Pesan Rahbar

Home » » Hakikat Sedekah Menurut Perspektif Al-Quran

Hakikat Sedekah Menurut Perspektif Al-Quran

Written By Unknown on Wednesday 18 October 2017 | 01:21:00


Al-Qur’an al-Karim menegakkan konsep infak atau sedekah di atas pondasi kemanusiaan dan keimanan, di mana manusia akan sampai kepada level merasakan begitu dalamnya tanggung jawab kemanusiaannya.

أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَن تُغْمِضُواْ فِيهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ / الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَاء وَاللّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلاً وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.(QS. al-Baqarah:267-268.)

Al-Qur’an al-Karim menegakkan konsep infak atau sedekah di atas pondasi kemanusiaan dan keimanan, di mana manusia akan sampai kepada level merasakan begitu dalamnya tanggung jawab kemanusiaan tersebut. Al-Qur’an telah memberikan contoh yang tinggi untuk tingkatan tersebut, ketika menceritakan tentang Ahlulbayt as di saat mereka memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkannya dengan niat bersedekah, juga demi mendekatkan diri kepada Allah swt. Sedekah tersebut bukan dari seluruh harta yang mereka miliki, melainkan mereka menyedekahkan hal yang ada yang mereka cintai.

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا…

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (QS. al-Insan [76]:8.)

Ini adalah sebuah contoh yang begitu indah nan mulia, disampaikan agar manusia dapat mengetahui bagaimana semestinya bersedekah. Dalam pandangan Islam sedekah hendaknya terfokus pada kualitas harta yang disedekahkan dan haruslah sampai pada yang berhak menerimanya.

Dengan mencermati nuansa ayat-ayat di atas maka kita akan menemukan bahwa konsep al-Qur’an dalam sedekah memfokuskan pada pentingnya manusia memilih yang terbaik dari apa yang dimiliki, baik yang ia peroleh dengan susah payah melalui bekerja atau melalui produksi atau dari hasil bumi dari pertanian atau buah-buahan.

Alhasil, di dalam memberi hendaknya dari sesuatu yang baik kualitasnya dan bersumber dari yang baik pula. Ini adalah esensi dari kemanusiaan di dalam mencurahkan dan memberikan sedekah, ketika seseorang mau untuk berbagi dengan saudaranya yang lain dari kebaikan yang ia miliki.

Hendaknya seseorang tidak memperhatikan barang-barang rusak, usang dan kotor yang dimiliki untuk diberikan kepada orang lain dengan niat untuk melepaskan diri darinya dengan berkedok infaq atau sedekah. Hendaknya ia memosisikan dirinya sebagaimana orang yang butuh. Apakah ia akan berkenan untuk menerima sesuatu yang busuk dan rusak atau sesuatu yang sudah tidak layak lagi dipergunakan untuk menutupi kebutuhan?

Ayat-ayat di atas menggambarkan sebuah contoh dari keadaan manusia yang berusaha memilih apa yang akan mereka sedekahkan dengan cara yang demikian. Akan tetapi, Allah swt ingin menjelaskan kepada mereka bahwa perbuatan semacam itu bukanlah termasuk dari keimanan, sesungguhnya itu tidak mencerminkan jiwa dermawan yang bernuansa nilai-nilai Islami, melainkan itu mencerminkan sebuah tingkah laku melepaskan diri dari apa-apa yang sudah tidak ia butuhkan, membungkusnya dengan kemasan sedekah, sungguh itu adalah bentuk mempermainkan nilai-nilai agama dan menipu diri.


Apa sumber penipuan tersebut?

Inilah yang menjadi bahasan ayat tersebut. Bahwa sumber infak semacam ini tidak lain adalah karena takut miskin dan dan butuh di masa yang akan datang. Terutama di saat-saat lemah, oleh karenanya Allah swt menyeru wahai manusia jangan kalian mendengar dan terbuai oleh seruan dan bisikan setan, sesungguhnya dia menyelinap ke dalam jiwa dengan menginspirasikan untuk tidak bersedekah serta menakut-nakutinya dengan kefaqiran dan kemiskinan.

Jika bersedekah dan memberi maka hasilnya ia akan hidup dalam kemiskinan, lantas buat apa sedekah yang itu juga tidak dilakukan oleh orang lain, kenapa dan kenapa? Dan masih ada serentetan pertanyaan-pertanyaan yang muncul untuk melemahkan semangat dan menciptakan keadaan untuk mengedepankan dirinya sendiri dari pada orang lain.

Lantas apa yang ditimbulkan oleh perasaan semacam ini yang terus menerus menghantui seseorang?

Sesungguhnya dominasi perasaan dan keadaan semacam ini secara alamiah menghasilkan meluasnya kemiskinan di dalam tubuh masyarakat melalui:
1. Kotornya jiwa dan menjauhi kemanusiaan. 
2. Penderitaan sekelompok masyarakat akibat kebutuhan dan kemiskinan. 
3. Merebaknya kejahatan dan kriminalitas sebagai dampak dari kemiskinan dan kekurangan tersebut.

Kelemahan yang menyeluruh di tengah masyarakat. Sedekah dapat menggerakkan perputaran roda ekonomi di dalam tubuh masyarakat juga menggiatkan seluruh persendiannya sehingga tersebarlah kebaikan bagi semua. Sementara enggan untuk bersedekah menjadikan kemandekan kekuatan ekonomi yang menyebabkan lemahnya ekonomi dan lemahnya kondisi sosial.

Ketika Allah swt menyeru hamba-hambanya untuk bersedekah, sebenarnya Dia menyeru pada kebaikan manusia itu sendiri baik di dunia maupun di akhirat, di dunia ia akan hidup dalam kebaikan dan kesejahteraan, tersebarnya keselamatan sosial dan jiwa-jiwa menjadi suci dengannya, serta menambah erat hubungan-hubungan yang ada. Sementara di akhirat manusia akan mendapatkan kemenangan, ampunan dan keridhaan serta keselamatan dari keterjerumusan ke dalam panasnya api neraka.

Allah swt Dzat yang Maha Kaya nan terpuji, Dia sama sekali tidak butuh pada apa yang disedekahkan oleh seorang hamba, Dia adalah sumber segala kebaikan dan anugerah, Dia selalu memberi lebih pada hamba-hamba-Nya, hendaknya setiap insan yang mengaku beriman dan yakin hendaknya ia berakhlak dengan akhlak Allah swt, mau untuk memberikan dari kecukupannya kepada mereka yang membutuhkan, akan tetapi perlu diingat bahwa setan senantiasa menyelinap di dalam kedalaman diri manusia sembari membisikkan tipuan-tipuannya khususnya di saat lemahnya seseorang.

(Ikmal-Online/Tebyan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: