Pesan Rahbar

Home » » Ahok dan Cinta Yang Mengitarinya

Ahok dan Cinta Yang Mengitarinya

Written By Unknown on Monday, 6 November 2017 | 02:02:00

Ahok dan Habib Sting 

Oleh: Ustadz Enha (KH. Nurul Huda)

Jum’at, 3 Nopember 2017, menjadi momentum yang penuh kenangan. Bukan hanya untukku, tapi juga 14 teman yang datang bersama mengunjungi Ahok di Mako Brimob. Sebagian mereka datang dari luar Jakarta, dengan penerbangan dan sewa hotel sendiri2.

Pendaftaran menjenguk Ahok satu bulan sebelumnya menjadi pertanda daftar antrian yang panjang. Dan benar saja, saat tiba di Mako Brimob, Depok, antrian itu sudah terlihat, untungnya kami dijadualkan tepat pada jam kami tiba, sehingga hanya cukup menunggu 10 menit untuk bisa langsung berjumpa dengan manusia yang dikelilingi cinta.

Bahkan bila di luar sana ada 7 juta orang yang membencinya, kekuatan cinta yang mengitari Ahok tetap membuatnya bersinar, sinar keteduhan akibat tempaan hidup yang tidak ringan. “Tanpa keikhlasan, kita akan sulit berdamai dengan tekanan, stigma penjara akan membunuh mental orang yang tak bisa mengubah dirinya.” Begitu kata Ahok, saat kami menanyakan kabar dirinya menghadapi situasi ini.

Ahok tampak sehat, tubuhnya lebih berotot, tinggi yang menjulang dengan perpaduan otot yang kekar membuatnya tampak lebih muda dan gagah. “Olahraga itu kuncinya, push up, sit up, pull up, saya lakukan sekitar 80% dari detak normal kerja jantung. Ini penting, jadi push up itu bukan soal kuat atau tidak, tapi sejauh mana tubuh kita mengizinkan kita menguras energi dengan takaran yang tepat.” Begitu Ahok menjawab pertanyaan, “berapa kali push up yang dilakukannya setiap hari.” Ya, Ahok selalu menggunakan alat deteksi detak jantung sampai menemukan kondisi normal untuk berapa kali melakukan push up dan sit up. Ahok memang detail bukan cuma urusan pekerjaan tapi juga kesehatan tubuhnya.

Kami lebih banyak mendengar, membiarkan Ahok bercerita, sambil tangannya tak henti menulis pesan dan menandatangani puluhan buku, kertas, kanvas, baju dan bahkan tulisan seorang anak SD yang minta tulisannya dinilai oleh Ahok. “Kaya gini kan Gue jadi terbiasa, ngomong sambil tangan terus bekerja. Dan Gue nulis gak asal, harus detail dan tepat. Gue baru tau hikmah kenapa saat sekolah dulu, seorang guru mengajarkan menulis bukan scan suatu teks dengan mata kita. Dengan menulis, memori kita menyimpan dengan lengkap dan tahan lama, ini berbeda dengan membaca dan menandatangani disposisi. Ribuan surat yang Gue terima dan semua harus Gue balas, dan supaya bisa membalas dengan baik Gue harus membacanya satu persatu, supaya bisa menjiwai saat membalas surat mereka. Kamu tidak akan bisa membalas surat seseorang hanya dengan membacanya sambil lalu, kalaupun kamu jawab pasti tidak dari hati.”

Huufft, sorry, aku harus menghela nafas, gak bisa kutahan lagi, tangisku pecah, aku duduk persis bersebelahan dengan Pak Ahok, dan menyaksikan sendiri bagaimana ia melayani dengan cinta, kami yang mengaguminya. Sebenarnya gak tega melihat Pak Ahok harus menandatangani san menulis pesan puluhan buku dan kertas yang menumpuk, tapi Ahok melakukannya dengan cinta. “Ini mah gak seberapa, saya menulis memoar Ahok di penjara sudah 176 halaman, lalu menulis Renungan Perjalanan Hidupku sudah 200 halaman, dan semua tulis tangan. Pernah pergelangan tangan ini bengkak karena kelamaan menulis, gak bisa disembuhin pake obat, tau gak sembuhnya pake apa?” Kami menggeleng. “Pake push up, hahaha, itu mengapa ada dua hal yang aku seneng banget di penjara ini; olahraga dan baca buku.”

Ya Allah, aku benar-benar tidak sedang menjenguk pesakitan di sebuah penjara. Aku menyaksikan manusia tegar, seorang motivator dan inspirator sejati, Pak Ahok menggugah kami, bukan hanya setiap pesan yang meluncur dari mulutnya yang mungil, tetapi gerak tangannya, tatapan matanya, gerak tubuhnya, bahkan saat dia membalikkan badan seluruhnya untuk menjawab pertanyaan saya dan ia menjawabnya tidak sambil lalu, penuh gairah dan serius menghargai yang bertanya.

Ahok sehat banget dan ia dikelilingi cinta. “Ikhlas itu menguatkan, kita harus menerima kenyataan, melawan hanya akan membuat kita semakin terpuruk dalam kemarahan dan dendam. Selain ikhlas tubuh kita juga harus sehat, badan yang sehat akan menggerakkan jiwa kita lebih bergairah. Gerak kita yang positif akan menguatkan jiwa kita.” Saya menimpali ringan, “iya Pak Ahok, ada yang mengatakan begini, emotion depend on motion.” Ahok tersenyum dan melanjutkan, “iya benar itu, makanya kalau kamu tanyakan soal tanah abang berantakan lagi, Ahok yang dulu bisa marah, tapi aku bisa menahan diri sekarang. Pertanyaan itu kan bikin Gue keki, lha Gue bukan Gubernur lagi, elu tanyain yang begitu, udah tau Gue lagi di penjara.” Ahok tertawa dan saya pelan-pelan menelan ludah getir, pertanyaan teman soal tanah abang berantakan lagi disikapi dengan penuh canda, dan asal tau aja, meski kuperhatikan banyak temanku diam-diam menangis haru menyaksikan gaya Pak Ahok yang di luar dugaan kami, Pak Ahok benar-benar membuat suasana kunjungan kami begitu cair tapi penuh ilmu dan motivasi.

Tiga puluh menit tak terasa, sang penjaga mengingatkan kami. Waktu sudah habis. Di belakang kami masih banyak yang antri. Selasa dan Jum’at memang menjadi waktu kunjungan yang disediakan oleh Mako Brimob. Dan Ahok tidak kehabisan energi melayani orang-orang yang mengunjunginya.

Kami berdiri. Ahok menyalami kami satu-satu. Setiap kami menerima pesan. Utamanya soal semangat mencintai negeri dan membangun bangsa. Kami datang ingin menyemangati Ahok, tapi yang kami dapatkan, beliau telah mendapatkan terang kehidupan dan terus menerangi kami. Kaki kami melangkah meninggalkan ruang kunjungan, mengambil kembali handphone dan barang-barang yang kami titipkan di meja penjaga.

Ahok sehat karena ia menyebar cinta dan dikelilingi cinta. Rasanya tak sabar menantimu kembali berkiprah untuk negeri tercinta.

(Enha-Motivator/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: