Pesan Rahbar

Home » » Masa Muda, Sebuah Keutamaan Yang Terabaikan

Masa Muda, Sebuah Keutamaan Yang Terabaikan

Written By Unknown on Friday, 20 October 2017 | 02:45:00


Masa-masa muda memiliki urgensitas dan nilai tersendiri yang tidak bisa dibandingkan dengan satupun masa dari usia kehidupan seorang manusia. Masa-masa inilah yang dikatakan sebagai masa-masa emas kehidupan setiap individu, tidak banyak dipahami dan tidak banyak diperhatikan. Imam Ali as mengisyaratkan persoalan penting ini seraya bersabda sebagai berikut:

«شَیْئَانِ لَا یَعْرِفُ فَضْلَهُمَا إِلَّا مَنْ فَقَدَهُمَا: الشَّبَابُ وَ الْعَافِیَه»

Artinya, “Ada dua sesuatu yang tidak diketahui nilai dan urgensinya kecuali tatkala kehilangan kedua-duanya, yaitu: Masa muda dan masa sehat.”[1]


Ada banyak riwayat yang menjelaskan tentang urgensi dan bernilainya masa-masa muda dan disini akan disebutkan beberapa diantaranya:


1. Masa muda adalah masa termanis bagi makhluk dan ciptaan Allah Swt.

Dalam hadits dijelaskan seperti berikut:

«قَالَ ابْنُ أَبِی لَیْلَى لِلصَّادِقِ (علیه السلام) أَیُّ شَیْ‏ءٍ أَحْلَى مِمَّا خَلَقَ اللَّهُ عَزَّوَجَلَّ؟ فَقَالَ الْوَلَدُ الشَّابُّ. فَقَالَ: أَیُّ شَیْ‏ءٍ أَمَرُّ مِمَّا خَلَقَ اللَّهُ عَزَّوَجَلَّ؟ قَالَ: فَقْدُهُ. فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّکُمْ حُجَجُ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ.»

Artinya, “Telah bertanya Ibnu Abi Laili kepada Imam Shadiq as, “Ciptaan Allah Swt yang mana yang paling manis? Imam Shadiq as menjawab, “Anak yang muda,” Dia bertanya, “Ciptaan Allah Swt yang mana yang paling pahit?” Imam Shadiq as menjawab, “Kehilangan anak muda itu.” Dia berkata, “Saya bersaksi bahwa anda adalah hujjah Allah Swt atas hamba-hamba-Nya.”[2]


2. Nilai ibadah dikala masih muda


Dalam hadits dijelaskan sebagai berikut:

«حَدَّثَنِی مَالِکٌ عَنْ أَبِی عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِی سَعِیدٍ الْخُدْرِیِّ أَوْ عَنْ أَبِی هُرَیْرَهَ قَالَ: قَالَ: رَسُولُ اللَّهِ ص سَبْعَهٌ یُظِلُّهُمُ اللَّهُ عَزَّوَجَلَّ فِی ظِلِّهِ یَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ، إِمَامٌ عَادِلٌ وَ شَابٌّ نَشَأَ فِی عِبَادَهِ اللَّهِ عَزَّوَجَل‏…»

Artinya, “Telah berkata kepadaku Malik dari Abu Abdurrahman dari Hafsh bin Ashim dari Abi Sa’id al-Khudri atau dari Abi Hurairah, dia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Ada tujuh kelompok manusia yang Allah Swt berikan perlindungan pada mereka di hari dimana tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya: Imam yang adil, Pemuda yang tumbuh besar dengan ibadah kepada Allah Swt…”[3]


Dalam hadits lain juga disebutkan seperti berikut ini:

«أن رسول الله صلى الله علیه وسلم قال: ما من شباب یدع لذه الدنیا ولهوها ویستقبل بشبابه طاعه الله تعالى إلا أعطاه الله تعالى أجر اثنین وسبعین صدیقا، ثم قال: یقول الله تعالى: أیها الشاب التارک شهوته من أجلی، المبتذل شبابه لی، أنت عندی کبعض ملائکتی.»

Artinya, “Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada (balasan) bagi seorang pemuda yang meninggalkan kelezatan dan permainan dunia dan dengan kemudaannya dia menyambut ketaatan kepada Allah Swt kecuali Allah Swt akan memberinya imbalan pahala senilai tuju puluh dua Shiddiqin (orang-orang yang memiliki kedudukan shiddiqin)”, lalu kemudian Allah Swt berfirman kepadanya, “Wahai pemuda yang telah meninggalkan kelezatan hawa nafsu dan telah menghabiskan masa muda demi Diri-Ku, engkau disisi-Ku seperti sebagian malaikat-Ku.”[4]


Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda sebagai berikut:

«فضل الشّابّ العابد الّذی یعبد فی صباه على الشّیخ الّذی یعبد بعد ما کبرت سنّه، کفضل المرسلین على سایر النّاس.»

Artinya, “Rasulullah saw bersabda, “Keutamaan seorang pemuda yang ahli ibadah yang masa mudanya digunakan untuk beribadah kepada Allah Swt atas seorang orang tua yang setelah menginjak usia tua baru lebih giat beribadah, sama seperti keutamaan para nabi dan utusan Allah Swt atas seluruh umat manusia.”[5]


3. Nilai keberagamaan pemuda

Dalam sebuah hadits dijelaskan seperti berikut:

«قَالَ رَسُولُ اللَّه‏ إِنَّ أَحَبَّ الْخَلَائِقِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى شَابٌ‏ حَدَثُ‏ السِّنِ‏ فِی‏ صُورَهٍ حَسَنَهٍ جَعَلَ شَبَابَهُ وَ جَمَالَهُ فِی طَاعَهِ اللَّهِ تَعَالَى ذَاکَ الَّذِی یُبَاهِی اللَّهُ تَعَالَى بِهِ مَلَائِکَتَهُ فَیَقُولُ هَذَا عَبْدِی حَقّا»

Artinya, “Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya diantara makhluk yang paling dicintai Allah Swt adalah seorang pemuda tampan yang masa muda dan ketampanannya dihabiskan untuk mentaati Allah Swt, seorang yang Allah Swt membangga-banggakannya di tengah-tengah para malaikat seraya berfirman, “Inilah hamba-Ku yang sebenarnya.”[6]

 
4. Peran amal di masa muda untuk masa tua

Dalam hadits diungkapkan seperti berikut:

«عَنْ أَبِی جَعْفَرٍ ع قَالَ قَالَ النَّبِیُّ ص إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا غَلَبَهُ ضَعْفُ الْکِبَرِ أَمَرَ اللَّهُ عَزَّوَجَلَّ الْمَلَکَ أَنْ یَکْتُبَ لَهُ فِی حَالِهِ تِلْکَ مِثْلَ مَا کَانَ یَعْمَلُ وَ هُوَ شَابٌّ نَشِیطٌ صَحِیحٌ…»

Artinya, “Imam Shadiq as bersabda, “Rasulullah saw telah bersabda bahwa, “Sesungguhnya apabila kelemahan masa tua telah mendominasi kaum Muslimin, maka Allah Swt menyuruh dan memerintahkan malaikat untuk menuliskan pahala amal untuk orang itu sebagaimana ia beramal di masa mudanya.”[7]


5. Kesiapan dan potensi pemuda untuk menerima dan mempelajari

Dalam riwayat diungkapkan seperti berikut ini:

«…وَ إِنَّمَا قَلْبُ‏ الْحَدَثِ‏ کَالْأَرْضِ الْخَالِیَهِ مَا أُلْقِیَ فِیهَا مِنْ شَیْ‏ءٍ قَبِلَتْهُ فَبَادَرْتُکَ بِالْأَدَبِ قَبْلَ أَنْ یَقْسُوَ قَلْبُک‏…»

Artinya, “Amirul Mukminin Ali as bersabda, “Hati para pemuda ibarat tanah kosong dan berpotensi dimana bibit apapun yang ditaburkan diatasnya pasti akan diterimanya (tumbuh), maka aku pun segera mendidik kamu (hati muda) sebelum hati kamu menjadi keras…”[8]


6. Nilai mempelajari al-Qur’an di masa muda

Dalam sebuah riwayat dipaparkan seperti berikut:

«عَنْ أَبِی عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ: مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَ هُوَ شَابٌّ مُؤْمِنٌ اخْتَلَطَ الْقُرْآنُ‏ بِلَحْمِهِ‏ وَ دَمِهِ وَ جَعَلَهُ اللَّهُ عَزَّوَجَلَّ مَعَ السَّفَرَهِ الْکِرَامِ الْبَرَرَهِ وَ کَانَ الْقُرْآنُ حَجِیزاً عَنْهُ یَوْمَ الْقِیَامَهِ یَقُولُ یَا رَبِّ إِنَّ کُلَّ عَامِلٍ قَدْ أَصَابَ أَجْرَ عَمَلِهِ غَیْرَ عَامِلِی فَبَلِّغْ بِهِ أَکْرَمَ عَطَایَاک‏»

Artinya, “Dari Abu Abdillah as (Imam Shadiq as), beliau bersabda, “Barang siapa yang membaca al-Qur’an dan dia adalah seorang pemuda Mukmin, maka al-Qur’an telah menyatu dengan dagingnya, dengan darahnya dan Allah Swt menjadikannya kelak bersama malaikat pembawa wahyu yang sama sekali tidak pernah berbuat dosa dan al-Qur’an akan menjadi tameng yang melindunginya dari api neraka pada hari Kiamat. Pada hari itu (Kiamat) al-Qur’an berkata (kepada Allah Swt), “Wahai Tuhanku! Setiap pengamal telah mendapatkan imbalan amalnya, kecuali para pengamal-ku (pengamal al-Qur’an)! Karena itu hendaklah Engkau anugerahkan yang terbaik kepadanya!”[9]


7. Masa-masa muda kelak akan ditanyakan

Dalam sebuah riwayat dipaparkan seperti berikut:

«قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ ع کَانَ فِیمَا وَعَظَ بِهِ لُقْمَانُ ابْنَهُ یَا بُنَیَّ … وَ اعْلَمْ أَنَّکَ سَتُسْأَلُ غَداً إِذَا وَقَفْتَ بَیْنَ یَدَیِ اللَّهِ عَزَّوَجَلَّ عَنْ أَرْبَعٍ شَبَابِکَ فِیمَا أَبْلَیْتَهُ‏ وَ عُمُرِکَ‏ فِیمَا أَفْنَیْتَهُ وَ مَالِکَ مِمَّا اکْتَسَبْتَهُ وَ فِیمَا أَنْفَقْتَه‏…»

Artinya, “Imam Shadiq as bersabda, “Diantara nasehat Luqman kepada putranya adalah, “Wahai anakku! Kelak disisi Allah Swt akan ditanyakan kepada kamu empat hal: masa muda engkau gunakan untuk apa? Usia kamu dihabiskan untuk apa? Dari mana engkau peroleh harta dan digunakan untuk apa?…”[10]


Bahan Bacaan: 

1. A’lâm al-Dîn fî Shifât al-Mu’minîn, Dailami, Hasan bin Muhammad, Muassasah âli al-Bait (as), Qom, cet. 1, 1408 H.
2. Al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Ibnu Katsir, jilid 9, hal. 33, riset: Ali Syiri, cet. 1, 1408 H – 1988 M, Dâr Ihyâ al-Turâts al-Arabî, Beirut.
3. Tuhaf al-‘Uqûl ‘an Âli al-Rasûl (saw), Ibnu Syu’bah Harani, Hasan bin Ali, Jâmi’ah Mudarrisîn, Qom, cet. 2, 1404 H – 1363 Syamsi.
4. Al-Jâmi’ al-Shaghîr, Jalaluddin Suyuti, 1, 1401 H – 1981 M, Dâr al-Fikr liththabâ’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzî’, Beirut.
5. Al-Khishâl, Muhammad bin Ali, Ibnu Babwaih, Jâmi’ah Mudarrisîn, Qom, cet. 1, 1362 Syamsi.
6. Ghurar al-Hikam wa Durar al-Kalim, Abdul Wahid bin Muhammad Tamimi Amidi, Dâr al-Kitâb al-Islâmî, Qom, cet. 2, 1410 H.
7. Faidh al-Qadîr Syarh al-Jâmi’ al-Shaghîr, al-Manawi, riset dan revisi: Ahmad Abdussalam, cet. 1, 1415 H – 1994 M, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut.
8. Al-Kâfî, Kulaini, Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq, Dâr al-Hadîts, Qom, cet. 1, 1429 H.
9. Kanz al-‘Ummâl, al-Muttaqi al-Hindi, riset: Syaikh Bakri Hayani/revisi dan daftar isi: Syaikh Shafwah al-Saqa, 1409 H – 1989 M, Muassasah al-Risâlah, Beirut.
10. Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqîh, Muhammad bin Ali, Ibnu Babwaih, Daftar Intisyârât Islâmî (di bawah naungan) Jâmi’ah Mudarrisîn Hauzah Qom, Qom, cet. 1, 1413 H.
11. Nahjul Balaghah (Shubhi Shaleh), Syarif Radhi, Muhammad bin Husain, Hijrat, Qom, cet. 1, 1414 H.



Catatan Kaki:

[1] Ghurar al-Hikam wa Durar al-Kalim, Abdul Wahid bin Muhammad Tamimi Amidi, hal. 414, hadits 11.
[2] Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqîh, Muhammad bin Ali, Ibnu Babwaih, jilid 1, hal. 188, hadits 569.
[3] Al-Khishâl, Muhammad bin Ali, Ibnu Babwaih, jilid 2, hal. 343, hadits 7.
[4] Al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Ibnu Katsir, jilid 9, hal. 33.
[5] Al-Jâmi’ al-Shaghîr, Jalaluddin Suyuti, jilid 2, hal. 213, hadits 5856; Kanz al-‘Ummâl, al-Muttaqi al-Hindi, jilid 15, hal. 776, hadits 43059; Faidh al-Qadîr Syarh al-Jâmi’ al-Shaghîr, al-Manawi, jilid 4, hal. 566, hadits 5856.
[6] Kanz al-‘Ummâl, al-Muttaqi al-Hindi, jilid 15, hal. 785, hadits 43103; A’lâm al-Dîn fî Shifât al-Mu’minîn, Dailami, Hasan bin Muhammad, hal. 120.
[7] Al-Kâfî, Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, jilid 5, hal. 307.
[8] Tuhaf al-‘Uqûl, Ibnu Syu’bah Harani, Hasan bin Ali, hal. 70; Nahjul Balaghah, Syarif Radhi, Muhammad bin Husain, Surat 31.
[9] Al-Kâfî, Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, jilid 2, hal. 603.
[10] Al-Kâfî, Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, jilid 2, hal. 134.

(Shafei-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: