Pesan Rahbar

Home » » LAHIRNYA ULAMA DAN PAHLAWAN DIBUMI ACEH NUSANTARA

LAHIRNYA ULAMA DAN PAHLAWAN DIBUMI ACEH NUSANTARA

Written By Unknown on Friday, 18 March 2016 | 17:36:00


Para Ulama Termashur di Bumi Aceh Nusantara

Pada awal berdirinya Kerajaan kesultanan Pasai banyak sekali ulama-ulama termashur yang muncul dan lahir dinegeri Aceh dari Sultan Pasai hingga terbentuknya Pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam, pertama hadir Syeikh Shamsuddin Al-Sumatrani atau yang disebut Shamsuddin Pasai. Di zaman inilah hadirnya ulama Sheikh Shamsudin Al-Sumatrani yang disebut sebagai murid Hamzah Fansuri. Beliau terkenal dengan nama Shamsudin Pasai kerana lahirnya di Pasai.

Kemudian lahirnya Syeikh Abdur’rauf Bin Ali Al-Jawi Al-fansuri As-Singkili pada tahun 1620 M, pada tahun 1621 mengikut Al-Hasani, Nur Al-Din Al-Raniri berada di Mekkah (ensiklopedi Ms XXXIV), pada tahun 1637 M, Nur Al-Din al-Raniri diangkat menjadi Sheikh Al Isam di Kesultanan Aceh (beliau pernah mengajar di Aceh dan di Pahang sebelumnya).

Pada tanggal 31 Mei 1637 M, Nur Al-Din Al-Raniri tiba di Aceh dan tinggal di sana hingga 1644. Beliau menulis Kitab berjudul “Bustan al-Salatin”. Beliau pula fasih dalam bahasa Parsi, Arab, Urdu, Melayu dan Aceh. Nur Al Din telah dilahirkan di Ranir (Rander), Gujerat, India. Bukunya yang terkenal ialah Bustanu's Salatin yang terdiri dari 7 bab, yaitu:

Bab Pertama – Mengenai terciptanya langit dan bumi, – Mengenai Nur Muhammad, – Mengenai Luh Mahfuz, – Mengenai Qalam, – mengenai 'Arsy, – Mengenai Sidaratul Muntaha, – Mengenai 7 petala langit dan lain-lain.
Bab Kedua - Terdiri dari 13 fasal. Mulai tentang Nabi-nabi mulai dari Nabi Adam hinga Nabi Muhammad s.a.w.. Mengenai raja-raja mulai dari raja-raja Mesir hingga Iskandar Zulkarnain. Mengenai raja-raja Arab dari sebelum Islam sampai khalifah Umar Ibnu Khattab. Raja-raja Najed sampai masa nabi. Mengenai raja-raja Hijaz Riwayat Nabi Muhammad s.a.w. sampai ke empat Khalifah. Sejarah tanah Arab zaman Ummayyah zaman Abbasiah dan sejarah raja-raja Islam Delhi. Fasal 12 diungkap sejarah Malaka dan Pahang. Fasal 13 khusus sejarah Aceh dan ulama-ulamanya, sebelum dan dalam masa abad XVI dan XVII.

Nur Al-Din adalah tokoh ulama bermazhab Shafi'e dan seorang Shaikh dalam ilmu sufi yang telah diterima dalam terikat ini oleh gurunya Al-Syed Umar ibn Abdullah Ba Shaiban dari Terim. Nur Al-Din begitu dipercayai oleh Iskandar Tsani sehingga berlaku peristiwa membakar kitab-kitab karya Syamsuddin Pasai dan Hamzah Fansuri yang dianggap sesat oleh Nur Al-Din Al-Raniri

Pada tahun 1641M, Kemangkatan Sultan Iskandar Tsani yang memimpin Aceh darussalam. Seterusnya pada 1642 M, Abdur-Rauf Al-Singkili berangkat ke Makkah, pada umur 22 tahun, untuk belajar. Pada tahun 1644 M, Nur Al-Din Al-Raniri dipaksa meninggalkan Aceh setelah mangkat Sultan Iskandar Thani dan di waktu pemerintahan Sultana Safiyyat al-Din dan akhirnya pada 21 September 1658 M, Nur Al-Din Al-Raniri meninggal dunia di Gujerat, India.

Pada Tahun 1659 M, Tun Seri Lanang meninggal dunia di Aceh dan dikebumikan di Kota Blang Samalanga berumur 94 tahun ( dilahirkan pada tahun 1565 ), setelah lama kehilangan ulama-ulama besar yang termashur pada tahun 1836 M, Teungku Cik Di Tiro dilahirkan di Cumbak-Lamlo, Tiro, Pidie, Aceh. Dan tahun 1836 M, Tahun kelahiran Teungku Chik Haji Muhammad Pante Kulu di mukim Titeu, kecamatan Keumalawati, Kabupateh Pidie. Beliau memiliki hubungan kerabat dengan kelompok ulama Tiro. Beliau belajar di Dayah Tiro yang dipimpin oleh Teungku Chik Muhammad Amin Dayah Cut seorang tokoh ulama Tiro yang mempunya pengaruh yang besar di Aceh. Teungku Chik Pante Kulu adalah pengarang HIKAYAT PRANG SABI yang sangat mempengaruhi Teungku Chik Di Tiro dan di zaman Teungku Chik Di Tiro.

Tahun 1938-1939 M, Tentera Amerika Syarikat mendarat di Aceh (lihat 1832) untuk menjaga kepentingan mereka. maka pada tahun tersebut tahun 1838 - 1870 - Ibrahim, adik Sultan Muhammad Syah, menjadi Sultan Alauddin Mansur Syah II dan memerintah Aceh sehingga diganti oleh anaknya Sultan Alauddin Mahmud Syah III.

Pada tahun 1856 - Tahun kelahiran Teungku Fakinah - beliau adalah seorang panglima perang, ulama besar dan pendidik Islam. Beliau anak kepada Teungku Datu Mahmud atau Teungku Asahan (seorang pegawai kerajaan) dan Teungku Fathimah puteri ulama besar bernama Teungku Muhammad Saad atau Teungku Chik Lam Pucok, pemimpin dan pembangun Dayah Lam Pucok, tempat Teungku Chik Tiro Muhammad Saman berguru. ( Ensiklopedi ms 32-33 ).

Pada tahun 1857 M, Perjanjian Perdamaian, Persahabatan dan Perniagaan antara Aceh dan Kerajaan Belanda dan tahun 1870 - 1874 - Anak Sultan Alauddin Mansur Syah II, bernama Sultan Alauddin Mahmud Syah III memerintah Aceh demikianlah sekilas tentang keberadaan ulama besar yang termashur di bumi Aceh Darussalam (Aceh serambi Mekkah sekarang)


Para Pahlawan Perjuangan Aceh Melawan Kolonialis

Kita banyak mengenal para kepahlawanan di Aceh seperti, Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Teuku Umar, Panglima polem, dan sebagainya sebagai pahlawan Aceh masa dulu, yaitu antara lain :
1. Pada tahun 1836 M, Teungku Cik Di Tiro lahir di tiro pidie dan meninggal dunia di benteng Aneuk Galong
2. Pada tahun 1850 M, Cut Nyak Dien dilahirkan di Lampadang, Aceh.
3. Pada tahun 1854 M, Teuku Umar di lahirkan di Meulaboh.
4. Pada tahun 1870 M, Cut Nyak Meutia dilahirkan di Pirak Keureutoe, Aceh Utara.
5. Pada tanggal 18 April 1886 M, Teungku Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee dilahirkan di desa Meunasah Ketembu, Langgoe, Kabupaten Pidie.
6. Pada tahun 1888 M, Teungku Abdullah Lam U atau Abu Lam U dilahirkan. Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Umar bin Auf Lam U. Dilahirkan di Lam U, Aceh Besar.
7. Pada tahun 1888 M (1305 H) Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri yang popular dengan nama Abu Indrapuri.
8. Pada tahun 1891 M (1308 H) Teungku Muhammad Dahhan atau Teungku Madhan, yang bergelar Teungku Chik di Yan.
9. Pada tanggal 15 September 1899 M, Teungku Muhammad Daud Beureueh dilahirkan di Keumangan Beureueh, Sigli, Aceh.
10. Pada tanggal 17 Juli 1899 M, Teuku Nyak Arief dilahirkan di Ulee Lheue, Aceh
11. Pada tanggal 1903 M, lahir Abu Mansur Ismail
12. Pada tanggal 10 Maret 1904 M, Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy dilahirkan di Lhokseumawe, Aceh.
13. Pada tanggal 4 April 1906 M, Teuku Muhammad Hasan dilahirkan di Sigli, NAD. Beliau anak uleebalang Pidie


Perjuangan Cut Nyak Dien

Pada tanggal 28 Juni 1878 M, Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertama Cut Nyak Dien telah shahid di Gletarum di tangan Belanda. Cut Nyak Dien bersumpah akan berkahwin dengan lelaki pertama yang mahu membantunya membela kematian suaminya yang pertama. Teuku Umar menjadi pilihan walau pun lebih muda 4 tahun darinya dan Cut Nyak Dien menjadi isteri yang ketiga.

Pada tahun 1880 M, Cut Nyak Dien menikah dengan kemenakan ayahnya, Teuku Umar, seorang pejuang Aceh yang disegani oleh Belanda. Teuku Umar berpura-pura baik dengan Belanda untuk mengambil senjata mereka.

Pada tahun 1899 M, Wujud Sultan Umar Syah di Aceh sehingga belanda sangat geram padanya sehingga belanda mengepung perjuangan Teuku Umar dan pada tanggal 11 Februari 1899 M, Teuku Umar shahid di tepi pantai di Meulaboh di tangan tentera Belanda di bawah pimpinan Jeneral Van Heutsz.

namun kepemimpinan Teuku Umar tidak berakhir disitu pada tahun 1899 M, itu juga diteruskan oleh Cut Nyak Dien mula memimpin perjuangan menentang Belanda berpusat di Gayo dan Takengon dan pada tanggal 4 November 1905 Cut Nyak Dien ditangkap oleh belanda, pada tanggal 11 Desember 1905 dipindahkan ke Sumedang dikarena terlalu banyak yang melawatnya ditahanannya di Aceh dan Pada tanggal 6 November 1908 M, Cut Nyak Dien meninggal dalam buangan di Sumedang, Jawa, Barat.


Perjuangan Perlawanan Tiro terhadap Belanda

Pada bulan Mei 1881 M, Benteng Belanda di Indrapuri, dan kemudian benteng Samahani, Lambaro dan benteng Aneuk Galong ditawan oleh Angkatan Perang Sabil Teungku Cik Di Tiro.

Setelah Belanda mengalami kekalahan terhadap Aceh, pada tahun 1882 M, atas nasihat Snouck Hurgronje tentera Belanda di bawah pimpinan Lt. Van Heutsz mengamalkan strategi baru untuk menguasai Aceh, dengan cara penyamaran, pada tahun 1884 M, Dr. Snouck Hurgronje dikirim oleh belanda ke Mekkah untuk mencari maklumat mengenai orang Aceh diluar negeri dan hubungan mereka dengan Aceh untuk melemahkan semangat juang orang Aceh.

Pada tanggal 18 April 1886 M, atau (13 Rejab 1303 H) Teungku Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee dilahirkan di desa Meunasah Ketembu, Langgoe, Kabupaten Pidie. Bapanya Teungku Muhammad Hanafiah yang merupakan pimpinan Dayah Krueng Kalee. Beliau alim dalam ilmu falak dan digelar Teungku Muhammad Hasan al Asyie al Falaky. Antara murid-muridnya ialah:
1. Teungku Haji Mahmud Blang Bladeh,
2. Teungku Haji Abdul Rasyid Samlako Alu Ie Puteh,
3. Teungku Haji Sulaiman Lhok Sukon,
4. Teungku Haji Yusuf Kruet Lintang,
5. Teungku Haji Adnan Bakongan,
6. Teungku Haji Sayid Sulaiman ( Mantan Imam Masjid Raya Baiturrahman ), dan
7. Teungku Haji Idris Lamreung ( Ayahanda Alm. Prof. Dr. Safwan Idris, Mantan Rektor IAIN Ar Raniry, Banda Aceh.

Pada tahun 1886 M, Teuku Umar menyerang dan menawan kapal Hok Centon, milik Belanda, yang dinakhodai oleh orang Denmark bernama Hans dan menyerahkan kapal itu kepada Belanda dengan tebusan 25,000 ringgit. Teuku Umar berikutnya mengirimkan utusan kepada Sultan Daud mempersembahkan 300 dollar kepada Teungku Cik Di Tiro.

Pada Tahun 1888 M, Teungku Abdullah Lam U atau Abu Lam U dilahirkan. Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Umar bin Auf Lam U. Dilahirkan di Lam U, Aceh Besar. Abu Lam U adalah putra Teungku Chik Umar Lam U, ulama asli Aceh (bukan pendatang). Beliau mempunyai keahlian dalam ilmu Fiqh dan Hafiz al-Quran.

Teungku Chik Umar Lam U, ayah Teungku Abdullah Lam U, mempunyai 3 orang isteri. Seorang berasal dari Yan (Malaysia) yang melahirkan dua orang ulama besar, yaitu: Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri yang popular dengan nama Abu Indrapuri (lahir pada tahun 1888/1305H), dan Teungku Muhammad Dahhan atau Teungku Madhan, yang bergelar Teungku Chik di Yan (lahir pada tahun 1891M/1308H). Isteri yang kedua bernama Nyak Sunteng berasal dari Lam U dan ibu kepada seorang anak iaitu Teungku Abdullah Lam U. Isteri ketiga berasal dari Niron Aneuk Bate, Aceh Besar yang melahirkan Teungku Abdul Hamid yang terkenal dengan panggilan Abu Aneuk Bate (lahir pada tahun 1894M/1311H).

Pada tanggal 25 Januari 1891 M, (10 Jamadil Akhir 1308 H) Teungku Cik Di Tiro, pada umur 55 tahun (lahir pada tahun 1836), meninggal dunia dimasukkan racun ke dalam tapainya oleh orang yang disuruh oleh Belanda, di benteng Aneuk Galong. Beliau meninggal empat orang anak yaitu:
(1) Teungku Mat Amin ( syahid 1896 ),
(2) Teungku Lambada,
(3) Teungku Di Buket atau Teungku Beb ( syahid 5 September, 1910 ) dan
(4) Teungku Mayed Di Tiro ( syahid 5 September, 1910).

Pada tahun 1893 M, Selaras dengan strategi Dr. Snouck Hurgronje, yang menyamar sebagai Abdul Gafur, maka pada bulan Ogos Gubernor Van Teijin melantik Teuku Umar diangkat menjadi Panglima Perang Besar bergelar Teuku Johan Pahlawan. Beliau dibenarkan melantik pasukan sendiri yang beranggotakan 250 orang yang dipersenjatai dengan lengkap.

Penipuan oleh Teuku Umar terhadap belanda terjadi pada bulan Mac/Maret 1896 M, Setelah 3 tahun bekerja dengan Belanda, Teuku Umar menyatakan dirinya tidak lagi terikat dengan Belanda dan ia membawa lari 800 pucuk senapang, 25,000 butir peluru, 500 kg. amunisi serta 18,000 dollar wang. Tindakan ini menggemparkan pihak Belanda. Pada tahun 1896 M, Teungku Mat Amin Tiro syahid di tangan Belanda di benteng Aneuk Galong yang diserang oleh pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Van Heutsz sehingga benteng Aneuk Galong jatuh ke tangan Belanda.

Pada tanggal 15 September 1899 M, Teungku Muhammad Daud Beureueh dilahirkan di Keumangan/Beureueh, Sigli, Aceh. Teungku Daud belajar di pesantren di Titeue dan di Leumbeu. Abangnya dan bapa saudaranya yang belajar di Mesir mengirimkan buku padanya. Menikah dengan Halimah dari Usi. Yang banyak mempengaruhi Teungku Daud Beureueh ialah Syekh Abdul Hamid atau Ayah Hamid. Ayah Hamid seperti abang kepada Teungku Daud Beureueh. Beliau membisikkan kepada Teungku Daud Beureueh supaya membuat reformasi kepada sistem pendidikan dari sistem Pesantren kepada sistem class atau Madrasah. Ayah Hamid adalah ahli Syarikat Islam dan seorang sosialis. Pada tahun 1926 SI telah pecah dua - yang hijau dan yang merah. Tan Melaka memimpin yang merah. Tahun 1928 Tan Melaka memberontak di Padang. Maka SI pun, hijau atau merah, diburu penjajah. Ayah Hamid lari ke Arab melalui Malaya. Di sana Ayah Hamid dipengaruhi fahaman Wahabi. Dia menulis dalam bahasa Arab dan menyeludup tulisannya kepada Teungku Daud Beureueh melalui usaha Teungku Abdullah Ujung Rimba. Selama dua musim haji pengiriman tulisan Ayah Hamid terus berjalan. Bila Ayah Hamid meninggal di Aceh pada tahun 1968 Teungku Daud Beureueh membawa nasi dan kari kambing ke rumah Ayah Hamid supaya keluarga Ayah Hamid tidak sudah melayani penziarah. Begitu akrab hubungan mereka.

Teungku Muhamad Daud Beureueh mempunyai 13 orang anak; 7 orang dari Halimah, 5 orang dari Asma dan 1 orang dari Asiah. Anak lelaki tertuanya, Teungku Muhammad Hasballah, adalah salah seorang dari 8 kapten dalam tentera Mujahiddin di bawah perintah Teungku Muhammad Daud Beureueh.

Pada tanggal 4 April 1906 M, Teuku Muhammad Hasan dilahirkan di Sigli, NAD. Beliau anak uleebalang Pidie. Sebagai Sarjana Hukum dari Rijks Universiteit, Leiden, Belanda.


Perjuangan Cut Mutia melawan Belanda

Pada tahun 1901 - 1903 M, Tjut Nyak Meutia dan suami yang kedua Teuku Cik Tunong telah beraksi menghadang dan sabotaj Belanda di Aceh Utara. Dalam satu pertempuran di Paya Ciciem pasukan Teuku Cik Tunong telah menewaskan semua tentera Balanda dan berhasil memperoleh 57 pucuk senjata.

Pada tanggal 1903 M, Abu Mansur Ismail dilahirkan. Pada tahun 1920 Abu Mansur mula bertemu Teungku Daud Beureueh di Usia dan pada tahun 1947 mula menjadi adjutant pada umur 44 tahun sehingga tahun 1987 apabila Teungku Muhammad Daud Beureueh meninggal dunia.

Pada tanggal 20 Januari 1903 M, Sultan Aceh menyerah kepada Belanda. Tjut Nyak Meutia dan suaminya Teuku Cik Tunong, setelah melapor kepada Belanda di Lhokseumawe telah pergi, bersama anaknya Teuku Raja Sabi, telah pergi ke Jeurat Mayang, kemudiannya ke Teupin Gajah, daerah Panton Labu, dan menyusahkan Belanda dengan also-aksi heroik mereka.

Pada bulan Maret 1905 M, Teuku Muhammad atau Teuku Cik Tunong, suami Cut Nyak Meutia, ditangkap dan dihukum mati oleh Belanda. Teuku Cik Tunong telah berpesan kepada sahabatnya Pang Nanggroe supaya menikah dengan isterinya Cut Nyak Meutia dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.

Pada tahun 1907 M, Setelah suaminya Teuku Cik Tunong dihukum mati oleh Belanda Cut Nyak Meutia bersuamikan Pang Nanggroe dan mengikuti suaminya berjuang menentang Belanda, sehingga suaminya gugur shahid pada tahun 1910 M, dalam kontak senjata dengan pasukan marsose pimpinan Kapten Christofell.

Pada tanggal 26 September 1910 M, Pang Nanggroe, suami kedua Cut Nyak Meutia telah syahid di Paya Cicem di tangan Korps Marsose Belanda. Seterusnya tak lama berselang pada tanggal 24 Oktober 1910 M, Cut Nyak Meutia syahid di Alue Kurieng di tangan Marsose Belanda.


Perlawanan Aceh di tahun 1904 terhadap Belanda

Perang Aceh kembali bergejolak pada tahun 1904 M, yang konvensional tamat dengan kemenangan Belanda. Pada tanggal 10 Maret 1904 M, Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy dilahirkan di Lhokseumawe, Aceh. Generasi ke 37 dari keturunan Saidina Abu Bakar Ash Shiddieqy. Beliau menghasilkan 73 buah buku dan 50 artikel tenting fiqh, tafsir, hadith dan pedoman beribadat.

Pada tahun 1906 M, Di dalam bukunya 'The Atjehnese' Snouck Hurgronje menulis strategi Belanda menggunakan uleebalang untuk menguasai Aceh kerana uleebalang menguasai 103 buah wilayah atau nanggroe di Aceh.

Pada tahun 1909 M, Belanda memerintahkan kepada Leftenan H. J. Schmidt, mendapat perintah supaya melenyapkan semua Teungku-Teungku dari keluarga Tiro. Pada tanggal 5 September 1910 M, Teungku Di Buket (Teungku Beb) dan Teungku Mayed Di Tiro telah syahid di tangan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Schmidt di Gunung Halimon, Tangse, Pidie.

Pada tanggal 26 September 1910 M, Pang Nanggroe, suami kedua Cut Nyak Meutia telah syahid di Paya Cicem di tangan Korps Marsose Belanda. Seterusnya tak lama berselang pada tanggal 24 Oktober 1910 M, Cut Nyak Meutia syahid di Alue Kurieng di tangan Marsose Belanda.

Pada tahun 1911 M, Belanda selesai membunuh semua lelaki keluarga Di Tiro kecuali dua orang anak iaitu seorang laki-laki berumur 6 tahun dan seorang bayi berumur 5 bulan. Pada tanggal 3 Desember 1911 M, Syahid anak terakhir Teungku Ciek Muhammad Saman di Tiro bernama Teungku Muaz. Pada tahun 1913 M, Pemimpin perlawanan Aceh yang terakhir tewas dalam pertempuran dengan tentera Belanda. Tetapi pertempuran skala kecil-kecilan terus berlaku. Pada tahun 1920 M, Abu Mansur Ismail bertemu Teungku Daud Beureueh di Usi, kampungnya di mana Teungku Daud Beureueh sedang mendirikan pesantren.

Pada 25 September 1925 Kelahiran T. Hasan Tiro di Tanjung Bungong, Pidie, Aceh. Dari seorang ayah bernama Leube Muhammad dan ibunya Pocut Fatimah binti Teungku Mahyuddin bin Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman. Teungku Hasan bukan dari keturunan anak lelaki Teungku Cik Di Tiro. Anak lelaki Teungku Cik Di Tiro ialah Teungku Umar Tiro, Abdullah, Cut Amat. Teungku Umar, satu dari dua orang keturunan lelaki yang tidak dibunuh oleh Belanda, kerana terlalu muda. Anak Teungku Umar ialah Teungku Abdul Wahab.


Pembentukan Bangsa untuk Memerangi Musuh/Lahir Sumpah Pemuda

Pada tahun 1908 M, di Pulau Jawa oleh Budi Utomo mengumandangkan IDE ' Persamaan Nasib dan Musuh sebagai satu dari tiga jalur pembentukan bangsa ( 1928 - Sumpah Pemuda sebagai jalur kedua ). Pada tanggal 28 Oktober 1928 M, lahirnya Sumpah Pemuda sebagai satu dari tiga jalur untuk pembentukan bangsa (Jalur pertama berasaskan pandangan Budi Utomo pada tahun 1908) - jalur ketiga ialah gabungan jalur pertama (1908) dan jalur kedua (1928)


Perjuangan Aceh sampai menjadi Indonesia Raya dari hasil Musyawarah PUSA

Apa itu PUSA, PUSA adalah singkatan dari Penumbuhan Persatuan Ulama Seluruh Aceh yang dirikan oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh pada tahun 1939 M yang berpusat di Kota Raja (Banda Aceh sekarang) dengan menubuhkan PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh). Pada bulan Maret 1942 M, Tentera Dai Nippon (Jepun/Jepang) mendarat di Pulau Sabang dan di Kota Radja. Gerakan rakyat Aceh di bawah tanah bekerjasama dengan Intel Jepang untuk mengusir Belanda dari Aceh.

Pada waktu ini pihak uleebalang menentang Jepun/Jepang sementara rakyat dan ulama mengalu-alukan kedatangan Jepun/jepang, setelah jepang memenangkan peperangan terhadap belanda, jepang pernah menduduki wilayah Aceh selama 3 tahun lamanya (1942 – 1945 M), sebelum Bom dijatuhkan ke jepang oleh Amirika Serikat tahun 1945 M, yang membumi hanguskan Hirosima dan Nagasaki.

Keputusannya diambil oleh 4 Ulama berikut:
1. Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri,
2. Teungku H. Hasan Keurungkale,
3. Teungku Jakfar Lam Jabat dan
4. Tengku Muhammad Daud Beureueh.

Keputusan mereka dipersetujui oleh PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) Sebabnya persetujuan ini dibuat ialah kerana Aceh ingin melihat kewujudan Melayu Raya atau Indonesia Raya di mana negara-negara di Nusantara disatukan berlandaskan:
1. Satu bangsa,
2. Satu ugama,
3. Satu bahasa,
4. Satu wilayah dan
5. Satu budaya.


Persetujuan kemasukan Aceh ke dalam Persatuan Indonesia Raya pada tahun 1943 memiliki 4 (empat) persyaratan yang bersyaratkan kepada :
1. Aceh diberi otonomi dalam urusan ekonomi,
2. Indonesia wujud sebagai sebuah persekutuan dengan dua dewan yaitu Dewan Rakyat dan Dewan Bangsa atau Negara di mana setiap suku kaum mempunyai wakilnya sendiri dengan hak yang sama,
3. Indonesia wujud sebagai sebuah Negara Islam yang berlandaskan Syariat Islam dan
4. Kewujudan Melayu Raya atau Indonesia Raya dengan Bahasa Melayu sebagai bahasa Kebangsaan.

Dengan keputusannya ini maka Aceh telah mengumpul dana perang untuk kemerdekaan. Dengan wang/uang inilah dua buah pesawat SEULAWAH telah dibeli untuk digunakan oleh Presiden dalam urusannya menjayakan kemerdekaan Indonesia dan seterusnya mewujudkan Melayu Raya.

Dengan keputusannya ini maka Aceh telah mengumpul dana perang untuk kemerdekaan. Dana perang yang dikumpul oleh Pejuang Aceh waktu itu didapat dari seluruh Rakyat Aceh Dengan wang/uang yang telah dimiliki oleh kerajaan Aceh berbentuk mata uang ringgit inilah dua buah pesawat SEULAWAH telah dibeli untuk digunakan oleh Presiden dalam urusannya menjayakan kemerdekaan Indonesia dan seterusnya mewujudkan Melayu Raya.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 pendekrasian Indonesia setelah sukarno sebelumnya telah menjumpai Teungku Muhammad Daud Beureueh di Aceh beserta ulama Aceh untuk meminta petunjuk apakah kota Pusatnya didirikan di Pulau Sumatera (Aceh) atau di Pulau Jawa (Jakarta), maka setelah jejak pendapat dengan 4 ulama Aceh, pusat Indonesia di Pulau Jawa saja, maka terjadilah pusat Indonesia di Jakarta, setelah itu Aceh menjadi sebahagian dari Indonesia.

(Aceh-Nusantara-Sepanjang-Masa/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: