Dalam Book Art of Humanism Religius Iran, Ayatullah al-Uzhma Sayyid Ali Khamene’i yang pernah menjabat presiden Iran dua periode 1981-1989 dan sekarang menjabat sebagai pemimpin tertinggi Republik Islam Iran menggantikan Ayatullah Khomeini sejak tahun 1989, bercerita tentang sebuah pengalaman beliau ketika berada dalam tahanan rezim Syah Pahlevi ketika masa perjuangan revousi Iran. Ayatullah‘Ali Khamane’i dipenjarakan dalam satu sel bersama seorang komunis dari partai Baats (atau sekarang disebut sosialis loyalis).
Ali Khamene’i datang mendekati tahanan tersebut, lalu mengucapkan salam Tapi tahanan tersebut enggan berbicara pada Ali Khamene’i dan tidak membalas salamnya.Tanpa mengacuhkan sikap tak acuh dari lawan bicaranya, Ali Khamene’i bertanya; “Apa anda seorang komunis dari partai revolusi baats?”orng tersebut tetap diam. Mengetahui bahwa lawan bicaranya adalah seorang anggota Partai Baats yang berhaluan sosialis-komunis, Ali Khamene’i mengungkapkan sebuah pertanyaan lagi; “Apakah anda mengenal Soekarno bapak revolusi kemerdekaan Indonesia, yang memiliki falsafah pancasila?” Mendengar nama Soekarno yang disebut, orang tersebut akhirnya menjawab, ”Ya saya kenal dengan beliau. Ada beberapa buku beliau yang saya miliki ketika saya di Rusia, dan saya pernah ketemu beliau di Rusia.”
"Siapa Soekarno itu dimata anda?" sahut Ali Khamene’i. Orang tersebut pun menjawab, bahwa Soekarno adalah bapak pertama yang menciptakan negara humanis sosialis, tanpa dasar agama sebagai pilar, tanpa liberalis sebagai acuan kata. Lalu Ali Khamene’i menjawab, “Anda salah. Bahwa Soekarno memang betul bapak humanisme sosialis, tapi Soekarno bukanlah seorang komunis dan negara beliau tidak berdasarkan agama, tapi negara beliau berdasarkan ketuhanan dimana semua manusia wajib bertuhan sebagai dasar kebangsaan. Tanpa dasar ketuhanan itu manusia bagaikan robot yang tidak bisa hidup dengan merdeka.”
Ayatullah Ali Khamene’i melanjutkan; “Saya memiliki buku pancasila dari seorang Indonesia yang berziarah ke Iran dan belajar serta berdagang disana. Walau kami bertahun-tahun menterjemahkannya, tapi kami tetap semangat untuk menjadikan Iran sebagai negara humanisme agama, dimana semua agama saling membangun negara Iran tanpa ada perseteruan di sana.” Orang tersebut diam sejenak, tanpa ia sadari ia mengeluarkan airmatanya dan berkata kepada Ali Khamene’i, dan kemudian dia berkata: “Kelak kalau saya keluar dari penjara saya akan datang kerumah anda dan meminjam buku-buku Soekarno itu, karena sangat penting jika Iran dijadikan negara yang berdasarkan humanisme agama di mana semua manusia dari berbagai gooongan Iran saling membangun negaranya.”
Siapakah ia yang diajak bicara oleh Ayatullah ‘Ali Khamane’i itu?
Beliau adalah Abolhasan Bani Sadr presiden pertama di Iran pasca revolusi dan beliau adalah salah seorang inisiator yang membentuk negara Iran sebagai negara humanism agama, dimana Iran paska revolusi semua agama dan tradisi menjadi satu saling bahu-membahu membangun negaranya dibawah naungan sistem politik wilayatul faqih. Iran setelah 34 tahun pasca revolusi, belum pernah terjadi gesekan antar agama, baik agama Zoroaster, Yahudi, Nasrani, Baha'i maupun Islam Sunni dan Syi’ah. Bahkan dalam konstitusi Iran, agama-agama minoritas tersebut mendapatkan jatah gratis perwakilan di parlemen Iran. Semua agama, semua golongan diberikan kesempatan dan ruang untuksama-sama membangun Negara Iran yang berbasis humanisme agama.
Sebagai bangsa Indonesia yang memiliki Soekarno sebagai founding father Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan falsafah pancasila sebagai dasar negara kita harus berbangga. Ternyata nun di sana di belahan dunia Barat Asia, di tanah Persia. Tokoh-tokoh yang menjadi bagian penting dari revolusi Islam Iran ternyata menjadikan Soekarno dan Pancasila sebagai salah satu inspirasi perjuangan dan konsep negara yang akan mereka bangun nantinya.
Telah 68 tahun Indonesia merdeka, negara yang susah payah dibangun oleh bapak-bapak bangsa. Rumusan pancasila merupakan refleksi jernih pemikiran bapak bangsa yang digali dari fundasi nilai agama tanpa mengabaikan keragaman agama. pancasila merupakan bentuk kompromi politik sekaligus sintesa nilai dan kebudayaan Islam dan lokalitas. Keberterimaan terhadap pancasila sebagai dasar negara serta menjadi karakteristik khas sistem politik Indonesia, sudah cukup untuk mengakomodir nilai dasar dan universal dari ajaran Islam dengan tidak menegasi kelompok agama minoritas.
Pancasila yang merupakan falsafah negara yang luar biasa telah diakui dan menjadi inspirasi dari tokoh-tokoh Persia (Iran) yang terkenal dengan tradisi filsafatnya. Tentulah kita sebagai bangsa Indonesia yang paling berhak atas pancasila dan paling wajib untuk menjadikan pancasila secara murni dan konsekuen dalam penerapannya sebagai anutan kebangsaan. Pancasila adalah dasar negara Indonesia sebagai negara humanis yang berketuhanan.
Penulis Sabara Putra Borneo, bekerja di Balai Penelitian dan Pengembangan Agama (Balitbang) Makassar.
(Theglobal-Review/Bersama-14/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email