Pagi ini terpaksa mengawali hari dengan membaca berita mengerikan: pilot Jordania dibakar hidup-hidup oleh ISIS. Dan sialnya, saya sempat membaca komen dari suporter “mujahidin” Indonesia: tabayun dulu, siapa tahu itu foto hoax, kalaupun itu benar, siapa yang jamin itu orang Islam yang melakukannya, berita dari media Barat jangan dipercaya…
Stupid comments, as always.
Hari ini, para suporter mujahidin (saya tak perlu sebut nama-nama harakah-nya, Anda pasti sudah tahulah, ormas dan partai mana yang dulu sering berkoar-koar mendukung “jihad” di Suriah) sekarang cenderung tiarap, diam, pura-pura tak tahu, dan mengaku tak ada kaitan dengan ISIS (atau berlindung di balik teori : Ini semua konspirasi Israel dan AS!) Jangankan hari ini, saat ISIS sudah sedemikian brutal secara terang-terangan, dulu pun ketika “jihad” sudah hampir dipastikan tidak bisa menumbangkan Assad, mereka sudah berusaha cuci tangan: “mereka yang berjihad di Suriah itu atas nama pribadi” (bukan atas nama harakah).
Tapi tentu saja, tangan berdarah mereka (baik secara langsung di medan perang, ataupun melalui kata-kata di media sosial, media cetak, dll) tidak bisa menghapus catatan dokumentasi, catatan sejarah.
Bahkan sejak sebelum ISIS “terkenal”, sebelum Al Baghdadi mendeklarasikan diri secara terang-terangan, metode pembantaian barbar ala abad pertengahan sudah dilakukan oleh ‘mujahidin’. Dan waktu itu, para suporter masih berkoar-koar soal jihad dan masih beramai-ramai menggalang dana demi para mujahidin (dan belum ‘cuci tangan’ atau ‘pura-pura tak punya kaitan’).
Salah satu dokumentasinya, pembantaian barbar yang dilakukan oleh “mujahidin’ terhadap orang-orang yang dituduh sebagai shabiha (milisi loyalis Assad) pada September 2013. Waktu itu tak banyak muslim (Indonesia) yang protes, sebagian mungkin karena tak tahu, tapi sebagian yang lain jelas karena ideologi kebencian yang mereka miliki: ‘toh mereka Syiah, memang layak dibantai’. Jadi, catat, pembantaian ini bukan atas nama ISIS, tapi kelakuannya sama. (Artinya, jangan karena sibuk dengan ISIS, lalu melupakan kelompok ‘mujahidin’ lain -termasuk para suporternya di Indonesia- yang sebenarnya ideologinya sama). Saya tidak sanggup menaruh foto-foto kejadian tersebut, silahkan klik link ini atau ini.
Reaksi atas aksi barbar para “mujahidin” baru mulai ramai setelah pembantaian dilakukan di bawah bendera “Islamic State” dan korbannya meluas kepada orang Sunni (Sunni adalah mazhab mayoritas di Syria, sekitar 70%), Kristen, Druze, Kurdi (ini bukan agama, tapi etnis), orang Amerika, orang Inggris, Jepang, dll.
Berikut ini adalah pengakuan fotografer yang mendokumentasikan kejadian barbar di Syria bulan September 2013 itu (versi bhs Inggris dimuat di link yang saya berikan di atas):
Laki-laki itu dibawa ke lapangan. Matanya ditutup. Saya mulai memotret, satu demi satu. Ini adalah eksekusi keempat yang saya potret hari itu. Saya merasa sangat buruk; berkali-kali saya hampir muntah. Tetapi saya menahan diri karena sebagai jurnalis, saya tahu saya harus mendokumentasikannya, sebagaimana saya mendokumentasikan tiga pemenggalan pada hari itu, di 3 lokasi lain di luar Aleppo.
Kerumunan orang-orang berseru riang. Semua orang senang. Saya tahu, jika saya melakukan intervensi, saya akan dibawa pergi, dan eksekusi tetap berlanjut. Saya tahu, saya tidak akan mampu melakukan perubahan atas apa yang sedang terjadi, dan saya bisa saja membahayakan diri sendiri.
Saya melihat adegan kekejaman: manusia diperlakukan dengan cara yang tidak seharusnya pernah diperlakukan terhadap manusia. Tapi tampaknya bagi saya bahwa dalam dua setengah tahun ini perang telah mendegradasi kemanusiaan orang-orang itu. Pada hari ini orang-orang yang hadir dalam acara eksekusi tidak punya kendali atas perasaan mereka, keinginan mereka, kemarahan mereka. Tidak mungkin untuk menghentikan mereka.
Saya tidak tahu berapa usia korban, tetapi dia masih muda. Dia dipaksa untuk berlutut. Para pemberontak mengelilinginya dan membacakan catatan kejahatannya. Mereka berdiri di sekitarnya. Anak muda itu berlutut di tanah, tangannya terikat. Dia terlihat membeku [ketakutan].
Dua pemberontak membisikkan sesuatu ke telinga anak muda itu, dan dia menjawab dengan nada sedih tanpa dosa, tetapi saya tidak memahaminya karena saya tidak bisa berbahasa Arab.
Saat eksekusi dimulai, pemberontak memegang keras leher anak muda itu. Dia berusaha memberontak. Tiga atau empat pemberontak lainnya menjepitnya. Dia berusaha melindungi lehernya dengan tangannya yang terikat. Tetapi para pemberontak itu lebih kuat dan mereka memenggal lehernya. Mereka mengangkat penggalan kepala itu ke udara. Orang-orang melambai-lambaikan senapan dan berteriak girang. Semua orang senang karena eksekusi selesai.
Kejadian di Syria, saat itu, bagaikan adegan dari Abad Pertengahan, sesuatu yang Anda baca di buku-buku sejarah. Perang di Syria telah mencapai titik ketika seorang manusia dibunuh tanpa ampun di hadapan ratusan manusia lain yang menikmati pemandangan itu.
Sebagai manusia, saya tak pernah berharap melihat apa yang saya lihat ini. Tetapi sebagai jurnalis, saya memiliki kamera dan tanggung jawab. Saya punya tanggung jawab untuk membagikan apa yang saya lihat hari itu. Itulah sebabnya saya membuat pernyataan ini dan itulah sebabnya saya memotretnya. Saya akan menutup bab ini dan mencoba untuk tak pernah mengingatnya kembali.
In memoriam, Kenji Goto, yang menjalankan tanggung jawab nuraninya sebagai jurnalis, mengabarkan kepada dunia penderitaan anak-anak korban perang dan kebencian, namun akhirnya harus tewas akibat ideologi kebencian. Dia tewas karena ingin menciptakan dunia tanpa perang, melalui dokumentasinya.
“Pejamkan matamu dan tetap bersabar. Kesabaran itu akan berakhir jika kau marah atau berteriak. Ini seperti berdoa. Membenci bukanlah peran manusia; Menghakimi adalah tugas Tuhan.’ Saudara saya dari Arab yang mengajari saya kalimat ini.” (tweet Kenji Goto 7/9/2010)
Update:
1.Supaya penilaian atas kasus ini tidak lepas dari konteksnya, teori “ISIS adalah buatan AS dkk” menurut saya sangat valid (silahkan baca tulisan saya ttg Suriah sejak 2011, saya sudah berkali-kali menuliskan argumen dan datanya); dalam tulisan ini yang saya persoalkan adalah “mengapa sebagian umat Islam mau saja diperalat?” (siapapun yang membacking ISIS, pelaku/aktor/jihadis-nya tetap muslim, bahkan sebagiannya dari Indonesia).
2. Ada yang menyebut bahwa video pembakaran pilot Jordan adalah palsu. Mungkin. Tapi perhatikan poin ini: situs-situs pro-mujahidin menyebarkan berita ttg video itu dilengkapi dengan dalil dan fatwa tentang “boleh menghukum musuh Islam dengan cara membakar”, di antaranya al-mustaqbal, daulahislamiyah. dan panjimas
(Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email