Pesan Rahbar

Home » » Ungkap Penegakan Ruhud Diniyyah Cara NU, KH Ma’ruf Amin: Indonesia Bukan Darul Harb

Ungkap Penegakan Ruhud Diniyyah Cara NU, KH Ma’ruf Amin: Indonesia Bukan Darul Harb

Written By Unknown on Monday, 26 December 2016 | 22:01:00


Konsistensi gerakan penyebaran paham Khilafah dari kelompok tertentu yang menyebut Indonesia tak layak disebut negara Islam meski mayoritas penduduknya adalah Muslim, menjadi perhatian banyak pihak dalam beberapa tahun terakhir. Tak terkecuali Rais ‘Aam PBNU, KH Ma’ruf Amin yang ikut angkat bicara terkait hal itu.

Kiai Ma’ruf menegaskan, status negara Indonesia adalah sah secara syariat, bukan sebagaimana keyakinan sebagian kelompok yang menilai sebaliknya dan merasa perlu mengubah format negara menjadi negara Islam. Baginya, Indonesia memenuhi syarat disebut Darul Islam (Negara Islam).

“Indonesia bukan Darul Harb (negara perang). Muslim-non-Muslim terikat perjanjian bersama (Pancasila, red). Bersikap baik terhadap non-Muslim ini wajib,” terang KH Ma’ruf Amin saat membuka acara diskusi bertema “Penguatan Kapasitas dan Jejaring Kerja Media Islam dalam Program Deradikalisasi Agama” yang digelar Lembaga Ta’lif wan Nasyr NU (LTNNU) bekerja sama dengan Yayasan Tifa di Jakarta, akhir Oktober lalu.

Menurutnya, konsekuensi dari perjanjian bersama tersebut adalah menjalin hubungan yang baik antar pihak yang telah saling bersepakat. Kiai Ma’ruf juga mengutip hadis riwayat Imam Bukhari yang menyatakan bahwa siapa yang membunuh non-Muslim yang terikat perjanjian (mu’ahad) ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.

Ia juga menekankan, spirit agama (ruhud diniyyah) harus mewarnai berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Hal ini juga sejalan dengan fakta bahwa fikih tak hanya berurusan dengan ibadah belaka melainkan juga mu’amalah dan jinayah.

“Hanya saja, untuk merealisasikan itu semua harus dilakukan dengan cara-cara NU, cara-cara yang tepat: santun, demokratis, dan konstitusional,” tambahnya.

Kiai Ma’ruf yang sekaligus Ketua Umum MUI Pusat ini juga menjelaskan tentang karakter sosial NU yang menjunjung tinggi kelembutan, pendekatan persuasif-edukatif, serta tidak intimidatif.

Apa yang disampaikan Kiai Ma’ruf, layak menjadi pedoman—khususnya bagi warga NU, juga bagi mereka yang merasa peduli pada upaya penegakan spirit beragama dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di Tanah Air.

Bagaimanapun, cara-cara santun, menjunjung tinggi kelembutan, pendekatan persuasif-edukatif, tidak intimidatif melainkan demokratis dan konstitusional dalam mengampanyekan kebaikan dan nilai-nilai mulia dalam ajaran agama, memang sangat diperlukan di tengah bangsa majemuk seperti Indonesia.

Dengan demikian diharapkan tak akan terjadi lagi aksi intoleransi, tindakan anarkis dan pemaksaan kehendak atas nama apapun, apalagi atas nama agama, oleh kelompok tertentu terhadap kelompok yang lain yang dianggap berbeda, sebagaimana yang selama ini kerap terjadi. Apalagi bila kita paham bahwa memang sejak awal, keragaman itu sudah menjadi ciri khas di tengah bangsa kita yang berdasarkan Pancasila dan sepakat untuk bersama-sama saling menjunjung tinggi prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: