saat ini masalah tersebut mendapat atensi khusus di kalangan pemerintah dan warga Malaysia.

"Dengan menggunakan sejumlah kampanye pendidikan, demo, khotbah, liputan media, dialog, pameran, aktivitas pemerintah dan organisasi-organisasi swasta, pengiriman orang-orang untuk aktivitas kemanusiaan ke Myanmar dan Bangladesh, terciptalah pengetahuan baik tentang krisis muslim Rohingya dan saat ini masalah tersebut memiliki kedudukan tinggi di program negara,” imbuhnya.

Ia menambahkan, di Indonesia juga terbentuklah pengetahuan baik tentang masalah Rohingya lewat beragam kampanye dan program-program kemanusiaan. Beragam kampanye diselenggarakan oleh organisasi-organisasi swasta di negara ini untuk menyelamatkan umat muslim Rohingya.

Muhammad Azmi melanjutkan, Singapura demikian juga Brunei memberikan bantuan terkait hal ini. Begitu juga Filipina.

Beragam upaya jelas telah dilakukan oleh pemerintah sejumlah negara; namun sejumlah organisasi swasta melakukan sejumlah program untuk memberikan bantuan.

Ia menambahkan, Thailand meski negara Buddha namun organisasi swasta Islam di negara ini banyak melakukan aktivitas. Negara ini membutuhkan uluran tangan untuk umat muslim dan aktivitas kemanusiaan dan bantuan ke umat muslim.


Muhammad Azmi mengatakan, negara kawasan Asia Tenggara lainnya seperti Kamboja, Laos, dan Vietnam tidak melakukan banyak aktivitas untuk menciptakan pengetahuan tentang krisis Rohingya, dan ini dikarenakan ketergantungan dan hubungan mereka dengan para biksu Buddha Myanmar.

Ia menambahkan, sekarang ini sejumlah organisasi swasta Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Singapura sedang bekerjasama untuk membantu umat muslim Rohingya. Kami, demikian juga berupaya melakukan dialog dengan ASEAN, OKI dan PBB guna lebih menekan Myanmar.


Tayangan Berita-berita Rohingya di Sejumlah Media Malaysia

Azmi Abdul Hamid terkait mekanisme kinerja Malaysia tentang krisis Rohingya mengatakan, sejumlah media Malaysia khususnya media-media Islam saat ini secara besar-besaran sedang meliput berita-berita terkini tentang pembunuhan dan sejumlah kesulitan umat muslim Rohingya di Arakan. Media-media utama pemerintah juga meliput berita Rohingya. Menurut saya, warga Malaysia sedang mengikuti berita-berita Rohingya. Statemen para pejabat pemerintah, para aktivis sosial, para pemipin politik, dan ulama muslim juga direfleksikan di sejumlah media setiap hari.


Putus Hubungan dengan Myanmar; Tuntutan Warga Malaysia

Ia menegaskan, permintaan penekanan terhadap Myanmar dan putus hubungan dua belah pihak adalah permintaan banyak warga Malaysia dan dipaparkan di sejumlah media secara besar-besaran.

Azmi mengatakan, menurut saya kita membutuhkan sebuah program inisiatif kuat dari sejumlah pemerintah untuk menekan Myanmar dengan tujuan menghentikan sejumlah penindasan terhadap umat muslim Rohingya. Mereka harus meluncurkan sebuah gerakan kuat dari sejumlah negara seperti Iran, Turki, Indonesia, Pakistan, dan Malaysia untuk memaparkan solusi politik untuk krisis Myanmar. Negara Bangladesh lebih lemah untuk bisa memecahkan masalah ini.

Azmi melanjutkan, sejumlah organisasi swasta juga mengkoordinir gerakan-gerakan masyarakat guna membantu umat muslim Rohingya di Arakan dan Bangladesh dan berupaya menyiapkan paket-paket makanan, bantuan medis, kamp, saniter kesehatan dan air minum untuk mereka.


Dana Bantuan Rohingya; Inisiatif Dewan Penasehat Organisasi Islam Malaysia

Ia mengatakan, Dewan Penasehat Organisasi Islam Malaysia juga meluncurkan dana bantuan kemanusiaan Rohingya untuk membantu warga ini dan mengirimkan sejumlah bantuan.

Muhammad Azmi Abdul Hamid menjelaskan, aktivitas terbesar kami di dewan penasehat Organiasi Islam Malaysia adalah mengirimkan bantuan muatan makanan ke Myanmar pada musim dingin lalu. Sekitar 2.300 ton bantuan kemanusiaan berangkat menuju Myanmar dan Bangladesh lewat kapal, dan 182 wakil dari sejumlah organisasi swasta 10 negara (Malaysia, Indonesia, Kamboja, China, Bangladesh, Amerika Serikat, Swedia, Prancis, Arab Saudi dan Inggris) ikut berpartisipasi dalam kinerja ini.


Ia menambahkan, dewan penasehat organisasi Islam Malaysia demikian juga sedang meluncurkan sebuah pusat bantuan Malaysia di kawasan Cox’s Bazar, tempat berkumpulnya para pengungsi Rohingya di Bangladesh. Markas ini mengemban tanggung jawab koordinasi lembaga-lembaga bantuan yang ingin membantu para pengungsi di sejumlah kamp-kamp formal dan informal Bangladesh.

Muhammad Azmi Abdul Hamid di penghujung menegaskan, semua upaya harus difokuskan untuk menekan Bangladesh dan Myanmar sehingga mereka mengizinkan sejumlah lembaga bantuan untuk pergi ke kawasan Arakan dan membantu umat muslim yang teraniaya.

Muhammad Azmi Abdul Hamid dari tahun 2006 menjadi ketua dewan penasehat Organisasi Islam di Malaysia, yang aktif dalam ranah dakwah, pendidikan, amal, urusan kemanusiaan, bantuan ke warga Palestina dan Myanmar serta pengembangan ekonomi politik.

(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Serangan 9/11 Dirancang Dari Tel Aviv?


Fakta mengejutkan disampaikan Dr Kevin Barrett, seorang akademisi Amerika yang telah mempelajari peristiwa serangan 9/11 sejak akhir 2003. Ia mengungkapkan, serangan terorisme pada 11 September 2001 di AS tidak direncanakan di Kabul, Afghanistan, seperti yang diklaim Presiden AS Donald Trump.

Sebaliknya, rencana serangan itu justru diatur oleh unsur-unsur tertentu di Washington, DC, Amerika Serikat dan Tel Aviv, Israel. "Kudeta Zionis 9/11 dilakukan oleh kombinasi antara orang Israel dan Amerika neo-konservatif bersama dengan sayap kanan garis keras di militer Amerika dan badan intelijen yang melepaskan kudeta di Amerika," kata Dr Barrett.

Dr Barrett, anggota pendiri Panel Ilmiah untuk Investigasi 9/11, menyampaikan pernyataan tersebut dalam sebuah wawancara dengan media Iran, Press TV, pada Selasa (22/8). Saat itu ia mengomentari pernyataan yang dibuat Trump dalam pidato kenegaraannya tentang Afghanistan, pada Senin (21/8) di Fort Myer, Virginia.

"9/11, serangan teroris terburuk dalam sejarah kita, direncanakan dan diarahkan dari Afghanistan karena negara tersebut diperintah oleh pemerintah yang memberi kenyamanan dan perlindungan kepada teroris. Penarikan pasukan yang tergesa-gesa akan membuat kekosongan yang akan diisi oleh teroris, termasuk ISIS dan Alqaidah, seperti yang terjadi sebelum 11 September," ujar Trump dalam pidatonya.

Namun, kata Barret, Donald Trump baru saja membawa Amerika Serikat ke sebuah rawa yang tak ada dasarnya di Afghanistan. Dan alasan Trump sama seperti selama 16 tahun terakhir ini, yaitu Afghanistan bertanggung jawab atas serangan di New York dan Washington pada 11 September 2001.

"Saat Trump mencalonkan diri sebagai presiden, dia menunjukkan sikap skeptis terhadap perang asing. Dia menyadari perang di Irak dan Afghanistan telah menghancurkan ekonomi dan infrastruktur Amerika," tambahnya.

Trump juga bersikap skeptis terhadap serangan 9/11. Pada 11 September, Trump langsung mengatakan pasti ada bahan peledak yang digunakan. Dia mengatakan, tidak mungkin pesawat bisa meruntuhkan bangunan itu.

Dan dia benar, seperti yang telah dikemukakan oleh Architects and Engineers for 9/11 Truth. Ribuan arsitek dan insinyur mempertaruhkan reputasi mereka dengan mengungkapkan apa yang terjadi pada tiga gedung pencakar langit, termasuk Gedung 7, pada peristiwa 9/11. "Jelas-jelas itu dikendalikan keruntuhannya," ujar Dr Barrett.

"Jadi pernyataan resmi yang mengatakan adanya pembajakan pesawat yang dikendalikan oleh seorang pria di dalam gua di Afghanistan itu benar-benar menggelikan dan telah sepenuhnya terbantahkan," katanya.

Dan sekarang Donald Trump, yang pernah bersikap skeptis tentang semua ini, menuduh George W Bush sebagai seseorang bertanggung jawab atas 9/11. "Trump yang kita harapkan dapat menjadi seseorang yang akan mengatakan kebenaran tentang apa yang sebenarnya telah terjadi pada Amerika sejak serangan palsu pada 11 September. Semua harapan itu kini melesat," ungkapnya.

Dr Barrett mengatakan sekarang Trump jelas berada di bawah kendali Deep State yang membunuh 3.000 orang Amerika dalam sebuah tindakan pengkhianatan tingkat tinggi pada 11 September 2001. Serangan 11 September 2001, yang juga dikenal sebagai serangan 9/11, merupakan serangkaian serangan di AS yang menewaskan hampir 3.000 orang.

Serangan ini juga menyebabkan kerusakan properti dan infrastruktur senilai 10 miliar dolar AS. Pejabat AS menegaskan, serangan tersebut dilakukan oleh 19 teroris Alqaidah, namun banyak pakar mempertanyakan hal tersebut.

(Press-TV/Shabestan/Republika/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Aiko Kurasawa: Akui Pembantaian, Baru Rekonsiliasi


Jakarta, bagi Aiko Kurasawa, sudah seperti kampung halamannya yang kedua. Sejak 1972 hingga sekarang, di usia menginjak 68 tahun, profesor emeritus dari Universitas Keio itu rutin bolak-balik Tokyo-Jakarta. Baik untuk riset maupun sekadar menikmati suasana kampung di pinggiran Sungai Ciliwung, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Ia pernah dua tahun tinggal di kawasan elite Permata Hijau, tapi kemudian merasa lebih nyaman di Lenteng. "Sejak 1997, saya tinggal di sini. Kedua anak saya tumbuh dan besar di rumah ini," kata Aiko tentang rumahnya yang berdiri di atas lahan seluas 1.300 meter persegi itu.

Di awal kariernya sebagai akademisi, ia sempat dimusuhi orang-orang tua di Jepang. Disertasinya tentang pendudukan Jepang di tanah Jawa, yang mengantarnya meraih PhD dengan yudisium cum laude dari Universitas Cornell pada 1988, dianggap banyak mengumbar aib tentara Jepang dan lebih berpihak kepada Indonesia. Disertasi yang ia tulis selama 20 tahun itu telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Grasindo (1993) dan Komunitas Bambu (Januari 2015).

Salah satu yang membuatnya mendalami tentang Indonesia adalah peristiwa G-30-S 1965. Aiko, yang kala itu baru lulus SMA, tak mengira Bung Karno yang sangat dicintai mayoritas orang Jepang tiba-tiba jatuh. Padahal Bung Karno terlihat kuat dan pengaruhnya besar sekali. "Apa masalahnya... ini yang mendorong saya mempelajari Indonesia," kata Aiko.


Beberapa jam sebelum terbang kembali ke Tokyo, Aiko menerima majalah detik untuk membahas seputar G-30-S dari perspektif Jepang. Berikut ini petikannya:

Terkait G-30-S, selain merupakan aksi sepihak PKI, ada yang menyebutnya sebagai buatan CIA, konflik internal AD. Kalau versi Jepang?

Boleh dikatakan tidak ada. Tidak ada yang secara jelas mengekspresikan salah satu interpretasinya. Jadi peneliti Jepang rata-rata menghindari memberi interpretasi yang jelas. Saya sendiri belum berani memberi keputusan.


Jadi Jepang baru mengerti setelah para jenderal diculik?

Dalam arsip-arsip di Departemen Luar Negeri Jepang sama sekali tidak menyinggung aksi sepihak. Mungkin ada, tapi belum dibuka. Saya tidak tahu. Tapi arsip yang saya baca sama sekali tidak menyinggung aksi sepihak itu.


Tapi Jepang memantau konflik antara komunis dan tentara sebelum peristiwa G-30-S?

Kalau soal persaingan antara Angkatan Darat dan PKI, pemerintah Jepang mengerti. Itu politik di tingkat pusat. Jepang memantau. Tapi boleh dikatakan pemerintah Jepang tidak terlalu mengerti situasi di daerah.


Setelah meletusnya peristiwa G-30-S?

Semula Jepang merasa yakin Sukarno mampu mengendalikan kaum komunis. Tapi, sekitar Oktober atau November 1965, Sukarno kelihatan sangat lemah dan tidak bisa mengendalikan, baik tentara maupun kaum komunis. Sukarno tidak bisa mencegah pembantaian. Karena itu, Jepang sedikit demi sedikit mengambil jarak dengan Sukarno. Mengambil posisi diam, wait and see. Tidak berbuat apa-apa. Pasif.

Memang di Jepang ada kubu yang tetap bersimpati pada Sukarno, yang diwakili Duta Besar Jepang Saito. Dia teman lama Bung Karno pada zaman Jepang bekerja sama di Gunsei Kanbu. Keduanya berteman akrab. Meski begitu, pada pertengahan atau akhir November, dia juga terpaksa mengambil keputusan pemerintah. Sebab, Sukarno tidak bisa mengikuti realitas politik. Masih ingin membela PKI dan mengatakan CIA berada di belakang peristiwa tersebut. Ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan politik pada waktu itu. Dubes Saito juga mulai menyadari demikian. Kubu kedua memang agak keras pada Bung Karno, tapi tidak berani mengatakannya karena mainstream mendukung Bung Karno. Beberapa businessman ada di kubu ini. Mereka ada yang mendorong pemberontakan PRRI.


Apa karena mereka merasa bisnisnya terancam Sukarno?

Jepang tidak mempunyai kepentingan bisnis yang banyak di Indonesia pada waktu itu. Belum menanam modal. Beda dengan Amerika dan Inggris yang, sebelum Indonesia merdeka, sudah ada pertambangan. Kekayaan Jepang semua sudah diambil saat Jepang menyerah pada Sekutu. Waktu itu, semua kekayaan dan perusahaan yang terkait Jepang di Indonesia direbut kembali oleh Belanda. Jadi Jepang sudah tidak punya apa-apa di Indonesia. Beda dengan Amerika dan Inggris, yang selalu khawatir perusahaan mereka akan diambil alih oleh Bung Karno.


Bagaimana posisi Sukarno di mata pemerintah Jepang sebelum G-30-S?

Boleh dikatakan hubungan antara Jepang dan Bung Karno itu sangat baik. Negara-negara Barat banyak khawatir pada Bung Karno karena dinilai terlalu "kiri" dan terlalu ekstrem. Tetapi Jepang tidak begitu khawatir pada Bung Karno. Jepang membedakan komunisme dengan nasionalisme. Sukarno pun dinilai masih mampu mengendalikan Partai Komunis Indonesia. Mungkin bisa dikatakan Jepang menaruh simpati pada nasionalisme Sukarno.Setelah Perang Dunia II, kan Jepang dalam pengawasan Amerika.


Kedekatan dengan Sukarno tak menjadi masalah?

Posisi Jepang dengan Amerika memang berbeda terhadap Indonesia. Padahal, kalau hal lain, hampir sehaluan. Artinya, Jepang bersimpati ke Sukarno tapi Amerika tidak suka. Namun Amerika membiarkan posisi Jepang seperti itu. Karena mereka ingin memanfaatkan posisi Jepang. Melalui Jepang, Amerika bisa mendapatkan informasi. Kadang-kadang kalau ingin menyampaikan sesuatu pada Indonesia bisa melalui Jepang. Jadi Jepang boleh dikatakan dimanfaatkan.


Ketika Bung Karno dikucilkan Soeharto, ada upaya dari Jepang untuk meringankan beban Sukarno?

Tidak. Justru karena itu Dewi kecewa pada Jepang. Sebelumnya, hubungan dengan Bung Karno sangat baik, lalu sikap Jepang menjadi terlalu dingin. Membiarkan Bung Karno dikucilkan.


Selain pengaruh tekanan Amerika dan Inggris, apa yang menyebabkan Jepang seperti itu?

Sudah jelas, Jepang sendiri itu negara antikomunis. Meskipun bersimpati pada Sukarno, tapi tidak suka pada komunis. Kalau komunis hancur, Jepang juga senang.


Benarkah Jepang pernah menawarkan suaka kepada Bung Karno?

Dalam arsip Deplu tidak ada buktinya. Tapi saya pernah dengar dari seorang mantan menteri Bung Karno, namanya Setiadi. Dia menteri kelistrikan pro-Sukarno. Setiadi pernah dikirim ke Jepang sekitar Oktober-November. Menurut Setiadi, pemerintah Jepang, meskipun tidak secara resmi, menanyakan apakah Bung Karno mau mencari suaka atau tidak. Mungkin, kalau mau, Jepang menerima. Dan ada rumor di Jepang pada waktu itu, mungkin Bung Karno mencari suaka di Jepang. Saat Dewi (Ratna Sari Dewi, perempuan Jepang yang menjadi istri Bung Karno) datang ke Jepang pada Januari 1966, di media ada isu, mungkin Bung Karno akan ikut. Kalau Bung Karno meminta, saya kira Jepang akan menerima.


Seberapa signifikan peran Ratna Sari Dewi dalam hubungan Indonesia-Jepang?

Kalau sebelum G-30-S, peranannya penting karena waktu itu perusahaan tidak ada yang menanam modal di sini tapi banyak perusahaan Jepang yang ikut proyek pampasan perang. Tapi kan tender terbuka tidak ada, hanya tergantung pada Bung Karno mana yang disenangi. Peranan Dewi penting di situ sebagai pengantar dan mendorongkan Bung Karno mungkin agak gampang mendapatkan proyek itu. Sebelum Dewi, ada perempuan lain yang jadi penghubung. Nama marganya Kanesue. Perempuan ini akhirnya bunuh diri, mungkin karena dia putus asa kalah bersaing dengan Dewi. Tapi berita tentang dia tidak terlalu diekspos.


Siapa yang memperkenalkan dua perempuan ini pada Sukarno?

Perusahaan-perusahaan Jepang. Jadi perusahaan saling bersaing. Siapa yang mengenalkan perempuan yang cantik dan disenangi Bung Karno, itu yang menang. Yang paling hebat waktu itu Tonichi Trading Company, satu lagi Kinoshita Trading Company. Tonichi yang memperkenalkan Dewi.


Ada pengaruh Dewi saat Orde Baru bagi bisnis Jepang di Indonesia?

Tidak bisa lagi. Dia sudah kembali ke Jepang sekitar Oktober 1966 untuk melahirkan. Setelah itu, tidak bisa kembali ke Indonesia lagi. Dia baru kembali menjelang Bung Karno meninggal pada 1970.

Investasi Jepang justru besar saat Orde Baru....

Itu memang wajar karena ekonomi Jepang saat itu sudah cukup kuat. Jepang mencari tempat menanam modal di luar negeri. Setelah Indonesia ada UU Penanaman Modal Asing, pemerintah dan perusahaan Jepang segera mengambil tindakan.


Menggunakan mediator seperti Dewi?

Yang memegang peranan penting itu Adam Malik sebagai Menteri Luar Negeri. Dia punya kawan-kawan dari Jepang yang dekat. Mantan tokoh-tokoh Gunsei Kanbu (pemerintah militer) yang sudah kenal dengan Adam Malik punya peranan penting di Jepang.


Jepang pernah menjajah dengan kejam tapi tak ada sentimen anti-Jepang ketimbang anti-Cina, ya?

Sentimen itu relatif lemah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara yang lain. Pemerintah Orde Baru tidak begitu senang jika ada rasa dendam pada Jepang. Karena mereka mementingkan hubungan ekonomi. Opini masyarakat itu didorong oleh pendapat pemerintahnya. Pemerintah Indonesia sendiri tidak suka kalau Jepang dikritik. Ini perasaan saya, ya, terutama pada masa Orde Baru. Pernah dengar kasus film Romusha tahun 1972 atau 1973? Film ini sudah lulus sensor, hampir mulai tayang, tapi tiba-tiba dilarang. Waktu itu, ada rumor ada tekanan dari pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang itu sangat sensitif, walau ada sedikit kritikan, mereka tidak senang. Pemerintah Orde Baru yang sudah tahu itu agak hati-hati supaya tidak menyinggung orang Jepang.

Waktu isu jugun ianfu muncul, sikap pemerintah Indonesia tidak sekeras Korea Selatan atau Filipina. Pemerintah Indonesia tidak terlalu mendukung perjuangan ibu-ibu mantan jugun ianfu.


Anda punya pendapat soal wacana rekonsiliasi yang kembali menghangat?

Paling tidak, pemerintah harus mengakui dulu bahwa ada pembantaian. Tapi, untuk sementara, secara resmi tidak mengakui, kan. Tidak mungkin aparat diadili atau pembayaran kompensasi. Saya kira itu tidak realistis. Tapi, kalau mengakui adanya pelanggaran HAM, itu bisa saja. Saya rasa salah satu sebab Gus Dur digulingkan karena dia terlalu membela PKI.


Selama ini yang banyak disorot hanya korban dari pihak PKI, sebaliknya keluarga para ustad yang jadi korban PKI tidak?

Soal itu, kita harus mengadakan penelitian yang benar. Aksi sepihak pun penelitiannya belum cukup. Saya juga heran mengapa seperti itu. Mestinya, kalau itu benar terjadi (kekerasan oleh PKI terhadap para ustad), rezim Soeharto mendorong untuk diadakan penelitian. Tapi tidak, kan? Maka itu, saya masih ragu. Mungkin betul ada yang dibunuh, tapi apakah secara massal, saya masih ragu. Kalau betul secara massal, pasti banyak diketahui. Apalagi negara Barat, seperti Amerika, jika ada pembantaian pada unsur Islam yang dilakukan PKI, pasti akan di-blow-up. Jadi saya tidak berani bilang ada, tapi tidak berani juga bilang tidak ada.


BIODATA:
Nama: Aiko Kurasawa
Umur: 69 tahun
Suami:
Anak: dua

Pendidikan:
• Sarjana dari Fakultas Liberal Arts, Tokyo University, 1970
• Master dari Tokyo University, 1976
• Doktor dari Cornell University, 1988

Karier:
• Dosen di Setsunan University, 1982-1991
• Asisten khusus Duta Besar Jepang di Jakarta, 1991-1993
• Dosen di Nagoya University, 1993-1997
• Dosen di Fakultas Ekonomi Keio University, sejak 1997

Buku:
• Mobilisasi dan Kontrol: Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa, 1942-1945, Grasindo, 1993
• Kuasa Jepang di Jawa, 1942-1945, Komunitas Bambu, Januari 2015
• Peristiwa 1965, Persepsi dan Sikap Jepang, Penerbit Kompas, September 2015

***

Kolom ini dimuat di Majalah Detik (Edisi 201, 5 Oktober 2015). Edisi ini mengupas tuntas "Pasir Berdarah Lumajang". Juga ikuti artikel lainnya yang tidak kalah menarik, seperti rubrik Nasional "Coblos 'Setuju' atau 'Tidak'", Internasional "Rusia Datang, Assad pun Tenang", Ekonomi "Oleh-oleh Lawatan ke Arab", Gaya Hidup "Kulot, Old Fashion tapi Keren", rubrik Seni Hiburan dan review Film "Magic Mike XXL", serta masih banyak artikel menarik lainnya.

(Detik-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Terkait Berita: