Pesan Rahbar

Home » » Dianggap Gangguan, CIA Rancang Pembunuhan Sukarno

Dianggap Gangguan, CIA Rancang Pembunuhan Sukarno

Written By Unknown on Friday 11 March 2016 | 19:54:00

Presiden Sukarno dan Richard Nixon, wakil presiden Amerika serikat, di sebuah warung kopi di Cipanas, Bogor, 1953 (Foto: majalah American Miscellany, No. 64, 1953)

Sembilan belas hari setelah KAA, CIA menerima perintah dari Gedung Putih untuk menghabisi Sukarno secara politik.

KOMISI Church mendapatkan sejumlah petunjuk bahwa CIA pernah berencana membunuh Presiden Sukarno. Rencana tersebut terungkap dari kesaksian Richard Bissel, mantan wakil direktur bidang perencanaan CIA, kepada Komisi Church.

Richard Bissel menyatakan, “pembunuhan atas Sukarno ‘pernah dipertimbangkan’ oleh CIA. Rencana tersebut berkembang sampai pada upaya mengidentifikasi aset –seorang pembunuh–yang diperkirakan akan direkrut untuk melaksankan pembunuhan itu.”

Menurut Tim Weiner dalam Membongkar Kegagalan CIA, Bissell mengakui bahwa rencana pembunuhan Sukarno tidak terlaksana dan tidak pernah disempurnakan sampai pada titik ketika upaya itu dianggap layak.

“Kesulitan itu berhubungan dengan kemungkinan menciptakan situasi bahwa agen yang akan melaksanakannya mempunyai akses ke sasaran,” kata Bissel, dikutip Weiner, dari kesaksiannya kepada Komisi Kegiatan-kegiatan CIA bentukan Presiden (Komisi Rockefeller), 21 April 1975, top secret, dinyatakan bukan rahasia (declassifed) pada 1995.

Menurut Weiner, CIA kali pertama menunjukkan kekhawatiran terhadap rezim Sukarno dalam sebuah laporan yang disampaikan Dewan Keamanan Nasional pada 9 September 1953. Setelah mendengar penjabaran CIA tentang situasi Indonesia yang menakutkan, Harold Stassen, yang ketika itu menjabat direktur Dinas Keamanan Bersama (Mutual Security Agency), organisasi bantuan militer dan ekonomi yang menggantikan Marshall Plan, mengatakan kepada wakil presiden Nixon dan Dulles bersaudara (Menteri Luar Negeri John Foster Dulles dan Direktur CIA Allen Dulles), bahwa mereka “sebaiknya memberikan pemikiran terhadap langkah-langkah pemerintah, yang akan menyebabkan jatuhnya rezim baru di Indonesia, karena rezim itu ternyata sangat buruk. Kalau rezim itu sampai disusupi dengan hebatnya oleh pihak komunis seperti yang diyakini oleh CIA, akan lebih bijaksana untuk menyingkirkan rezim itu daripada harus mendukungnya.”

Namun, setelah Richard Nixon bertemu Sukarno di Jakarta pada Oktober 1953, dia menyatakan kepada para perwira CIA, bahwa Sukarno “mendapat dukungan luar biasa dari rakyat, sama sekali antikomunis, dan tidak ada keraguan bahwa dia adalah ‘kartu’ utama Amerika Serikat.”

Dulles bersaudara sangat meragukan Nixon. “Sukarno telah menyatakan dirinya sebagai noncombatant (tidak ikut berperang) dalam perang dingin, dan tidak ada yang netral di mata mereka,” tulis Weiner. Oleh karena itu, “CIA dengan serius mempertimbangkan pembunuhan terhadap Sukarno pada musim semi tahun 1955.”

Namun, rencana pembunuhan tersebut tidak terlaksana. AS kemudian memilih cara politik untuk mengalahkan Sukarno. Menurut Weiner, sembilan belas hari setelah KAA, CIA menerima sebuah perintah aksi-rahasia dari Gedung Putih, bernomor NSC 5518, yang dinyatakan tak lagi rahasia pada 2003 (declassified).

Perintah itu memberikan wewenang kepada CIA untuk menggunakan “semua cara rahasia yang layak termasuk memberikan uang untuk membeli para pemilih dan politisi Indonesia, melakukan peperangan politik untuk mendapatkan kawan dan merongrong calon-calon musuh…untuk menjaga agar Indonesia tidak menoleh ke kiri.”

“CIA memompakan sekitar $1 juta ke kantong musuh politik paling kuat Sukarno, Partai Masjumi, pada pemilihan pertama yang diadakan di Indonesia setelah penjajahan,” tulis Weiner. Operasi CIA tersebut gagal: partai Sukarno, PNI menang, Masyumi menduduki tempat kedua, dan PKI menduduki posisi keempat yang membuat cemas Washington. (Lebih lengkap baca Paman Sam Mencoblos Masyumi di majalah Historia No. 16 Tahun II)
______________________________________

4. Paman Sam Mencoblos Masyumi. Amerika Serikat mengucurkan dana besar utk mendukung Masyumi. Tujuannya agar Indonesia tdk dikuasai komunis.
______________________________________

“CIA terus membiayai partai-partai politik pilihannya dan ‘sejumlah tokoh politik’ di Indonesia seperti disampaikan Bissel dalam sebuah kesaksian lisan,” tulis Weiner. (Baca: Dari dan Untuk Apa Dana Partai)
_________________________________________

Dari dan Untuk Apa Dana Partai

Kampanye Partai Masyumi di Rawa Badak, Tanjung Priok, Jakarta, 27 Maret 1955.
(Foto: Koleksi Perpustakaan Nasional RI)

Partai-partai politik mendapatkan dana dari berbagai sumber. Penggunaannya baru efektif jika dikaitkan dengan sumberdaya modal sosial.

DUABELAS partai politik melaporkan dana kampanye kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2 Maret lalu. Jumlah tertinggi mencapai ratusan milyar. Percaya atau tidak, dalam pemilu 1955 besarnya dana yang dikeluarkan tidak selalu signifikan dengan perolehan suara.

Dalam menghadapi pemilu, partai-partai membutuhkan dana besar. Dana itu berasal dari iuran anggota, sumbangan, bahkan hasil korupsi segelintir kader partai. Tak heran jika laporan dana kampanye ke KPU bisa jauh lebih rendah dari yang sebenarnya.

Pada pemilu 1955, tulis Herbert Feith, meski mustahil mengetahui anggaran partai, pengamatan umum tetap bisa dicoba. Kita bisa mengatakan, misalnya, Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Masyumi mengeluarkan banyak uang, sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) tidak banyak.

Korupsi di kementerian untuk mengumpulkan dana kampanye partai dipraktikkan besar-besaran pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo. “Dalam hal ini PNI yang paling banyak mendapatkan keuntungan karena partai ini memegang portofolio Keuangan dan Ekonomi serta jabatan perdana menteri dalam Kabinet Ali,” tulis Feith dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Selain itu, PNI punya sumber dana tambahan, yang terpenting sumbangan dari pengusaha bumiputera maupun Tionghoa. [Baca Laporan Utama Historia Nomor 2 Tahun I Retooling: Kenapa Pemberantasan Korupsi Selalu Gagal?]
_____________________________________

"Retooling: Kenapa pemberantasan korupsi selalu gagal?"

HISTORIA edisi ini menampilkan laporan utama mengenai korupsi di era rezim Sukarno –untuk tak menyebut “Orde Lama” yang politis. Kasusnya bejibun, dari korupsi kelas teri hingga kelas kakap. Ada yang lolos atau kabur ke luar negeri, ada juga yang masuk bui. Tak mudah menampilkan semuanya.

Kami memilih beberapa kasus yang menjadi heboh di masanya, dan umumnya melibatkan orangorang besar, dari perwira militer hingga menteri partai berkuasa. Diulas pula upaya pemberantasan korupsi, dari perjalanan aturan hukum antikorupsi hingga lembaga-lembaga yang dibentuk di masa itu, lengkap dengan intrik-intrik politiknya.

Korupsi, mengutip sejarawan Onghokham, akan menyebabkan penindasan, revolusi, jatuhnya pemerintahan, dan peristiwa sejarah lainnya. Di masa lalu, kabinet jatuh bangun antara lain karena korupsi. Jika kemudian, di hari ini, kita masih membaca berita korupsi, apa yang salah? Kita tunggu saja apa yang akan terjadi.

Majalah Historia EDISI 02 2012
______________________________________

Dengan dana yang besar, PNI bisa membayar tokoh-tokoh berpengaruh seperti camat, lurah, mandor (pengawas buruh perkebunan atau pabrik), dan jagoan agar menggunakan pengaruhnya untuk kepentingan partai.

Dalam The Communist Party of Indonesia: 1951-1963, Donald Hindley menguraikan bahwa PKI adalah partai terkaya di Indonesia. PKI mampu memperkerjakan dan menggaji pegawai penuh waktu, menerbitkan literatur, dan berkampanye lebih mahal dari partai-partai lain. PKI memang tidak dapat memanfaatkan sumber dana langsung maupun tidak langsung dari pemerintah seperti PNI. Sumber dana PKI berasal dari iuran anggota, iuran anggota organisasi massa, sumbangan, kampanye khusus penggalangan dana, dan perwakilan yang menjadi anggota badan-badan pemerintahan.

Menurut Feith, asal-usul dana PKI diperdebatkan. Kendati iuran anggota dan sumbangan kecil berperan penting dalam pembiayaan partai itu, orang menduga PKI memperoleh dana jauh lebih banyak dari sumber-sumber lain; dari pengusaha Tionghoa hingga negara-negara komunis melalui kedutaan dan kantor perwakilan mereka di Jakarta.

Pesaing PKI dalam penggunaan dana kampanye adalah Masyumi. Bagian terbesar dari dana Masyumi berasal dari sumbangan tuan tanah, pemilik kebun karet, dan pengusaha batik.

PKI dan Masyumi mengeluarkan dana besar untuk membuat papan peraga tanda gambar dari bahan seng seharga Rp14 ($1,25) per lembar, mencetak pamflet, dan membiayai perjalanan keliling pemimpin mereka. PKI mengeluarkan dana besar untuk karnaval perayaan ulangtahun partai dan pesta rakyat. Masyumi menyiapkan peralatan lengkap dan pemutaran film untuk rapat umum.

Berbagai perlengkapan dan materi kampanye Masyumi dipasok Badan Informasi AS (USIS) –di Amerika disebut USIA, agensi pemerintah yang didirikan pada 1953. Selain itu, tulis Tim Weiner dalam Membongkar Kegagalan CIA, Masyumi mendapatkan dana sekitar $1 juta dari Badan Intelijen AS (CIA). Tujuannya, seperti diungkap mantan agen CIA Joseph Burkholder Smith dalam Portrait of a Cold Warrior, Masyumi merupakan kekuatan-tanding (counterforce) Indonesia untuk menghentikan kecenderungan Sukarno dan para pendukung politisnya yang condong ke kiri, menuju suatu pemerintahan otoriter yang didukung PKI [Baca Laporan Utama Historia Nomor 16 Tahun 2 Riwayat Masyumi Menuji Sunyi].
____________________________________


Nomor 16 Tahun 2

Riwayat Masyumi Menuju Sunyi Majalah Historia edisi ini mengangkat tema soal Masyumi sebuah partai politik Islam terbesar di masanya Alasannya sederhana saja pemilihan umum sudah mendekat sementara Islam sebagai kekuatan sosial dan politik juga tak bisa diabaikan di masa setelah reformasi hingga kini Ada beberapa tema aktual yang kami sodorkan

Selain soal pestisida kami menampilkan dari soal sanitasi hingga nuklir dari hubungan IndonesiaAustralia hingga wafatnya Nelson Mandela

Edisi kali ini terbit menjelang pergantian tahun Anda bisa membawanya untuk mengisi liburan membacanya sekaligus merenungkan Indonesia saat ini tanpa perlu mengerutkan kening Sementara kami dengan atau tanpa liburan akan tetap menghadirkan tematema menarik lainnya di edisiedisi mendatang tanpa kenal lelah apalagi menyerah kalah Karena sungguh belajar sejarah itu menyenangkan. Selamat membaca
____________________________________

Masyumi, yang digadang-gadang bakal memenangi pemilu 1955, gagal karena kehilangan suara dari segmen muslim tradisional yang direbut NU.

Feith tidak dapat menarik kesimpulan mengenai peranan uang dalam merebut suara. Namun, satu-satunya kesimpulan, setelah memperhitungkan betapa miskinnya NU namun sukses membuat kejutan dalam pemilu 1955, adalah bahwa sumber dana kurang penting dibandingkan sumberdaya sosial, dan penggunaan dana hanya bisa efektif jika dikaitkan dengan sumberdaya sosial.
_______________________________________

CIA tak berhenti menguntit Sukarno. Pada 1957, kepala divisi CIA untuk kawasan Timur Jauh, Al Ulmer, dalam wawancara dengan Weiner, menyatakan bahwa dia mengimbau kepada para perwira CIA untuk memonitor Sukarno selama turnya di Asia, dengan pesawat jet carteran Pan Am.

“Hasil misinya hanya terbatas pada sampel kotoran Sukarno untuk analisis medis, yang didapat oleh kepala CIA stasiun Hong Kong, Peter Sichel, dengan bantuan seorang awak pesawat Pan Am yang dibayar CIA. Dengan ketiadaan pengetahuan, semua bukti relevan,” tulis Weiner.

CIA berusaha menjatuhkan Sukarno mulai dari merencanakan membunuhnya, melawannya secara politik, sampai membuat film porno yang seakan-akan dimainkan oleh Sukarno (Baca: Film Porno Mirip Sukarno).
______________________________________

Film Porno Mirip Sukarno

(Sukarno di Uni Soviet Foto: "Indonesia Through Russian Lens" karya Kedutaan Besar RI untuk Rusia (2011)/teguhtimur.com)

CIA berusaha menjatuhkan Sukarno dengan membuat film porno dengan pemeran mirip Sukarno.

MELALUI akun twitter-nya, politisi Partai Liberal, Mark Textor, menyebut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mirip bintang porno Filipina tahun 1970-an. Kicauan Textor, menyusul ketegangan Indonesia-Australia ihwal penyadapan, dikecam berbagai pihak. Bahkan Malcolm Fraser, mantan perdana menteri dari Partai Liberal, meminta partainya memecat Textor. Textor akhirnya minta maaf.

Presiden Sukarno pernah mengalami hal serupa, bahkan lebih parah. Dalam upaya menjatuhkan Sukarno, Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA) membikin film porno. Rekayasa CIA ini didasarkan anggapan umum bahwa Sukarno suka main perempuan.

Dalam Potrait of a Cold Warrior, mantan agen CIA Joseph B. Smith mengungkapkan bahwa CIA berusaha menemukan pemeran film porno yang mirip dengan Sukarno. “Los Angeles sebagai pemasok film-film porno cocok dengan tujuan kami, kami pikir, karena mereka memiliki pemeran berkulit gelap ... yang mungkin dapat dibuat agar terlihat seperti Sukarno dengan sedikit sentuhan,” tulis Smith.

Ketika tak menemukannya, CIA memutuskan membuat masker wajah Sukarno. “Kami berencana mengirimkannya ke Los Angeles dan meminta polisi setempat membayar bintang film porno untuk memakainya selama beradegan dewasa,” kata Smith.

Menurut Kenneth J. Conboy dan James Morrison dalam Feet to the Fire: CIA Covert Operations in Indonesia, 1957-1958, film porno itu dikerjakan di studio Hollywood yang dioperasikan Bing Crosby dan saudaranya. Film ini dimaksudkan sebagai bahan bakar tuduhan bahwa Sukarno (diperankan pria Chicano) mempermalukan diri dengan meniduri agen Soviet (diperankan perempuan pirang Kaukasia) yang menyamar sebagai pramugari maskapai penerbangan.

“Proyek ini menghasilkan setidaknya beberapa foto, meski tampaknya tak pernah digunakan,” tulis William Blum dalam Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II.

Hal senada dikemukakan Oliver Stone dan P. Kuznick dalam The Untold History of United States: “... film ini, jika dibuat, tidak pernah benar-benar dirilis.”

Selain film itu, menurut Blum, film porno lain yang diproduksi untuk CIA dibuat Robert Maheu, mantan agen FBI. “Film ini dibintangi seorang aktor yang mirip Sukarno,” tulis Blum. “Nasib akhir dari film, yang berjudul Happy Days, tak pernah dilaporkan.”

Menurut Michael Drosnin dalam Citizen Hughes, Maheu mendapatkan $500 per bulan dari CIA untuk pekerjaan-pekerjaan kotor. Salah satunya memproduksi film porno yang dibintangi mirip Sukarno.

Namun, menurut Samuel Halpern, perwira senior di Divisi Timur Jauh, film itu justru menjadi bumerang karena di beberapa negara Dunia Ketiga, “mereka menyukai gagasan seorang pria berwarna berhubungan seks dengan perempuan kulit putih,” tulis Conboy dan Morrison.
______________________________________

CIA baru berhasil menjatuhkan Sukarno setelah terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.

(Historia/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: