Imam Muhammad al-Baqir adalah Imam Kelima. Panggilannya adalah Abu Ja’far dan ia terkenal dengan gelar “al-Bâqir“. Ibunya adalah putri Imam Hasan. Oleh karena itu, ia merupakan satu-satunya Imam yang berhubungan dengan Hadrat Fatimah az-Zahra dari pihak ayah dan pihak ibu. Imam Muhammad al-Baqir dibesarkan dalam pangkuan datuknya Imam Husain, selama tiga tahun. Selama tiga puluh tiga tahun di bawah pengawasan kasih ayahandanya Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin.
Imam Suci ini turut serta dalam tragedi Karbala, saat tragis pembunuhan berdarah datuknya Imam Husain dan para sahabatnya. Dia juga menderita dengan ayahandanya dan wanita-wanita Ahlulbait Nabi As yang mendapatkan perlakuan kejam dan penawanan di tangan kekuatan lasykar setan di bawah komando Yazid bin Mu’awiyah. Setelah tragedi Karbala, Imam melalui masa hidupnya dengan damai di Madinah, beribadah kepada Allah dan menuntun orang-orang ke jalan yang benar.
Kejatuhan Dinasti Bani Umayyah bermula sejak masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah, yang telah membantai Imam Husain. Yazid sendiri telah sepenuhnya menyadari akibat-akibat buruk dari perbuatannya bahkan sejak masa pemerintahannya yang singkat. Putranya Mu’awiyah Kedua (dikenal sebagai Mu’awiyah ats-Tsani) menolak untuk menerima khilâfah, dia berkata:
“Aku tidak dapat menerima mahkota yang telah dibangun dengan dasar penindasan dan kezaliman.”
Ibn Hajar al-Haitami, seorang ulama Sunni yang terkenal berkata: “Imam Muhammad al-Baqir telah menyingkap rahasia-rahasia ilmu pengetahuan, hikmah dan menyibak prinsip-prinsip spiritual dan bimbingan agama. Tidak ada yang dapat mengingkari keunggulan pribadinya, ilmu yang diberikan Tuhan kepadanya, hikmah Ilahiyahnya dan kewajiban serta baktinya dalam menyebarkan ilmu. Dia merupakan seorang pemimpin spiritual yang agung dan suci dan atas kemuliaan ini dia digelari dengan “al-Baqir” yang berarti “Penyingkap Tirai Ilmu”. Ia adalah seorang yang pemurah, pribadi tanpa-noda, berjiwa kudus dan mulia, dia mencurahkan segala waktunya untuk tunduk kepada Allah (dan dalam menyampaikan ajaran-ajaran suci Nabi Saw dan Ahlulbaitnya As). Berada di luar kekuatan manusia untuk mengukur kedalaman ilmu pengetahuan dan bimbingan yang ditinggalkan oleh Imam di hati kaum Mukmin. Hadis-hadis tentang takwa, zuhud, ilmu, hikmah, dan amal serta tunduk taslim kepada Allah Swt sedemikian banyaknya sehingga buku ini tidak memadai untuk menceritakan keutamaannya.” (as-Sawâiqul Muhriqah, hal. 120).
Imam Baqir berupaya untuk mengumpulkan hadis-hadis dan ajaran-ajaran Nabi Saw dan Ahlulbaitnya dalam bentuk buku-buku. Murid-muridnya menkompilasi buku-buku tersebut dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan seni di bawah perintah dan bimbingannya.
Dalam kepribadian yang suci dan Ilahi, Imam Muhammad Baqir As merupakan sebuah contoh dari Rasulullah Saw dan datuknya, ‘Ali bin Abi Thalib. Pelajaran-pelajarannya menciptakan sensasi ruhani di antara kaum Muslimin. Dia tidak hanya ramah kepada musuh-musuhnya tapi juga ia terkadang menasihatkan mereka ke jalan yang benar. Dia mendesak kepada orang-orang untuk menjalani hidup mereka dengan hasil keringat sendiri dan kerja keras.
Imam Baqir As sangat menaruh perhatian terhadap majelis yang memperingati syahadah Imam Husain As. Kumait bin Zaid al-Asadi, salah seorang pujangga masyhur dan tersohor kala itu, biasa membacakan elegi (kidung sedih) untuk Imam Husain pada majlis-majlis duka. Majlis-majlis seperti ini juga sangat dianjurkan oleh Imam Ja’far Shadiq dan Imam ‘Ali Ridha’, Imam Keenam dan Kedelapan.
Imam Muhammad Baqir melanjutkan ajaran-ajarannya dengan damai hingga tahun 114 H. Pada tanggal 7 Dzulhijjah ketika ia berusia lima puluh tujuh tahun, Hisyam bin ‘Abdul Malik bin Marwan, penguasa selanjutnya, mensyahidkannya dengan meracuninya. Upacara shalat jenazah Imam Baqir dilaksanakan oleh putranya Imam Shadiq, Imam Keenam, dan jasadnya dikebumikan di Jannatul Baqi Madinah.
Allamah Tabataba’i menulis:
Imam Muhammad Baqir (kata baqir bermakna orang yang memotong dan menyingkap, gelar yang diberikan oleh Nabi Saw kepadanya) merupakan putra Imam Keempat dan lahir pada tahun 65 H/ 675 M. Ia hadir pada masa Tragedi Karbala terjadi. Kala itu, Imam Baqir berusia empat tahun. Setelah ayahnya, melalui perintah Ilahi dan keputusan para Imam yang pergi sebelumnya, ia menjadi Imam. Pada tahun 114 H/732 M ia syahid, menurut sumber-sumber Syiah, ia diracun oleh Ibrahim bin Walid bin Abdillah, kemenakan Hisyam, Khalifah Bani Umayyah.
Selama masa Imâmah Imam Kelima, setiap hari pemberontakan dan peperangan di berbagai penjuru dunia Islam terjadi, sebagai hasil dari kezaliman Bani Umayyah. Terlebih, pertikaian yang terjadi di kalangan keluarga Bani Umayyah sendiri menyebabkan Khalifah sibuk dan pada tingkatan tertentu meninggalkan Ahlulbait Nabi As sendiri tanpa kontrol, di mana Imam Keempat merupakan perwujudan dari kesibukan ini yang telah menarik perhatian banyak kaum Muslimin terhadap Imam. Faktor-faktor ini memungkinkan orang-orang dan khususnya Syiah bertambah banyak jumlahnya di Madinah dan mereka hadir dalam pelajaran-pelajaran yang disampaikan oleh Imam Kelima. Kesempatan untuk menyebarkan ajaran Hak tentang Islam dan ilmu Ahlulbait Nabi Saw, yang tidak pernah hadir sebelumnya bagi para Imam sebelumnya, kini hadir di hadapan Imam Kelima. Bukti dari kenyataan ini terhitung dari hadis dan riwayat yang tak terbilang banyaknya dari Imam Kelima dan ulama-ulama cemerlang Syiah yang terlatih di bawah bimbingan Imam Kelima dalam berbagai disiplin ilmu. Nama-nama ulama ini terdapat dalam buku-buku biografi orang-orang terkenal dalam Islam.
(Shite-Islam/Israq/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email