Ayatullah Mirza Ali Mesykini terlahir dengan nama Ali Akbar Faidh, dari keluarga ulama pada 1300 H di Mesykin, kota di baratdaya Iran.
Ia diberkati usia panjang, 86 tahun, yang dihabiskan dalam aktivitas perjuangan demi terwujudnya revolusi Islam Iran dan aktivitas keilmuan di hauzah-hauzah ilmiyah.
Ia mempelajari ilmu-ilmu Islam tingkat dasar dari ayahnya. Menyusul kepergian sang ayah, beliau melanjutkan studinya di Ardabil demi menekuni gramatika dan struktur bahasa Arab (nahwu dan sharf). Setelah itu, beliau memaksimalkan studinya secara intensif di kota “sejuta ulama”, Qum.
Pada masa itu, rezim Syah Pahlvevi menebar aparatnya ke seluruh titik kota dan menutup banyak hauzah. Dalam kondisi yang sangat sulit itu, Ayatullah Mesykini berhasil menyelesaikan studinya pada tingkat “Sathh” (intermediate), dan pada saat yang sama, giat mengikuti kuliah-kuliah level tinggi dalam bidang fikih Islam (dars kharij) dari ayatullah-ayatullah terkemuka pada zaman tersebut.
Ia juga sempat mengikuti pelajaran-pelaran level tinggi dari Imam Khomeini di Najaf, Irak. Namun, karena kondisi cuaca dan kesehatan fisiknya yang kurang menguntungkan, akhirnya beliau kembali ke Iran.
Guru-guru Besar Ayatullah Mesykini
Guru-guru besar beliau di antaranya adalah Imam Khomeini, Ayatullah Burujerdi, dan Ayatulah Muhaqiq Damad. Karena pembawaannya yang hangat dan juga pergaulannya yang luas dengan para ulama besar, ia dikenal sangat dekat dengan para ayatullah besar seperti Ayatullah Jawadi Amuli dan Ayatullah Ibrahim Amini.Ia juga terus aktif mengajar dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan lewat kuliah-kuliahnya dari level “muqadimah”, “sath”, hingga level atas. Keberkatan ilmunya menjadi nyata dengan lahirnya ulama-ulama yang kompeten dalam berbagai bidang keagaamaan.
Salah satu amanat besar yang pernah beliau laksanakan dalam hidupnya adalah mengepalai Majles-e Khobregan (Majelis Dewan Ahli), lembaga negara yang memilih pemimpin tertinggi Republik Islam Iran. Beliau juga mendirikan Yayasan al-Hadi, sebuah lembaga non-profit yang bergerak dalam bidang penerbitan buku-buku Islam untuk konsumsi masyarakat dari semua kalangan.
Karya-karya yang mengabadikan namanya, di antaranya adalah: Isthilahat Ushul Fiqh Islam; al-Manafi al-Ammah; Miftah al-Jinan (doa tambahan untuk kitab Misbah al-Munir); al-Mawa’id ‘Adadiyah; al-Hadi ila Maudhuat Nahjul Balaghah; al-Mabshut (tafsir surah Ali Imran); Tahrih al-Mawaidh; Tahrir al-Ma’alim; dan Rasail al-Jadidah.
Aktivitas Politik
Beliau pernah terlibat dalam gerilya rahasia demi memperjuangkan revolusi Islam. Beliau menjalani hidup secara sembunyi-sembunyi selama empat bulan di Tehran dan meninggalkan negerinya menuju Irak. Begitu kembali ke Qum, beliau langsung ditangkap oleh rezim Syah Iran.
Ayatullah Mesykini kemudian hijrah ke Masyhad dan aktif mengajar di sana. Ketika kembali lagi ke Qum, ia sekali lagi ditangkap dan diasingkan bersama dengan 27 ulama lainnya dari hauzah ilmiah.
Sempat kembali ke Mesykin, tempat kelahirannya, tetapi tiga bulan kemudian ia ditangkap tentara Savak serta ditahan di Kerman dan Gulpaeghan.
Setelah kemenangan revolusi Islam pada 1979, beliau memegang berbagai pos penting seperti: Anggota Majles-e Khobregan ; Anggota dewan yang memilih para hakim ; Ketua Majles-e Khobregan ; dan Imam serta Khatib Jumat di kota suci Qum.
Pada Senin, 15 Rajab 1428 H (30 Juli 2007), di sebuah rumah sakit di Tehran, ulama besar murah senyum ini kembali ke haribaan Kekasihnya nan Abadi karena komplikasi ginjal dan pernapasan.
(ICC-jakarta/Keluarga-Abi/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email