PBB menilai rencana pemerintah Saudi merenovasi Distrik Al-Musara bisa merusak warisan sejarah dan budaya di sana.
Situasi mencekam membekap kawasan permukiman Al-Musara di Awamiyah, kota Syiah kuno di Provinsi Qatif, timur Arab Saudi, Rabu dini hari pekan lalu. Pasukan negara Kabah dengan sokongan kendaraan lapis baja mengepung wilayah itu.
Jalan-jalan diblokir dan hanya disisakan satu pintu keluar masuk Awamiyah. Menjelang subuh baku tembak meletup dan hingga artikel ini dilansir, tiga orang terbunuh termasuk bayi lelaki berusia dua tahun, serta 14 lainnya cedera.
Konflik berdarah ini bermula saat pemerintah Arab Saudi meluncurkan proyek peremajaan Distrik Al-Musara berumur 400 tahun itu. Untuk membangun pusat-pusat perbelanjaan, restoran, pusat kebudayaan, dan apartemen maka perlu merobohkan 488 rumah tua di Al-Musara.
Para aktivis sudah menyebarluaskan foto dan rekaman video di media sosial, menunjukkan buldoser-buldoser dikawal kendaraan militer bersenjata.
Namun warga Syiah - berjumlah sepuluh persen dari total penduduk Saudi - sudah terlanjur kecewa dengan pemerintah. Mereka merasa duperlakukan berbeda di negara bermayoritas aliran Wahabi.
Karena itu, ketika Revolusi Arab meletup pada 2011 dan berhasil menggulingkan rezim Zainal Abidin bin Ali di Tunisia, Husni Mubarak di Mesir , dan Muammar Qaddafi di Libya, para penganut Syiah di Saudi juga turun ke jalan mengecam rezim Bani Saud berkuasa sejak negara Kabah itu berdiri pada 1932.
Sakit hati pemeluk Syiah di Saudi memuncak setelah ulama Syiah tersohor Syekh Muhammad Nimr an-Nimr - berkampung halaman di Awamiyah - dieksekusi mati bareng puluhan narapidana kasus terorisme pada Januari tahun lalu.
Eksekusi Syekh Nimr inilah memperburuk hubungan Saudi dan Iran, memanas setelah Teheran menuntut Riyadh bertanggung jawab atas Tragedi Mina di musim haji 2015, menewaskan lebih dari dua ribu jamaah. Saudi kemudian memutus hubungan diplomatik dengan Iran sehabis pengunjuk rasa di Teheran membakar Kedutaan Besar Saudi.
Rencana renovasi Al-Musara ini memang benar-benar kontroversial. Bulan lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta pemerintah Saudi menghentikan proyek itu karena bisa merusak warisan sejarah dan budaya di Awamiyah.
"Penduduk sudah ditekan dengan banyak cara, termasuk pemutusan jaringan listrik, memaksa warga meninggalkan rumah dan usaha mereka tanpa diberi pilihan tepat, mereka diberi kompensasi tidak mencukupi, dan paling buruk mereka tidak tahu mau pindah ke mana," kata Lailani Farha, pelapor khusus PBB soal hak atas tempat tinggal.
Seorang warga Awamiyah menolak ditulis namanya merasa kuatir Al-Musara bakal dirusak pemerintah. "Benar-benar menyakitkan melihat pemerintah merusak kota bersejarah dan arkeologis seperti Al-Musara telah berusia ratusan tahun," ujarnya.
Aktivis setempat Amin Nimr mengakui kekerasan meletup di Awamiyah lantaran pemerintah memakai tangan besi saat menanggapi seruan reformasi.
"Saya meyakini pemerintah sejak awal pada 2011 menghadapi tuntutan demonstran dengan cara militer, pakai cara polisi," tuturnya. "Karena itulah segalanya berubah menjadi kacau."
Dalam keterangan tertulis Jumat pekan lalu, Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi menjelaskan para pekerja di proyek renovasi Al-Musara ditembaki dan kendaraan mereka dibom.
Jawad Daghir, 2 tahun, dan seorang warga Pakistan tewas ditembak.
Kementerian Dalam Negeri tidak menyebut kapan insiden itu terjadi. Mereka cuma bilang para penyelundup narkotik dan senjata berupaya menghambat proyek tersebut, dengan melancarkan serangan dari rumah-rumah telah ditinggalkan.
The European Saudi Human Rights Organization (ESHRO) mengatakan gerbang Awamiyah sudah diblokir menggunakan blok-blok beton.
Warga mengaku kekurangan air bersih dan hanya bisa mendapat pasokan listrik lewat generator pribadi.
Amin Nimr menyayangkan kebrutalan dilakukan pasukan Saudi terhadap warga negaranya sendiri. "Benar-benar sulit bagi mereka dan Anda bisa membayangkan kendaraan-kendaraan militer ini, mereka dapat menembak 24 jam," katanya. "Orang-orang tidak bisa tidur."
Karena kesewenangan penguasa, renovasi Al-Musara telah menjelma menjadi proyek berdarah.
(The-Independent/Middle-East-Eye/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Kendaraan militer mengawal buldoser tengah merobohkan bangunan di Al-Musara, Kota Awamiyah, Provinsi Qatif, timur Arab Saudi. (Foto: Twitter)
Situasi mencekam membekap kawasan permukiman Al-Musara di Awamiyah, kota Syiah kuno di Provinsi Qatif, timur Arab Saudi, Rabu dini hari pekan lalu. Pasukan negara Kabah dengan sokongan kendaraan lapis baja mengepung wilayah itu.
Jalan-jalan diblokir dan hanya disisakan satu pintu keluar masuk Awamiyah. Menjelang subuh baku tembak meletup dan hingga artikel ini dilansir, tiga orang terbunuh termasuk bayi lelaki berusia dua tahun, serta 14 lainnya cedera.
Konflik berdarah ini bermula saat pemerintah Arab Saudi meluncurkan proyek peremajaan Distrik Al-Musara berumur 400 tahun itu. Untuk membangun pusat-pusat perbelanjaan, restoran, pusat kebudayaan, dan apartemen maka perlu merobohkan 488 rumah tua di Al-Musara.
Para aktivis sudah menyebarluaskan foto dan rekaman video di media sosial, menunjukkan buldoser-buldoser dikawal kendaraan militer bersenjata.
Namun warga Syiah - berjumlah sepuluh persen dari total penduduk Saudi - sudah terlanjur kecewa dengan pemerintah. Mereka merasa duperlakukan berbeda di negara bermayoritas aliran Wahabi.
Karena itu, ketika Revolusi Arab meletup pada 2011 dan berhasil menggulingkan rezim Zainal Abidin bin Ali di Tunisia, Husni Mubarak di Mesir , dan Muammar Qaddafi di Libya, para penganut Syiah di Saudi juga turun ke jalan mengecam rezim Bani Saud berkuasa sejak negara Kabah itu berdiri pada 1932.
Sakit hati pemeluk Syiah di Saudi memuncak setelah ulama Syiah tersohor Syekh Muhammad Nimr an-Nimr - berkampung halaman di Awamiyah - dieksekusi mati bareng puluhan narapidana kasus terorisme pada Januari tahun lalu.
Eksekusi Syekh Nimr inilah memperburuk hubungan Saudi dan Iran, memanas setelah Teheran menuntut Riyadh bertanggung jawab atas Tragedi Mina di musim haji 2015, menewaskan lebih dari dua ribu jamaah. Saudi kemudian memutus hubungan diplomatik dengan Iran sehabis pengunjuk rasa di Teheran membakar Kedutaan Besar Saudi.
Rencana renovasi Al-Musara ini memang benar-benar kontroversial. Bulan lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta pemerintah Saudi menghentikan proyek itu karena bisa merusak warisan sejarah dan budaya di Awamiyah.
"Penduduk sudah ditekan dengan banyak cara, termasuk pemutusan jaringan listrik, memaksa warga meninggalkan rumah dan usaha mereka tanpa diberi pilihan tepat, mereka diberi kompensasi tidak mencukupi, dan paling buruk mereka tidak tahu mau pindah ke mana," kata Lailani Farha, pelapor khusus PBB soal hak atas tempat tinggal.
Seorang warga Awamiyah menolak ditulis namanya merasa kuatir Al-Musara bakal dirusak pemerintah. "Benar-benar menyakitkan melihat pemerintah merusak kota bersejarah dan arkeologis seperti Al-Musara telah berusia ratusan tahun," ujarnya.
Aktivis setempat Amin Nimr mengakui kekerasan meletup di Awamiyah lantaran pemerintah memakai tangan besi saat menanggapi seruan reformasi.
"Saya meyakini pemerintah sejak awal pada 2011 menghadapi tuntutan demonstran dengan cara militer, pakai cara polisi," tuturnya. "Karena itulah segalanya berubah menjadi kacau."
Dalam keterangan tertulis Jumat pekan lalu, Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi menjelaskan para pekerja di proyek renovasi Al-Musara ditembaki dan kendaraan mereka dibom.
Jawad Daghir, 2 tahun, dan seorang warga Pakistan tewas ditembak.
Kementerian Dalam Negeri tidak menyebut kapan insiden itu terjadi. Mereka cuma bilang para penyelundup narkotik dan senjata berupaya menghambat proyek tersebut, dengan melancarkan serangan dari rumah-rumah telah ditinggalkan.
The European Saudi Human Rights Organization (ESHRO) mengatakan gerbang Awamiyah sudah diblokir menggunakan blok-blok beton.
Warga mengaku kekurangan air bersih dan hanya bisa mendapat pasokan listrik lewat generator pribadi.
Amin Nimr menyayangkan kebrutalan dilakukan pasukan Saudi terhadap warga negaranya sendiri. "Benar-benar sulit bagi mereka dan Anda bisa membayangkan kendaraan-kendaraan militer ini, mereka dapat menembak 24 jam," katanya. "Orang-orang tidak bisa tidur."
Karena kesewenangan penguasa, renovasi Al-Musara telah menjelma menjadi proyek berdarah.
(The-Independent/Middle-East-Eye/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email