Pesan Rahbar

Home » » Ali Bin Abi Thalib: Sang Putra Kabah; Bab: Ayat-Ayat Yang Turun Pada Imam Ali Bin Abi Thalib

Ali Bin Abi Thalib: Sang Putra Kabah; Bab: Ayat-Ayat Yang Turun Pada Imam Ali Bin Abi Thalib

Written By Unknown on Sunday, 25 September 2016 | 00:06:00


Nama : 
Ali bin Abi Thalib

Gelar :
Amirul Mukminin.

Julukan :
Abul Hasan, Abu Turab.

Ayah :
Abu Thalib.

Ibu :
Fatimah binti Asad.

Tempat/Tgl. Lahir :
Mekkah, Jum’at 13 Rajab.

Hari/TgI. Wafat :
Malam Jum’at, 21 Ramadhan 40 H.

Umur :
63 Tahun.

Sebab Kematian :
Ditikam oleh Abdurrahman Ibn Muljam.

Makam :
Najaf Asy-Syarif .

Jumlah Anak :
36 orang;
18 laki-laki, dan
18 perempuan .

Anak laki-laki :
1. Hasan Mujtaba.
2. Husein.
3. Muhammad Hanafiah.
4. Abbas Al-Akbar yang dijuluki Abu Fadhel
5. Abdullah Al-Akbar.
6. Ja’far Al-Akbar.
7. Utsman Al-Akbar.
8. Muhammad Al-Ashghar.
9. Abdullah Al-Ashghar .
10. Abdullah yang dijuluki Abu Ali.
11. ‘Aun.
12. Yahya.
13. Muhammad Al-Ausath.
14. Utsman Al-Ashghar.
15. Abbas Al-Ashghar.
16. Ja’far Al-Ashghar.
17. Umar Al-Ashghar.
18. Umar Al-Akbar.

Anak Perempuan : 
1. Zainab AI-Kubra.
2. Zainab Ash- Shughra yang dijuluki Ummu Kaltsum.
3. Ramlah AI-Kubra.
4. Ramlah Ash-Shughra.
5. Ummu AI- Hasan
6. Nafisah.
7. Ruqaiyah Ash- Shughra.
8. Ruqaiyah AI-Kubra.
9. Maimunah.
10. Zainab Ash-Shughra.
11. Ummu Hani.
12. Fatimah Ash- Shughra.
13. Umamah.
14. Khadijah Ash-Shughra.
15. Ummu Kaltsum.
16. Ummu Salamah.
17. Hamamah.
18. Ummu Kiram.


Riwayat Hidup Imam Ali bin Abi Thalib

Imam Ali bin Abi Thalib as adalah sepupu Rasulullah saw. Dikisahkan bahwa pada saat Fatimah binti Asad. ibunya. dalam keadaan hamil., ia masih ikut bertawaf di sekitar Ka’bah. Karena keletihan yang dialaminya lalu si ibu tersebut duduk di depan pintu Ka’bah seraya memohon kepada Tuhannya agar memberinya kekuatan. Tiba-tiba tembok Ka’bah bergetar dan terbukalah dindingnya. Seketika itu pula Fatimah binti Asad masuk ke dalamnya dan lahirlah di sana seorang bayi mungil yang kelak kemudian menjadi manusia besar, yaitu Imam Ali bin Abi Thalib as.

Setelah Rasulullah saw mengumumkan tentang kenabiannya, Ali menerima dan mengimaninya dan termasuk orang yang masuk Islam pertama kali dari kaum pria. Apapun yang dikerjakan dan diajarkan Rasulullah saw kepadanya selalu diamalkan dan ditirunya. Hingga tak ayal lagi, beliau tidak pernah terkotori oleh kesyirikan atau tercemari oleh karakter hina dan jahat dan tidak ternodai oleh kemaksiatan. Kepribadian beliau telah menyatu dengan Rasulullah saw, baik dalam karakternya, pengetahuannya, pengorbanan diri, kesabaran, keberanian, kebaikan, kemurahan hati, serta kefasihan dalam berbicara clan berpidato.

Sejak masa kecilnya Ali telah menolong Rasulullah saw dan terpaksa harus menggunakan kepalan tangannya untuk mengusir anak-anak kecil serta para gelandangan yang diperintah kaum kafir Quraisy untuk mengganggu dan melemparkan batu kepada Rasulullah saw.

Keberaniannya tidak tertandingi, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw: “Tiada pedang yang sehebat Dzulfiqar dan tiada pemuda semulia Ali.” (Riwayat ini disebutkan dalam kitab Fara’idus Simthain, karya Al-Hammuyi, bab49).

Dalam bidang keilmuan, Rasul menyebut Ali sebagai pintu ilmu. Bila ingin berbicara tentang kesalehan dan kesetiaannya, maka simaklah sabda Rasulullah saw: “Jika kalian ingin mengetahui ilmunya Adam, pemahaman Nuh, akhlak Ibrahim, munajat Musa, sunah Isa, dan kesempurnaan Muhammad, maka lihatlah kecemerlangan wajah Ali.” (Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Hammuyi dalam kitab Mu’jam-nya. Dan masih banyak riwayat yang lain dengan redaksi yang berbeda, dan kami akan sebutkan satu saja, yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi —wafat 458 H— dalam kitab Fadha’il Shahabah, yaitu: “Jika kalian ingin melihat ilmunya Adam, ketakwaan Nuh, kesantunan Ibrahim, kharisma Musa, ibadah Isa maka lihatlah Ali bin Abi Thalib.”

Ali bin Abi Thalib termasuk orang yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan Nabi saw. Sebab, beliau bukan hanya sepupu Nabi, tapi sekaligus sebagai anak asuhnya dan menantunya serta sebagai penerus kepemimpinan sepeninggalnya. Sejarah juga menjadi saksi nyata atas keberaniannya. Di setiap peperangan, beliau selalu menjadi orang yang paling menonjol dan menentukan. Misalnya, pada perang Badar, hampir separuh dari jumlah musuh yang mati, tewas diujung pedang Imam Ali as. (As-Sirah An-Nabawiyah, karya Ibn Hisyam juz 1 halaman: 355-362, cetakan Daar Al-Fikr tahun 1401 H/1981 M). Sedangkan di perang Uhud, dimana musuh Islam dipimpin oleh Abu Sofyan dari keluarga Umayah yang sangat memusuhi Nabi saw, Imam Ali as kembali memerankan peran yang sangat penting, yaitu ketika sebagian sahabat tidak lagi mendengarkan wasiat Rasulullah saw agar tidak turun dari atas gunung, namun mereka justru turun sehingga orang kafir Quraisy mengambil posisi mereka. Dalam keadaan kritis tersebut, Imam Ali bin Abi Thalib as segera datang untuk menyelamatkan Nabi saw dan sekaligus menghalau serangan itu. (Ibid, juz 3, halaman 19, 8, 82).

Perang Khandak juga menjadi saksi abadi atas keberanian Imam Ali bin Abi Thalib as ketika berduel dengan Amar bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama Dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian. (Ibid,juz 3, halaman 24-242). Demikian pula perang Khaibar, di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw bersabda: “Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri dari medan pe!ang dan pantang mundur dan Allah Swt akan mengaruniakan kemenangan kepadanya.” Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun ternyata Imam Ali bin Abi Thalib as yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang sangat berani yang bernama Marhab, dimana beliau menebasnya hingga terbelah menjadi dua bagian. (Ibid, juz 3, halaman 378, 385-387).

Begitulah kepahlawanan yang ditampakkan oleh Imam Ali as dalam menghadapi musuh Islam serta dalam membela Allah Swt dan Rasul-Nya. Tidak syak lagi bahwa seluruh kehidupan Ali bin Abi Thalib dipersembahkan untuk Rasul) demi keberhasilan agama Allah Swt. Kecintaan kepada Rasulullah saw benar-benar terbukti lewat perjuangannya. Penderitaan dan kesedihan yang paling dalam dirasakannya saat ditinggalkan Rasulullah saw. Tidak cukup itu, 75 hari kemudian istrinya, Fatimah Zahra juga meninggal dunia.
Kepergian Rasulullah saw telah membawa perubahan drastis dalam kehidupan Imam Ali as. Terjadinya pertemuan Tsaqifah yang menghasilkan pemilihan khalifah pertama baru didengarnya dari tempat pemakaman Rasulullah saw. Sebab, pemilihan khalifah itu —menurut sejarah— memang terjadi saat Rasulullah belum dimakamkan.

Pada tahun ke-13 H, Abu Bakar meninggal dunia dan menunjuk khalifah kedua, Umar bin Khathab, sebagai penggantinya. Sepuluh tahun lamanya, khalifah kedua memimpin dan pada tahun ke-23 H, ia juga wafat. Namun, sebelum wafatnya, Umar telah menunjuk enam orang calon pengganti dan Imam Ali as termasuk salah seorang dari mereka. Kemudian terpilihlah Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga. Sedang Imam Ali bin Abi Thalib as tidak terpilih karena menolak syarat-syarat yang diajukan Abdurahman bin Auf, yaitu agar mengikuti apa yang diperbuat khalifah pertama dan kedua. Beliau bersikeras hanya akan mengikuti apa yang sesuai dengan perintah Allah Swt dan Rasul-Nya.

Pada tahun 35 H, Ustman terbunuh dan Muslimin secara aklamasi memilih Imam Ali as sebagai khalifah dan pengganti Rasulullah saw. Sejak saat itu Ali memimpin negara Islam. Selama masa kepemimpinannya yang hampir 4 tahun 9 bulan, Imam Ali as mengikuti petunjuk Nabi dan mulai menyusun sistem yang islami dengan membentuk gerakan spiritual dan pembaharuan.

Dalam merealisasikan usahanya, beliau menghadapi banyak tantangan dan peperangan. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan pembaharuan yang dicanangkannya dapat menghancurkan kepentingan-kepentingan pribadi dari beberapa kelompok. Akhirnya, terjadilah perang Jamal di dekat Bashrah antara Ali dan Thalhah serta Zubair yang didukung oleh Muawiyah. Bahkan Aisyah, “Ummul Mukminin”, ikut keluar untuk memerangi Imam Ali as. Peperangan pun tak dapat dihindari, dan akhirnya pasukan Imam Ali as berhasil memenangkan pertempuran itu. Dan Aisyah dipulangkan ke rumahnya secara terhormat oleh Imam Ali as.

Kemudian terjadi perang Siffin, yaitu peperangan antara Ali melawan pasukan Muawiyah sebagai kelompok oposisi yang merongrong negara yang sah. Peperangan itu terjadi di perbatasan Irak dan Syiria dan berlangsung selama setengah tahun. Beliau juga memerangi Khawarij (orang yang keluar dari Islam) di Nahrawan, yang dikenal dengan nama perang Nahrawan. Oleh karena itu, hampir sebagian besar pemerintahan Imam Ali bin Abi Thalib as disibukkan dengan peperangan intern melawan pihak-pihak oposisi yang sangat merugikan kelangsungan pemerintahan Islam.

Akhirnya, menjelang Subuh, 19 Ramadhan 40 H ketika sedang shalat di Masjid Kufah, kepala beliau dipukul dengan pedang beracun oleh Abdurrahman bin Muljam. Menjelang wafatnya, mukmin sejati ini masih sempat memberi makan dan minum kepada pembunuhnya. Singa Allah Swt, yang dilahirkan di rumah Allah Swt “Ka’bah” itu dibunuh di rumah Allah Swt yang lain, yaitu Masjid Kufah.

Imam Ali adalah sahabat yang paling berani dan selalu berada dalam didikan Rasulullah saw sejak kecilnya serta selalu berjalan dalam ketaatan pacta Allah Swt hingga hari wafatnya. Kepergiannya telah mengakhiri kehidupan dan pengabdiannya untuk Islam.

Hadis-hadis keutamaan Imam Ali as yang akan kami kemukakan setelah ini akan sedikit memberikan gambaran kepada Anda tentang kepribadiannya. Beliau memang telah tiada namun itu tidak berarti semuanya telah berakhir. Allah Swt berfirman: “Dan janganlah kalian mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah Swt (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup tetapi kalian tidak menyadarinya.” (QS. Al-Baqarah: 154).

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: