Pesan Rahbar

Home » » Mereka Mengatakan Syah Iran Seorang Syiah

Mereka Mengatakan Syah Iran Seorang Syiah

Written By Unknown on Tuesday 19 January 2016 | 18:13:00

Suatu hari di kota Madinah, seorang muslim terlibat konflik dengan seorang Yahudi. Demi menyelesaikan konflik, Yahudi tersebut mengusulkan untuk menemui Muhammad saw. agar diputuskan perkaranya. Muslim tersebut menolak karena tahu bahwa Rasulullah saw. selalu memutuskan perkara berdasarkan keadilan. Ia khawatir keputusan rasul akan berseberangan dengan kepentingan pribadinya. Muslim tersebut justru mengusulkan agar Kaab bin Al-Ashraf, seorang rahib dan pembesar Yahudi, menjadi hakim. Ia yakin rahib itu dapat disogok dan pasti memenangkannya dalam kasus sengketa dengan si Yahudi.


Sebuah ayat Quran turun. Mencela orang-orang yang mengaku muslim tapi menjadikan tagut sebagai pelindung.[1] Ayat tersebut hendak menyampaikan pesan bahwa iman tanpa membenci tagut dan menjauhi kebatilan bukanlah iman yang sejati. Siapa saja yang mengaku beriman tapi dalam perbuatan selalu berpaling dari Tuhan adalah orang yang memusuhi Tuhan dan berada di barisan tagut. Menerima pemerintahan tagut sama saja dengan menyiapkan sarana bagi kegiatan setan di tengah masyarakat.


Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada tagut, padahal mereka telah diperintah mengingkari tagut. Setan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 60)


Kisah tersebut menunjukkan bagaimana Alquran menolak perilaku seorang muslim dan secara tidak langsung membenarkan keputusan Yahudi tersebut. Jika seorang muslim tidak berperilaku adil, maka pihak yang seharusnya pertama mengecam adalah Islam dan Alquran. Sebaliknya, jika seorang Yahudi menjalankan hukum sesuai dengan keadilan maka yang pertama kali membelanya adalah Islam dan Alquran. Alquran tidak sedang menceritakan perlawanan antara muslim dengan non-muslim, tetapi antara penindas (mustakbir) dan mereka yang tertindas (mustadhafin).

Sayangnya, para Wahabi takfiri mengira bahwa segala sesuatu berkaitan dengan perlawanan antara muslim dengan non-muslim atau antara suni dengan Syiah. Sehingga mereka mengira, betapapun adilnya seorang penganut Syiah tetap layak dibunuh dan betapapun zalimnya seorang Wahabi haruslah dibela. Sebagian pengikut Syiah juga berperilaku sama dengan Wahabi takfiri itu.


Sebelum terjadi revolusi Islam Iran, sebagian orang mengingatkan bahwa Mohammad Reza Pahlavi jugalah seorang Syiah, betapapun zalim perilakunya. “Jangan jatuhkan syah! Kalau dia pergi, non-Syiah akan memimpin!” Mereka yang berteriak seperti itu dulunya bernama Anjoman-e Hojjatieh dan pada hari ini lebih sering disebut sebagai Syiah Inggris. Mereka juga memprotes Ayatullah Khamenei yang selalu mendukung Palestina sambil berkata, “Bukankah mereka ahlusunah? Apa hubungannya dengan kita?” Mereka mengatakan pembebasan Baqi di Madinah lebih utama daripada pembebasan Quds, karena di Baqi berkaitan dengan Syiah dan suni, sementara di Palestina berkaitan dengan suni dan Yahudi, dan “Semua itu tidak ada hubungannya dengan kita”.[2]

Kelompok ini juga mengira bahwa dalam Perang Suriah, hanya makam Zainab binti Ali yang harus dilindungi, karena kaitannya dengan Syiah dan suni. Tapi jika seluruh negara Suriah jatuh ke tangan Zionis, bukanlah perkara penting, sebab tidak berhubungan dengan Syiah.

Padahal Islam mengatakan bahwa orang-orang yang tertindas dan dilemahkan (mustadh’af) haruslah dibela, entah dari kelompok ahlusunah, Syiah, Kristiani ataupun lainnya. Orang yang dilemahkan (mustadh’af) berbeda dengan orang lemah (dha’îf). Ketidakmampuan orang lemah berasal dari dirinya, sedangkan para mustadh’af telah dilemahkan oleh para mustakbar dan penindas haruslah dilawan.
Bagaimana kolonialisme berawal?

Sebagian orang mengira jika dunia ini adalah tempatnya untuk berperang. Berperang untuk bertahan. Jika memiliki kekuatan dan orang-orang lain dilemahkan, maka ia akan semakin lama bertahan. Inilah teori Darwin dan Nietzsche. Islam menurut mereka adalah penindas (mustakbir). Dari teori tersebut sebenarnya orang-orang Barat telah melakukan kolonialisme karena mereka ingin menjadi kuat dengan cara melemahkan yang lain.

Alkisah, seorang tentara Inggris sedang berjalan di Irak hingga tiba-tiba terdengar suara azan. Tentara tersebut ketakutan karena mengira telah terjadi revolusi. Orang-orang lari menuju atap rumah dan berteriak. Tentara tersebut bertanya, “Apa yang mereka katakan?” Orang-orang menjawab, “Azan.” Tentara Inggris itu bertanya lagi, “Mereka tidak melawan kami?” Orang-orang mengatakan, “Tidak.” Lalu, dengan tenang, tentara itu mengatakan, “Oh, baiklah. Lanjutkanlah…”[3]

Inilah strategi baru. Rakyat telah dilemahkan, tapi bukan dengan pukulan fisik. Pikiran umat muslim dilemahkan dengan hanya sibuk memikirkan ritual ibadah seperti salat atau isu pertikaian suni-Syiah, sehingga perlawan terhadap penindas terlupakan. Sayang sekali jika hal-hal seperti ini juga menimpa kita. Sebagian pengikut Syiah (yang disebut sebagaiSyiah Inggris) hanya berpikir soal penghinaan terhadap ahlusunah, qame zani (ritual berdarah hari Asyura), dan sebagainya. Begitupula sebagian pengikut ahlusunah, yang terpengaruh takfiri, juga melakukan hal sama: merusak makam, meneriakkan kafir kepada orang lain yang melakukan ziarah, tawasul, dan sebagainya.

Kepada kelompok yang seperti ini, bisa dikatakan bahwa akal mereka telah dilemahkan oleh Barat; bukan badan, akan tetapi intelektualitas mereka.


Pada masa Imam Ali a.s. hal yang serupa juga pernah terjadi. Muawiyah ingin sekali mencapai kekuasaan dan cara yang dilakukan adalah dengan melemahkan Imam Ali a.s. Akibatnya muncullah kelompok yang kemudian disebut dengan Khawarij. Lawan sebenarnya Imam Ali pada masa itu hanyalah Muawiyah, karena ia mewakilimustakbir. Khawarij hanyalah kelompok yang akalnya telah dilemahkan; mereka telah tertipu. Imam Ali tidak memerangi Khawarij kecuali mereka mengangkat pedang. Imam Ali justru mengatakan kepada mereka untuk melawan Muawiyah karena mereka sebenarnya telah “diciptakan” oleh Muawiyah.[4]

Saat ini, Ayatullah Khamenei juga selalu mengatakan bahwa musuh asli kita adalah Amerika Serikat, bukan ISIS. Karena ISIS telah tertipu dan akalnya telah dilemahkan.[5]


Revolusi terjadi di Iran

Ketika terjadi revolusi di Iran, Imam Khomeini mengatakan bahwa tujuan pergerakan sebenarnya adalah melawan penindas (istikbar). Kita tahu Alquran memerintahkan untuk berperang di jalan Allah dan jalan pembelaan terhadap orang-orang lemah (mustadh’afîn). Artinya, jika ada seorang Kristiani dizalimi, kita harus bangkit bukan sekedar karena status kekristianiannya, tetapi karena kondisi dia yang dilemahkan.

Perkataan Imam Khomeini tersebut sesungguhnya sejalan dengan Alquran. Jika dikatakan berperang melawan Amerika dan Israel, bukan karena kekristianian atau keyahudiannya, akan tetapi karena arogansinya (mustakbar). Begitupula jika kita melawan ISIS, Kerajaan Saudi, atau Kerajaan Bahrain, bukan karena kesuniannya, tetapi karena bantuannya terhadap penindasan. Jika kita membela rakyat Palestina atau rakyat Bahrain, juga bukan karena kesunian atau kesyiahan mereka, tapi karena ketertindasan mereka.

Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya. Berilah kami pelindung dan penolong dari sisi Engkau!” (An-Nisa: 75)


Referensi:
[1] Lihat Majma’ Al-Bayân fi Tafsîr Al-Qurân, juz III, hal. 102, cetakan ketiga, 1372, Tehran: Naser Khosrow.
[2] Ceramah Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan rohaniwan Syiah dan ahlusunah Kurdistan, 23/2/1388.
[3] Imam Khomeini, Sahifeh-ye Nur, juz VII, hal. 393
[4] Saleh, Sobhi. Nahj Al-Balâghah. Khotbah 61
[5] Ceramah Ayatullah Khamenei pada peringatan wafat Imam Khomeini, 16/3/1393

Sumber: Shademan, Arman. “Vaghti Edei-ye mi Goftand Shah ham Shieh ast”. Fetan. 21/12/1393


(Eja-Jufri/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: