Takut. Takut merupakan suatu perasaan yang tumbuh secara alami dalam diri manusia. Dengan sifat alaminya maka rasa takut pada diri manusia yangs satu akan berbeda dengan manusia yang lainnya.
Rasa takut seorang pejabat adalah kehilangan jabatannya. Rasa takut seorang kaya adalah jatuh miskin dan masih banyak lagi rasa takut yang lain yang akan hadir pada diri manusia. Sekali lagi semua manusia tak terkecuali Pemimpin Besar Revolusi, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Panglima Tertinggi ABRI Bung Karno.
Anda tahu apa yang paling ditakutkan Bung Karno dalam hidupnya? Bukan jeruji besi. Bukan intimidasi Belanda. Bukan pembuangan. Bukan pula percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Hanya satu ketakutan Bung Karno, takut dibenci anak. Hingga ajal menjemput, ketakutan itu memang tidak pernah terjadi. Ia begitu disayang putra-putrinya.
Ketakutan dibenci anak, menghinggapi relung sanubari Bung Karno, saat anak-anaknya (terutama dari Fatmawati) beranjak remaja menjelang dewasa. Saat nalar dan naluri berkembang, mereka mulai memiliki kemampuan untuk berpendapat. Saat benak dan otaknya berkembang, mereka mulai berani mengemukakan pendapat.
Ada banyak kejadian, putra-putri Bung Karno menampakkan ketidaksukaannya di saat Bung Karno menghabiskan hari Jumat hingga Senin di Istana Bogor, bersama Ibu Hartini dan dua putranya (Taufan dan Bayu). Sikap-sikap berontak itu disampaikan dengan cara yang berbeda, antara Guntur, Mega, Rachma, Sukma, dan Guruh.
Bung Karno bukannya tidak tahu. Dia paham betul. Sekalipun begitu, Bung Karno menyikapi dengan sangat hati-hati. Tidak pernah sekalipun Bung Karno marah atas sikap putra-putrinya yang mulai kritis. Bung Karno tidak pernah mengambil sikap keras apa pun manakala mereka mulai berunjuk rasa.
Terhadap putra-putrinya yang “berontak”, Bung Karno menyikapi dengan lembut, akrab, dan memendam emosi. Bahkan, tanpa sepengetahuan putra-putrinya, Bung Karno sering memanggil para pengasuh mereka. Nah, kepada para pengasuh itulah Bung Karno “curhat”. Penutup curhat tentang kelakuan putra-putrinya adalah sebuah pesan bernada titipan, “Tolong jaga dan beri pengertian anak-anak. Jangan sampai mereka membenci saya.”
Bagi Bung Karno, anak adalah hal utama. Sering terjadi kisah menarik, manakala untuk mengistimewakan anak, terpaksa istri muda harus mengalah. Satu contoh adalah pada saat Bung Karno menggelar wayang kulit di Istana. Protokol sudah mengatur tempat duduk sedemikian rupa. Ketika itu, Bung Karno baru saja memperistri Harjatie, mantan pegawai Setneg yang pandai menari.
Nah, Harjatie sempat tersinggung dan marah kepada Bung Karno, karena disuruh duduk di bangku deretan kedua. Sementara ada satu kursi kosong di sebelah kiri Bung Karno di deret terdepan. Kursi itu dibiarkan kosong sampai akhirnya datang Megawati dan langsung duduk di kursi kosong di samping kiri bapaknya. Ya, Bung Karno lebih mengutamakan putrinya daripada istri mudanya. Karena apa? Ia tidak takut dibenci istri muda, tetapi sangat takut dibenci anak.
Itulah Bung Karno, sosok yang dikenal piawai dalam menarik hati wanita ternyata masih menempatkan perasaan putera dan puterinya diatas segalanya, bahkan sampai pada batas menimbulkan rasa takut.
(ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email