Pesan Rahbar

Home » » Seputar Keluarga Muslim

Seputar Keluarga Muslim

Written By Unknown on Wednesday, 12 July 2017 | 01:11:00


Pengantar Keluarga Muslim

Rumah-tangga itu tentu berkenaan dengan keluarga, berumah-tangga artinya berkeluarga, dalam buku ini akan dibahas tentang keluarga muslim, yaitu keluarga yang berdasarkan Islam.

Rumah-tangga terdiri dari dua kata; rumah dan tangga. Rumah tempat tinggal dan tangga alat untuk naik dan menggapai yang lebih tinggi. Maka dengan berumah tangga rezeki akan dipermudah serta diperluas dan nilai ibadah kepada Allah ‘azza wa jalla akan ditingkatkan. Rumah bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga tempat berdzikir, shalat, mendidik anak dan yang lainnya, maka rumah yang makmur dengan pe-ngabdian kepada Allah menjadi terpuji seperti halnya rumah-rumah para nabi dan para washi (buyûtul anbiyâ`i wa buyûtul aushiyâ` ) dan khususnya rumah ‘Ali dan Fâthimah as. Allah yang maha tinggi berfirman dalam sûrah Al-Nûr ayat 36-37 tentang rumah-rumah mereka itu.

Di rumah-rumah Allah telah mengizinkan untuk diangkat dan disebut-sebut nama-Nya di dalamnya, bertasbih kepada-Nya di dalamnya laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual-beli dari mengingat Allah mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang pada hari itu hati dan penglihatan menjadi guncang.

Keluarga muslim itu diawali dengan pernikahan dan pernikahan itu akan menjadi sebuah pengabdian atau akan menjadi ibadah kepada Allah ‘azza wa jalla apabila diselenggarakan karena-Nya dan acaranya didasarkan kepada hukum-hukum-Nya. Tetapi pernikahan itu akan menjadi ajang kemaksiatan dan kedurhakaan kepada-Nya apabila acaranya diisi dengan budaya, adat dan tradisi yang menyalahi ajaran Allah dan sunnah Rasûl-Nya.

Sifat ibadah kepada Allah ada dua macam: Ritual dan Sosial, dan kedua macam ibadah itu ada dalam pernikahan. Apabila acara pernikahan itu hendak dijadikan sebagai salah satu sarana pengabdian kepada Allah, maka tata-caranya mesti didasarkan kepada syarî‘ah-Nya yang suci.

Maka acara pernikahan suatu kaum, apabila tidak didasarkan kepada Islam, biasanya akan didominasi oleh adat, budaya dan tradisi kaum tersebut hingga nilainilai dan syi‘ar Islam yang berkaitan dengannya menjadi tidak tampak. Jika demikian, maka pernikahan seperti itu tidak menjadi ibadah kepada Allah dan tidak berkah, melainkan menjadi maksiat dan kedurhakaan kepada-Nya padahal kita diciptakan oleh-Nya hanya untuk mengabdi kepada-Nya saja sebagaimana dalam firman-Nya:

وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ اْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

Dan tidak Kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku.


Aktivitas manusia di muka bumi telah dibatasi, yakni hanya untuk mengabdi kepada-Nya saja dalam segala halnya. Dan acara pernikahan kita atau pernikahan keluarga kita adalah bagian dari kehidupan kita, seandainya tidak ingin mengandung maksiat kepada-Nya, maka tata-caranya mutlak harus berdasarkan ajaran-Nya yang suci.

Dan siapa pun yang menyelenggarakan pernikahan karena kebanggaan, kemegahan, kemewahan pamer, prestise dan gengsi, niscaya Allah ‘azza wa jalla akan menghinakannya walaupun pernikahan tersebut dibiayai dengan harta yang halal.

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ نَكَحَ امْرَأَةً بِمَالٍ حَلاَلٍ غَيْرَ أَنَّهُ أَرَادَ بِهَا فَخْرًا وَ رِيَاءً لَمْ يَزِدْهُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ بِذَلِكَ إِلاَّ ذُلاًّ وَ هَوَانًا

Rasûlullâh saw bersabda, "Siapa yang menikahi seorang perempuan dengan harta yang halal, hanya saja dengannya dia menginginkan kemegahan dan pamer, niscaya dengan itu Allah ‘azza wa jalla tidak menambahnya selain kehinaan dan kerendahan."

Dalam buku ini diuraikan hukum-hukum yang berkenaan dengan keluarga muslim dari mulai pernikahan sampai perceraian. Nafa‘anallâhu wa iyyâkum bimâ fî hâdzal kitâb.


Model-model Pernikahan

Pernikahan itu perkara yang mudah, siapa pun dapat melaksanakannya, maka kalau ada orang yang berzina, itu sangat keterlaluan. Imam ‘Ali bin Abî Thâlib as menyebut orang yang berzina itu sebagai orang yang tergolong paling celaka. Di dalam Islam ada tiga macam pernikahan yang disyari‘ahkan.

Pertama, pernikahan yang tidak ditentukan masa berlakunya. Pernikahan macam ini berlaku sampai mati salah satunya atau dua-duanya (cerai mati), atau diputuskan di tengah jalan dengan thalaq (cerai dari pihak suami), atau diputuskan dengan khulu‘ (perceraian dari pihak istri). Allah ‘azza wa jalla berfirman:

وَ أُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ

Dan dihalalkan selain itu mencari (wanita) dengan hartamu untuk dinikahi bukan untuk berzina.

Kedua, pernikahan yang ditentukan masa berlakunya, misalnya untuk selama setahun, dua tahun, tiga tahun dst. Pernikahan macam ini dalam Islam disebut nikah mu`aqqat atau mut‘ah. Nikah mut'ah akan dibahas dalam bab tersendiri.

Ketiga, pernikahan melalui pemilikan, yaitu jika seorang lelaki mempunyai hamba sahaya perempuan atau jâriyah , maka dia dapat menjadikannya sebagai istrinya, dan tidak perlu lagi kepada akad nikah, sebab kepemilikan lebih kuat daripada akad. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ, إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali kepada istri-istrinya atau hamba yang dimilikinya, maka mereka tidaklah tercela.

عَنِ السَّكُونِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : يُحَلُّ الْفَرْجُ بِثَلاَثٍ : نِكَاحٍ بِمِيْرَاثٍ, وَ نِكَاحٍ بِلاَ مِيْرَاثٍ, وَ نِكَاحٍ بِمِلْكِ الْيَمِيْنِ

Dari Al-Sakûni dari Abû ‘Abdillâh as berkata, "Kemaluan itu menjadi halal dengan tiga macam pernikahan: Pernikahan dengan pewarisan (bimîrâts), pernikahan tanpa pewarisan (bilâ mîrâts) dan pernikahan dengan pemilikan (bimilkil yamîn)."

Dan yang dimaksudkan nikah dengan pewarisan adalah pernikahan yang tidak ditentukan masa berlakunya yang apabila suami meninggal, maka istrinya mendapat warisan dari harta yang ditinggalkan suaminya sebanyak 1/4 apabila suami tidak punya anak, dan mendapat 1/8 bila suami punya anak. Dan suami mendapat warisan dari harta istrinya yang meninggal sebanyak 1/2 jika istri yang meninggal tidak punya anak, dan 1/4 apabila ada anak. Dan pernikahan macam ini bisa dipercepat masa berlakunya dengan cara bercerai thalaq atau khulû‘.

Pernikahan tanpa pewarisan, yaitu dalam pernikahan mut‘ah atau mu`aqqat, suami tidak dapat warisan dari harta istrinya yang meninggal, dan demikian pula sebaliknya.

Dan bimilkil yamîn (dengan kepemilikan tangan kanan) adalah ungkapan untuk kepemilikan hamba sahaya atau budak, dan salah satu misi Islam adalah menghilangkan penindasan dan perbudakan, khususnya atas kaum perempuan, dan salah satu caranya ialah dengan mengangkat status sosialnya dari budak yang hina menjadi istri yang mulia.


Anjuran Menikah dan Tujuannya

Menikah sangat dianjurkan kepada kaum lelaki baik kaya maupun miskin, sebab banyak manfaat yang akan diraik melalui pernikahan tersebut.

عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَعْيَنَ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع فِي حَدِيثٍ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ خَلَقَ آدَمَ مِنْ طِينٍ ثُمَّ ابْتَدَعَ لَهُ حَوَّاءَ فَجَعَلَهَا فِي مَوْضِعِ النُّقْرَةِ الَّتِي بَيْنَ وَرِكَيْهِ وَ ذَلِكَ لِكَيْ تَكُونَ الْمَرْأَةُ تَبَعاً لِلرَّجُلِ فَقَالَ آدَمُ يَا رَبِّ مَا هَذَا الْخَلْقُ الْحَسَنُ الَّذِي قَدْ آنَسَنِي قُرْبُهُ وَ النَّظَرُ إِلَيْهِ فَقَالَ اللَّهُ يَا آدَمُ هَذِهِ أَمَتِي حَوَّاءُ أَ فَتُحِبُّ أَنْ تَكُونَ مَعَكَ تُؤْنِسُكَ وَ تُحَدِّثُكَ وَ تَكُونَ تَبَعاً لِأَمْرِكَ فَقَالَ نَعَمْ يَا رَبِّ وَ لَكَ بِذَلِكَ عَلَيَّ الْحَمْدُ وَ الشُّكْرُ مَا بَقِيتُ فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَ جَلَّ فَاخْطُبْهَا إِلَيَّ فَإِنَّهَا أَمَتِي وَ قَدْ تَصْلُحُ لَكَ أَيْضاً زَوْجَةً لِلشَّهْوَةِ وَ أَلْقَى اللَّهُ عَلَيْهِ الشَّهْوَةَ وَ قَدْ عَلَّمَهُ قَبْلَ ذَلِكَ الْمَعْرِفَةَ بِكُلِّ شَيْ‏ءٍ فَقَالَ يَا رَبِّ فَإِنِّي أَخْطُبُهَا إِلَيْكَ فَمَا رِضَاكَ لِذَلِكَ فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَ جَلَّ رِضَايَ أَنْ تُعَلِّمَهَا مَعَالِمَ دِينِي فَقَالَ ذَلِكَ لَكَ عَلَيَّ يَا رَبِّ إِنْ شِئْتَ ذَلِكَ لِي فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَ جَلَّ وَ قَدْ شِئْتُ ذَلِكَ وَ قَدْ زَوَّجْتُكَهَا فَضُمَّهَا إِلَيْكَ

Dari Zurârah bin A'yan dari Abû 'Abdillâh dalam sebuah hadîts berkata, "Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla telah menciptakan Ãdam dari tanah, kemudian Dia menjadikan Hawwâ` baginya, lalu Dia menjadikannya pada tempat nuqrah (lubang di tanah) yang ada antara dua pangkal paha Ãdam, dan yang demikian itu supaya perempuan itu menjadi pengikut laki-laki. Maka berkatalah Ãdam, 'Wahai Tuhanku, apa ciptaan yang indah ini yang sungguh kedekatannya dan memandangnya menyenangkanku?' Allah berfirman, Wahai Ãdam, ini hamba perempuan-Ku Hawwâ`, apakah kamu suka dia bersamamu menyenangkanmu dan berbicara kepadamu dan menjadi pengikut perintahmu? Dia menjawab, 'Ya, wahai Tuhanku, dan karena ini bagi-Mu segala puji dan syukur selama aku hidup.' Allah 'azza wa jalla berfirman, Maka lamarlah dia kepada-Ku, karena dia itu hamba perempuan-Ku, dan juga sungguh baik untuk syahwat sebagai istri. Dan Allah melemparkan syahwat kepadanya, dan Dia telah mengajarkan kepadanya ma'rifat terhadap segala sesuatu sebelum itu. Lalu dia berkata, 'Wahai Tuhanku, aku melamarnya kepada-Mu, maka apa rido-Mu untuk hal itu?' Allah 'azza wa jalla berfirman, Rido-Ku adalah kamu ajarkan kepadanya petunjuk-petunjuk ajaran-Ku. Dia berkata, 'Yang demikian bagi-Mu (wajib) atasku (bersyukur) wahai Tuhanku jika Engkau menghendaki yang demikian bagiku.' Allah 'azza wa jalla berfirman, Aku telah menghendaki yang demikian, Aku telah menikahkanmu kepadanya, maka dekaplah dia kepadamu. "

Hidup membujang atau hidup menyendiri tanpa istri yang menemani tidaklah disukai, sebab dengan tidak beristri berarti dia tidak bertambah nilai ibadah kepada Allah dan telah 'menelantarkan' sejumlah perempuan yang semestinya didampingi oleh lelaki sebagai pembimbing mereka. Allah 'azza wa jalla berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ

Lelaki itu pelurus kaum perempuan.


Dan juga telah menyalahi sunnatullâh bahwa kepada kaum lelaki telah dihiaskan mencintai syahwat terhadap perempuan-perempuan. Firman-Nya yang maha tinggi:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ

Telah dihiaskan kepada manusia mencintai syahwat-syahwat antara lain kepada kaum perempuan.


Dan juga tidak mengikuti sunnah serta cara-cara para nabi dan orang-orang suci.

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : النِّكَاحُ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي, وَ تَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ

Rasûlullah saw bersabda, "Nikah itu sunnahku (caraku), maka siapa yang tidak mengamalkan sunnahku dia bukan dariku, maka menikahlah kalian, sebab aku akan merasa banyak dengan jumlah kalian di hadapan ummat yang lain."


النِّكَاحُ سُنَّتِي فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

Sabdanya, "Nikah itu sunnahku, maka siapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia bukanlah dari golonganku."


النِّكَاحُ سُنَّتِي فَمَنْ أَحَبَّ فِطْرَتِي فَلْيَسْتُنَّ بِسُنَّتِي

Sabdanya, "Nikah itu sunnahku, maka siapa yang suka kepada fithrahku, hendaklah dia bersunnah dengan sunnahku."


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ : قَالَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ ع : تَزَوَّجُوا فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ قَالَ : مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَتَّبِعَ سُنَّتِي فَإِنَّ مِنْ سُنَّتِيَ التَّزْوِيجَ

Dari Abû 'Abdillâh as berkata: Amîrul Mu`minîn as telah berkata, "Menikahlah kalian, karena Rasûlullâh saw telah mengatakan, 'Siapa yang suka mengikuti sunnahku, hendaklah dia menikah (berumah-tangga), karena sesungguhnya menikah itu dari sunnahku.'"


Bayangkan apabila para pemuda muslim enggan menikah dengan alasan miskin atau belum punya pekerjaan, sementara para pemuda kâfir terus-menerus beranak-pinak, maka satu saat populasi ummat Islam akan terus berkurang dan menjadi minoritas yang tertindas.


عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمٍ أَنَّ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ص قَالَ تَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ غَدًا فِي الْقِيَامَةِ حَتَّى إِنَّ السِّقْطَ يَجِي‏ءُ مُحْبَنْطِئًا عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ ادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَقُولُ لاَ حَتَّى يَدْخُلَ أَبَوَايَ الْجَنَّةَ قَبْلِي

Dari Muhammad bin Muslim bahwa Abû ‘Abdillâh as berkata: Sesungguhnya Rasûlullâh saw telah berkata, "Menikahlah kalian, karena esok pada hari qiyâmah aku akan merasa banyak dengan jumlah kalian di hadapan ummat-ummat yang lain hingga orang yang keguguran datang dengan marahnya di depan pintu surga, lalu dikatakan kepadanya, 'Masuklah ke surga.' Maka dia berkata, 'Tidak, hingga kedua orang tuaku masuk ke surga sebelumku.'"


عَنْ جَابِرٍ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ع قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص مَا يَمْنَعُ الْمُؤْمِنَ أَنْ يَتَّخِذَ أَهْلاً لَعَلَّ اللَّهَ يَرْزُقُهُ نَسَمَةً تُثْقِلُ الأَرْضَ بِلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ

Dari Jâbir dari Abû Ja‘far as berkata: Rasûlullâh saw berkata, "Apa yang menghalangi orang yang beriman untuk berkeluarga yang mudah-mudahan Allah memberikan karunia seorang anak yang dapat memberatkan bumi ini dengan (kalimat) lâ ilâha illallâh. "


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَكَمِ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ع قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص مَا بُنِيَ بِنَاءٌ فِي الإِسْلاَمِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ مِنَ التَّزْوِيجِ

Dari ‘Abdullâh bin Al-Hakam dari Abû Ja‘far as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, "Tidak dibangun suatu bangunan dalam Islam yang lebih dicintai Allah ‘azza wa jalla selain dari pernikahan."


عَنْ عَلِيٍّ ع فِي حَدِيْثِ الأَرْبَعِمِائَةِ قَالَ تَزَوَّجُوا فَإِنَّ التَّزْوِيجَ سُنَّةُ رَسُولِ اللَّهِ ص فَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ مَنْ كَانَ يُحِبُّ أَنْ يَتَّبِعَ سُنَّتِي فَإِنَّ مِنْ سُنَّتِيَ التَّزْوِيجَ وَ اطْلُبُوا الْوَلَدَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ غَدًا وَ تَوَقَّوْا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ مِنْ لَبَنِ الْبَغِيِّ مِنَ النِّسَاءِ وَ الْمَجْنُونَةِ فَإِنَّ اللَّبَنَ يُعْدِي

Dari ‘Ali as dalam hadîts empat ratus, dia berkata, "Menikahlah kalian sebab nikah itu sunnah Rasûlullâh saw, maka sesungguhnya beliau telah berkata, 'Siapa yang ingin mengikuti sunnahku, maka sesungguhnya di antara sunnahku itu menikah, dan carilah anak, karena besok aku akan merasa banyak dengan kalian di hadapan ummat yang lain, dan jagalah anak-anakmu dari air susu wanita pezina dan wanita yang tidak waras, sebab air susu itu berpengaruh.'"


عَنْ مُعَمَّرِ بْنِ خَلاَّدٍ قَالَ سَمِعْتُ عَلِيَّ بْنَ مُوسَى الرِّضَا ع يَقُولُ ثَلاَثٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْعِطْرُ وَ أَخْذُ الشَّعْرِ وَ كَثْرَةُ الطَّرُوقَةِ

Dari Ma‘mar bin Khalâd berkata: Saya mendengar ‘Ali bin Mûsâ Al-Ridhâ as berkata, "Tiga di antara sunnah para rasûl: Memakai wewangian, memotong rambut dan berkeluarga."


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سِنَانٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ لَمَّا لَقِيَ يُوسُفُ ع أَخَاهُ قَالَ يَا أَخِي كَيْفَ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَزَوَّجَ النِّسَاءَ بَعْدِي فَقَالَ إِنَّ أَبِي أَمَرَنِي فَقَالَ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ لَكَ ذُرِّيَّةٌ تُثْقِلُ الأَرْضَ بِالتَّسْبِيحِ فَافْعَلْ

Dari 'Abdullâh bin Sinân dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Tatkala Yûsuf berjumpa dengan saudaranya (Bunyamin), dia berkata, 'Wahai saudaraku bagaimanakah kamu bisa menikahi perempuan-perempuan setelahku?' Dia berkata, 'Sesungguhnya ayahku telah menyuruhku, maka dia berkata, 'Jika kamu bisa mempunyai keturunan yang memberatkan bumi dengan tasbîh, maka lakukanlah.'"


عَنْ صَفْوَانَ بْنِ مِهْرَانَ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص تَزَوَّجُوا وَ زَوِّجُوا أَلاَ فَمِنْ حَظِّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِنْفَاقُ قِيمَةِ أَيِّمَةٍ وَ مَا مِنْ شَيْ‏ءٍ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ مِنْ بَيْتٍ يَعْمُرُ فِي الإِسْلاَمِ بِالنِّكَاحِ

Dari Shafwân bin Mihrân dari Abû ‘Abdillâh as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, "Menikahlah kalian dan menikahlah kalian. Ketahuilah, maka di antara bagian orang muslim adalah infâq senilai satu orang yang sendirian (ayyimah), dan tidak ada sesuatu yang paling dicintai Allah 'azza wa jalla selain dari rumah yang makmur dalam Islam dengan pernikahan…"


عَنْ كُلَيْبِ بْنِ مُعَاوِيَةَ الأَسَدِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص مَنْ تَزَوَّجَ أَحْرَزَ نِصْفَ دِينِهِ

Dari Kulaib bin Mu'âwiyah Al-Asadi dari Abû 'Abdillâh as berkata: Rasûlullâh saw bersabda, "Siapa yang telah menikah, dia telah menjaga separoh dari ajarannya."


عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ قَالَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ ع تَزَوَّجُوا فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ص قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَتَّبِعَ سُنَّتِي فَإِنَّ مِنْ سُنَّتِيَ التَّزْوِيجَ

Dari Muhammad bin Muslim dari Abû 'Abdillâh as berkata: Amîrul Mu`minîn as berkata, "Menikahlah kamu, sebab Rasûlullâh saw telah berkata, 'Siapa yang ingin mengikuti sunnahku, maka di antara sunnahku adalah menikah.'"


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ طَاهِراً مُطَهَّراً فَلْيَلْقَهُ بِزَوْجَةٍ

Rasûlullâh saw berkata, "Siapa yang ingin berjumpa dengan Allah dalam keadaan suci lagi disucikan, maka hendaklah dia menjumpainya dengan istri."


Hidup Membujang itu Dibenci (Makrûh)

عَنِ ابْنِ الْقَدَّاحِ قَالَ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ ع رَكْعَتَانِ يُصَلِّيهِمَا الْمُتَزَوِّجُ أَفْضَلُ مِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً يُصَلِّيهَا أَعْزَبُ

Dari Ibnu Al-Qaddâh berkata: Abû 'Abdillâh as telah berkata, "Dua raka'at shalat yang dilaksanakan oleh orang yang beristri lebih utama daripada tujuh puluh raka'at shalat yang dilaksanakan oleh lelaki bujangan."


عَنِ ابْنِ الْقَدَّاحِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى أَبِي ع فَقَالَ لَهُ هَلْ لَكَ مِنْ زَوْجَةٍ قَالَ لَا فَقَالَ أَبِي مَا أُحِبُّ أَنَّ لِيَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيهَا وَ إِنِّي بِتُّ لَيْلَةً وَ لَيْسَتْ لِي زَوْجَةٌ ثُمَّ قَالَ الرَّكْعَتَانِ يُصَلِّيهِمَا رَجُلٌ مُتَزَوِّجٌ أَفْضَلُ مِنْ رَجُلٍ أَعْزَبَ يَقُومُ لَيْلَهُ وَ يَصُومُ نَهَارَهُ ثُمَّ أَعْطَاهُ أَبِي سَبْعَةَ دَنَانِيرَ ثُمَّ قَالَ تَزَوَّجْ بِهَذِهِ ثُمَّ قَالَ أَبِي قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص اتَّخِذُوا الْأَهْلَ فَإِنَّهُ أَرْزَقُ لَكُمْ

Dari Ibnu Al-Qaddâh dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Ada seorang laki-laki datang kepada ayahku, lalu beliau bertanya kepadanya, 'Apakah kamu punya istri?' Orang itu menjawab, 'Tidak.' Ayahku berkata, 'Aku tidak suka punya dunia dan isinya sementara aku bermalam pada suatu malam dalam keadaan aku tidak punya istri.' Kemudian beliau berkata, 'Dua raka'at shalat yang dilaksanakan oleh lelaki yang beristri lebih utama daripada amal seorang laki-laki bujangan yang berdiri (shalat) pada malam harinya dan shaum di siang harinya.' Kemudian ayahku memberinya uang tujuh dinar, kemudian beliau berkata, 'Menikahlah dengan (biaya) uang ini.' Kemudian ayahku berkata, 'Rasulullah saw telah bersabda, 'Berkeluargalah sebab hal itu lebih mudah mendatang rezeki buat kamu.'"


عَنْ عَلِيٍّ ع قَالَ إِنَّ جَمَاعَةً مِنَ الصَّحَابَةِ كَانُوا حَرَّمُوا عَلَى أَنْفُسِهِمُ النِّسَاءَ وَ الْإِفْطَارَ بِالنَّهَارِ وَ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَأَخْبَرَتْ أُمُّ سَلَمَةَ رَسُولَ اللَّهِ ص فَخَرَجَ إِلَى أَصْحَابِهِ فَقَالَ أَ تَرْغَبُونَ عَنِ النِّسَاءِ إِنِّي آتِي النِّسَاءَ وَ آكُلُ بِالنَّهَارِ وَ أَنَامُ بِاللَّيْلِ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي وَ أَنْزَلَ اللَّهُ لا تُحَرِّمُوا طَيِّباتِ ما أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَ لا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ وَ كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالًا طَيِّباً وَ اتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا قَدْ حَلَفْنَا عَلَى ذَلِكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ لا يُؤاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمانِكُمْ إِلَى قَوْلِهِ ذلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمانِكُمْ إِذا حَلَفْتُمْ وَ احْفَظُوا أَيْمانَكُمْ .

Dari 'Ali as berkata, "Ada sekelompok dari sahabat yang mengharamkan perempuan atas diri mereka, berbuka pada siang hari dan tidur pada malam hari, lalu Ummu salamah melaporkan kepada Rasûlullâh saw, maka beliau keluar menjumpai sahabat-sahabatnya, lantas beliau berkata, 'Mengapa kalian membenci istri-istri? Sungguh aku mendatangi istri-istri, makan di siang hari dan tidur pada malam hari, siapa yang tidak suka kepada sunnahku, maka dia bukan dariku.' Dan Allah menurunkan (ayat), Janganlah kamu mengharamkan yang baik-baik apa yang telah dihalalkan Allah bagimu, dan janganlah kamu melewati batas, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas. Dan makanlah dari apa yang dikaruniakan Allah kepadamu yang halal lagi baik, dan ber-taqwâ-lah kepada Allah yang kepada-Nya kamu beriman. Kemudian mereka berkata, 'Wahai Rasûlullâh, sesungguhnya kami telah bersumpah atas yang demikian itu.' Maka Allah menurunkan (ayat), Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud sampai firman-Nya itulah kaffârat sumpah kamu apabila kamu bersumpah dan jagalah sumpah kamu."


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : رُذَالُ مَوْتَاكُمُ الْعُزَابُ

Dari Abû 'Abdillâh as berkata: Rasûlullâh saw bersabda, "Orang-orang yang rendah (hina) dari kalangan orang-orang yang telah mati di antara kamu adalah para bujangan."


مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ قَالَ رُوِيَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ قَالَ : أَكْثَرُ أَهْلِ النَّارِ الْعُزَّابُ

Muhammad bin 'Ali bin Al-Husain berkata: Telah diriwayatkan bahwa Rasûlullâh saw telah bersabda, "Kebanyakan ahli neraka terdiri dari para bujangan."


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ وَأَرَاذِلُ مَوْتَاكُمُ عُزَّابُكُمْ

Rasûlullâh saw bersabda, "Orang yang paling buruk dari kamu adalah para bujanganmu, dan orang-orang yang rendah dari orang-orang yang telah mati di antara kamu adalah para bujanganmu."


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ رَكْعَتَانِ مِنْ مُتَأَهِّلٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً مِنْ غَيْرِ مُتَأَهِّلٍ

Rasûlullâh saw bersabda, "Orang yang paling jelek di antara kamu adalah orang-orang bujanganmu, dua raka‘at dari lelaki yang berkeluarga lebih baik dari tujuh puluh raka‘at orang yang tidak berkeluarga."


عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ أَنَّهُ قَالَ : شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ وَ الْعُزَّابُ إِخْوَانُ الشَّيَاطِينِ. وَ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : خِيَارُ أُمَّتِي الْمُتَأَهِّلُونَ وَ شِرَارُ أُمَّتِي الْعُزَّابُ

Dari Nabi saw bahwa beliau berkata, "Orang yang paling buruk di antara kamu adalah para bujangan kamu, dan para bujangan itu saudara-saudara syaithân." Dan beliau berkata, "Sebaik-baik ummatku adalah orang-orang yang berkeluarga, dan seburuk-buruk ummatku adalah para bujangan."


عَنْ أَبِي الْحَسَنِ مُوسَى بْنِ جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ ثَلاَثَةً : اْلآكِلَ زَادَهُ وَحْدَهُ, وَ النَّائِمَ فِي بَيْتٍ وَحْدَهُ, وَ الرَّاكِبَ فِي الْفَلاَةِ وَحْدَهُ

Dari Abû Al-Hasan Mûsâ bin Ja‘far as berkata, "Rasûlullâh saw melaknat tiga orang: 1. Orang yang memakan bekalnya sendirian (tidak mengajak orang lain), 2. Lelaki yang tidur di sebuah rumah sendirian (karena tidak suka punya istri), 3. Orang yang menaiki kendarannya di suatu tempat sendirian (sementara orang lain yang menyertainya berjalan kaki)."


Dilaknat atau mal‘ûn artinya dijauhkan dari rah-mat dan kasih-sayang-Nya, dan ini menunjukan betapa makrûh-nya hidup menyendiri tanpa istri yang menemani sedangkan dia dalam keadaan normal, dan barangkali lelaki yang hidup menyendiri tanpa istri itu dianggap egois, seakan-akan dia tidak membutuhkan bantuan perempuan dan juga tidak memikirkan nasib serta keadaan mereka yang perlu kepada bimbingan.


Coba kita perhatikan dialog Rasûlullâh saw dengan salah seorang sahabatnya yang bernama ‘Akkâf bin Wadâ‘ah Al-Hilâli.

Rasûlullâh : "Apakah kamu sudah punya istri?"
‘Akkâf : "Tidak."
Rasûlullâh : "Apakah kamu punya hamba perempuan?"
‘Akkâf : "Tidak."
Rasûlullâh : "Apakah kamu orang yang normal lagi berkecukupan?"
‘Akkâf : "Ya, dan alhamdu lillâh."
Rasûlullâh : "Kalau begitu, kamu termasuk saudara setan, apakah kamu akan menjadi pendeta nasrani, atau kamu berbuat sebagaimana orang-orang muslim, dan sesungguhnya di antara sunnahku adalah menikah, orang-orang yang paling buruk di antara kamu adalah bujangan, dan manusia yang paling hina yang mati di antara kamu adalah bujangan, celakalah kamu wahai ‘Akkâf, menikahlah, menikahlah, sebab kamu termasuk salah!"
‘Akkâf : "Wahai Rasûlullâh, nikahkanlah sebelum aku berdiri."
Rasûlullâh : "Aku nikahkan kamu kepada Karîmah binti Kultsûm Al-Himyari."

Mengapakah Islam tidak begitu suka kepada kaum lelaki yang hidup membujang atau hidup menyendiri tanpa seorang pendamping? Barangkali di antara alasannya adalah sebagai berikut

Pertama, Allah ‘Azza wa jalla menciptakan manusia itu untuk berkeluarga atau berpasangan, dan hidup berkeluarga itu adalah salah satu dari ayat-ayat-Nya. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

وَ مِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَ جَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَ رَحْمَةً إِنَّ فِي ذَالِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan diantara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah bahwa Dia telah menciptakan dari diri-diri kamu pasangan-pasanganya, dan Dia menjadikan di antara kamu kecintaan dan kasih-sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan bagi orang-orang yang berfikir.


Di dalam ayat ini Dia menciptakan perempuan sebagai pasangan buat lelaki atau sebaliknya.

Keduanya, karena telah menelantarkan sejumlah perempuan yang memerlukan bimbingan dan perlindungan lelaki yang menjadi suami. Laki–laki itu dengan kodratnya diciptakan sebagai pemimpin bagi kaum perempuan. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَ بِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَ آلِهِمْ

Laki-laki itu pelurus atas kaum perempuan dengan apa yang telah Allah lebihkan sebagian atas sebagianya yang lain, dan apa yang mereka nafkahkan dari harta mereka.

Nabi saw mengatakan bahwa perempuan yang bersuami, maka umumnya suaminya itu lebih baik dari istrinya kecuali Fâthimah Al-Zahrâ` dan Imam ‘Ali as sama dalam hal kemuliaannya.

Ketiga, karena akan mengurangi jumlah ummat Islam yang beriman kepada Allah, yang akhirnya populasi ummat Islam yang akan menegakkan kebenaran dan keadilan di punggung bumi ini akan semakin berkurang. Wa Allâhu A‘lam.


Syarat-syarat Menikah

Islam memerintahkan atau menganjurkan menikah kepada ummatnya dengan persyaratan yang amat sangat mudah, siapapun dapat melaksanakanya baik orang yang kaya maupun orang yang miskin.

Adapun syarat-syaratnya itu sebagai berikut:
1. Pernikahan tidak diselenggarakan secara paksa.
2. Lelaki membayar mahar sesuai dengan kemampuannya.
3. Adanya wali bagi perempuan (menurut pendapat Mâlik, Syâfi‘i, Ahmad bin Hanbal dan para pengikut mereka. Tetapi menurut kaum muslim yang lain, kehadiran wali itu tidaklah menjadi syarat.
4. Saksi (menurut Abû Hanîfah, Syâfi‘i, Ahmad bin Hanbal dan para penganut paham mereka). Akan tetapi menurut ummat Islam yang lain, kehadiran saksi itu tidaklah menjadi syarat.
5. Akad atau îjâb-qabûl . Îjâb pernyataan menikahkan dari pihak perempuan dan qabûl penerimaan pernyataan tersebut dari pihak lelaki.

Dan adapun syarat yang disepakati, maka hanya tiga, jadi memang menikah itu sangatlah mudah, maka janganlah kita mempersulitnya! Dan tentang mahar jika belum ada bisa dibayar kemudian.


Tujuan Pernikahan

Tujuan pernikahan dalam Islam tentulah sangat mulia, yaitu demi melaksanakan sebagian pengabdian kepada Allah ‘azza wa jalla, sedang manfaatnya bagi kehidupan antara lain:
1. Demi melaksanakan sunnah para nabi, khususnya sunnah Nabi Muhammad saw. Beliau mengatakan bahwa nikah itu sunnah-nya, dan siapa yang membencinya berarti bukan dari golongannya sebagai-mana telah disebutkan.
2. Untuk mendapatkan kententeraman dan kedamaian dalam batin.
3. Untuk meningkatkan nilai ibadah (pengabdian) kepada Allah ‘azza wa jalla.
4. Untuk menghilangkan, mengurangi atau menghindarkan diri dari dosa-dosa, khususnya dosa syahwat terhadap lawan jenis.
5. Untuk menjaga keimanan dan keislaman.
6. Untuk menyambungkan tali kasih-sayang dan kekeluargaan.
7. Untuk menambah rezeki dan pendapatan.
8. Untuk meningkatkan muruwwah atau muru`ah.
9. Untuk memperbaiki akhlak dan kepribadian.
10. Untuk menambah jumlah kaum muslim dan menggembirakan Rasûlullâh saw.


Dalil-dalilnya Tujuan Pernikahan

Dalil-dalil tentang hal itu sangatlah banyak yang antara lain.


1. Demi Mengikuti Sunnah para Nabi

Di dalam kitab suci Al-Quran, Allah 'azza wa jalla telah berfirman:

وَ لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِنْ قَبْلِكَ وَ جَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَ ذُرِّيَّةً

Sungguh Kami telah mengutus rasûl-rasûl sebelummu, dan Kami telah menjadikan mereka beristri dan berketurunan.

عَنْ مَعْمَرٍ بْنِ خَلاَّدٍ عَنِ الرِّضَا عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : سَمِعْتُهُ يَقُولُ : ثَلاَثٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ : الْعِطْرُ, وَ إِخْفَاءُ الشَّعْرِ, وَ كَثْرَةُ الطُّرُوْقَةِ

Dari Ma‘mar bin Khallâd dari Al-Ridhâ as dia (Ma‘mar) berkata: Saya telah mendengar beliau mengatakan, "Ada tiga di antara sunnah para rasûl: Memakai mewangian, memotong rambut dan beristri."

عَنْ عَلِيٍّ ع فِي حَدِيثِ الْأَرْبَعِمِائَةِ قَالَ تَزَوَّجُوا فَإِنَّ التَّزْوِيجَ سُنَّةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ فَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ : مَنْ كَانَ يُحِبُّ أَنْ يَتَّبِعَ سُنَّتِي فَإِنَّ مِنْ سُنَّتِيَ التَّزْوِيجَ وَ اطْلُبُوا الْوَلَدَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ غَداً وَ تَوَقَّوْا عَلَى أَوْلَادِكُمْ مِنْ لَبَنِ الْبَغِيِّ مِنَ النِّسَاءِ وَ الْمَجْنُونَةِ فَإِنَّ اللَّبَنَ يُعْدِي

Dari 'Ali as dalam hadîts empat ratus berkata, "Menikahlah kalian, karena menikah itu sunnah, maka sesungguhnya beliau telah mengatakan, 'Siapa yang suka mengikuti sunnahku, karena sesungguhnya menikah itu dari sunnahku, dan carilah anak, karena besok (hari kiamat) aku akan merasa banyak dengan jumlah kamu terhadap ummat-ummat yang lain, dan jagalah anak-anak kamu dari air susu wanita pelacur dan wanita gila sebab air susu itu berpengaruh.'"


2. Untuk Memperoleh Ketenangan

وَ مِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

Dan di antara ayat-ayat-Nya Dia ciptakan untuk kamu dari jenis kamu pasangan-pasangan agar kamu tenang bersamanya.


3. Menambah Rezeki dan Memperbaiki Akhlak

وَ أَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَ الصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَ إِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِيْهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَ اللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Nikahkanlah orang-orang yang sendirian (lelaki atau perempuan), di antara kamu dan orang-orang yang saleh dari hamba-hamba sahaya kamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan, jika mereka itu miskin, Allah akan memberikan kecukupan kepada mereka dari karunia-Nya, dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui.


عَنْ هِشَامٍ بْنِ سَالِمٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ فَشَكَا إِلَيْهِ الْحَاجَةِ فَقَالَ : تَزَوَّجْ فَتَزَوَّجَ فَوُسِّعَ عَلَيْهِ

Dari Hisyâm bin Sâlim dari Abû ‘Abdillâh as berkata, "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi saw, lalu dia mengadukan kebutuhan kepadanya. Maka beliau bersabda, 'Menikahlah kamu.' Kemudian orang tersebut meni-kah sehingga dia diluaskan rezekinya."


عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَمَّارٍ قَالَ : قُلْتُ لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع : الْحَدِيثُ الَّذِي يَرْوِيهِ النَّاسُ حَقٌّ أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ ص فَشَكَا إِلَيْهِ الْحَاجَةَ فَأَمَرَهُ بِالتَّزْوِيجِ فَفَعَلَ ثُمَّ أَتَاهُ فَشَكَا إِلَيْهِ الْحَاجَةَ فَأَمَرَهُ بِالتَّزْوِيجِ حَتَّى أَمَرَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ؟ فَقَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ ع : هُوَ حَقٌّ. ثُمَّ قَالَ: الرِّزْقُ مَعَ النِّسَاءِ وَ الْعِيَالِ

Ishâq bin ‘Ammâr berkata: Saya bertanya kepada Abû ‘Abdillâh as: Apakah hadîts yang di riwayatkan oleh orang-orang itu benar bahwa ada seorang lelaki datang kepada Nabi saw, lalu dia mengadukan hajat kepadanya. Kemudian Rasûlullâh saw memerintahkan agar dia menikah sampai Rasûlullâh memerintahnya tiga kali? Abû ‘Abdillâh as berkata, "Ya, hadîst itu benar." Kemudian dia berkata, "Rezeki itu bersama istri-istri dan tanggungan keluarga."


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : اتَّخِذُوا اْلأَهْلَ فَإِنَّهُ أَرْزَقُ لَكُمْ

Rasûlullâh saw berkata, "Menikahlah kamu, kare-na sesungguhnya hal itu lebih menambah rezeki bagimu."


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : زَوِّجُوا أَيَّامَاكُمْ فَإِنَّ اللهَ يُحَسِّنُ لَهُمْ فِي أَخْلاَقِهِمْ, وَ يُوَسِّعُ لَهُمْ فِي أَرْزَاقِهِمْ, وَ يَزِيْدُهُمْ فِي مُرُوَّاتِهِمْ

Rasûlullâh saw bersabda, "Nikahkan orang-orang yang sendirian darimu, karena Allah akan memperbagus akhlak mereka, meluaskan rezeki mereka, dan menambah (baik) kepribadian mereka."


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : مَنْ تَرَكَ التَّزْوِيْجَ مَخَافَةَ الْعَيْلَةَ فَلَيْسَ مِنَّا

Rasûlullâh saw bersabda, "Siapa yang tidak menikah karena takut miskin, maka dia bukan dari kami."


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُ مَنْ نَكَحَ اِلْتِمَاسَ الْعَفَافَ عَمَّا حَرَّمَ اللهُ

Rasûlullâh saw bersabda, "Hak atas Allah untuk menolong orang yang telah manikah demi menjaga kesucian diri dari apa-apa yang diharamkan Allah."


سَأَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ : يَا فُلاَنُ هَلْ تَزَوَّجْتَ؟ قَالَ: لاَ, وَ لَيْسَ عِنْدِي مَا أَتَزَوَّجُ بِهِ. قَالَ : أَلَيْسَ مَعَكَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ؟ قَالَ : بَلَى. قَالَ: رُبْعُ الْقُرْآنِ. قَالَ: أَلَيْسَ مَعَكَ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ : رُبْعُ الْقُرْآنِ. قَالَ : أَلَيْسَ مَعَكَ إِذَا زُلْزِلَتْ؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ : رُبْعُ الْقُرْآنِ. ثُمَّ قَالَ : تَزَوَّجْ تَزَوَّجْ تَزَوَّجْ

Nabi saw bertanya kepada seorang lelaki dari sahabatnya, maka beliau berkata, "Wahai Fulân, apakah kamu telah menikah?" Dia berkata, "Belum, aku tidak punya biaya untuk menikah." Beliau berkata, "Bukankah bersamamu ada (sûrah) Qul Huwallâhu Ahad?" Dia berkata, "Ya." Beliau berkata, "Itu seperempat Al-Quran." Beliau berkata, "Bukankah bersamamu ada Qul yâ Ayyuhal Kâfirûn?" Dia berkata, "Ya." Beliau berkata, "Itu seperempat Al-Quran." Beliau berkata, "Bukankah bersamamu ada Idzâ Zulzilat?" Dia berkata, "Ya." Beliau berkata, "Itu seperempat Al-Quran." Kemudian beliau berkata, "Menikahlah, menikahlah, menikahlah!"


Catatan:

Bagi orang-orang yang sangat miskin, yang tidak punya uang untuk membayar mahar, maka sûrah-sûrah tersebut bisa diajarkan kepada perempuan yang hendak dinikahinya walaupun si perempuan tersebut sudah hapal, dan sûrah-sûrah itu dijadikan maharnya. Jadi siapa pun bisa menikah.

Lelaki atau suami mesti lebih luas pemahaman Islamnya dari perempuan yang akan dinikahinya atau istrinya, sebab lelaki itu dijuluki qawwâmûna 'alan nisâ` di dalam Al-Quran.

Menanguh-nangguhkan pernikahan dengan alasan tidak ada biaya bukanlah akhlak Islam, sebab nikah bisa dilaksanakan oleh siapa pun, seperti halnya makan, ada uang ataupun tidak ada uang adalah mesti.


قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ تَرَكَ التَّزْوِيْجَ مَخَافَةَ الْفَقْرِ فَقَدْ أَسَاءَ الظَّنَّ بِاللهِ عَزَّ وَ جَلَّ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ يَقُولُ : إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ

Abû ‘Abdillâh as berkata, "Siapa yang tidak meni-kah karena takut miskin, maka dia telah buruk sangka kepada Allah ‘azza wa jalla. Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla telah berfirman (yang artinya), Jika mereka miskin niscaya Allah akan mencukupkan mereka dari karunia-Nya."

4. Meningkatkan Kualitas Ibadah dan Kemuliaan

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : الْمُتَزَوِّجُ النَّائِمُ أَفْضَلُ عِنْدَ اللهِ مِنَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْعَزْبِ

Rasûlullâh saw bersabda, "Orang yang telah menikah tidurnya lebih utama dari orang yang shaum yang shalat malam yang masih bujangan (sendiri tanpa istri)."

قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : رَكْعَتَانِ يُصَلِّيْهِمَا مُتُتَزَوِّجٌ أَفْضَلُ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعةً يُصَلِّيْهَا غَيْرُ مُتَزَوِّجٌ

Abû ‘Abdillâh as telah berkata, "Dua raka‘at shalat yang dilaksanakan oleh orang yang telah menikah lebih utama dari tujuh puluh raka‘at shalat yang dilaksanakan oleh orang yang tidak menikah."


قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : إِنَّ رَكْعَتَيْنِ يُصَلِّيْهِمَا رَجُلٌ مُتُتَزَوِّجٌ أَفْضَلُ مِنْ رَجُلٍ يَقُومُ لَيْلَهُ وَ يَصُومُ نَهَارَهُ أَعْزَبَ

Abû ‘Abdillâh as berkata, "Sesungguhnya dua raka‘at shalat yang didirikan oleh orang yang telah menikah lebih utama dengan apa yang dilakukan oleh lelaki yang bangun (shalat) di malam harinya dan shaum di siang harinya sedangkan dia dalam keadaan bujangan (hidup sendiri tanpa istri)."


عَنِ ابْنِ الْقَدَّاحِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى أَبِي ع فَقَالَ لَهُ هَلْ لَكَ مِنْ زَوْجَةٍ قَالَ لاَ فَقَالَ أَبِي مَا أُحِبُّ أَنَّ لِيَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيهَا وَ إِنِّي بِتُّ لَيْلَةً وَ لَيْسَتْ لِي زَوْجَةٌ ثُمَّ قَالَ الرَّكْعَتَانِ يُصَلِّيهِمَا رَجُلٌ مُتَزَوِّجٌ أَفْضَلُ مِنْ رَجُلٍ أَعْزَبَ يَقُومُ لَيْلَهُ وَ يَصُومُ نَهَارَهُ ثُمَّ أَعْطَاهُ أَبِي سَبْعَةَ دَنَانِيرَ ثُمَّ قَالَ تَزَوَّجْ بِهَذِهِ ثُمَّ قَالَ أَبِي قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ اتَّخِذُوا الْأَهْلَ فَإِنَّهُ أَرْزَقُ لَكُمْ

Dari Ibnu Al-Qadâh dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Seorang lelaki telah datang kepada ayahku, lalu beliau berkata kepadanya, 'Apakah kamu mempunyai istri?' Dia berkata, 'Tidak.' Maka ayahku berkata, "Aku tidak suka punya dunia serta isinya sedang aku bermalam pada suatu malam tidak ada istri bagiku.' Kemudian beliau berkata, 'Sungguh dua raka'at shalat yang dilaksanakan seorang lelaki yang punya istri lebih utama dari shalat yang dilaksanakan oleh lelaki yang bujangan (tidak punya istri) yang berdiri (shalat) di malam harinya dan puasa di siang harinya.' Kemudian ayahku memberinya tujuh dinar, kemudian beliau berkata, 'Menikahlah dengan uang ini.' Kemudian ayahku berkata, 'Rasûlullah saw telah berkata, 'Bikinlah keluarga karena sesungguhnya hal itu lebih memudahkan rezeki bagimu.'"


5. Untuk Menggapai Kemuliaan dan Kesucian

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَلْقَى اللهَ طَاهِرًا مُطَهِّرًا فَلْيَلْقَهُ بِزَوْجَةٍ

Rasûlullâh saw berkata, "Siapa yang ingin berjumpa dengan (rahmat) Allah dalam keadaan suci lagi disucikan, hendaknya dia menjumpai-Nya dengan istri."


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : مَنْ نَكَحَ ِللهِ وَ أَنْكَحَ ِللهِ اِسْتَحَقَّ وِلاَيَةَ اللهِ

Rasûlullâh saw berkata, "Siapa yang menikah karena Allah dan menikahkan karena Allah, dia berhak mendapatkan wilâyah (kecintaan) Allah."


قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ سَيِّدُ الْعَابِدِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ تَزَوَّجَ ِللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَلِصِلَةِ الرَّحِمِ تَوَّجَهُ اللهُ تَعَالَى بِتَاجِ الْمُلْكِ وَ الْكَرَامَةِ

‘Ali bin Al-Husain Sayyidul ‘Âbidîn as berkata, "Siapa yang menikah karena Allah ‘azza wa jalla dan demi menyambungkan kasih-sayang (shilaturrahin), maka Allah akan memakaikan mahkota kepadanya dari mahkota kerajaan dan kemuliaan."


6. Untuk Menjaga Keislaman 

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفُ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي

Rasûlullâh saw berkata, "Apabila seseorang telah menikah, maka sempurnalah separoh keislamannya, tinggal dia ber-taqwâ kepada Allah separohnya lagi."


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ أَحْرَزَ شَطْرَ دِيْنِهِ, فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الثَّانِي

Rasûlullah saw bersabda, "Siapa yang menikah maka sesungguhnya dia telah menjaga separoh ajarannya, maka hendaklah dia ber-taqwâ kepada Allah dalam separohnya yang kedua."


Catatan:

Makna muruwwah atau murû`ah yang lengkap adalah tafadhdhul (mempunyai keutamaan akhlak), ihsân (berbuat kebaikan), inshâf (berlaku adil), tidak melakukan sesuatu secara sembunyi yang jika melakukannya secara terbuka akan malu, menjaga keislaman, menjaga kesucian diri dari perilaku buruk, menghormati tamu, menunaikan kewajiban, menyebarkan salâm , berperangai yang lembut, perhitungan yang baik dalam penghidupan, sabar atas musibah, tidak rakus, tidak meminta-minta, tidak kikir, tidak jahil, menaati perintah Allah dan tidak melanggar larangan-Nya.

(Abu-Zahra/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: