Kegagalan Arab Saudi di Suriah dan Yaman hanya akan mempercepat kehancuran kerajaan Arab Saudi. Mereka telah menggali kuburan mereka sendiri di Suriah dan Yaman. Nyaris bisa dipastikan Dunia Islam akan jauh lebih baik tanpa adanya kerajaan Arab Saudi.
Menapak tilas jejak-jejak sejarah Arab Saudi sejak awal keberadaannya di Timur Tengah selalu membuat umat Islam berlumuran darah. Dunia Islam diwarnai pertikaian dan kekacauan hingga peperangan dan pembantaian-pembantaian kejam tak berperikemanusiaan menimpa umat Islam, baik dari kalangan ulama maupum muslim awam. Menjelang berdirinya kerajaan Arab Saudi yang berlumuran darah bisa anda baca dalam buku karya Syekh Idahram ” Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi “
Kedurhakaan mereka terhadap umat Islam masih terus berlangsung hingga era sekarang ini, yang intinya semua tindakan mereka adalah bagian dari pengabdian kepada Barat dan Zionis Israel. Huru-hara dan kekacauan di Mesir, Tunisia dan Libya adalah contoh kecil dari permainan kotor Arab Saudi dalam pengabdiannya kepada Amerika Serikat (Barat) dan Israel. Sementara Suriah, Irak dan Yaman menjadi ladang pembantaian untuk menciptakan tatanan Timur Tengah Baru yang tunduk kepada tiga setan besar Saudi, AS dan Israel.
Muslimin semakin terperosok ke dalam krisis multi dimensi, namun artikel ini akan membatasi diskusi pada perang Suriah dan Yaman. Kedua perang ini dimulai pada bulan yang sama, Maret-2011 dan Maret-2015, jejak Saudi terlihat jelas dalam kedua perang tersebut. Di Suriah, para teroris ekstrim dilatih dan dipersenjatai oleh Saudi untuk menggulingkan Bashar Assad yang terpilih menjadi Presiden berdasarkan kontitusi. Di Yaman, skenario berlawanan sedang dimainkan; seorang diktator digulingkan oleh rakyat revolusioner Yaman, namun Saudi dengan dalih mengembalikan kekuasaan Abdu Robbuh Mansour Hadi menginvansi Yaman untuk mengembalikan pemerintahan boneka Saudi, yang akan melayani Amerika Serikat dan Israel.
Napak Tilas Jejak-jejak Pengabdian Arab Saudi Kepada Barat dan Zionis.
Pada Maret 2011, militan yang menyebut dirinya Tentara Pembebesan Syiria (FSA) dan melakukan pemberontakan di distrik Dara’a. Mereka menyebut pemberontakan ini sebagai “revolusi” yang dimulai dari kota kecil, namun sayangnya disusupi teroris dari berbagai negara dan dipersenjatai dengan senjata modern AS. Sementara Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab berperan sebagai penyuplai ribuan mobil toyota, amunisi dan membayar upah kepada mereka yang tergabung dalam perang ini. Di sisi lain, ada Yordania, Turki dan Israel yang membuka perbatasan mereka untuk memberikan perjalanan aman bagi para teroris yang ingin masuk ke Suriah, dan memberikan layanan medis bagi mereka yang terluka. Apakah kehadiran miitan asing dan dukungan asing dalam krisis Suriah bisa disebut sebagai “revolusi rakyat Suriah”?
Kekacauan yang mereka ciptakan telah menelan 320.000 orang tewas, dengan rincian 108.086 warga sipil, termasuk 7.371 perempuan dan 11.493 anak-anak. Korban tewas dari pihak pasukan pemerintah berjumlah 49.106 orang, sementara disisi pemberontak yang tewas berjumlah 38.592 orang, hal ini berdasarkan data yang dikeluarkan Observatorium HAM untuk Suriah (SOHR) pada 10 Juni lalu. Sementara data yang dikeluarkan PBB menyebutkan bahwa konflik yang disponsori oleh negara-negara Arab dan Barat di Suriah, yang berkobar sejak Maret 2011, telah merenggut nyawa lebih dari 250.000 orang dan lebih dari satu juta terluka. Badan dunia juga menyatakan 12,2 juta orang, termasuk lebih dari 5,6 juta anak-anak, sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan. Krisis ini juga telah memaksa 7,6 juta orang mengungsi ke Yordania, Lebanon, Turki dan Eropa.
Para ekstrimis keji ini telah didatangkan dari negara-negara Arab, Afrika, Eropa, Amerika dan Asia, termasuk Indonesia oleh Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Tidak hanya itu, mereka juga membayar para mufti wahabi untuk melegalkan “Jihad Nikah” atau prostitusi berlabel agama hanya untuk menghibur dan memuaskan seks para militan. Observatorium HAM untuk Suriah (SOHR) menyatakan ribuan wanita-wanita muda dari Arab, Eropa dan Asia telah melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dalam “Jihad Seks”.
Di Yaman, Arab Saudi meluncurkan perang skala besar, mereka berpikir akan mengalahkan revolusioner rakyat Yaman dalam hitungan minggu. Namun, perang itu telah memasuki bulan ketujuh, dan tidak ada tanda-tanda koalisi pimpinan Saudi akan menang. Serangan barbar Saudi hanya mengakibatkan 7000 lebih warga Yaman tewas, 14.000 lainnya luka-luka dan 22 juta rakyat Yaman kekurangan bahan makanan. Serangan barbar Saudi juga telah menghancurkan ribuan rumah, sekolah, masjid, fasilitas umum, perkantoran dan infrastruktur. lebih dari 40.000 bom telah dijatuhkan ke seluruh negara Yaman yang dibeli dari AS, Inggris dan Israel.
Saudi juga menggunakan bom-bom terlarang di Yaman. Selain itu, mereka juga memberlakukan blokade laut dan udara sama dengan yang dilakukan Zionis Israel terhadap warga Gaza. Namun, barbarisme Saudi tidak mampu menundukkan dan menghentikan perlawanan rakyat Yaman, sama dengan Israel yang tak mampu menghentikan perlawanan rakyat Gaza. Rakyat Yaman berjuang untuk martabat, kehormatan dan kemuliaan, tidak seperti Saudi yang hanya menjadi kacung Amerika dan Zionis dalam membantai kaum muslimin.
Dulu Badui Najd muncul sebagai agen Inggris yang menumpahkan darah kaum muslimin di kawasan, kini mereka hanya berganti topeng menjadi Agen Amerika dan Zionis dengan agenda yang sama. Sekarang menjadi jelas bahwa Bani Saud dan Bani Israel adalah dua wajah dari mata uang yang sama. Satu duduk menguasai tanah suci (Masjidil Haram dan Masjidil Nabawi), sementara yang lain (zionis) menguasai tanah suci di Palestina (Masjidi al-Aqsha). Raja Saudi berlumuran darah kaum muslimin dalam kasus tragedi crane dan Mina yang menewaskan lebih dari 2000 orang, sementara Israel berlumuran darah dalam bentrokan di Tepi Barat, Nablus, Yerusalem dan Gaza.
Krisis di Suriah dan Yaman berlarut-larut, yang menunjukkan dengan jelas bahwa Bani Saud telah gagal dalam menjalankan agenda Amerika dan Zionis. Bashar al-Assad mendapat suntikan kekuatan berupa dukungan besar rakyat Suriah hingga mampu bertahan dari badai krisis mematikan yang telah memasuki tahun kelima. Sementara Ansarullah Houthi mendapat dukungan penuh rakyat revolusioner Yaman hingga mampu berdiri tegak dalam menghadapi “badai tegas” yang dipimpin Saudi, Amerika dan Israel.Kegagalan Arab Saudi di Suriah dan Yaman hanya akan mempercepat kehancuran kerajaan Arab Saudi. Mereka telah menggali kuburan mereka sendiri di Suriah dan Yaman. Nyaris bisa dipastikan Dunia Islam akan jauh lebih baik tanpa adanya kerajaan Arab Saudi.
(Islam-Institute/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email