Pesan Rahbar

Home » » Islam: Bab; Apa Islam Itu?

Islam: Bab; Apa Islam Itu?

Written By Unknown on Thursday, 22 September 2016 | 21:42:00


Islam adalah agama terakhir yang diturunkan kepada ummat manusia. Ajaran Islam disampaikan melalui Nabi Muhammad (s.a.w.). Ia diturunkan dalam tahun 610 setelah Kristus. Islam adalah suatu prinsip. Suatu prinsip yang ditujukan sebagai suatu doktrin plus suatu sistim hidup yang harmonis.

Sistim itu berada harmonis dengan doktrin apabila sistim itu dibangun dan diambil dari doktrin tersebut. Seseorang yang tidak percaya kecuali dunia ini akan condong untuk berpendapat bagi kesenangannya sendiri tanpa ambil perduli akan kesejahteraan orang lain.

Orang seperti itu tidak akan ambil perhatian untuk berkorban bagi orang lain. Ya, ada orang yang tergerak sccara emosionil oleh motip idealistis sewaktu, tetapi jumlah orang seperti ini sangat sedikit dan kerja mereka tidak konsisten dan tidak berarti.

Sebaliknya, seseorang yang percaya terhadap Tuhan dan hidup setelah mati, akan memperhitungkan bagi Hari Kemudian Ia akan menahan diri dari perbuatan jahat karena mengetahui bahwa ia akan mendapat hukuman berat yang akan dialaminya. Ia akan bersedia untuk berkorban karena telah ada janji Tuhan untuk memberikan hadiah di dunia akhirat.

Selanjutnya, tingkah laku seseorang itu dipadukan, secepatnya mereka memutuskan doktrin mana yanp, mereka anut.

Islam adalah garis lurus yang disediakan oleh Pencipta untuk umat manusia. Ia mengurusi segala lapangan dari kegiatan mereka, apakah secara perorangan maupun secara bersama.

Perhatian khusus diberikan terhadap perorangan dan tingkah laku mereka dimana bidang rohaniah diperkuat dan diagungkan. Hal itu pertama melalui pengertian ideologis, kemudian mengabdikan diri mereka terhadap Tuhan dalam sembahyang, puasa, haji, dll.

Aspek kolektipnya ditekankan akan pentingnya hal yang menyangkut sistem sosial ekonomis dan politis yang dengan jelas digariskan dan dibeberkan secara terperinci.


NILAI PENGETAHUAN MANUSIA


a. Hasil dari falsafah :

Yang Mulia Filsup Inggeris Francis Bacon mengatakan :
“Sedikit pengetahuan falsafah dapat membawa pikiran seseorang menjadi atheisme, tetapi pengetahuan mendalam tentang falsafah membawa pikiran seseorang kepada agama.”

Mengapa ?

Adalah lebih baik untuk membiarkan seseorang yang sangat terkemuka dan produktip mewakili “Positivisme Logika”, sebagaimana pertanyaan ini dijawab oleh Rudolf Carnap. Dikatakan : “Kita mungkin akan tiba cepat pada tingkat yang menentukan, cukup bagi segala keperluan yang praktis. tetapi kepastian yang mutlak tidak akan kita capai.”

Sebenarnya hal itu berdasarkan pada pertanyaan apakah kita mengetahui segalanya ?

Jawabannya kelihatan sederhana. tetapi apabila diperiksa, ia akan merupakan salah satu pertanyaan yang paling sulit apabila dihadapkan kepada manusia.

Professor Ayer (ketua dari Humanist Association dan Professor Ilmu Logika pada Universitas Oxford) mengatakan :
“Saya percaya terhadap ilmu pengetahuan.” tetapi ia mengatakan selanjutnya.

“Walaupun Saya percaya terhadap ilmu pengetahuan. Saya tidak percaya bahwa ilmu pengetahuan itu dapat sepenuhnya dipercaya”. Ia meyimpulkan, “

Sementara kita tidak akan mendapatkan suatu jaminan logika bahwa teori seperti itu tidak akan dipalsukan, kita tidak akan berada pada suatu kedudukan untuk menuntut bahwa kita mempunyai kebenaran yang terakhir.

Kelihatannya kesimpulan yang terbaik da ri hasil falsafah adalah yang diberikan oleh yang mulia filsuf Ludwig Wittgenstein. Dikatakan:
“Usul saya adalah penjelasan dalam cara berikut ini : dia yang mengerti akan saya akhirnya mengakui bahwa mereka sebagai tanpa perasaan, apabila dia telah naik melalui mereka, atas mereka, karena mereka. (Dia ber- bicara demikian hanya buang tenaga, setelah dia naik melaluinya) Dia harus menerima usul ini; kemudian dia melihat dunia secara benar. Dimana seseorang tak dapat berbicara, disana seseorarig terpaksa bungkam.”

Bertrand Russel mengatakan :
“Seseorang tak dapat memastikan tentang sesuatu apabila ia pasti tentang sesuatu itu akhirnya pasti salah. Dia juga mengatakan: “Tugas dari filsup ialah membantu masyarakat untuk memerangi keraguan mereka.”

Malah seorang rasionalis seperti Descartes pernah mengatakan dia meragukan hanya sesuatu yang dia sendiri tidak ragu atas keraguannya sendiri. Caranya menangani masalah itu dapat dikatakan sebagai berikut:
(Karena Saya ragu, karena itu saya berpikir. Karena saya berpikir, karena itu saya lahir. Karena saya lahir, karena itu Tuhan ada yang mana tak dapat terjadi tanpa suatu tujuan).

Titik yang lemah dalam argumentasinya adalah sebagai berikut :
i. Dia berpendapat bahwa keraguannya benar mutlak karena itu perlu suatu usaha penengah.
ii. Dia berpendapat tujuan tanpa memberikan suatu alasan merupakan anggapan semata.

Memberikan lebih banyak pandangan terhadap masalah keraguan, hal berikut ini dapat ditambahkan :

a. Sumber terkenal, tentang pengetahuan, umpamanya, lima daya-rasa kita dan akal, semuanya dapat menimbulkan keraguan semata karena mereka telah membohongi kita berkali karena itu kita tak dapat melepaskan setiap kejadian tertentu dari keraguan.

b. Akal kita dapat dikurangi sampai pada usul logika yang apriori. Kebenaran dari usul ini dapat dijadikan masalah untuk dianalisa dan selanjutnya hal ini tak dapat dianggap sebagai suatu yang dibawa lahir. Umpamanya, sejumlah konsep dipandang sebagai aksioma pada satu waktu seperti mutlaknya waktu dan hitungan Aucledia; kemudian ditemukan bahwa mereka tidak mutlak.

c. Kelihatannya adalah tidak mungkin untuk memandang sesuatu tanpa ada akibatnya sebagaimana dikatakan Kant. Selanjutnya kita tidak akan pernah mempunyai image yang tepat mengenai sesuatu.

d. Ia akan lebih buruk apabila ketidakpastian menjadi dominan. Kemudian keraguan menjurus kepada konsep ketidakpastian dengan sendirinya menjurus kepada deklarasi Wittgenstein. “Dimana seseorang tak dapat berbicara, disana seseorang harus membungkam.”


b. Teori Islam tentang pengetahuan :

Suatu teori dalam epistimologi yang telah dikerjakan oleh filsup Muslim terkenal Al-Farabi (870-950 A.D.) mengklasifikasikan pengetahuan manusia menjadi dua bentuk:


1. Pengetahuan imaginasi (Al-Tassawor):

Inilah yang disebut mental image yang terdapat dalam pikiran kita secara tidak teratur mengenai keadaan luar. Keadaan pokok sekitarnya seperti tujuan dan hukum tentang kontradiksi adalah dalam kategori pengetahuan ini. Pengetahuan imaginasi diambil sebagai ketentuan mutlak karena daya-rasa kita telah membohongi kita banyak kali dan tentang tidak efisiensinya mental tak dapat dibantah.

Hal itu dapat diterima bahwa definisi yang terbaik tentang suatu usul tertentu adalah bila pikiran tak dapat menerimanya tetapi melihatnya. Hal itu termasuk mental image dalam otak kita. Selanjutnya adanya mental image ini adalah pasti mutlak. Adanya keraguan mengenai kehadirannya adalah kenyataan luar. Keadaan keliling dari pengetahuan manusia seperti “tujuan” dapat dipandang sebagai harta kekayaan dan sifat interaksi dari mental image dari ini adalah mutlak benar. Keraguan dapat menyelinap kedalam karena tujuan analisa, sintesis dan berkurangnya daya-pikir otak, karena itu kemungkinan berbuat salah dari keadaan yang tidak sempurna tetap ada, Apabila kita melihat sesuatu adalah mut- lak pasti maka terdapat suatu mental image dalam otak kita karena tidak ada tempat untuk ragu mengenai adanya image ini, tetapi tidak pula perlu bahwa apa yang kita lihat mempunyai suatu kenyataan luar. Keraguan kita tentang kenyataan luar datang dari pengalaman kita sendiri. Selanjutnya dalam suatu keadaan kita mempunyai fakta-fakta tertentu, yaitu keadaan keliling dari pengetahuan yang mana kita anggap sebagai sifat dari mental image. Penggunaan dari keadaan keliling ini dalam pertimbangan mungkin dapat memberikan suatu keputusan yang logis yang kita senangi atau menentang suatu usul.

Selanjutnya berbicara secara rasionil suatu usul dapat diterima jika hal itu lebih masuk akal. Saya dalam suatu kedudukan sekarang untuk mengatakan bahwa suatu doktrin itu berharga untuk ditambahkan kepada sesuatu apabila ia secara logika dibenarkan oleh kemungkinan yang besar dengan mempertimbangkan intinya dan konsekwensi adaptasinya. Halaman selanjutnya dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk menjelaskan dukungan rasionil dari doktrin Islam.

Hal itu harus ditambahkan bahwa Iman adalah keadaan pikiran dimana Tuhan memberikan kepada Muslim sejati (yaitu, orang yang menyerahkan dirinya kepada jalan Allah). Nabi Muhammad (s.a.w.) bukan seorang filsup. Adalah cukup dikenal bahwa beliau buta-huruf.


2. Ajaran Islam diturunkan kepada beliau dengan wahyu.

Islam mendorong rasionalisme. Seluruh Kitab Suci Al-Qur’an mendorong manusia untuk berpikir dan mempergunakan akal, tetapi rasionalisme saja (yaitu, tanpa kesucian jiwa yang membawa hasil dari tindakan menurut kehendak Tuhan) belum cukup untuk beriman.

Saya lebih tertarik disini akan dukungan rasionil dari doktrin Islam, dengan pendapat bahwa bertindak menutut kehendak Tuhan adalah kebutuhan yang diperlukan bap suatu keimanan yang kekal dan hidup.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI