“Al-Musnad al-Shahîh al-Mukhtashar min al-Sunan Binaql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ‘an Rasûlillâh (saw).”[1]
Dinukil dari Ibnu Khalakan, Muslim bin Hujjaj atau lebih dikenal dan lebih populer dengan sebutan Naisaburi, lahir pada tahun 206 H di kota Naisaburi dan pada tahun 262 H, yakni dalam usia 56 tahun, meninggal dunia.[2]
Mengenai pengembaraan-pengembaraan ilmiah beliau disebutkan seperti berikut ini:
رحل إلى الحجاز والعراق والشام ومصر، وسمع یحیى بن یحیى النیسابوری وأحمد بن حنبل وإسحاق بن راهویه عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْلَمَهَ الْقَعْنَبِىِّ وغیرهم، وقدم بغداد غیر مره.»
Artinya, “Beliau untuk memperoleh dan mendapatkan hadits pergi mengembara ke Hijaz, Irak, Syam (Suriah), Mesir, dan juga beliau belajar dan mengenyam pendidikan di bawah asuhan ulama-ulama seperti Yahya bin Yahya Naisaburi, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih, Abdullah bin Maslamah al-Qa’tabi, dan lain-lain, dan telah beberapa kali bolak-balik pergi ke Baghdad.”[3]
Nawawi dalam bukunya tentang komentar atas kitab Shahih Muslim, mengungkapkan bahwa diantara guru-guru Muslim bin Hujjaj adalah, “Ahmad bin Hanbal, Ismail bin Abi Uwais, Yahya bin Yahya Abdullah bin Asma, Syaiban bi Furukh, Ishak bin Rahawaih (guru daripada Bukhari) dan Bukhari.”[4]
Kedudukan Kitab Shahih Muslim
Kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim menduduki posisi terbaik setelah al-Qur’an dan merupakan referensi hadits paling muktabar di kalangan Ahlusunnah. Mengenai hal ini, Muqaddasi menyebutkan seperti berikut:
«اصح الکتب بعد القرآن العزیز الصحیحان: البخاری و مسلم.»
Artinya, “Kitab paling sahih setelah al-Qur’an adalah kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.”[5]
Adapun perihal tentang posisi dan kedudukan Shahih Muslim diantara kitab-kitab sahih yang ada di kalangan Ahlusunnah, terdapat atau ditemukan pandangan yang bermacam-macam. Sebagian menganggap kitab Shahih Muslim menduduki posisi lebih diatas dari kitab hadits Shahih Bukhari seraya dikatakan:
«قَالَ الحَافِظُ ابْنُ مَنْدَه: سَمِعْتُ أَبَا عَلِیٍّ النَّیْسَابُوْرِیّ الحَافِظ یَقُوْلُ: مَا تَحْتَ أَدیم السَّمَاء کِتَاب أَصحّ مِنْ کِتَابِ مُسْلِم.»
Artinya, “Telah berkata al-Hafiz Ibnu Mandah, “Saya telah mendengar Abu Ali Naisaburi al-Hafiz berkata, “Tidak ada kitab di muka bumi ini yang lebih sahih dari kitab hadits Shahih Muslim.”[6]
Namun mayoritas Ahlusunnah berkeyakinan bahwa kitab Shahih Bukhari menduduki posisi lebih awal dari kitab hadits Shahih Muslim,[7] karena Bukhari dalam hadits menyaratkan dua syarat yaitu seorang perawi semasa dengan Syaikh dan berjumpa dengannya, tapi Muslim menganggap cukup satu syarat yaitu semasa dan dia tidak menyaratkan harus bertemu dengan Syaikh. Dari aspek penyelaman di bidang ilmu hadits dan wawasan pengetahuan pada hadits dan juga dalam masalah peluang Bukhari dalam berguru dengan para tokoh-tokoh dan ulama-ulama hadits, maka dia lebih awal dari Muslim. Bukhari juga termasuk guru daripada Muslim dan perkara-perkara inilah yang kemudian menyebabkan Bukhari lebih kuat dari Muslim.[8]
Biodata kitab Shahih Muslim
Kitab Shahih Muslim disusun dalam 54 kitab, setiap kitab juga mencakup beberap bab.
1. Jumlah Hadits Shahih Muslim:
Muslim bin Hujjaj berkata, “Saya telah memilih musnadku dari sekitar tiga ratus ribu hadits,[9] kemudian saya setor dan perlihatkan kepada Abi Zar’ah, setiap hadits yang beliau sebut lemah maka saya pun langsung menyingkirkannya dan setiap hadits yang beliau anggap sahih maka saya menerimanya.”[10]
Oleh karena itu Muhammad bin Ya’qub Akhram berkata seperti berikut:
«قَالَ ابْنُ مَنْدَه: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بنَ یَعْقُوْبَ الأَخْرَم یَقُوْلُ مَا مَعْنَاهُ: قلَّ مَا یَفُوْت البُخَارِیّ وَمسلماً مِمَّا ثَبَتَ مِنَ الحَدِیْثِ.»
Artinya, “Telah berkata Ibnu Mandah bahwa saya telah mendengar Muhammad bin Ya’qub al-Akhram, dia berkata tentang apa maknanya, “Tidak mungkin ada hadits sahih tapi tidak dicatat dan direkam oleh Bukhari dan Muslim.”[11]
Jumlah riwayat disertai pengulangannya: 7275 riwayat.
1. Ada juga pendapat lain yang mengatakan 12.000 riwayat (menurut penukilan Ahmad Salamah, wafat 286 H). Ada juga yang menyebutkan 8.000 riwayat (sesuai penukilan Umar bin Abdul Majid Miyanji, wafat 581 H).
2. Jumlah riwayat dengan tidak menyertakan pengulangan, 2.303 riwayat. Pendapat lain, sekitar 4.000 riwayat (Ibnu Shalah dan Nawawi), 3.033 riwayat (Muhammad Fuad Abdul Baqi), 7581 riwayat (Ahmad Muhammad Syakir).
Syarah (komentar) atas Shahih Muslim
1. Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim bin al-Hujjâj, Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syarafunnawawi (wafat 676 H), 18 jilid, tahun cetak: 1407 H – 1987 M, Nâsyir: Dâr al-Kitâb al-‘Arabî, Beirut.
2. Al-Dîbâj Syarh Shahîh Muslim bin al-Hajjâj, Abdurrahman bin Abi Bakar Abulfadhl al-Suyuti (wafat 911 H), 6 jilid, cet. 1, tahun cetak: 1416 H – 1996 M, Nâsyir: Dâr Ibnu ‘Affan Linnasyr wa al-Tauzî’- Al-Mamlakah Al-‘Arabiyah Al-Su’udiyah.
3. Faidh al-Mun’im min Shahîh Muslim, al-Hamawi, satu jilid, Dâr al-Tsaqâfah al-‘Arabiyah, Damaskus.
Mustadrak atas Shahih Muslim
Al-Mustadrak ‘alâ al-Shahîhain, Abu Abdillah al-Hakim Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Hamdawaih bin Naim bin al-Hakam al-Dhabî al-Thahmânî al-Naisaburi, populer dengan sebutan Ibnu al-Bay’ (wafat 405 H), 4 jilid.
Catatan Kaki:
[1] Fahrasah ibnu Khair al-Asybîlî, Abu Bakar Muhammad bin Khair bin Umar bin Khalifah al-Umawi, jilid 1, hal. 10, No. 153; Masyâriq al-Anwâr ‘alâ Shihâh al-âtsâr, al-Qadhi Abulfadhl Ayyadh bin Musa bin Ayyadh al-Yahshabi al-Sabti, Mukaddimah, hal. 10; Imdâd al-Mun’im Syarh Shahîh al-Imâm Muslim, A.D Nizar bin Abdulqadir bin Muhammad Rayyan al-Na’lawani al-Asqalani, jilid 1, hal. 10,
(الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ: صَحِیحُ مُسْلِمٍ رُوَاتُهَ وَنُسَخُهُ وَمَخْطُوطَاتُهُ وَطَبعَاتُهُ، الْمَطْلَبُ الْأَوَّلُ: رُوَاهُ الصَّحِیحِ عَنْ مُسْلِمٍ.).
[2] Wafayât al-A’yân, Abul Abbas Syamsuddin Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar bin Khakan, jilid 5, hal. 195.
[3] Ibid.
[4] Shahîh Muslim bisyarh Nawawi, al-Nawawi, jilid 1, hal. 7.
[5] Fath al-Bârî bisyarh Shahîh al-Bukhârî, Ibnu Hajar, jilid 1, hal. 5; Shahîh Muslim bisyarh Nawawi, al-Nawawi, jilid 1, hal. 1.
[6] Sair A’lâm al-Nubalâ, Zahabi, jilid 10, hal. 384, No. 2182; Tadzkirah al-Huffâzh, Zahabi, jilid 2, hal. 589; ‘Umdah al-Qâri’ Syarh Shahîh al-Bukhârî, Badruddin al-‘Ainî al-Hanafi, jilid 1, hal. 5; juga untuk memperkaya informasi tentang mengapa kitab hadits Bukhari lebih dikedepankan dari kitab hadits Muslim maka silahkan merujuk ke kitab Nazhah al-Nazhar fî Taudhîh Nukhbah al-Fikr, Ibnu Hajar Asqalani, al-Mufâdhalah baina al-Shahîhain, hal. 36-40.
[7] ‘Umdah al-Qâri’ Syarh Shahîh al-Bukhârî, Badruddin al-‘Ainî al-Hanafi, jilid 1, hal. 5.
[8] Nazhah al-Nazhar fî Taudhîh Nukhbah al-Fikr, Ibnu Hajar Asqalani, al-Mufâdhalah baina al-Shahîhain, hal. 36-40.
[9] Sair A’lâm al-Nubalâ, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, jilid 12, hal. 566.
[10] Sair A’lâm al-Nubalâ, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, jilid 12, hal. 568.
[11] Sair A’lâm al-Nubalâ, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, jilid 12, hal. 566.
(Shafei-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email