Presiden Jokowi (Foto: Kompas)
"Dalam kita menyampaikan hal ujaran-ujaran di media sosial jangan menghasut, jangan memfitnah, jangan menyebarkan kabar bohong, jangan menyebarkan ujaran kebencian itu yang selalu saya sampaikan ke mana-mana," tutur Jokowi.
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono mencuit soal penyebar hoax berkuasa dan merajalela. Menanggapi itu, Presiden Jokowi menegaskan pihaknya terus memerangi hoax.
"Saya kira sudah lama kita bertarung dengan yang namanya kabar bohong, yang namanya hoax itu, saya kira kita sudah bertarung lama lah dan ini terus-menerus," ujar Jokowi usai mengikuti kejuaraan panahan di Lapangan Pusdikzi, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (22/1/2017).
Jokowi kemudian mengajak seluruh masyarakat menumbuhkan budaya baru, yakni membangun kesantunan dalam berucap di mana pun. Jokowi juga meminta agar seluruh masayarakat tak menyebarkan kabar fitnah.
"Dalam kita menyampaikan hal ujaran-ujaran di media sosial jangan menghasut, jangan memfitnah, jangan menyebarkan kabar bohong, jangan menyebarkan ujaran kebencian itu yang selalu saya sampaikan ke mana-mana," tutur Jokowi.
Menurut Jokowi, pemerintah saat ini gencar memerangi kabar hoax. Bahkan tak hanya di Indonesia, pemerintah di seluruh dunia pun menghadapi permasalahan yang sama.
"Saya kira kita berhadapan dengan masalah keterbukaan ini ya seperti itu. Ya kita hadapi karena semua negara juga menghadapi. Nggak perlu banyak keluhan ya," pungkas Jokowi.
Sebelumnya, pada Jumat, 20/o1/17, SBY dalam status di akun Twitter menulis:, "Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar 'hoax' berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang? *SBY*".
Namun, menurut Wakil Sekjen Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, menilai, kicauan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di akun Twitter-nya, @SBYudhoyono, merupakan bentuk keprihatinan terhadap hoax yang belakangan berkembang.
Tetapi menurut pengamat komunikasi politik, Maksimus Ramses Lalongkoe, mengatakan, kicauan SBY itu pasti memiliki tujuan dan maksud khusus.
“Entah itu kepada pemerintahan yang berkuasa ataupun kepada masyarakat Indonesia. Kata-kata yang digunakan dalam kicauan itu juga memiliki makna yang luas dan dalam,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia (API) ini.
Ramses mengatakan, jika masyarakat biasa yang berkicau, mungkin hal itu tidak berdampak. Namun, karena seorang mantan kepala negara yang bercericit, tentu hal tersebut berdampak.
“Dampak yang paling cepat adalah bagaimana publik memberikan komentar langsung, baik yang bernada positif maupun yang bernada negatif,” kata Ramses, sebagaimana dilansir Kompas pada Jumat, 20/01/17.
"Namun, yang pasti kicauan itu punya maksud dan tujuan, dan saya melihatnya kepada pemerintahan yang berkuasa dan kepada masyarakat luas," ucap Ramses.
Menurut Dosen Universitas Mercu Buana, Jakarta, ini, kicauan mantan presiden dua periode tersebut bisa menjadi bumerang. Sebab, kata-kata yang digunakan cenderung pesimistis daripada kata-kata yang membawa optimisme bagi keberlangsungan negara.
Seharusnya, kata Ramses, SBY sebagai mantan presiden dan sebagai tokoh bangsa tidak perlu terpancing dalam persoalan-persoalan kecil.
(Kompas/Detik-News/Islam-Times/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email