Pesan Rahbar

Home » » Jembatan Keledai Tan Malaka

Jembatan Keledai Tan Malaka

Written By Unknown on Friday 4 November 2016 | 00:13:00

Sebagai pelarian ia harus meninggalkan buku-bukunya dan mengandalkan ingatannya.

Tan Malaka (Kiri). (Foto: Historia)

Sebutkan warna-warna Pelangi? Jawabannya: mejikuhibiniu (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu). Inilah anjuran guru-guru di sekolah untuk mengingat sesuatu.

Tokoh pergerakan Tan Malaka juga melakukan hal yang sama. Ia menyebutnya “jembatan keledai”. Ia menggunakan taktik ini untuk menulis buku magnum opusnya, Madilog. Madilog berasal dari jembatan keledai, yakni MAterialisme, DIalektika, dan LOGika.

Tan sebenarnya ingin seperti Leon Trotsky dan Mohammad Hatta. Keduanya bisa mengangkut berpeti-peti buku ke tempat pembuangan. “Saya menyesal karena tak bisa berbuat begitu dan selalu gagal kalau mencoba berbuat begitu,” tulisnya dalam Madilog.

Ketika kali pertama dibuang ke Belanda pada 22 Maret 1922, Tan hanya disertai buku-buku agama: al-Qur’an, kitab suci Kristen, Budhisme, Confusianisme, Darwinisme. Juga buku perkara ekonomi dan politik yang berdasarkan liberalisme, sosialisme, atau komunisme; riwayat dunia; serta buku sekolah dari ilmu berhitung sampai ilmu mendidik. Buku-buku itu terpaksa ia tinggalkan karena ketika pergi ke Moskow ia harus melalui Polandia yang memusuhi komunisme.

Karena Tan harus selalu meninggalkan atau membuang buku-bukunya, ia pun mengandalkan daya ingatnya. Ia memiliki daya ingat yang kuat, yang sudah ia latih sejak sekolah Raja di Bukit Tinggi. Ia menghafalkan dengan cara mengingat kependekan “intinya’’. Cara itu disebut “jembatan kedelai’’ (ezelbruggece).

Tan menyontohkan, jika dua negara berperang, mana yang akan menang? Ia menggunakan “jembatan keledai” AFIAGUMMI. Huruf A berarti Armament (kekuatan udara, darat, dan laut). Huruf A bisa membawa “jembatan keledai’’ lain mengenai forces (tentara) seperti ALS, yakni Air (udara), Land (darat) dan Sea (laut). Sesudah membandingkan Armament kedua negara, ia menguji yang kedua, yakni Finance (keuangan). Sayangnya, ia tidak menjelaskan sisanya, IAGUMMI.

Tan bilang telah membuat “jembatan keledai” dalam hal ekonomi, politik, muslihat perang, dan sains. “Kalau tidak beratus, niscaya ada berpuluh jembatan keledai di dalam kepala saya,” tulis Tan.

Jembatan keledai sangat membantu Tan. Karena itu, ia menganggap “jembatan keledai’’ penting buat pelajar. Lebih penting lagi bagi seseorang pelarian. Bukankah seorang pelarian politik mesti ringan bebannya, seringan-ringannya? Ia tak boleh diberatkan oleh benda yang lahir, seperti buku ataupun pakaian.

(Historia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: