Pesan Rahbar

Home » » SYIAH MASUK DAERAH JAWA BAGIAN PERTAMA

SYIAH MASUK DAERAH JAWA BAGIAN PERTAMA

Written By Unknown on Tuesday 8 July 2014 | 21:48:00

Pribumi Indonesia: Adalah Keturunan Rasulullah yang Bermazhab Ahlulbayt (Syiah)


Saya orang Jawa, walaupun begitu saya tertarik sekali dengan asal-usul bangsa Indonesia dan keislamannya, berangkat dari situ saya melakukan literatur research pada wilayah Aceh dan Jawa. Pada akhir penelitian saya dapatkan kesimpulan bahwa yang pertamakali mengislamkan pribumi Nusantara adalah kaum muslimin keturunan Rasulullah yang bermazhab syiah. Suku-suku Pribumi Nusantara yang Islam atau yang telah memiliki tradisi Islam yang lama, seperti Aceh, Banjar, Makasar, Jawa, Sunda, Minang, Gorontalo, Lombok, Palembang, Kutai, Lampung, Ternate, dan daerah-daerah lain yang telah memiliki tradisi Islam yang lama sebenarnya merupakan orang-orang yang moyang mereka adalah keturunan Rasulullah yang bermazhab Syiah yang pertamakali mendarat di Nusantara di Aceh.

Sebenarnya saya sudah susun hasil penelitian ini menjadi sebuah buku, saya ingin sekali menerbitkannya. Akan tetapi kendalanya kemudian muncul disini. banyak penerbit yang khawatir dengan kontroversi yang ditimbulkan dari tulisan saya. terutama kekhawatiran mereka dengan tulisan saya yang mengetengahkan bahwa asal-usul nenek moyang kita adalah keturunan Rasulullah yang bermazhab Syiah dan bahwa orang Syiah lah yang mengislamkan penduduk Nusantara di Aceh dan Jawa untuk pertamakalinya. Hal ini akan mengganggu ketenangan para penganut islam mainstream (ahlus sunnah), apalagi penganut wahabi dan demikian pula ketenangan para habaib, yang mana sementara ini para habib-lah yang merasa bahwa mereka adalah satu-satunya kelompok yang merupakan keturunan Rasulullah di Nusantara.

Penelitian saya mengambil metode arkeologis dan antropologi sejarah. pokok inti permasalahan yang menghasilkan kesimpulan diakhir penelitian yang saya ambil berawal dari fakta-fakta yang seharusnya akan sudah sejak dahulu menggelitik rasa penasaran para ahli sejarah Nusantara jika mereka mau membuka mata pikiran dan mata hatinya. diantara fakta-fakta yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Sejarah kisah Perlak Pesisir yang Syiah, kenapa tidak terekspos secara luas?
2) Kisah Perlak Pesisir dan Perlak Pedalaman serta serangan Sriwijaya ke kedua Perlak
3) Mengapa Penduduk Tapanuli Utara (orang-orang Batak) tidak menganut agama Islam?
4) Mengapa Islam di Pulau Sumatera Selain Aceh (Aceh telah Islam terlebih dahulu) masuk melalui arah selatan (melalui/ berasal dari Jawa)?
5) sebabnya orang-orang Batak tidak memeluk Islam adalah karena dakwah Perlak Pedalaman (yang Sunni) ke arah wilayah-wilayah disebelah selatan Aceh atau wilayah-wilayah sebelah selatan pulau Sumatera mengalami kemacetan, mengapa mengalami kemacetan?
6) Benarkah penduduk Nusantara sebelum masuknya Islam adalah penganut Hindu atau Budha?
7) mengapa tempat-tempat peribadatan Hindu dan budha di pulau Jawa yang sedemikian megahnya malah diabaikan dan tidak dipedulikan oleh masyarakat Jawa?
8) Makam Fatimah Binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 1082 Masehi,
9) Makam Tralaya di Majapahit
10) kejanggalan-kejanggalan kisah kerajaan Demak versus Majapahit.
11) Benarkah Walisanga adalah penyebar agama Islam di Pulau Jawa? mengapa hampir tidak ada kisah khusus perjuangan mereka yang detail ketika mengislamkan suatu penduduk di suatu daerah atau wilayah tertentu? padahal tentunya kisah kesuksesan pengislaman suatu wilayah adalah kisah keteladanan yang penting dan dapat menjadi dakwah di tempat yang lain.
12) Benturan budaya dan akidah antara penduduk Pesisir Utara Pulau Jawa dengan Penduduk Pedalaman Pulau Jawa.
 13) Kerajaan Mataram Sufi/Irfani yang didirikan Panembahan Senopati di Pulau Jawa yang sangat bernuansa Syiah.
Apabila kita dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas maka akan dapat kita menemukan fakta baru bahwa penduduk pribumi Nusantara berasal-usul dari moyang mereka yang masih merupakan keturunan Rasulullah Muhammad yang bermazhab Syiah dari Persia.
 
Pertamakali yang harus dibahas adalah pertanyaan pertama, yaitu kisah tentang kerajaan Perlak.

C. Kerajaan Perlak
Nama Perlak berasal dari kata peureula, mengacu pada wilayah Aceh bagian timur. Mengenai komunitas Persia atau Arab yang tinggal pertamakali di daerah Nusantara diantaranya yang diberitakan oleh I-Tsing. I-Tsing mengatakan bahwa ia menumpang kapal orang Persia ke wilayah Nusantara pada tahun 672 Masehi. Pada tahun itu pelaut Persia sudah memeluk islam.

Sedangkan G.B. Groneveldt yang menerjemahkan demografi penduduk Nusantara menurut berita China pada masa dinasti T?ang, pada hikayat dinasti T?ang tercerita bahwa di pantai sebelah barat Sumatera (Aceh atau Samudera) telah ada bermukim orang-orang Arab yang disebut bangsa Ta-Shi.

Menurut Ustaz M. Jamil Djamil seorang pakar sejarah Aceh, dalam pekan kebudayaan Aceh yang pernah dilangsungkan di tahun 1959. Beliau mengungkapkan bahwa islam telah masuk ke Peureula pada tahun 790 Masehi. Sumber beliau dapatkan dari kitab Zubdatu?l Tawarikh karya Nurul-Haq Al-Masyriqiyal-Duhlawy, dan kitab Idhahu?l Fi Mamlatatu?l Peureula karya Abul-Ishaq Al-Makarany. Kemudian berdirinya sebuah kerajaan yang berasal dari masyarakat muslim Peureula adalah pada tahun 840 Masehi. Perlak atau Peureula adalah nama yang mengacu pada wilayah bagian timur laut Aceh.

Suatu petunjuk tentang adanya suatu kerajaan di Banda Aceh sekarang dan sekitarnya telah diperoleh dari suatu prasasti yang telah dibuat oleh Rajendra Cola I di Tanjore (India Selatan) pada tahun 1030 Masehi. Di mana Rajendra Cola mengerahkan mempersiapkan pasukan besar-besaran untuk menaklukan wilayah-wilayah Nusantara. Salah satu tempat yang dalam prasasti adalah Ilmauridecam (Lamuri) yang diceritakan telah menghunjamkan kehebatan pasukannya melawan pasukan Rajendra Cola sehingga invader India ini harus mengerahkan seluruh pasukannya untuk menaklukannya. Apabila berita ini kita konfrontir dengan nukilan buku: ?Early Muslim Traders in South East Asia? karya G.R. Tibbets yang menceritakan riwayat dari Buzurgh tentang Lamuri yang lebih tua dari prasasti Rajendra Cola I, yaitu tahun 955 Masehi. Maka dapat kita simpulkan bahwa kerajaan Perlak dan kerajaan Lamuri berhubungan erat dengan Persia.

Buzurgh seorang muslim Persia menceritakan bahwa dari pantai Barus di sebelah barat Aceh terdapat jalan darat yang menghubungkan Barus dengan Lamuri. Ia menceritakan bahwa orang-orang Persia yang berlabuh atau kandas kapalnya di Barus akan selalu berusaha ke Lamuri. Karena disana dapat diharapkan akan bertemu dengan kawan-kawan senegara (Persia) dan supaya dapat diperoleh pengangkutan untuk pulang ke kampung.

Perlak adalah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara. Sultan Alaidin Syed (sayyid) Maulana Abdul Aziz Syah adalah rajanya yang pertama. Sebelum berdiri kerajaan Islam, daerah Perlak dipimpin oleh orang yang masih keturunan dari Meurah Perlak Syahir Nuwi atau Maharaja Pho He La. Lalu pada tahun 840, datanglah rombongan kafilah Islam dari Persia. Tujuan mereka berdakwah agama Islam di Perlak. Dengan segera para pemimpin dan masyarakat negeri Perlak pun meninggalkan agama lama mereka (monotheisme rakyat lapisan bawah Elam) untuk berpindah ke agama Islam. kemudian salah satu anggota kafilah dari timur tengah yang masih merupakan keturunan Rasulullah bernama: Ali bin Muhammad bin Ja`far Shadiq dinikahkan dengan Makhdum Tansyuri, adik dari Syahir Nuwi, raja negeri Perlak yang merupakan keturunan Persia. Syahir Nuwi masih keturunan bangsawan Sassanid yang dahulu pada masa sebelum kelahiran Islam adalah dinasti yang pernah memerintah kekaisaran Persia. Dari pernikahan antara Ali Bin Muhammad dan adik dari Syahir Nuwi, yaitu Makhdum Tansyuri ini lahirlah kemudian: Alaidin Syed (Sayyid) Maulana Abdul Aziz Syah, Sultan pertama Kerajaan Perlak. Sultan mengubah ibukota Kerajaan, yang semula bernama Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah, sebagai penghargaan atas Nakhoda Khalifah. Sultan dan istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, dimakamkan di Paya Meuligo, Perlak, Aceh Timur.

Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah merupakan sultan yang beralirah paham Syiah. Aliran Syi?ah datang ke Indonesia melalui para Syed (baca: Sayyid, merupakan orang yang masih keturunan Rasulullah) dari Persia. Mereka masuk ke Nusantara dan mengislamkan Kesultanan Perlak yang juga masih keturunan Persia/Arya.

Sampai dengan pemerintahan Sultan kedua, aliran Islam Sunni belum memasuki wilayah Nusantara. Baru pada masa Sultan yang ketiga: Sultan Alaiddin Syed (Sayyid) Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Nusantara. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913 M), kaum Islam Sunni memberontak kepada Kesultanan Syiah Perlak. Terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni selama dua tahun. Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (913 M), Sultan Alaiddin Syed (Sayyid) Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni.

Pada masa Sultan ketujuh Kerajaan Perlak masih merupakan kerajaan Islam mazhab Syiah. Kemudian setelah meninggalnya Sultan ketujuh pada tahun 362 H (956 M), penggantinya: Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan merupakan seorang Sultan yang bermazhab Sunni. Sejak itu Perlak menjadi kerajaan yang dipimpin oleh sultan-sultan yang bermazhab Sunni. Hal ini menimbulkan peperangan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni. Perang ini berakhir dengan perjanjian damai dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian, kerajaan Perlak Pesisir dan kerajaan Perlak Pedalaman. Kerajaan Perlak Pesisir merupakan kerajaan Islam bermazhab Syi?ah, dan dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed (Sayyid) Maulana Shah (986 ? 988). Sedangkan kerajaan Perlak Pedalaman merupakan kerajaan Islam bermazhab Sunni, dan dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan (986 ? 1023).

Kemudian pada tahun 988, kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak. Peperangan ini menyatukan Perlak pesisir dan pedalaman bersatu. Dalam pertempuran melawan Sriwijaya tersebut pasukan Perlak yang dikerahkan untuk melawan Sriwijaya kebanyakan berasal dari Perlak Pesisir. Bahkan rajanya sendiri yaitu Sultan Alaidin Sayyid Maulana Syah terjun langsung ke dalam pertempuran. Akibat dari pertempuran itu Sultan Alaidin Sayyid Maulana Syah gugur dalam pertempuran. 

Bersamaan dengan itu pupuslah pula kerajaan Perlak Pesisir, Sultan-sultan yang menguasai wilayah Aceh pada masa setelahnya bermazhab Islam Sunni. Tapi pengorbanan kerajaan Perlak Pesisir dalam peperangan melawan Sriwijaya tidak sia-sia. Sejak saat itu kerajaan Sriwijaya menjadi lemah dan tidak mempunyai kekuatan lagi untuk menyerang Perlak. Walaupun kerajaan Perlak yang masih tersisa merupakan kerajaan Islam yang bermazhab sunni akan tetapi bagi orang-orang Perlak Pesisir hal tersebut tidak menjadi masalah. Yang terpenting bagi orang-orang Perlak Pesisir adalah tegaknya kalimat syahadat di bumi Perlak tanpa melihat perbedaan mazhab.

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa kesultanan Perlak yang terletak di Aceh berasal dari orang-orang Persia yang belum memeluk Islam. Yaitu Meurah Perlak Syahir Nuwi dan adiknya Makhdum Tansyuri. Makhdum Tansyuri kemudian dinikahkan dengan Ali Bin Muhammad Ja'far Shadiq. Berarti Ali adalah ayah dari sultan Perlak pertama. Dari namanya ayah Sultan Perlak pertama ini yaitu Ali sudah menunjukkan bahwa dia penganut mazhab Ahlul Bayt dan juga besar kemungkinan adalah keturunan nabi.
Karena pemakaian nama itu pada tahun-tahun itu di timur tengah bisa mendatangkan ancaman yang berasal dari penguasa. Penganut sunni yang di timur tengah waktu itu adalah pengikut Bani Abbas dan tidak akan menggunakan nama tersebut. Pengikut sunni baru mulai menggunakan nama-nama bernuansa ahlulbayt setelah runtuhnya kesultanan Bani Abbas pada tahun 1258. Selain bermazhab syiah besar kemungkinan Ali ini juga keturunan nabi. Karena selain dia yang menggunakan nama berbau syiah, ayahnya pun juga mempunyai nama yang berbau syiah, nama ayahnya yaitu Muhammad Ja?far Shadiq. Keluarga Ali menggunakan nama-nama bernuansa Syiah secara terus-menerus/turun-temurun. Menunjukkan keberanian yang terjaga terus-menerus. Pada masa itu selain penganut sunni, pengikut syiah yang biasa-biasa saja juga tidak berani menggunakan nama-nama itu.
D. Hijrahnya Musafir Perlak Pesisir yang Bermazhab Islam Syiah ke Pulau Jawa.
Kemudian timbul pertanyaan: ?Apakah akibat dari serangan Sriwijaya kepada kerajaan Perlak yang menyebabkan hancurnya Perlak Pesisir tersebut secara serta merta menyebabkan punahnya orang-orang syiah di Nusantara? Menurut kami jawabannya adalah: "Tidak". Pada tesis sebelumnya disimpulkan bahwa Islam pertamakali masuk ke Aceh baru kemudian Jawa, dari Jawa baru kemudian Islam menyebar ke seluruh Nusantara. Aceh dan Jawa adalah dua simpul yang terhubung langsung. Sedikit banyak makam Fatimah Binti Maimun menunjukkan simpul itu. Makam itu bernuansa Persia, sama dengan keadaan kerajaan Perlak yang dipimpin oleh orang keturunan Persia. Nama Fatimah juga merupakan nama Perlak awal yang sangat bernuansa mazhab Syiah pada masa itu. 

Pada masa itu nama tersebut merupakan nama yang bermakna bahwa pemakai nama tersebut adalah seorang muslimah yang menjadi penganut Islam mazhab Syiah. Orang yang selain bermazhab Syiah tidak berani memakai nama itu. Maka suatu kemungkinan sekali terdapat aliran migrasi dari Perlak ke Jawa. Oleh karena itu kemungkinan sekali bahwa orang-orang Perlak yang bermigrasi ke Jawa adalah orang Perlak pesisir, Perlak pesisir bermazhab Syiah. Bahkan di Aceh sendiri secara jelas terlihat dari psikografi masyarakat Aceh pada masa sekarang, Secara umum orang Aceh pada masa ini mempunyai bawaan karakter yang rendah hati dan mengalah sebagai dua karakter yang paling menonjol. Hal ini tidak menunjukkan adanya persamaan karakter antara mereka dengan masyarakat Perlak Pedalaman pada masa dulu kala yang bermazhab Sunni. 

Karakter rendah hati dan mengalah ini lebih sesuai dengan fakta karakter yang dimiliki oleh Masyarakat Perlak Pesisir yang bermazhab Syiah. Orang-orang Perlak Pedalaman yang Sunni yang kemudian memberontak pada masyarakat Syiah Perlak bersatu yang dulunya hanya bermazhab Syiah dengan cara kekerasan, padahal mereka datang ke Aceh belakangan, jelas menunjukkan bahwa mereka (kaum Perlak Pedalaman yang Sunni) tidak mempunyai sifat ini (sifat mengalah dan rendah hati). Dari tesis ini dapat ditarik sintesis bahwa karakter dan moyang orang Aceh saat ini bukanlah berasal-usul dari masyarakat Perlak Pedalaman yang bermazhab Sunni tetapi berasal dari masyarakat Perlak Syiah yang pada serangan Sriwijaya berusaha membela kedua kerajaan Perlak baik Sunni maupun Syiah. 

Tentunya tidak semua kelompok besar Syiah yang dipukul hancur oleh Sriwijaya berhasil hijrah ke Pulau Jawa. Ada diantra mereka yang tetap tinggal di Aceh untuk membantu perlawanan terhadap masyarakat Islam secara keseluruhan dari kemungkinan-kemungkinan serangan Sriwijaya atau pihak-pihak yang beraliansi dengan Sriwijaya. Tentunya masyarakat Syiah yang masih tinggal di Aceh/Perlak dan tidak ikut hijrah terpaksa harus beradaptasi dengan masyarakat Islam Sunni. Pada masa yang lama mereka berangsur-angsur membaur pada masyarakat Perlak Pedalaman yang Sunni yang setelah perang melawan Sriwijaya kemudian menjadi mazhab Islam yang dominan. 

Hal ini kelamaan menggerus keyakinan mereka (masyarakat Syiah) melalui pemaksaan, perkawinan atau yang lainnya, hal ini akhirnya yang membuat mereka kehilangan keyakinan awal mereka yang Syiah. Hal ini pula yang menjelaskan dari mana asal-usul sifat mengalah masyarakat Aceh berasal. Mereka bahkan mengalah dalam hal keyakinan mazhab demi suatu hal yang lebih penting lagi. Seperti telah diurai diatas mengenai geopolitik Perlak yang mana Perlak pedalaman dikuasai Islam mazhab Sunni. Sedangkan dakwah mazhab Sunni ke arah selatan wilayah yang dihuni oleh orang-orang selatan pulau Sumatera mengalami kemacetan. Macetnya dakwah Sunni ke arah selatan pulau Sumatera secara otomastis menyebabkan perkembangan Perlak pedalaman macet dan akibatnya dakwah perluasan Perlak pesisir ke selatan juga menjadi macet. 

Oleh karena itu kemungkinan besar bahwa orang-orang Perlak yang masuk ke Jawa adalah orang-orang Perlak pesisir yang kemudian memutuskan untuk mengambil jalan laut menuju daerah baru. Oleh karena hal ini maka terdapat kemungkinan kuat orang-orang yang mengislamkan penduduk Jawa untuk pertamakali adalah orang-orang Islam yang bermazhab Syiah. Uraian-uraian pada sejarah Islam masuk ke Jawa pada pembahasan sejarah Demak dan Mataram di bawah ini sedikit banyak berusaha mengungkap keadaan masyarakat di Jawa yang kemungkinan sekali adalah masyarakat syiah.

 ISLAM DI TANAH JAWA

A. Majapahit, Demak dan Mataram.
Pada pembahasan sebelumnya sedikit-banyak telah diuraikan bahwa kaum pelarian Perlak Pesisir setelah perang dengan Sriwijaya kemudian hijrah ke pulau Jawa. Dinamika kehidupan mereka setelah sampai di pulau Jawa sangat penting untuk diuraikan melalui analisa menurut antropologi budaya karena merupakan fragmen sejarah yang membentuk peradaban dan sikap pada umumnya masyarakat Jawa. Untuk memulai pembahasan sejarah kehidupan masyarakat Jawa pada masa peralihan Majapahit-Demak menurut sudut pandang antropologi budaya maka akan dimulai dengan fakta-fakta yang telah ada dalam sejarah umum populer. Maka analisa akan dimulai dari masyarakat Jawa pada jaman Demak dan Majapahit. 


Dengan analisa melalui sudut pandang antropologi budaya masyarakat ini diharapkan akan memunculkan alternatif tafsiran baru akan pembacaan fakta sejarah Nusantara di Jawa yang ada, khususnya berkenaan dengan dinamika sejarah Majapahit dan Demak, serta perpindahan keyakinan masyarakatnya dari Hindu ke Islam. Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara-Jawa. Hal ini memang benar adanya. Tapi ada pula ditemukan riwayat yang simpang siur bila akan mengungkap fakta awal sejarah pendirian kerajaan ini. Terdapat tiga sumber berita utama mengenai Demak, yaitu berita dari babad tanah jawi, berita China, berita orang barat yang meliputi Suma Orientalnya Tomy Pires dan berita Portugis. 

Di antara berbagai sumber itu berita China dan babad tanah jawi banyak memiliki kemiripan. Yang jelas dua sumber berita yaitu berita China dan babad tanah jawi mengungkapkan bahwa antara pendiri Demak dan penguasa Majapahit terdapat hubungan kekerabatan, tapi kedua sumber berita juga mengungkapkan adanya perang antara Demak dan Majapahit. Perang dimulai dengan Demak yang menyerang kerajaan Majapahit. Kedua sumber berita juga mengungkapkan kekalahan Majapahit dalam perang itu. Suatu hal yang sangat aneh apabila tidak ada penjelasan dari sudut pandang antropologi masyarakat, adalah bahwa kerajaan Demak berani menyerang Majapahit hanya satu tahun lebih setelah berdirinya kerajaan itu! dalam serangannya ini pun kerajaan Demak langsung mengalami kemenangan! Memang terdapat pendapat yang menyatakan bahwa kerajaan Majapahit pada masa itu telah mengalami kemunduran. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah sebab kemundurannya. 

Pada suatu bangsa yang menganut sistem pemerintahan kerajaan, kemajuan atau kemunduran kerajaan tersebut tergantung pada dukungan rakyat. Oleh karena itu sering terjadi fenomena pada sejarah-sejarah kerajaan, bahwa suatu kerajaan secara mendadak menjadi kerajaan yang besar, atau suatu kerajaan secara mendadak mengalami kemerosotan. Hal ini bisa terjadi tergantung pada adanya seorang pemimpin yang cakap atau tidak. Apabila seorang pemimpin didukung oleh rakyatnya maka kerajaan tersebut kuat. 

Kecakapan seorang pemimpin atau raja adalah kemampuannya dalam mengaspirasi kehendak rakyatnya. Oleh karena itu kemunduran kerajaan Majapahit di masa menjelang akhir riwayatnya disebabkan oleh lemahnya dukungan rakyat di Nusantara Jawa ketika kerajaan Hindu tersebut diserang Demak. Pola yang dialami Majapahit ini dalam sejarah Jawa kuno tidak dialami oleh kerajaan-kerajaan Hindu sebelumnya. Kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa sejak dari Mataram kuno oleh wangsa Sanjaya, wangsa Syailendra, kerajaan Medang Kamulan, Daha, Kahuripan, Singasari, yang berakhir riwayatnya tidak melalui peperangan atau serangan dari luar (faktor eksternal). 

Kerajaan-kerajaan Hindu atau Budha sebelum Majapahit runtuh atau berganti nama kerajaan dan letak pemerintahannya karena adanya konflik internal, perebutan kekuasaan, pembagian kerajaan dan hal-hal sejenis. Kerajaan-kerajaan Hindu atau Budha di Jawa sebelum Majapahit terbukti mampu melawan serangan dari luar, seperti sikap bermusuhan dari kerajaan besar seperti Sriwijaya atau serangan dari tentara Mongol pimpinan Kubilai Khan. Fenomena ini bisa terjadi apabila pemimpin kerajaan-kerajaan Hindu atau Budha Jawa pada masa itu tidak mendapatkan hambatan dari rakyat ketika melawan aggresor asing yang sama-sama non-muslim seperti ketika mereka menghadapi serangan dari Sriwijaya yang berkeyakinan Budha dan Mongol yang berkeyakinan pagan. 

Namun ketika melawan serangan luar dari kerajaan Islam seperti Demak yang baru berumur satu tahun, kerajaan Majapahit dengan segera mengalami keruntuhan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pertentangan antara kerajaan Hindu dan kerajaan Islam ini, rakyat di pulau Jawa tidak terlalu ambil perhatian memikirkan kelangsungan hidup kerajaan Hindu Majapahit. Apabila rakyat masih berkeyakinan Hindu, mereka pasti akan merasa terancam oleh serangan kerajaan Demak kepada kerajaan Majapahit, dan dengan segera melupakan segala konflik diantara mereka bila ada, untuk segera saling bahu-membahu dengan penguasa mereka melawan aggresor asing. 

Upaya untuk menguak kejadian sebenarnya dari fakta sejarah yang sangat terbatas, maka akan dicoba dengan mengkonfrontir antar fakta sejarah. Selain itu diupayakan untuk menemukan suatu konsep yang tidak bertentangan dengan segala fakta. Juga metode untuk menemukan konsep tersebut. Karena keterbatasan riwayat maka konsep yang dipakai adalah informasi tentang antropologi dan keadaan kesadaran masyarakat jaman itu.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: