Terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Ahok, memperhatikan Habib Rizieq saat menjalani sidang ke-12 yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (28/2/2017).
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab hadir dalam pengadilan kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa pagi (28/02/2017). Habib Rizieq hadir sebagai saksi ahli agama Islam atas permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Mengenakan jubah dan surban putih-putih, Habib Rizieq menjelaskan tentang makna kata "Aulia" yang tercantum dalam Surat al-Maidah ayat 51 yang telah dinista Ahok dalam pidatonya di Kepulauan Seribu pada akhir 2016 lalu.
Menurut Habib Rizieq, makna aulia merupakan bentuk jamak dari kata dasar 'wali'. Kata tersebut memiliki beragam arti, di antaranya teman setia, penolong, pelindung dan juga pemimpin. Namun dalam tafsir, kata aulia atau wali tersebut memiliki makna hukum yang sama yakni larangan memilih orang kafir sebagai pemimpin.
"Dalam tafsir ada yang memaknai berbeda. Tafsir salaf dan khalaf apakah itu diartikan teman setia, penolong, pelindung atau pemimpin, diartikan bahwa ayat tersebut sah larangan memilih orang kafir menjadi
pemimpin," ungkap Habib Rizieq menjawab pertanyaan JPU dalam ruang persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (28/2/2017)
Sehingga, sambung kandidat doktor di sebuah universitas ternama Malaysia ini, jika menjadi teman setia saja dilarang, maka memilih orang kafir sebagai pemimpin lebih terlarang lagi.
"Kalau jadi teman setia dilarang apalagi pemimpin. Kalau orang kepercayaan saja tidak boleh. Ayat ini sah sebagai dalil larangan memilih pemimpin kafir," ucapnya.
Alumni King Saud University, Makkah ini melanjutkan, bila di suatu wilayah mayoritas muslim, maka wajib bagi mereka memilih pemimpin yang beragama Islam. Namun, bila di suatu wilayah tersebut umat Muslim-nya minoritas, maka boleh seorang Muslim memilih pemimpin non-Muslim.
"Dalam keadaan apapun, umat Islam tidak boleh memilih pemimpin non-Muslim kecuali darurat. Misal tinggal di negara non-Muslim di Amerika, dia harus pilih pemimpin non-Muslim yang bisa memberikan kebaikan untuk umat Islam," ujarnya.
(Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email