Metodologi Kritik Hadis Syiah
Mari Kita Teliti Disini bahwa hadis syiah disisi sunni dan juga sebaliknya, berikut ringkasannya:
Shahih Bukhari Di Sisi Sunni dan Al Kafi Di Sisi Syiah
Kedudukan Shahih Bukhari Di Sisi Sunni dan Al Kafi Di Sisi Syiah
Mereka yang mengkritik Syiah telah membawakan riwayat-riwayat yang ada dalam kitab rujukan Syiah yaitu Al Kafi dalam karya-karya mereka seraya mereka berkata Kitab Al Kafi di sisi Syiah sama seperti Shahih Bukhari di sisi Sunni. Tujuan mereka berkata seperti itu adalah sederhana yaitu untuk mengelabui mereka yang awam yang tidak tahu-menahu tentang Al Kafi. Atau jika memang mereka tidak bertujuan seperti itu berarti Mereka lah yang terkelabui diri mereka sendiri.
Dengan kata-kata seperti itu maka orang-orang yang membaca karya mereka akan percaya bahwa riwayat apa saja dalam Al Kafi adalah shahih atau benar sama seperti hadis dalam Shahih Bukhari yang semuanya didakwa shahih. Mereka yang mengkritik Syiah atau lebih tepatnya menghakimi Syiah itu adalah Dr Abdul Mun’im Al Nimr dalam karyanya(terjemahan Ali Mustafa Yaqub) Syiah, Imam Mahdi dan Duruz Sejarah dan Fakta, Ihsan Illahi Zahir dalam karyanya Baina Al Sunnah Wal Syiah, Mamduh Farhan Al Buhairi dalam karyanya Gen Syiah dan lain-lain.
Tidak diragukan lagi bahwa karya-karya mereka memuat riwayat-riwayat dalam kitab rujukan Syiah sendiri seperti Al Kafi tanpa penjelasan pada para pembacanya apakah riwayat tersebut shahih atau tidak di sisi Ulama Syiah. Karya-karya mereka ini jelas menjadi rujukan oleh orang-orang(termasuk oleh mereka yang menamakan dirinya salafi) untuk mengkafirkan atau menyatakan bahwa Syiah sesat.
Sungguh sangat disayangkan, karena kenyataan yang sebenarnya adalah Al Kafi di sisi Syiah tidak sama kedudukannya dengan Shahih Bukhari di sisi Sunni. Al Kafimemang menjadi rujukan oleh ulama Syiah tetapi tidak ada ulama Syiah yang dapat membuktikan bahwa semua riwayat Al Kafi shahih. Dalam mengambil hadis sebagai rujukan, ulama syiah akan menilai kedudukan hadisnya baru menetapkan fatwa. Hal ini jelas berbeda dengan Shahih Bukhari dimana Bukhari sendiri menyatakan bahwa semua hadisnya adalah shahih, dan sudah menjadi ijma ulama(sunni tentunya)bahwa kitab Shahih Bukhari adalah kitab yang paling shahih setelah Al Quran.
Kedudukan Shahih Bukhari.
Shahih Bukhari adalah kitab hadis Sunni yang ditulis oleh Bukhari yang memuat 7275 hadis. Jumlah ini telah diseleksi sendiri oleh Bukhari dari 600.000 hadis yang diperolehnya dari 90.000 guru. Kitab ini ditulis dalam waktu 16 tahun yang terdiri dari 100 kitab dan 3450 bab. Hasil seleksi Bukhari dalam Shahih Bukhari ini telah Beliau nyatakan sendiri sebagai hadis yang shahih.
Bukhari berkata:
“Saya tidak memasukkan ke kitab Jami’ ini kecuali yang shahih dan saya telah meninggalkan hadis-hadis shahih lain karena takut panjang” (Tahdzib Al Kamal 24/442).
Bukhari hidup pada abad ke-3 H, karya Beliau Shahih Bukhari pada awalnya mendapat kritikan oleh Abu Ali Al Ghassani dan Ad Daruquthni, bahkan Ad Daruquthni menulis kitab khusus Al Istidrakat Wa Al Tatabbu’ yang mengkritik 200 hadis shahih yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Tetapi karya Ad Daruquthni ini telah dijawab oleh An Nawawi dan Ibnu Hajar dalam Hady Al Sari Fath Al Bari. An Nawawi dan Ibnu Shalah yang hidup pada abad ke-7 adalah ulama yang pertama kali memproklamirkan bahwa Shahih Bukhari adalah kitab yang paling otentik sesudah Al Quran. Tidak ada satupun ulama ahli hadis saat itu yang membantah pernyataan ini. Bahkan 2 abad kemudian pernyataan ini justru dilegalisir oleh Ibnu Hajar Al Asqallani dalam kitabnya Hady Al Sari dan sekali lagi tidak ada yang membantah pernyataan ini. Oleh karenanya adalah wajar kalau dinyatakan bahwa ulama-ulama sunni telah sepakat bahwa semua hadis Bukhari adalah shahih. (lihatImam Bukhari dan Metodologi Kritik Dalam Ilmu Hadis oleh Ali Mustafa Yaqub hal 41-45).
Kedudukan Al Kafi.
Al Kafi adalah kitab hadis Syiah yang ditulis oleh Syaikh Abu Ja’far Al Kulaini pada abad ke 4 H. Kitab ini ditulis selama 20 tahun yang memuat 16.199 hadis. Al Kulaini tidak seperti Al Bukhari yang menseleksi hadis yang ia tulis. Di Al Kafi, Al Kulaini menuliskan riwayat apa saja yang dia dapatkan dari orang yang mengaku mengikuti para Imam Ahlul Bait as. Jadi Al Kulaini hanyalah sebagai pengumpul hadis-hadis dari Ahlul Bait as. Tidak ada sedikitpun pernyataan Al Kulaini bahwa semua hadis yang dia kumpulkan adalah otentik. Oleh karena Itulah ulama-ulama sesudah Beliau telah menseleksi hadis ini dan menentukan kedududkan setiap hadisnya.
Di antara ulama syiah tersebut adalah Allamah Al Hilli yang telah mengelompokkan hadis-hadis Al Kafi menjadi shahih, muwatstsaq, hasan dan dhaif. Pada awalnya usaha ini ditentang oleh sekelompok orang yang disebut kaum Akhbariyah.Kelompok ini yang dipimpin oleh Mulla Amin Astarabadi menentang habis-habisan Allamah Al Hilli karena Mulla Amin beranggapan bahwa setiap hadis dalam Kutub Arba’ah termasuk Al Kafi semuanya otentik. Sayangnya usaha ini tidak memiliki dasar sama sekali. Oleh karena itu banyak ulama-ulama syiah baik sezaman atau setelah Allamah Al Hilli seperti Syaikh At Thusi, Syaikh Mufid, Syaikh Murtadha Al Anshari dan lain-lain lebih sepakat dengan Allamah Al Hilli dan mereka menentang keras pernyataan kelompok Akhbariyah tersebut. (lihat Prinsip-prinsip Ijtihad Antara Sunnah dan Syiah oleh Murtadha Muthahhari hal 23-30).
Dari hadis-hadis dalam Al Kafi, Sayyid Ali Al Milani menyatakan bahwa 5.072 hadis shahih, 144 hasan, 1128 hadis Muwatstsaq(hadis yang diriwayatkan perawi bukan syiah tetapi dipercayai oleh syiah), 302 hadis Qawiy(kuat) dan 9.480 hadis dhaif. (lihat Al Riwayat Li Al Hadits Al Tahrif oleh Sayyid Ali Al Milani dalam Majalah Turuthuna Bil 2 Ramadhan 1407 H hal 257). Jadi dari keterangan ini saja dapat dinyatakan kira-kira lebih dari 50% hadis dalam Al Kafi itu dhaif. Walaupun begitu jumlah hadis yang dapat dijadikan hujjah(yaitu selain hadis yang dhaif) jumlahnya cukup banyak, kira-kira hampir sama dengan jumlah hadis dalam Shahih Bukhari.
Semua keterangan diatas sudah cukup membuktikan perbedaan besar di antaraShahih Bukhari dan Al Kafi. Suatu Hadis jika terdapat dalam Shahih Bukhari maka itu sudah cukup untuk membuktikan keshahihannya. Sedangkan suatu hadis jika terdapat dalam Al Kafi maka tidak bisa langsung dikatakan shahih, hadis itu harus diteliti sanad dan matannya berdasarkan kitab Rijal Syiah atau merujuk kepada Ulama Syiah tentang kedudukan hadis tersebut.
Peringatan:
Oleh karena cukup banyaknya hadis yang dhaif dalam Al Kafi maka seyogyanya orang harus berhati-hati dalam membaca buku-buku yang menyudutkan syiah dengan menggunakan riwayat-riwayat Hadis Syiah seperti dalam Al Kafi. Dalam hal ini bersikap skeptis adalah perlu sampai diketahui dengan pasti kedudukan hadisnya baik dengan menganalisis sendiri berdasarkan Kitab Rijal Syiah atau merujuk langsung ke Ulama Syiah.
Dan Anda bisa lihat di antara buku-buku yang menyudutkan syiah dengan memuat riwayat syiah sendiri seperti dari Al Kafi tidak ada satupun penulisnya yang bersusah payah untuk menganalisis sanad riwayat tersebut atau menunjukkan bukti bahwa riwayat itu dishahihkan oleh ulama syiah. Satu-satunya yang mereka jadikan dalil adalah Fallacy bahwa Al Kafi itu di sisi Syiah sama seperti Shahih Bukhari di Sisi Sunni. Padahal sebenarnya tidak demikian, sungguh dengan fallacy seperti itu mereka telah menyatakan bahwa Syiah itu kafir dan sesat. Sungguh Sayang sekali.
Peringatan ini jelas ditujukan kepada mereka yang akan membaca buku-buku tersebut agar tidak langsung percaya begitu saja. Pikirkan dan analisis riwayat tersebut dengan Kitab Rijal Syiah(Rijal An Najasy atau Rijal Al Thusi). Atau jika terlalu sulit dengarkan pendapat Ulama Syiah perihal riwayat tersebut. Karena pada dasarnya mereka Ulama Syiah lebih mengetahui hadis Syiah ketimbang para penulis buku-buku tersebut. Salam damai.
*****
METODOLOGI KRITIK HADITS SYIAH ! AWAL MUNCULNYA PEMBAGIAN DERAJAT HADITS DI KALANGAN SYI’AH
1. himpunan hadis dha'if jilid 1 & 2.
2. Himpunan Hadis Dhaif dan Maudhu Jilid 1 & Jilid 2 (HC)
Pertanyaan : Mengapa Hadith Syiah Banyak Yang Dhaif ? Apakah perawi hadis syi’ah pendusta ?
Jawaban :
1. Hadis yang dikumpulkan berasal dari semua sekte syi’ah yang mengaku ngaku syi’ah, termasuk syi’ah ghulat dll dan Syaikh Kulaini belum mengklasifikasikan shahih tidak nya hadis tersebut.
2. Sanad hadis banyak lemah karena kondisi keamanan dalam pengumpulan hadis tidak kondusif.
3. Bercampur antara riwayat taqiyah dan yang bukan taqiyah.
4. Penguasa dan musuh musuh syiah banyak menyembelih pengikut syiah, memalsukan teks teks kitab lalu dinisbahkan kepada syiah dan membakar perpustakaan syiah.
5. Masuknya musuh musuh islam ke jalur periwayatan hadis untuk merusak Syi’ah, sehingga muncul hadis hadis ghuluw dll.
Jika seseorang membawa sebuah hadis yang lemah dari USHUL AL KAFi Syi’ah dan kemudian mengarti kan hadis tersebut secara salah sebagai alat propaganda kesesatan syi’ah, maka hal itu tidak menggambarkan keyakinan syi’ah. Renungkan !
Maraknya hadis palsu dalam mazhab sunni JAUH melebihi mazhab syi’ah… MENiNGGAL KAN iTRAH AHLUL BAiT = MENiNGGALKAN ALQURAN.. Itrah ahlul bait dan Al Quran adalah satu tak terpisahkan…
Seorang ulama Syiah, Sayid Hasyim Ma’ruf Al-Hasani, pernah melakukan penelitian dan menyatakan bahwa Al-Kafi berisi 16.199 hadis; diantaranya 5.072 dianggap shahih, 144 hasan, 1128 muwatstsaq, 302 qawiy, dan 9.480 hadis dhaif. Pengklasifikasian itu pun baru berdasarkan keabsahan sanad, belum isinya (matan).
Ulama Syiah lain, Syekh Muhammad Baqir al-Majlisy (w. 1111H) telah mendha’ifkan sebagian besar hadits-hadits yang ada dalam kitab al-Kafy dalam kitabnya, Mir’at al-‘Uqul.
Menurut pengakuan Fakhruddin At Tharihi ada 9845 hadits yang dhaif dalam kitab Al Kafi, dari jumlah 16119 hadits Al Kafi.
Quote:
Kedudukan Shahih Bukhari Di Sisi Sunni Dan Al Kafi Di Sisi Syiah
Kaum Syi’ah, juga mengarang kitab-kitab tentang rijal periwayat hadis. Di antara kitab-kitab tersebut, yang telah dicetak antara lain: Kitab ar-Rijal, karya Ahmad bin ‘Ali an-Najasyi (w.450 H.), Kitab Rijal karya Syaikh al Thusi, kita Ma’alim ‘Ulama karya Muhammad bin ‘Ali bin Syahr Asyub (w.588 H.), kitab Minhâj al Maqâl karya Mirza Muhammad al Astrabady (w.1.020 H.), kitab Itqan al Maqal karya Syaikh Muhammad Thaha Najaf (w.1.323 H.), kitab Rijal al Kabir karya Syaikh Abdullah al Mumaqmiqani, seorang ulama abad ini, dan kitab lainnya.
Awal Munculnya Pembagian Derajat Hadits dan Perhatian Terhadap Sanad di Kalangan Syiah
Pandangan kelompok al-Ushuliyyun kemudian menyebabkan lahirnya ide pembagian hadits menjadi shahih, hasan, muwatstaq, dan dha’if di kalangan Syiah.Apa yang disebut Sunnah atau Hadis oleh Syiah bukan hanya berupa ucapan, perilaku, sikap, kebiasaan Nabi, tapi juga seluruh ma’shum yang berjumlah 14. Dengan demikian, era wurud Sunnah tidak berhenti dengan wafatnya Nabi Besar Muhammad–seperti kepercayaan Ahlus Sunnah–melainkan berlanjut terus hingga masa kegaiban besar Imam Muhammad bin Hasan Al-Askari pada 941 M atau 329 H.
Ulama Syi’ah yang pertama kali mencetuskan ide pembagian hadis Syi’ah adalah Sayid Jamaluddin Ahmad ibn Thawus (589 H- 664 H), murid beliau meneruskan jejak langkah sang guru yaknu Syaikh Allamah Al Hilli ibn Al Muthahhar (w.726 H). Dapat dikatakan bahwa tokoh tokoh ini merupakan ulama mutaakhirin (ushuliy) yang banyak memakai akal sehat dalam beragama, jelas mereka memperbaiki kesalahan ulama mutaqaddimiin syi’ah. Dalam syi’ah pintu ijtihad selalu terbuka ! Maka muncullah beberapa jenis hadis seperti sahih, hasan, muwatstsaq, dhaif dan qawiy.
Api kemenangan muncul ketika pada abad ke 10 H Syahid Tsani melakukan penelitian atas sanad hadis Al Kafi Kulaini lalu menyimpulkan bahwa : dalam Al Kafi terdapat 5073 hadis sahih, 114 hadis hasan, 1118 hadis muwatstsaq, 302 hadis qawiy dan 9845 hadis dhaif.
Pada awal abad ke 11 Putera Syahid Tsani mengeluarkan hadis hadis shahih dari empat kitab utama ( Kutub Al Atba’ah) dan menuangkannya dalam sebuah kitab berjudul : MUntaqa Al Jaman Fi Ahadits Al Shihah Wa Al Hisan.
Dalam kitab Man La Yahdhuruh Al Faqih didapatkan bahwa jumlah riwayat yang muktabar dan shahih hanya berjumlah 1.642 hadis saja.
Metode Kritik Matan Syiah Imamiyah
Secara umum, dalam hal ini, Syiah Imamiyah melakukan kritik matan dengan 4 cara –yang juga sebenarnya diakui dan digunakan oleh Ahl al-Sunnah-, yaitu:
1. Menimbang matan hadits dengan al-Qur’an.
2. Menimbangnya dengan al-Sunnah.
3. Menimbangnya dengan ijma’.
4. Menimbangnya dengan akal sehat
Kenapa syi’ah imamiyah hanya mau menerima sebagian hadis hadis sunni ??? Tidak ada jaminan hadis hadis sunni tidak mengalami perubahan dan pemalsuan.
Maraknya hadis palsu mazhab sunni dapat diperoleh pada kenyataan bahwa dari 600.000 hadis ternyata al-Bukhari memilih 6000 an hadis. Jumlah hadis yang disandarkan pada Nabi SAW pada masa thaghut Umayyah dan thaghut Abbasiyah bertambah banyak, sehingga keadaan-nya bertambah sulit membedakan mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat buat. Diriwayatkan bahwa Imam Bukhari mengumpulkan 600 ribu hadis, tetapi setelah mengadakan seleksi maka yang dianggapnya hadis orisinil hanya 6000 an (dengan pengulangan) yaitu hanya 1%. Wow maraknya hadis palsu !!!
Muslim merasa pantas memilih 6.000 an hadis dari 300.000 hadis yang ia dapat….
Abu Dawud mengambil 4.800 an hadis dari 500.000 hadis (Târîkh al-Baghdâdî, IX, h. 57; Thabaqât al-Huffâzh, II, h. 154; al-Muntazham, V, h. 97; Wafayât al-A ‘yân, II, h. 404;
Kitab al Muwaththa’ yang disusun oleh Imam Malik ibn Anas. Disusunnya kitab ini adalah atas anjuran khalifah Abu Ja’far al Mansyur dari Dinasti Abbasiyah. Hadis yang diriwayatkan Imam Malik berjumlah seratus ribu Hadis, kemudia Hadis-hadis tersebut beliau seleksi dengan merujuk kesesuaian dengan alquran dan sunnah sehingga tinggal sepuluh ribu Hadis.Dari jumlah itu beliau lakukan seleksi kembali sehingga akhirnya yang dianggap mu’tamad berjumlah lima ratus Hadis.
Ahmad ibn Hanbal mengambil 30.000 an hadis dari hampir 1.000.000 hadis (Târîkh al-Baghdâdî, IV, h. 419-420; Thabaqât al-Huffâzh, II, h. 17; Wafayât al-A’yân, I, h. 64; Tahdzîb at-Tahdzîb, I, h. 74)
Satu yang perlu dicatat: Mayoritas hadis Syi’ah merupakan kumpulan periwayatan dari Abi Abdillah Ja’far ash-Shadiq. Diriwayatkan bahwa sebanyak 4.000 orang, baik orang biasa ataupun kalangan khawas, telah meriwayatkan hadis dari beliau. Oleh karena itu, Imamiah dinamakan pula sebagai Ja’ fariyyah. Mereka berkata bahwa apa yang diriwayatkan dari masa ‘Ali k.w. hingga masa Abi Muhammad al Hasan al ‘Askari mencapai 6.000 kitab, 600 dari kitab-kitab tersebut adalah dalam hadis.
Adapun hadis hadis dha’if dalam kitab syi’ah bukanlah hadis Nabi SAW tapi ucapan ucapan yang dinisbatkan pada Imam imam… Dalam kitab syi’ah tidak ada hadis Nabi SAW yang dha’if apalagi pemalsuan atas nama Nabi SAW.
Kalau anda menemukan Imam Ja’far bersabda….begini dan begitu.. artinya dia hanya mengutip apa yg disabdakan oleh nabi saw melalui jalur moyangnya spt Ali bin Abi Talib, Hasan, Husein, Ali bin Husein dan Muhammad bin Ali. Dus ucapan para Imam = ucapan Nabi saw.
Hadis Nabi SAW, Imam Ali disampaikan oleh Imam Ja’far secara bersambung seperti :[..dari Abu Abdillah (ja’far) dari Ayahnya ( Al Baqir ) dari kakeknya ( zainal ) dari Husain atau dari Hasan dari Amirul Mu’minin ( Imam Ali ) yang mendengar Nabi SAW bersabda …] ada lebih dari 5.000 hadis.
Syi’ah Imamiyah Menerima Hadis Hadis Mazhab Sunni Jika : “Tidak menyelisihi riwayat yang dituliskan oleh para ulama syi’ah dan Tidak menyelisihi amalan yang selama ini ada di kalangan syi’ah”
Lalu bagaimana sikap mereka terhadap riwayat yang berasal dari Ahl al-Sunnah ? Ulama Syiah membolehkan hal ini dengan beberapa ketentuan:
1. Hadits itu diriwayatkan dari para imam yang ma’shum.
2. Tidak menyelisihi riwayat yang dituliskan oleh para ulama Syiah.
3. Tidak menyelisihi amalan yang selama ini ada di kalangan mereka.
Kenapa banyak sekali hadis dha’if Dalam Syi’ah ?? Apa kulaini lemah dalam keilmuan ????
Jawab:
Syi’ah imamiyah itsna asyariah sangat ketat dalam ilmu hadis, sehingga ribuan hadis berani didha’if kan .. Tindakan pendha’ifan ribuan hadis ini menunjukkan bahwa Syi’ah SANGAT SERiUS DALAM menilai keshahihan sesuatu yang dinisbatkan pada agama….Tidak ada kompromi dalam hal seleksi hadis untuk membedakan Sunnah mana yang asli dan mana yang bukan…..
Apa yang dimaksud dengan hadis lemah / dha’if ????
Jawab :
Jika salah satu seorang dari rantai penulis hadis itu tidak ada, maka hadis itu lemah dalam isnad tanpa melihat isinya… Ada hadis dalam Al Kafi yang salah satu atau beberapa unsur dari rangkaian periwayatnya tidak ada, oleh sebab itu hadis hadis demikian isnad nya dianggap lemah.
Jika seseorang membawa sebuah hadis yang lemah dari USHUL AL KAFi dan kemudian mengarti kan hadis tersebut secara salah sebagai alat propaganda kesesatan syi’ah, maka hal itu tidak menggambarkan keyakinan syi’ah !!!!!
Rasulullah SAW mewasiatkan bahwa : “saya tinggalkan dua perkara berat (al tsaqalain) untu kalian jaga : Kitabullah dan itrah ahlul baitku” (Hr.Muslim dan Turmudzy). Syi’ah menerima sunnah Nabi SAW yang diwariskan melalui para imam ahlulbait. Hadis syi’ah diterima dan sah untuk diamalkan jika sesuai dengan Al Quran.
Rasulullah SAW ketika berkhutbah di Mina menyatakan : “Wahai manusia, apa yang berasal dariku yang sesuai dengan Kitab Allah, itulah yang aku katakan. Apa yang datang kepada kalian tapi bertentangan dengan Kitab Allah maka itu aku tidak pernah mengatakannya” (Ushul Al Kafi, juz 1 halaman 56).
Imam Ja’far Shadiq AS berkata, “Segala sesuatu dirujukkan kepada Kitab dan Sunnah, dan setiap hadis yang tidak sesuai dengan kitab Allah adalah mengada ada” (Ushul Al Kafi, juz 1 halaman 55).
Imam Ja’far Shadiq AS berkata, “Kalau ada hadis yang tidak sesuai dengan Al Quran, artinya itu kedustaan” (Ushul Al Kafi, juz 1 halaman 56).
Al Kulaini mengumpulkan menuliskan riwayat apa saja yang dia dapatkan dari orang yang mengaku mengikuti para Imam Ahlul Bait as. Dalam tradisi Islam Syi’ah, tugas para pengumpul hadits hanyalah mengoleksinya saja. Oleh karena Itulah ulama-ulama sesudahnya telah menseleksi hadits dalam kitab tersebut dan menentukan kedudukan setiap haditsnya. Adalah menjadi tugas para ulama untuk menentukan mana di antara hadits-hadits termaktub itu yang bisa diterima atau tidak. Oleh karena Itulah ulama-ulama sesudah Kulaini menseleksi hadis dan menentukan kedududkan setiap hadisnya. Kulaini hanya mengumpulkan dan menyerahkan penilaian pada masing-masing pakar, terutama yang ingin berijtihad, maka kritik hadits oleh ulama Syi’ah hal biasa dan tidak tabu.
Al Kafi adalah kitab hadis Syiah yang ditulis oleh Syaikh Abu Ja’far Al Kulaini pada abad ke 4 H. Kitab ini ditulis selama 20 tahun yang memuat 16.199 hadis. Al Kulaini tidak seperti Al Bukhari yang menseleksi hadis yang ia tulis. Di Al Kafi, Al Kulaini menuliskan riwayat apa saja yang dia dapatkan dari orang yang mengaku mengikuti para Imam Ahlul Bait as. Jadi Al Kulaini hanyalah sebagai pengumpul.
Allamah Al Hilli misalkan, yang telah mengelompokkan hadis-hadis Al Kafi menjadi shahih, muwatstsaq, hasan dan dhaif. Sayyid Ali Al Milani menyatakan bahwa 5.072 hadis shahih, 144 hasan, 1128 hadis muwatstsaq (hadis yang diriwayatkan perawi bukan Syiah tetapi dipercayai oleh Syiah), 302 hadis Qawiy (kuat) dan 9.480 hadis dhaif.
Dari hadis-hadis dalam Al Kafi, Sayyid Ali Al Milani menyatakan bahwa 5.072 hadis shahih, 144 hasan, 1128 hadis Muwatstsaq(hadis yang diriwayatkan perawi bukan syiah tetapi dipercayai oleh syiah), 302 hadis Qawiy (kuat) dan 9.480 hadis dhaif. (lihat Al Riwayat Li Al Hadits Al Tahrif oleh Sayyid Ali Al Milani dalam Majalah Turuthuna Bil 2 Ramadhan 1407 H hal 257). Jadi dari keterangan ini saja dapat dinyatakan kira-kira lebih dari 50% hadis dalam Al Kafi itu dhaif. Walaupun begitu jumlah hadis yang dapat dijadikan hujjah (yaitu selain hadis yang dhaif) jumlahnya cukup banyak, kira-kira hampir sama dengan jumlah hadis dalam Shahih Bukhari.
Hadis-hadis yang termuat dalam al-Kafi berjumlah 16.199 buah hadis, yang mencapai tingkat sahih, berjumlah 5.702 buah hadis, tingkat hasan 144 buah hadis, tingkat muwassaq 1.128 buah hadis, tingkat qawiy 302 buah hadis, dan tingkat dha’if 9.485 buah hadis.[sumber :Ayatullah Ja’far Subhani, “Menimbang Hadis-hadis Mazhab Syi’ah; Studi atas Kitab al-Kafi” dalam al-Huda: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Islam, diterbitkan oleh Islamic Center, Jakarta, vol II, no. 5. 2001, hlm. 36.]
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ayatullah Husayn `Ali al-Muntazari mengenai ketidaksahihan riwayat dalam al-Kafi dalam kitabnya Dirasah fi Makasib al Muharomah, juz III, hal. 123. Ia mengatakan: “Kepercayaan al-Kulaini akan kesahihan riwayat (di dalam kitabnya) tidak termasuk dalam hujah syar’iah karena dia bukanlah ma’sum di sisi kami.”
Di antara ulama syiah tersebut adalah Allamah Al Hilli yang telah mengelompokkan hadis-hadis Al Kafi menjadi shahih, muwatstsaq, hasan dan dhaif. Pada awalnya usaha ini ditentang oleh sekelompok orang yang disebut kaum Akhbariyah. Kelompok ini yang dipimpin oleh Mulla Amin Astarabadi menentang habis-habisan Allamah Al Hilli karena Mulla Amin beranggapan bahwa setiap hadis dalam Kutub Arba’ah termasuk Al Kafi semuanya otentik. Sayangnya usaha ini tidak memiliki dasar sama sekali. Oleh karena itu banyak ulama-ulama syiah baik sezaman atau setelah Allamah Al Hilli seperti Syaikh At Thusi, Syaikh Mufid, Syaikh Murtadha Al Anshari dan lain-lain lebih sepakat dengan Allamah Al Hilli dan mereka menentang keras pernyataan kelompok Akhbariyah tersebut. (lihat Prinsip-prinsip Ijtihad Antara Sunnah dan Syiah oleh Murtadha Muthahhari hal 23-30).
Istilah yang mengklasifikasikan riwayat-riwayat menurut derajat kesahihan (sahih, muwaththaq, qawi, hasan dan da’if). Hal ini tidak digunakan oleh ulama Syi’ah Itsna’ Ashariyyah melainkan setelah abad ke-7. Sebelumnya ulama mutaqqidimin mereka hanya menggunakan istilah sahih atau tidak sahih.
(Scondprince/Tour-Mazhab/Syiah-Ali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email