Makam Suci yang Tersembunyi
Imam Ali as pada tanggal 19 Ramadhan tahun 40 H tepatnya di masjid besar Kufah terluka dengan pedang Abdurahman bin Muljam Muradi yang menyebabkan kesyahidan beliau pada malam jumat tanggal 21 Ramadhan tahun tersebut. Tersembunyinya makam Imam Ali as sesuai dengan wasiat yang ditinggalkan dan tidak ada seorangpun yang mengetahui letak makam kecuali Para Imam keturunan beliau dan sedikit dari pengikut setia keluarga Nabi ini.
Sayid bin Thawus dalam kitabnya Farhat al-Ghari (hal 17-129) dan Syeikh Ja’far Ali Mahbubah dalam kitabnya Madhi an-Najaf (jilid 1/ hal 37-95) melampirkan perihal tersembunyinya makam Imam Ali as. Sayyid bin Thawus dalam bukunya menuliskan, “Jasad suci Imam Ali as diiring keluar pada malam hari oleh Imam Hasan dan Imam Husein as serta Muhammad Hanafiah, Abdullah bin Ja’far juga sebagian dari keluarga Imam as. Mereka mengubur jasad suci tersebut di belakang kota Kufah. Ketika ditanya perihal kenapa mereka menyembunyikan makam tersebut. Imam as menjawab, kami khawatir kelompok Khawarij akan menggali dan membongkar kubur tersebut”.
Seiring dengan bergulingnya pemerintahan rezim Bani Umayah dan kehancuran kelompok Khawarij di abad ke dua Hijriah sezaman dengan masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, letak makam Imam Ali bin Abi Thalib as pun menjadi jelas bagi seluruh masyarakat, ia terletak di kota Najaf - Irak.
Pembangunan Pertama Makam
Pemakaman ini dibangun oleh Harun ar-Rasyid kira-kira pada tahun 175 H. Dan menurut penukilan dari kitab Arsyad al-Qulub milik Dailami, bangunan ini memiliki empat pintu yang pusaranya terbuat dari batu putih serta kubahnya terbuat dari tanah merah yang diatasnya diberikan tanda hijau.
Pembangunan kedua
Pemakaman ini dibangun setelah Dai ash-Shaghir salah satu dari cucu Zaid bin Ali Zainal Abidin as berhasil sampai pada kekuasaan di Thabristan, bangunan kedua ini adalah permulaan puncak kemegahan dari pemakaman suci ini yang memiliki tujuh puluh atap cekung yang sangat indah. Ibnu Abi al-Hadid dalam kitabnya Syarh Nahjul Balaghah (jilid 2/ hal 45-46) sedikit mengisyaratkan tentang kemegahan kubah bangunan ini.
Pembangunan Ketiga
Pemakaman ini dibangun oleh Adhud ad-Daulah Dailami, yang rampung pada tahun 327 H, dimana tahun tersebut merupakan tahun wafatnya Adhud ad-Daulah Dailami. Dia dikubur di kamar tempat khusus yang berada di area bangunan pemakaman ini sesuai dengan wasiat yang ditinggalkannya, dan saat ini kamar tersebut dikenal dengan pekuburan kerajaan Ali Buyah. Dailami merupakan orang pertama yang dimakamkan di kawasan pemakaman Imam Ali as.
Dailami membangun pemakaman ini dengan sangat megah, seluruh anggota kerajaan dan para menteri berkerja sama dalam pemugarannya. Selain membangun kawasan pemakaman Imam Ali as, Dailami pun membangun kota Najaf yang dimulai dengan pembangunan rumah-rumah, kamar mandi umum, pelbagai pasar dan mengajak masyarakat Syi’ah untuk menetap di kota tersebut. Ia juga menentukan beberapa devisi untuk mengabdi di makam serta mewakafkan sebagian besar hartanya guna kepentingan makam.
Ibn Bathuthah yang masuk ke kota Najaf pada tahun 727 H pada catatan perjalannya menuliskan:
“Ketika masuk lewat pintu makam Imam Ali as terdapat sekolah besar dimana para pelajar agama dan para sufi Syi’ah menetap di sana. Sekolah ini senantiasa melayani dan menjamu setiap tamu selama tiga hari. Setiap harinya pengurus sekolah dua kali menyuguhkan makanan yang terdiri dari roti, daging dan kurma kepada para tamu. Ketika masuk lewat pintu al-Qubah terdapat para penjaga pintu, pembersih dan pengawas yang melayani setiap penziarah. Saat ada penziarah datang -sesuai dengan kedudukan masing-masing penziarah-, seluruh atau salah satu dari mereka bangkit untuk menyambut dan menemaninya hingga masuk di kawasan pemakaman Imam Ali as, membacakan untuknya doa izin masuk dan membimbingnya untuk mencium pintu masuk makam Imam Ali as.
Ruang dalam makam terdapat pelbagai permadani, kain yang terbuat dari sutra, lampu hias dan lampu gantung yang terbuat dari emas atau perak yang tergantung di setiap sisi ruangan. Tepat di pusat bangunan, terdapat sebuah teras persegi yang diatasnya terletak sebuah pusara dari yang terbuat kayu dan bagian atasnya dilapisi dengan lempengan emas yang terukir cermat, indah dan penuh dengan kesempurnaan seni. Ia melekat dengan paku-paku yang terbuat dari emas dan perak, sehingga lapisan atas dari pusara tersebut tidak nampak.
Tinggi teras tidak melebihi ukuran badan manusia dan di dalamnya terdapat tiga pusara yang menurut masyarakat ialah pusara Nabi Adam as, pusara Nabi Nuh as dan pusara Imam Ali as. Di antara ketiga pusara tersebut terdapat wadah-wadah yang berisi pelbagai jenis air bunga, minyak misik dan minyak wangi lainnya yang biasanya diambil berkah oleh para penziarah dengan menyentuhnya atau mengusapkannya ke bagian kepala dan muka mereka.
Di sisi lain dari ruangan pemakaman Imam as terdapat pusara perak yang di atasnya dilapisi dengan tirai sutra berwarna yang letaknya tepat berhadapan dengan masjid. Bangunan masjid memiliki empat pintu yang di setiap pintunya terdapat ruangan pusara-pusara perak yang dihiasi dengan tirai-tirai sutra. Ruang dalam masjid juga dihiasi dengan pelbagai permadani-permadani terbaik yang terbentang di atas lantai, demikian pula tirai-tirai sutra indah menutupi sebagian dari tembok-tembok dan atap masjid.”
Api Melalap Bangunan Makam
Pada tahun 755 H terjadi kebakaran yang melalap sebagian dari area pemakaman Imam Ali as, khususnya pada bagian yang dindingnya terbuat dari kayu jati dan dihiasi dengan kerajinan cermin dan ukiran yang sangat indah. Api melahap hampir semua permadani-permadani dan tirai-tirai sutra yang ada dalam pemakaman.
Syeikh Kamaluddin Abdul Rahman Utaiqi Hilli Najafi yang menyaksikan kejadian itu, dalam kitab terakhirnya Syarh al-Fushul al-Ilaqiyah, -tanpa menyebutkan kerugian yang diderita akibat kebakaran tersebut- mengatakan bahwa kitabnya selesai ditulis pada bulan Muharram tahun 755 H, yaitu tahun terjadinya kebakaran di lokasi makam Imam Ali as. Ia menambahkan bahwa makam Imam Ali as telah dibangun ulang pada tahun 760 H.
Ibn Anbah penulis kitab Umdah at-Thalib (812 H), lebih jelas mengabarkan kerugian yang diderita akibat kebakaran yang melanda pemakaman Imam as. Ia mengatakan bahwa sebagian dari kawasan pemakaman termasuk makam raja Ali Buyah selamat dari bencana tersebut. Perpustakaan pemakaman yang menjadi pusat perhatian ulama-ulama Syi’ah -setelah hijrahnya Syeikh Thusi ke Najaf- dan tempat pewakafan sejumlah besar naskah asli yang merupakan hadiah para penulis, habis terlalap api dalam kejadian tersebut. Al-Quran tulisan tangan Imam Ali as yang tersusun dalam tiga jilid besar dan ditulis di atas kulit rusa adalah salah satu hasil karya sejarah yang ikut hangus terlalap api, hanya satu jilid darinya yang selamat, sisi-sisinya terbakar tetapi tulisannya tetap utuh.
Pembangunan Keempat
Tidak ada satu pun ahli sejarah yang menisbahkan perombakan ulang makam Imam Ali as kepada orang tertentu setelah terjadinya kebakaran itu. Hal ini menjelaskan bahwa asli bangunan Adhud ad-Daulah tetap utuh dan selamat lahapan api, hanya sebagian dari dekorasi dan hiasan bangunan yang terbakar. Penghiasan ulang bangunan makam dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Syi’ah dan sebagian raja yang berkuasa pada masa itu. Dapat dikatakan bahwa makam Imam Ali as yang ada sekarang ini merupakan peninggalan dari kerajaan Ali Buyah sedang pelataran Syarif yang ada dalam kawasan makan ini, merupakan peninggalan dari kerajaan Shafawiyah. Kedua peninggalan sejarah ini termasuk salah satu arsitektur islam terbaik dunia.
(Taghrib/Balaghah/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email