Peran Sosial Wanita
Peran sosial wanita sangat urgen sebagai bagian dari masyarakat. Para wanita sebelumnya tidak memperhatikan sama sekali masalah ini dan tidak menganggapnya penting. Mereka bahkan tidak menganggap adanya peran sosial wanita bahkan untuk urusan yang umum sekalipun yang kini diwacanakan secara luas. Coba kalian perhatikan bagaimana saat ini semua wanita di desa-desa bahkan yang terpencil sekalipun menganggap dirinya bertanggung jawab atas revolusi, berusaha menjaga dan memiliki Revolusi Islam Iran ini. Oleh karenanya dari sisi ini tidak ada perbedaan sedikit pun antara pria dan wanita. Bahkan terkadang para wanita lebih bersemangat dan punya pandangan yang lebih cemerlang terkait masalah-masalah sosial dan negara. Semua masalah itu dinilai punya hubungan erat dengan mereka.
Islam memandang wanita dan pria, bahkan semua makhluk ciptaan Allah dengan sudut pandang yang realistis, bersandarkan pada fitrah, alami dan punya kebutuhan yang hakiki. Yakni Islam tidak mengharapkan sesuatu dari seseorang melebihi kemampuan dan apa yang telah diberikan kepadanya. Sesungguhnya Islam dibangun dari kenyataan dan kelogisan.
Sayangnya para wanita di sepanjang sejarah selalu dizalimi karena mereka tidak mengetahui nilai dan kedudukan sejati wanita. Masyarakat tidak melindungi pribadi hakiki seorang wanita seperti yang diinginkan Islam. Mereka malah mendorong wanita ke arah kemewahan, dandanan yang tidak berguna dan mengubahnya sebagai sebuah alat konsumerisme. Ini sejatinya merupakan kejahatan dan kezaliman paling besar terhadap wanita. Perbuatan ini jelas bertujuan membuat wanita melupakan cita-cita dan tujuannya meraih kesempurnaan dengan menyibukkannya dengan hal-hal remeh dan rendah. Namun Islam secara logis menilai wanita dengan realistis, berdasarkan fitrah, alami dan kebutuhan-kebutuhan sejatinya. Hukum ilahi diturunkan sesuai dengan berbagai macam keinginan dan kebutuhan.
Petikan dari pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam pertemuan dengan anggota Dewan Kebudayaan dan Sosial Wanita. 6/1/1991 (16/10/1369).
Nilai Wanita dalam Islam
Munculnya berbagai masalah terkait wanita di berbagai kalangan sosial menunjukkan adanya bentuk kesalahpahaman, ketimpangan, kepicikan dan penyimpangan dalam memahami berbagai masalah kemanusiaan. Meskipun telah dilakukan segala langkah di bidang budaya mengenai masalah wanita dan begitu juga pria, duni kekinian masih tetap belum mampu mencapai jalan yang benar dan cemerlang. Oleha karenanya sikap fanatik, salah paham, pelecehan, kezaliman dan gangguan kejiwaan serta berbagai masalah terkait hubungan antara pria dan wanita merupakan problema yang masih terus melilit umat manusia.
Selama bertahun-tahun hak-hak asasi wanita dalam budaya Eropa dan Amerika tidak dipedulikan dan pada saat yang sama hubungan seksual secara liar atas nama penghargaan terhadap wanita begitu ditekankan. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai kekaisaran Romawi dijadikan dasar dan tolok ukur budaya dan peradaban kekinian Barat dan kita mengecamnya karena sangat merendahkan martabat wanita. Barat memberikan posisi kepada wanita dan menghormatinya guna dapat memenuhi salah satu sifat manusia paling rendah dan naluri materliastiknya. Ini merupakan penghinaan dan pelecehan terbesar terhadap wanita.
Problem mendasar keluarga di dunia kini bersumber pada cara pandang yang salah tentang masalah wanita, hubungan wanita dan pria dan kualitas keduanya. Solusinya adalah ajaran wahyu yang mengandung berbagai masalah penting mengenai pria dan wanita. Al-Quran al-Karim tidak hanya menasihati saja, tetapi untuk memperkenalkan wanita diberikan sejumlah contoh-contoh teladan, pendidikan spiritual dan ketinggian wanita. Semua itu dilakukan dengan mengetengahkan wanita-wanita teladan sepanjang sejarah umat manusia.
Rasulullah saw mencium tangan Fathimah az-Zahra dengan keyakinan bahwa ia sebagai wanita teladan dan manusia sempurna. Apa yang dilakukan beliau jangan hanya dianggap sebagai bentuk hubungan emosional sang ayah terhadap anak. Islam memandang wanita dari sisi kesempurnaan spiritual dan kemanusiaannya. Studi terhadap wanita bila dikaitkan dengan masalah budaya, sosial dan pendidikan wanita harus dilihat dengan cara pandang yang dianjurkan Islam ini.
Nilai-nilai Islam harus dihidupkan dalam masyarkat kita. Sebagai contoh adalah masalah hijab. Hijab merupakan nilai. Sekalipun masalah hijab merupakan pendahuluan untuk mengantarkan wanita untuk meraih tujuan-tujuan yang lebih tinggi, namun hijab sendiri merupakan nilai. Kita yang begitu konsekwen dalam menjaga hijab punya tujuan penting. Karena menjaga hijab akan membantu seorang wanita mencapai derajat spiritual yang tinggi dan tidak akan tergelincir oleh berbagai kendala yang melintang menghadang jalannya.
Konsekewensi para wanita untuk tetap mengenakan hijab, sekali lagi, akan membantu mereka untuk mencapai derajat sipiritual yang tinggi dan mencegah mereka dari jurang kehancuran yang menghadang jalan mereka. Wacana pakaian wanita tidak boleh terpengaruh oleh berbagai propaganda Barat. Tentunya hijab tidak hanya terbatas pada cadur (hijab wanita Iran) saja. Namun, cadur merupakan jenis hijab terbaik dan ciri nasional bangsa Iran dan tidak menghalangi gerak dan aktifitas wanita muslim baik di bidang politik, sosial dan budaya.
Wanita Iran dengan melihat martabat dan nilai-nilai spiritual hendaknya menggunakan segala potensi besarnya di semua bidang ilmu. Mereka harus berusaha sungguh-sungguh dan giat agar dapat mencapai derajat yang tinggi di bidang ilmu pengetahuan. Merendahkan martabat wanita dan menyepelekannya merupakan salah satu bencana yang membuat wanita terjauhkan dari ilmu pengetahuan dan sains.
Keluarga adalah sebuah institusi alami dan sangat mendasar bagi manusia. Keluarga harus menjadi dasar berbagai desain yang punya hubungan dengan wanita. Lingkungan keluarga merupakan tempat tumbuh kembangnya kasih sayang dan emosi. Wanita dengan segala keahlian ilmunya harus memainkan peran penting sebagai poros utama keluarga dan nyonya rumah.
Petikan dari pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Ali Khamenei dalam pertemuan dengan anggota Dewan Kebudayaan dan Sosial Wanita dan Pengurus Kongres Pertama Hijab Islam. 25/12/1991 (4/10/1370).
Keutamaan dan Nilai Wanita Muslim
Perilaku manusia punya pengaruh luar biasa guna dalam upaya mencapai keutamaan dan nilai-nilai yang tinggi. Dari sini dapat diketahui betapa pengetahuan yang tinggi, makrifat dan hikmah tanpa tanding yang dimiliki oleh Sayyidah Fathimah Zahra as dalam usia mudanya sangat berkaitan erat dengan usahanya yang diterapkan dalam perilakunya. Anak perempuan Rasulullah saw ini senantiasa menjadi penggerai penuh kasih atas kesedihan ayahnya, menjadi isteri penuh pengorbanan bagi suaminya dan pendidik agung buat anak-anaknya. Pribadi-pribadi besar seperti Imam Hasan as, Imam Husein as dan Sayyidah Zainab as adalah hasil didikannya. Sayyidah Fathimah Zahra as selalu beribadah demi memperkuat iman dan membersihkan dirinya. Ibadah membuat hatinya terbuka agar cahaya ilahi dan jalan makrifat memasukinya. Ia menjauhkan dirinya dari berbagai bentuk kemewahan dunia. Dan dalam membela Islam, Sayyidah Fathimah Zahra as menjadi teladan, bahkan menjadi mujahid terbesar dalam mendukung Kenabian, Keimamahan dan Wilayah, begitu juga dalam mengabdi pada suami.
Seorang wanita muslim harus berusaha mencari ilmu dan membersihkan dirinya baik spiritual maupun akhlaknya. Tidak peduli akan kemewahan dunia dan dengan menjaga kehormatan dan kesuciannya ia mampu mampu menjauhkan pandangan laki-laki bukan muhrim terhadapnya. Sementara di lingkungan keluarga ia menjadi penenang hati suami dan anak-anak dan penyejuk kehidupan dan lingkungan rumah tangga. Dan di pangkuan penuh kasihnya ia membimbing anak-anak yang sehat, berjiwa baik dan tidak punya masalah kejiwaan.
Mereka yang hidup di dunia kebodohan, lalai dan sesat peradaban Barat selalu mengaku sebagai pembela hak-hak wanita dan hak asasi manusia (HAM), pada hakikatnya mereka yang menindas wanita. Bagaimana tidak. Mereka meneriakkan berbagai slogan tentang kebebasan wanita, namun pada saat yang sama mereka menjadikan wanita sebagai alat pemuas laki-laki tak bermoral. Menurut keyakinan kita, kezaliman terhadap wanita yang ada dalam budaya Barat yang payah dan pemahaman salah terhadap wanita dalam karya-karya dan seni Barat begitu luar biasa sepanjang sejarah. Kezaliman global terhadap wanita tidak hanya terbatas pada periode terakhir yang bersumber dari peradaban Barat. Karena menurut kami, apa yang terjadi di Barat dengan slogan kebebasan wanita sejatinya bukan kebebasan wanita, namun pada hakikatnya kebebasan pria tak bermoral menjadikan wanita sebagai pemuas dirinya.
Orang-orang Barat tidak saja melakukan kezaliman terhadap wanita dalam arena kerja dan aktifitas industri tapi juga di bidang seni dan sastra. Pandangan mereka terhadap wanita dalam karya seni, cerita, film dan lukisan mereka mencerminkan kenyataan ini. Orang-orang Barat hanya menganggap wanita sebagai sebuah makhluk pengkonsumsi, pemboros dan pekerja murahan. Namun bagaimana dengan Islam?
Islam tidak menganggap hal-hal tersebut sebagai nilai bagi wanita. Islam setuju bila wanita bekerja bahkan pekerjaan bagi wanita perlu selama tidak mengganggu kewajiban utama dan pentingnya; mendidik anak dan menjaga keutuhan keluarga. Namun Islam menekankan bahwa pekerjaan wanita tidak boleh bertentangan dengan kemuliaan dan nilai-nilai spiritual kemanusiaannya.
Ketika seorang wanita muslim kembali kepada diri dan fitrahnya, yang terjadi adalah mukjizat besar seperti kekuatan dan keagungan wanita muslim yang kita saksikan setelah kemenangan Revolusi Islam Iran. Kita dapat menyaksikan keagungan Islam di wajah para wanita revolusioner Iran yang tetap teguh mempertahankan hijab, kesucian, tugas sebagai ibu rumah tangga dan mendidik anak mereka dan pada saat yang sama mereka masih bisa belajar dan menuntut ilmu. Kini rakyat Iran memiliki banyak dokter wanita dengan kemampuan luar biasa, wanita-wanita lulusan berbagai bidang dan disiplin ilmu dan para mahasiswi yang giat dan berpotensi sebagai kebanggaan Islam dan Republik Islam Iran.
Tidak ada satu ajaran pun yang mengakui ketinggian nilai dan kemuliaan manusia seperti Islam. Penghormatan terhadap manusia dan hak-hak asasi manusia merupakan salah satu dari prinsip-prinsip Islam. Hak-hak manusia hanya dapat terjamin dan dibela di bawah naungan undang-undang peradilan, hukum pidana, sipil, hak-hak umum Islami. Kita adalah pembela hak-hak asasi manusia.
Petikan dari pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamenei dalam pertemuan dengan para wanita dalam rangka hari ulang tahun kelahiran Sayyidah Fathimah az-Zahra as atau “Hari Wanita”. 16/12/1992 (25/9/1371).
Mengembangkan Potensi Wanita
Bila kita betul-betul mengurusi masalah wanita dengan baik di negara kita sendiri, berarti sebuah pengabdian kepada kaum wanita di seluruh dunia, sebuah pengabdian sejati kepada seluruh kaum wanita. Mungkin saja sebagian dari nilai pegabdian ini dapat dipahami sekarang dan mungkin juga beberapa tahun mendatang. Namun bila kita benar-benar melakukannya dengan baik, sebuah pengabdian terhadap wanita.
Kalian mewakili kalangan elit wanita dari seluruh penjuru negeri. Kalian menjadi bukti keberhasilan cara pandangan negara Islam dan Islam terhadap wanita. Iran tidak pernah memiliki elit wanita sebanyak ini selama periode pemerintahan zalim dan thagut. Saya mengucapkan ini dan bersikeras menekankan masalah ini. Jumlah periset, dosen, cendikiawan, pemikir dan penulis, sastrawan, penyair, seniman, penulis cerita dan pelukis wanita lebih banyak jumlahnya dari periode pemerintahan thaghut. Yakni, sebuah periode bernama pembelaan terhadap wanita yang berusaha memberantas total hijab, kehormatan wanita dan perbedaan antara wanita dan pria. Pada periode ini mereka menganjurkan kebebasan tanpa batas, bahkan dalam beberapa kasus mereka lebih buruk dan ekstrim ketimbang yang dilakukan oleh negara-negara Eropa.
Kini Republik Islam Iran berkat hijab memiliki banyak elit akademisi, saintis, teknisi, aktivis politik, pakar budaya dan seniman perempuan. Di masa pemerintahan thagut kita bahkan tidak punya sebagian dari bidang yang ada ini. Bila ada itu pun sangat terbatas.
Apa yang dihasilkan Republik Islam Iran dan Islam tepat berbanding terbalik dengan yang dipropagandakan mereka. Mereka ingin menghidupkan kebebasan tanpa batas yang tidak hanya terbatas pada upaya untuk mencegah pertumbuhan, spiritual dan perkembangan potensi yang dimiliki wanita, tapi juga menyibukkan mereka dengan hal-hal remeh yang tampaknya dapat menaikkan gengsi dan cara hidupnya. Berdandan dengan berbagai model dan sejumlah kesibukan seperti ini menjadi penghalang perjalanan seorang wanita meraih kesempurnaan.
Iran tidak pernah memiliki periode keemasan bagi wanita seperti yang dirasakan saat ini. Saat ini begitu banyak periset wanita, cendikiawan, pemikir, sastrawan, seniman dan aktivis politik-sosial. Kenyataan ini membuktikan cara pandang Islam terkait masalah hijab berbeda dengan kebebasan tak terbatas yang dipropagandakan Barat. Hijab dalam pandangan Islam bukan hanya tidak menghalangi wanita tumbuh dan mencapai kesempurnaan, tapi dengan menaati aturan Islam dapat menjadi landasan untuk mempercepat mekarnya berbagai potensi yang dimiliki wanita.
Petikan Pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei saat bertemu dengan ribuan aktivis dan elit wanita. 4/7/2007 (13/4/1386).
(Syiah-Ali/IRIB-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email