Pesan Rahbar

Home » » Iri-dengki: Lorong Sempit Tersulit

Iri-dengki: Lorong Sempit Tersulit

Written By Unknown on Sunday, 3 January 2016 | 14:53:00


Merenungi dan menikmati puisi-puisi Sang Maulana Rumi tidak akan pernah membuat kita terlena, bahkan kita beliau seru untuk selalu mawas diri. Berikut salah satu puisi beliau yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Sahabat Herman Soetomo Sebagai Berikut:


Siapa kah Dia?


Siapakah Dia?
Yang memenuhi dada dengan kesedihan;
lalu ketika engkau mengeluh-mengaduh pada-Nya,
diubahnya kepahitanmu menjadi manis.

Awalnya Dia tampil layaknya pengawas nan teliti;
sampai akhirnya kau kan dapati Dia bagaikan
sebuah Gudang Mutiara. [1]

Kekasih yang Maha Lembut:
Engkau lah yang dalam sekejap
mengubah keburukan menjadi kebaikan. [2]

Walau awalnya jiwa si hamba serendah setan,
digubah-Nya jadi secantik bidadari. [3]

Sebuah pemakaman dibuat-Nya
menjadi seindah pesta perkawinan. [4]

Dan Dia lah yang membuat orang
yang mengetahui dan menguasai dunia
terbutakan dari saat dia segumpal janin
dalam rahim ibunya. [5]

Dia yang mengubah kegelapan menjadi cahaya,
yang mengubah duri menjadi kelopak mawar;
Dia mencabut duri dari telapak tanganmu
dan menyediakan untukmu sebuah
pembaringan yang tersusun dari mawar.

Bagi Ibrahim, khalil-Nya, api dinyalakan-Nya,
dan diubah-Nya tanur Namrud menjadi
sesejuk bunga-bunga merekah. [6]

Dia limpahkan cahaya pada bintang-bintang,
dan ditolongnya mereka yang tak berdaya.
Dia mengganjar hamba-Nya,
bahkan memuji mereka.

Dia lah yang membuat dosa para pendosa
berserakan bagai dedaunan dilanda angin
bulan Desember;
ke telinga mereka yang menghujat-Nya
dilantunkan-Nya ayat bahwa Dia pengampun
bagi mereka yang bertaubat.

Dia berkata, "Wahai kaum yang beriman
maafkan lah orang yang tergelincir'; [7]
ketika sang hamba menegakkan shalat,
Dia lah yang diam-diam mengaminkan.

Adalah "Aamiin" dari-Nya yang membuat
sang hamba merasakan kebahagiaan
dalam shalatnya;
bagaikan buah tin, sisi lahiriah maupun batiniah
sang hamba menjadi manis dan menyenangkan. [8]

Rasa bahagia yang teramat mendalam ini
yang menguatkan tangan dan kaki sang hamba,
ketika dia dilintaskan melewati kesenangan
dan kemalangan;
karena rasa bahagia itu memberi kekuatan
setara kedigdayaan seorang Rustam
kepada tubuh seorang hamba yang rapuh.


Dalam rasa bahagia Ilahiah,
sang hamba bagaikan seorang Rustam; [9]
tanpa kehadirannya, bahkan seorang Rustam
terpuruk dalam liputan kepedihan;

dengan rasa bahagia ini lah jiwa diangkat dan dikuatkan oleh Sang Wazir. [10]

Kukirimkan warta ini dengan sepenuh hatiku:
ia telah paham cara menempuh jalan dengan cepat--
membawa penjelasan tentang Syams ad-Diin
ke Tabriz-nya keimanan. [11]


Catatan:
[1] Terkait dengan pengertian tentang "Khazanah Tersembunyi,"
yang telah dibahas pada puisi-puisi yang lain.

[2] "kecuali mereka yang bertaubat, beriman dan beramal
amal yang shalih, maka sayyiah mereka diganti Allah
dengan hasanah..."
(QS Al Furqaan [25]: 70)

[3] Ketika tenggelam dalam kejahilan jiwa seseorang dapat
merosot serendah setan; dan sebaliknya ketika sungguh bertaubat
dia dapat kembali meraih keindahan jiwanya.

[4] Suasana ketika seorang suci dimakamkan.
Ada beberapa terjemahan di blog ini dimana Mawlana Rumi
mengisyaratkan soal tersebut.

[5] Hakikat insan adalah jiwanya.
Salah satu momen yang menakjubkan adalah saat
jiwa itu yang didatangkan-Nya ketika janin (atau calon jasadnya)
berusia 120 hari dalam rahim ibunya.
Didalam jiwa terkandung Ruh.

[6] "... Wahai api, jadi lah sejuk dan jadi lah keselamatan
bagi Ibrahim."
(QS [21]: 69)

[7] "... orang-orang yang menahan amarahnya
dan memaafkan..."
(QS [3]: 134)

[8] Salah satu pesan Rasulullah saw, dalam kutbah haji perpisahan
bagi kaum beriman adalah agar orang lain terjaga dari tangan
dan lisan mereka.

[9] Rustam: seorang pahlawan legendaris Persia kuno.

[10] Wazir atau penasehat bagi jiwa, Ruh al-Quds.

[11] Melukiskan ketakziman seorang Mawlana Rumi kepada
Syamsuddin (Matahari Agama) at-Tabriz.
Interaksi sepasang Waliyullah ini bagaikan Matahari dan Rembulan,
atau Langit dan Bumi, dari sini dilahirkan bermacam pembelajaran
berharga bagi para penempuh jalan taubat.


Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, ghazal 528
Diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh A.J. Arberyy
dalam "Mystical Poems of Rumi 1"
The University of Chicago Press, 1968.

_______________________

Selamat merenungkannya…

Iri-dengki: Lorong Sempit Tersulit

Jangan masuki lembah ini tanpa pemandu; [1]
ikutilah ucapan sang Khalilullah Ibrahim a.s, “… Aku tidak suka
sesuatu yang tenggelam …” [2]

Bertolaklah dari dunia bayangan, raihlah matahari:
berpeganglah ke lengan baju Lelaki seperti Syamsi-Tabriz. [3]

Jika belum kau ketahui alamat pesta perkawinan seperti ini,
carilah Cahaya al-Haqq, Husamuddin. [4]

Ketika engkau tengah menempuh Jalan, dan tenggorokanmu
tercekik iri-dengki, ketahuilah, itu ciri iblis;
dia melanggar batas karena iri-dengki.

Karena iri-dengkinya, dia membenci Adam a.s; [5]
dan karena iri-dengki pula dia berperang melawan kebahagiaan. [6]

Di dalam Jalan, tiada lorong sempit yang lebih sulit
daripada hal ini; beruntunglah pejalan yang tidak membawa
iri-dengki sebagai teman.

Ketahuilah, ragamu adalah sarang iri-dengki;
para warga di dalamnya tercemari oleh iri-dengki.

Semula, raga ini Tuhan buat sangat murni, tapi
kemudian menjadi sarang iri-dengki.

Ayat-Nya, “… dan sucikanlah rumah-Ku …” [7]
adalah perintah untuk memurnikan diri;
karena hanya di dalam qalb yang tersucikan tersimpan
harta-karun Cahaya Ilahiah, itulah sejatinya Permata Bumi.

Jika tipu-daya dan iri-dengki kau tujukan kepada seseorang
yang tanpa iri-dengki, maka asap gelap naik menghitamkan qalb-mu.

Perlakukanlah dirimu bagaikan debu di kaki para Lelaki Ilahiah,
seraya engkau benamkan iri-dengkimu ke tanah.

(Rumi: Matsnavi, I no 428 – 436, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson)

Catatan:
[1] Jangan menempuh jalan pencarian tanpa bimbingan seorang Guru Sejati
[2] QS [6]: 76.
[3] “Matahari dari Tabriz,” pembimbing Mawlana Rumi ke Jalan pencarian Tuhan.
[4] Husamuddin, salah seorang murid kesayangan Mawlana Rumi,
bergelar “Zhiya ul-Haqq”. Diriwayatkan bahwa dialah yang mencatat
ujaran-ujaran Mawlana Rumi yang kemudian dikenal sebagai Matsnavi.
[5] QS [38]: 76, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api,
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah,” merupakan ucapan Azazil
yang menjadi sumber pertama iri-dengki; sejak itu dia terusir dan dikenal sebagai iblis.
[6] QS [38]: 82 – 83, “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka
semuanya,kecuali abdi-abdi-Mu yang al-Mukhlashiin”.
[7] QS [22]: 46.


(Serambi-Tashawuf/Ngrumi/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: