Dalam kitab tafsir Furat bin Ibrahim , diriwayatkan satu hadis dari Imam Ja'far Shadiq. Beliau berkata, "Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada Lailatul Qadr. Lailah (malam) adalah Fatimah dan Al-Qadr adalah Allah. Barangsiapa yang mengenal Fatimah dengan sebenar-benarnya makrifat, maka dia telah menemukan Lailatul Al-Qadr."
Memang unik hadis ini. Dalam kitab 'Ilal Syarai', diriwayatkan hadis dari Imam Muhammad Al-Baqir yang berkata, "Ketika Fatimah dilahirkan, Allah 'Azza wa Jalla mewahyukam kepada malaikat. Dengannya, Dia membuat lisan Muhammad berbicara lalu menamakannya (sang bayi) Fatimah. Dia berkata, Aku menyapihmu dengan ilmu dan memutuskanmu dari kotoran (haid).
Kemudian Imam berkata, "Demi Allah, Dia telah menyapih beliau dengan ilmu dan memutuskannya dari kotoran dengan perjanjian." Dalam kitab Mishbahul Anwar, hadis ini menjelaskan bahwa makna 'Aku menyapihmu dengan ilmu' adalah 'Aku menyusuimu dengan ilmu hingga kamu menjadi kaya dengan ilmu'. Aku menyapih berarti 'Aku memutuskanmu dari kebodohan disebabkan karena ilmu'. Ini merupakan kiasan yang menandakan bahwa wujud fitrah beliau adalah seorang alim yang mengetahui ilmu-ilmu rabbani. Dalam makna yang lain, itu berarti 'Aku menjadikanmu sebagi hamba yang memutuskan manusia dari kebodohan'. Ketika Dia memutuskan beliau dari kebodohan, maka beliau memutuskan manusia dari kebodohan. Adapun makna 'Aku memutuskanmu dari kotoran (haid)' adalah kiasan yang berarti 'Aku memutuskanmu dari akhlak dan perbuatan yang tercela'. Ketika Aku memutuskanmu dari kotoran-kotoran ruhani dan jasmani, maka kamu memutuskan manusia dari kotoran-kotoran maknawi.
Dalam kitab Al-Khishal, Imam Ja'far Shadiq berkata, "Tahukah kamu tentang tafsir Fatimah?" Aku (Yunus bin Zhibyan) berkata, "Kabarkan kepadaku wahai Tuanku?" Imam Shadiq menjawab, "Beliau diputuskan dari kejahatan." Kemudian Imam berkata lagi, "Seandainya tidak ada Amirul Mukminin yang menikahi beliau, maka beliau tidak akan memiliki kufu (orang yang setara dengannya) hingga hari kiamat …." Mungkin kita pernah mendengar ucapan Amirul Mukminin, "Tanyakanlah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku." Sayyidina Ali adalah satu-satunya orang yang setara dengan Fatimah, maka bukan hal yang tidak mungkin jika Fatimah juga mengatakan "Tanyakan kepadaku sebelum kalian kehilangan aku." Bukankah beliau dinamakan Fatimah karena memutuskan manusia dari kebodohan.
Selanjutnya amalan-amalan yang dilakukan pada malam Lailatul Qadr (malam ganjil dari bulan Ramadhan, seperti malam kesembilan belas, malam kedua puluh satu, malam kedua puluh tiga) antara lain adalah membaca doa Jausyan Kabir, ber-tawassul dengan Nabi dan Ahlul Baitnya sambil meletakkan Al-Quran diatas kepala, menunaikan shalat seratus rakaat, dan sebagainya. Dalam kitab Mafatihul Jinan, disebutkan juga bahwa amalan yang paling mulia di malam Lailatul Qadr adalah mencari ilmu.
Doa Jausyan Kabir berisi seribu nama Allah. Doa ini dibaca untuk mengenal nama-nama-Nya, mengenal Tuhan Yang Maha Pengasih, Tuhan Yang Maha Pemaaf, dan Tuhan Yang Maha Perkasa. Apakah makna shalat hingga seratus rakaat? Bukankah shalat itu adalah mi'raj orang yang beriman. Shalat adalah munajat hamba kepada Tuhan. Shalat dimulai dengan takbiratul ihram untukmenyucikan Tuhan dari segala sifat kekurangan. Di dalam shalat, kita dilarang berbicara dengan orang karena, pada saat itu, kita sedang berbicara dengan Tuhan. Shalat diakhiri dengan salam karena, ketika bertemu dengan orang mukmin, yang pertama kali diucapkan adalah salam. Ibnu Sina, salah seorang filosof, ketika menemukan masalah-masalah keilmuan yang sulit dipecahkan, dia menunaikan shalat dan setelah itu bisa menemukan jalan keluarnya. Orang yang menunaikan shalat adalah orang yang ber-mi'raj untuk berbicara dengan Tuhan. Setelah mi'raj, barulah dia berbicara dengan makhluk-Nya. Lalu apa maksud ber-tawassul dengan Nabi dan keluarganya sambil meletakkan Al-Quran di atas kepala? Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya ia adalah Al-Quran yang mulia pada kitab yang tersembunyi. Yang tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan." (QS. Al-Waqi'ah : 77-79).
Ada Al-Quran dan ada kitab yang tersembunyi. Dalam salah satu tafsir, dijelaskan bahwa tulisan Al-Quran tidak bisa disentuh kecuali dalam keadaan thaharah (suci dari hadas besar dan hadas kecil), sedangkan kitab yang tersembunyi tidak bisa disentuh kecuali oleh orang-orang yang disucikan dari kenistaan dosa. Siapakah mereka? "Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan dosa dari kalian ahlulbait dan mensucikan kalian dengan sesuci-sucinya." (QS. Al-Ahzab : 33). Kita ber-tawassul dengan orang-orang yang telah disucikan Allah. Merekalah yang mampu menyentuh kitab yang tersembunyi, tempat Al-Quran itu berada.
Yang menurunkan Al-Quran adalah Al-Karim (Yang Maha Mulia). Yang membawa Al-Quran adalah Kiram Bararah (malaikat yang mulia lagi berbakti). Yang menerima Al-Quran adalah Rasul Karim (Rasul yang mulia). Sudah pasti yang diturunkan adalah Quran Karim (bacaan yang mulia). Apakah bisa kita menerima Al-Quran juga? Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang yang mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian." (QS. Al-Hujurat : 13) sejauh mana ketakwaan seseorang, begitulah kemuliaannya di sisi Allah. Lailatul Qadr adalah malam yang berarti Fatimah. Fatimah adalah wujud ilmu.
Doa Jausyan Kabir yang dibaca berarti nama-nama-Nya dibaca. Ini sebagai proses pengenalan kepada-Nya. Shalat dilakukan sebagai upaya untuk bermunajat kepada-Nya dan memohon ilmu-Nya. Jika dipandang dari makhluk ke Khalik, berarti makhluk mi'raj menuju Tuhannya. "Dan dia berada di ufuk yang tinggi, kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka dia dekat laksana dua ujung busur anak panah atau lebih dekat lagi." (QS. An-Najm : 7-9). Jika dipandang dari Khalik ke makhluk, berarti Khalik menurunkan sesuatu kepada makhluk, "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam Al-Qadr." (QS. Al-Qadr : 1).
Ber-tawassul dengan orang-orang yang disucikan sambil meletakkan Al-Quran di atas kepala adalah upaya untuk meraih ilmu-ilmu Al-Quran. Sejauh manakah ilmu Al-Quran bisa diraih, maka sejauh itulah ketakwaan seseorang. Orang yang mencintai Fatimah adalah orang yang mencintai ilmu dan yang terus menerus mencari ilmu. Dia adalah orang-orang yang tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang didapatkannya, seseorang yang tidak merasa telah selesai dalam pencariannya. Apakah orang yang malas mencari ilmu dan orang yang merasa sudah puas dengan ilmu bisa dikatakan orang yang membenci Fatimah? Entahlah. Pencarian berarti masih ada sesuatu yang belum ditemukan. Apakah ini maksud dari kuburan Fatimah yang sampai sekarang belum diketahui? Amalan yang termulia dalam malam Al-Qadr adalah mencari ilmu. Fatimah adalah wujud ilmu. Mencari ilmu berarti mencari Fatimah di lailah yang berarti Fatimah.
Alkisah, berangkatlah seorang guru dan muridnya ke salah satu masjid untuk menghidupkan malam itu dengan mencari ilmu. Di masjid sang guru dan muridnya mendengarkan ceramah agama yang disampaikan oleh seorang ulama. Di tengah ceramah, ulama itu menceritakan suatu kisah. "Ada seorang lelaki berwajah buruk yang kerjanya mencari kayu di hutan. Di saat sedang mencari kayu, tiba-tiba tidak jauh darinya, dia melihat seorang perempuan yang sangat cantik. Lelaki itu lalu mengikutinya hingga perempuan itu tiba di rumahnya. Esok harinya, dia melihat perempuan itu lagi dan diikutinya hingga di rumahnya. Hari demi hari berlalu. Akhirnya cinta tumbuh bersemi di hati sang lelaki. Hingga akhirnya, dia datang, ke rumah perempuan itu. Pintu pun diketuk. Perempuan itu keluar. Belum sempat perempuan itu bertanya, si lelaki berwajah buruk itu langsung mengungkap isi hatinya, "Aku sering melihatmu melewati hutan. Aku tertarik kepada kecantikanmu. Aku mencintaimu. Bolehkah aku meminangmu?" Perempuan itu tidak menjawab. Dia masuk ke dalam kemudian keluar dengan membawa cermin seraya berkata, "Bercerminlah! Apakah pantas wajahmu yang buruk itu bisa meraihku?"
Belum berakhir ceramah itu, tiba-tiba sang guru pingsan. Muridnya bingung, entah apa yang membuatnya pingsan. Ketika sang guru sadar, si murid langsung bertanya, "Ada apa? Apa yang membuatmu pingsan?" Sang guru menjawab, "Betapa sering kita menyatakan cinta kita kepada para Imam yang suci dan maksum tetapi prilaku kita penuh dengan noda dan nista. Apakah bisa kita meraih cinta mereka?"
(Al-Hassanain/Astan-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email