Luhut Panjaitan. (Foto: merdeka.com/imam buhori)
Menko Luhut: Freeport aneh tak mau penuhi kewajibannya dari 2009
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan angkat bicara terkait polemik masalah PT Freeport Indonesia saat ini. Menurutnya, kewajiban PT Freeport Indonesia, yakni untuk membangun smelter dan divestasi 51 persen seharusnya sudah dilakukan sejak 2009 silam.
Namun, hingga kini, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu tak kunjung memenuhi kewajiban tersebut.
"Jadi sebenarnya apa yang kita minta sekarang itu adalah apa yang seharusnya terjadi 2009. Tidak ada yang baru. Jadi kalau enggak mau (lakukan) menurut saya aneh," kata Luhut seperti ditulis Antara, Sabtu (18/2).
Luhut juga menanggapi ancaman Freeport McMoran untuk memangkas produksi dan mengurangi sekitar 30.000 tenaga kerja Indonesia.
Menurut dia, perusahaan multinasional sebesar Freeport tidak akan sesederhana itu melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Masak perusahaan multinasional hentikan pekerja, enggak sesederhana itu. Kita juga harus menghormati apa-apa yang ada. Kalau dilihat lagi mereka 2009 seharusnya sudah divestasi 51 persen, tapi tidak dilakukan. Harusnya bangun smelter juga dia tidak lakukan," ujarnya.
Freeport meminta kepastian hukum dan perlindungan fiskal agar tercapai kesepakatan kerja sama kembali antara perusahaan dan Pemerintah Indonesia.
Seiring dengan berubahnya status kontrak pertambangan dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), maka Freeport harus mengikuti apa yang sudah menjadi ketentuan pemerintah terkait dengan pajak prevailling (mengikuti aturan pajak yang berlaku) yang ditetapkan pemerintah sesuai amanat Permen Nomor 1 Tahun 2017.
Namun, Freeport meminta kewajiban membayar pajak yang ditetapkan pemerintah harus bersifat naildown atau tetap sesuai dengan isi dari KK sebelumnya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah syarat.
Perusahaan pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika ingin mendapatkan rekomendasi ekspor konsentrat. Pemegang IUP dan IUPK juga harus membuat pernyataan kesediaan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun. Setiap enam bulan, pembangunan smelter akan dievaluasi dan perusahaan harus memenuhi minimal 90 persen persyaratan pembangunan yang ditetapkan.
(Merdeka/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email