Sejumlah pemuka agama, negarawan, budayawan dijadwalkan bertemu sore ini di UGM Yogyakarta, 26 Mei, untuk menyikapi kondisi terkini kebangsaan. Di antara yang dijadwalkan hadir ialah KH. Ahmad Mustafa Bisri, Prof. Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Prof. Quraish Shihab.
“Para sesepuh bangsa ini telah mengikuti perjalanan kehidupan berbangsa, melampaui beberapa momen sejarah. Dalam kondisi saat ini, kita membutuhkan percikan kearifan dan inspirasi dari beliau-beliau, agar perjalanan sejarah bangsa kita bisa tetap dijaga pada arahnya,” demikian pernyataan para penggagas forum ini Jeirry Sumampouw, Defy Indiyanto Budiarto, Romo Benny Susetyo, dan Alissa Wahid yang diterima IslamIndonesia, 26 Mei.
Menurut inisiator forum ini, perdamaian Indonesia Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk bukan secara alami melainkan sebuah kesepakatan dari banyak elemen generasi muda tercerahkan yang pada awalnya berkumpul dalam sebuah momen yang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Indonesia diciptakan dengan sengaja melalui toleransi dan persatuan ketika para pendiri negara ini, para ulama, pendeta, kepala suku, cendekiawan, dengan sukarela melepas bajunya demi persatuan NKRI.
“Para pendiri bangsa telah menjadikan kredo persatuan sebagai senjata yang paling ampuh untuk meraih cita-cita nasional sekaligus tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945,” katanya.
Perbedaan pendapat di antara mereka cukup tajam dan sering terjadi, namun perbedaan sesungguhnya merupakan khazanah yang memperluas perspektif kebangsaan asalkan dapat disiasati dalam sebuah permusyawaratan keadilan. Akan tetapi, selama berbulan-bulan terakhir, kehidupan berbangsa kita sedang menghadapi tantangan yang cukup berat.
“Proses mengupayakan negara demokrasi yang matang diguncang oleh situasi politik yang tampak jauh dari kesantunan dan adab mulia,” katanya.
Bangsa ini, lanjut Alissa dan kawan-kawan, disuguhi berbagai manipulasi yang tidak memberikan pendidikan politik yang layak dianuti, melainkan sajian drama saling serang antar kubu yang berseberangan. Masyarakat menjadi tidak tabu pada ujaran kebencian serta tidak malu-malu lagi untuk adu caci maki di hadapan publik yang luas.
Situasi yang sarat muatan kecurigaan dan ketakutan antar kelompok tersebut tentu tidak boleh terus dilanggengkan. Momen suasana keagamaan menjelang Ramadan yang selayaknya penuh kedamaian ini adalah waktu yang tepat untuk bersama-sama berupaya mengambil jeda, menciptakan jarak pandang agar dapat menoleh ke belakang merenungi persatuan yang koyak akibat fitnah, adu domba, dan kepentingan politik serta keinginan berkuasa secara tamak yang berjalin-kelindan.
Karena kondisi ini, para sesepuh bangsa diundang oleh mereka. kesadaran ini didukung kerinduan untuk bertemu bersama dalam sebuah Forum Sesepuh Bangsa untuk Perdamaian Indonesia, pada Jumat, 26 Mei sore di UGM, Bulaksumur, Yogyakarta.
Selain Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif, KH Ahmad Mustofa Bisri, Prof M. Quraish Shihab, dijadwalkan juga hadir Kardinal Julius Dharmaatmadja, Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Bhikku Nyana Suryanadi, Mohamad Sobary, Pendeta Gomar Gultom, Prof Abdul Munir Mulkan, KH Imam Azis, dan lain-lain. Hingga berita ini diturunkan, redaksi belum menerima siaran pers resmi dari hasil forum ini.[]
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email