Pesan Rahbar

Home » » Menyibak Luka Lama Hiroshima

Menyibak Luka Lama Hiroshima

Written By Unknown on Thursday 21 September 2017 | 12:38:00


Buku yang berjudul HIROSHIMA, THE WORLD’S BOMB, secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “HIROSHIMA, BOM DUNIA”. Buku yang ditulis oleh Andrew J. Rotter ini merupakan salah satu buku dalam seri buku The Making Of The Modern World. Seri buku ini merupakan salah satu kelompok narasi sejarah yang berfokus pada kejadian dan peristiwa penting abad ke-20 untuk mengeksplorasi arti pentingnya bagi pengembangan dunia modern. Buku ini diterbitkan oleh Oxford University Press Inc., New York., pada bulan Juni 2008.

Buku dengan ketebalan sebanyak 371 halaman ini mempunyai ISBN 0192804375 untuk versi cetak sampul tebal. Isi buku ini disusun menjadi 8 bab, selain bagian Pendahuluan dan bagian Epilog. Buku ini juga dilengkapi dengan Daftar Catatan Kaki, Daftar Pustaka, dan Daftar Indeks.

Keputusan AS untuk menjatuhkan bom atom di Hiroshima tetap menjadi salah satu peristiwa paling kontroversial pada abad ke-20. Namun, seperti ditunjukkan oleh buku sejarah yang menakjubkan ini, bom yang dijatuhkan oleh seorang pilot Amerika pada suatu pagi di bulan Agustus pada musim panas, dalam banyak hal merupakan bom dunia, baik secara teknologi maupun moral. Dan dunia inilah yang harus menghadapi konsekuensi, strategis, diplomatis, dan kulturalnya, di tahun-tahun mendatang.

Dalam narasi yang serba cepat dan penuh wawasan ini, Andrew J. Rotter, penulis buku ini menceritakan kisah internasional di balik pengembangan bom atom. Dimulai dari krisis global yang membawa pada Perang Dunia Kedua sampai pada upaya-upaya yang sebagian besar tidak dapat dilakukan untuk mengendalikan penyebaran senjata nuklir dan evolusi perlombaan senjata nuklir setelah perang berakhir.

Penulis menjelaskan perkembangan komunitas ilmuwan tahun 1930-an dan 40-an di seluruh dunia yang didedikasikan untuk mengembangkan senjata yang dapat mengurungkan kejahatan di Nazi Jerman. Dia juga menggambarkan pemanfaatan usaha komunitas ilmuwan tersebut oleh pemerintah AS pada masa perang.

Rotter menyoroti keputusan politik dan strategi yang menyebabkan pemboman itu sendiri, dampak bom di Hiroshima dan berakhirnya Perang Pasifik, efek dari pemboman terhadap masyarakat dan budaya, dan keadaan semua hal terkait nuklir di awal abad ke-21.


Ulasan Buku Ini

Berikut adalah ulasan terhadap buku ini yang diberikan oleh Peter Arkell yang dimuat dalam situs a world to win.

Andrew J. Rotter dalam bukunya Hiroshima: The World’s Bomb, menulis sebuah cerita yang rinci, komprehensif dan dari sudut pandang semua pihak tentang bom tersebut. Dia menggambarkan penemuan dan eksperimen dalam fisika pada periode menjelang perang dan realisasinya secara bertahap bahwa jumlah energi yang luar biasa yang dilepaskan saat atom membelah dapat dimanfaatkan menjadi suatu bom.

Dia menempatkan penemuan baru tersebut ke dalam konteks politik dan militer dan menggambarkan penciptaan komunitas ilmuwan tidak hanya di Amerika, namun juga di Jerman, Perancis dan Uni Soviet untuk mengembangkan sains dan aplikasi praktisnya. Dia menceritakan pemanfaatan usaha-usaha mereka tersebut oleh negara-negara di masa perang, keputusan politik yang menyebabkan pemboman, dampak bom terhadap perang dan politik selanjutnya. Dia juga menceritakan usaha-usaha yang telah gagal untuk mengendalikan penyebaran senjata nuklir setelah perang, perlombaan senjata nuklir dan situasi pada hari-hari, 65 tahun kemudian.

Pada tahun 1943, sebuah tim internasional yang terdiri atas banyak ahli fisika dan matematikawan, berkumpul di Los Alamos New Mexico untuk memproduksi bom atom pertama, di bawah pengawasan militer yang hati-hati dari seorang kolonel AS. Kemudian pada pukul 8.15 pagi tanggal 6 Agustus 1945, tiga bulan setelah penyerahan Nazi Jerman di Eropa, pesawat pembom B29 milik Amerika menjatuhkan sebuah bom tunggal dari langit biru yang jernih di atas pusat kota Hiroshima.

Bom yang dijuluki “Little Boy” itu, meledak 43 detik kemudian di ketinggian sekitar 2.000 kaki yang menghancurkan seluruh kota. Tidak ada yang tahu persis berapa banyak yang terbunuh, namun setahun kemudian Kantor Kota Hiroshima memperkirakan bahwa 140.000 telah meninggal dunia sampai saat itu yang kebanyakan dari mereka adalah warga sipil. Tiga hari kemudian “Fat Man”, jenis bom atom yang berbeda, dijatuhkan di Nagasaki, dan menewaskan sekitar 70.000 orang,yang hampir semuanya adalah warga sipil.

Rotter menyebut bom itu sebagai bom dunia. Dia menulis: “Amerika sendiri tidak memutuskan untuk membangun bom itu dan mereka sendiri tidak benar-benar membangunnya. Ilmu pengetahuanlah yang memungkinkan bom itu dibuat secara internasional; Para ilmuwan dan ahli matematika hebat dari Hungaria, Inggris dan Jerman, misalnya, adalah para pelopor teoretis bom yang paling penting”. Dengan kata lain, sebuah proyek oleh para ilmuwan di dunia untuk membuka dan mengungkapkan bagian dari alam yang kebetulan didalamnya ada kemungkinan digunakan atau disalahgunkan oleh kekuatan di dunia ini.


Ini adalah bacaan yang mengasikkan. Dengan kemampuannya penulis menjadikan cerita dalam buku ini sangat menarik. Dia memberikan tekanan dan tanggung jawab kepada para ilmuwan, politisi dan militer dengan besarnya kekuatan bom tersebut yang dapat mengubah keseimbangan militer, menghapus seluruh populasi dan menyebabkan perubahan dunia masa depan.

Tidak perlu dikatakan bahwa para ilmuwanlah yang meragukan namun juga merumuskannya. Penulis menekankan keragu-raguan mereka, terutama sejak awal kemungkinan bom tersebut menjadi jelas. “Para ilmuwan memiliki keyakinan,” tulisnya “bahwa apa pun yang mereka sajikan, bahaya apa pun yang ada dalam potensi ledakan inti, mereka sebagai sebuah kelompok, tidak akan pernah membiarkan penemuan mereka digunakan oleh negara-negara bangsa untuk melawan kemanusiaan. Karena mereka memiliki kesetiaan yang lebih tinggi, yang tujuannya melampaui kebijakan kecil yang dibentuk oleh keinginan nasionalisme …. “.

Para ilmuwan memandang diri mereka sebagai bagian dari republik ilmiah. “Penemuan tentang atom itu akan dibagi, melalui artikel dalam jurnal, di konferensi, di rumah kopi dan laboratorium. Ini adalah masalah keyakinan di antara fisikawan dunia sebelum Perang Dunia Kedua. Seseorang tidak bisa mematenkan atau menasionalisasi atom”.

Sentimen semacam itu, yang dipegang teguh oleh para ilmuwan, hanya sedikit diperhitungkan diantara negara-negara bangsa dalam suasana perang habis-habisan. Meskipun demikian, perdebatan tentang hati nurani di antara fisikawan yang bergema melalui perang kemudian dibawa dengan baik ke dalam buku ini melalui deskripsi tentang berbagai pandangan dan pemikiran para ilmuwan secara individu.

Buku ini memuat beberapa pertanyaan yang selalu ditanyakan: Apakah diperlukan, dari sudut pandang militer, untuk menjatuhkan bom itu? Apakah Jepang yang akan menyerah, mencari cara untuk melakukannya dengan terhormat? Apakah penjatuhan bom itu untuk mengintimidasi Uni Soviet? Apakah para ilmuwan memiliki kewajiban untuk melayani pemerintah nasional mereka jika ditanya? Bisakah mereka menolak? Bagaimana dengan loyalitas mereka yang lain seperti terhadap republik ilmiah?

Buku ini menghindari kontroversi-kontraversi ini, namun penulis mempertimbangkan pertanyaan yang lebih luas mengapa bom itu digunakan. Dia menyoroti sikap rasis terhadap orang Jepang. Tidak mengherankan jika militerlah yang mengemukakan pernyataan yang paling ekstrem dan mengejutkan: “Jika diperlukan untuk memenangkan perang, kita tidak akan membiarkan ada laki-laki, wanita, atau anak-anak yang tinggal di Jepang dan akan menghapus negara itu dari peta,” kata Admiral Jonas H. Ingram. “Bila Anda melihat tikus kecil berbau busuk dengan gigi palsu mati di samping orang Amerika, Anda bertanya-tanya mengapa kita harus melawan mereka dan siapa yang memulai perang ini,” pernyataan ini dikaitkan dengan Letnan Jenderal Holland M. (“Howling Mad”) Smith.

“Orang-orang yang membuat keputusan untuk menjatuhkan bom atom dan menentukan dimana bom itu dijatuhkan, mereka membagikan sentimen rasial tajam tersebut pada para petugas mereka dan orang-orang yang melawannya,” tulis Rotter. Penulis menyimpulkan bahwa ini membantu dalam menjustifikasi penjatuhan bom di kota-kota Jepang namun tidak menjelaskannya. Juga argumen bahwa bom tersebut dijatuhkan terutama sebagai sarana untuk menarik Uni Soviet untuk berperilaku lebih kooperatif dalam negosiasi mengenai masa depan dunia, terutama masa depan Eropa Tengah dan Timur, meskipun ini juga merupakan faktor penting.

Yang lebih penting lagi, kata Rotter, adalah asumsi, yang diwariskan oleh Truman dari Roosevelt dan tidak pernah ditanyai secara mendasar setelah tahun 1942, bahwa bom atom adalah senjata perang, dibangun dengan biaya yang cukup besar, untuk digunakan melawan “musuh Axis fanatik”. Penggunaannya merupakan kepastian di antara mereka yang terlibat dalam pembuatan keputusan dimasa perang. “Semacam momentum birokrasi yang mendorong penggunaan bom, mulai dari membayangkan, merancang, membangun dan kemudian menggunakan … Truman dan penasihatnya tidak melihat ada alasan untuk tidak menjatuhkan bom tersebut.”

Apa yang tidak diberikan oleh buku ini adalah strategi yang dapat dipercaya untuk membawa dunia menjauh dari tempat-tempat yang berbahaya, setidaknya saat ini ada delapan negara yang dipersenjatai dengan thermo-dynamic nuclear super-bombs (setara dengan jutaan ton TNT) menuju masa depan tanpa bom sama sekali. Buku ini mungkin memunculkan pertanyaan itu secara implisit namun tidak berusaha untuk melihat sekilas status quo saat ini untuk menjawabnya.

Bom, tentu saja masih merupakan ancaman konstan bagi kemanusiaan pada umumnya, di bawah dinamika kapitalisme dunia yang menggila dan produksi komoditas dan barang bagi keuntungan di negara-negara bangsa yang bersaing. Bom atom bukanlah satu isu tunggal yang bisa dianggap di luar atau terpisah dari politik pada umumnya.

Untuk mengatasi masalah di dalam status quo jelas tidak mungkin. Tidak ada satu pun pemerintahan kapitalis yang akan melepaskan bom tersebut. Membayangkan bahwa penguasa-penguasa nuklir yang dipimpin oleh AS, Rusia, China, India, Inggris, dan Perancis untuk membuangnya melalui pelaksanaan sebuah perjanjian adalah tinggal di alam mimpi.

Kampanye perlucutan nuklir berusaha menjajakan pandangan bahwa seseorang dapat menyingkirkan persenjataan nuklir melalui aksi demonstrasi massa tanpa menantang kekuatan negara yang berperang demi kepentingan kapitalisme. Perjuangan untuk menyingkirkan bom tersebut benar-benar terikat dengan upaya melepaskan manusia dari cengkeraman perusahaan kapitalis dan negara-negara yang melayani kepentingan mereka.

Banyak komentator dan pakar yang memegangi visi masa depan tanpa bom setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990, dengan naif membayangkan bahwa dunia kapitalis bersatu dapat bertindak dalam harmoni. Pada kenyataannya, ancaman terhadap kemanusiaan dari bom sekarang lebih besar. Itu, setidaknya, adalah pandangan editor Buletin Ilmu Atom, yang mengukur ancaman nuklir melalui “Jam Kiamat”, di mana tengah malam menandakan perang nuklir.

Rotter menulis, “Editor Buletin itu tidak optimis tentang nasib bumi. Pada bulan Januari 2007, jarum menit “Jam Kiamat” bergerak maju dari tujuh menuju lima menit sebelum tengah malam.” Ada bahaya baru meliputi “uji coba nuklir oleh Korea Utara baru-baru ini, kepentingan Iran terhadap tenaga nuklir, tanda-tanda bahwa pemerintahan Bush akan mempertimbangkan penggunaan nuklir untuk menyerang negara-negara yang tidak bersahabat, dan keresahan yang terus berlanjut yang disebabkan oleh kehadiran 26.000 senjata nuklir di AS dan Rusia saja “.

Buletin tersebut juga mengakui bahwa perubahan iklim merupakan ancaman serius bagi kesejahteraan bumi. “Minat yang meningkat terhadap tenaga nuklir, sebagai bagian dari cara untuk mengatasi pemanasan global, berisiko menyebarkan bahan nuklir ke seluruh dunia.” Para ilmuwan menunjukkan bahwa bahan bakar bekas dari reaktor nuklir damai dapat diolah menjadi plutonium kelas senjata, hanya 1- 3 kilogram yang diperlukan untuk membuat sebuah bom. Buletin tersebut menyimpulkan dengan sebutan “Jam sedang berdetak”.

Sumber: http://www.aworldtowin.net/reviews/Hiroshima.html

(Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: