Ilustrasi Nabi Adam Menyesal
Pertanyaan:
Bagaimanakah manusia itu diciptakan berdasarkan pandangan agama Islam?
Jawaban Global:
Al-Qur’an menyatakan
dengan ragam ungkapan terkait dengan penciptaan manusia dan sumber
kemunculannya. Sebagian ayat al-Qur’an memperkenalkan bahwa bahan dasar
pertama manusia adalah “tanah liat.” Sebagian lainnya menyebutkan bahwa
manusia Kami ciptakan dari “air.” Ayat-ayat lainnya menyatakan bahwa
sumber penciptaan manusia berasal dari “nutfah” (sperma) dan sebagian ayat lainnya mengungkapkan “tanah dan sperma” sebagai bahan umum pertama penciptaan manusia.
Secara keseluruhan apa yang dapat disimpulkan dengan jelas dari ayat-ayat ini adalah bahwa manusia pertama-tama adalah tanah[i] kemudian dicampur dengan air dan kemudian menjadi tanah liat (lempung)[ii] dan lalu berbentuk “tanah liat yang berbau”,[iii] setelah itu memiliki kondisi lekat dan rekat[iv] lalu menjadi tanah kering dan berbentuk shalshal kalfakhar (tanah tembikar)[v] dan pada akhirnya ditiupkan ruh kepadanya.
Namun dari kalangan ilmuan Biologi terdapat dua asumsi tentang penciptaan makhluk-makhluk hidup baik tumbuh-tumbuhan atau yang memiliki jiwa: Pertama, teori evolusi dan transformisme. Kedua, teori fixisme.
Teori evolusi menyatakan bahwa seluruh jenis makhluk hidup tidak memiliki penciptaan langsung; melainkan merupakan makhluk-mahkluk hidup yang mengalami evolusi secara gradual dan berubah dari satu jenis kepada jenis yang lain. Lingkaran sempurna evolusi ini terdapat pada diri manusia dewasa ini. Teori ini adalah apa yang disebut sebagai teori transformisme. Adapun teori fixisme meyakini jenis-jenis makhluk hidup masing-masing secara terpisah semenjak semula telah berbentuk yang ada seperti sekarang ini dan tidak mengalami perubahan dari satu jenis ke jenis yang lain.
Meski al-Qur’an mengemukakan penciptaan manusia secara global dan universal serta tidak secara langsung menjelaskan teori transformisme dan fixisme ini, namun secara lahir ayat-ayat (tentu saja terkhusus dengan manusia) lebih cocok dengan penciptaan secara langsung, kendati tidak diungkapkan secara lugas.
Secara keseluruhan apa yang dapat disimpulkan dengan jelas dari ayat-ayat ini adalah bahwa manusia pertama-tama adalah tanah[i] kemudian dicampur dengan air dan kemudian menjadi tanah liat (lempung)[ii] dan lalu berbentuk “tanah liat yang berbau”,[iii] setelah itu memiliki kondisi lekat dan rekat[iv] lalu menjadi tanah kering dan berbentuk shalshal kalfakhar (tanah tembikar)[v] dan pada akhirnya ditiupkan ruh kepadanya.
Namun dari kalangan ilmuan Biologi terdapat dua asumsi tentang penciptaan makhluk-makhluk hidup baik tumbuh-tumbuhan atau yang memiliki jiwa: Pertama, teori evolusi dan transformisme. Kedua, teori fixisme.
Teori evolusi menyatakan bahwa seluruh jenis makhluk hidup tidak memiliki penciptaan langsung; melainkan merupakan makhluk-mahkluk hidup yang mengalami evolusi secara gradual dan berubah dari satu jenis kepada jenis yang lain. Lingkaran sempurna evolusi ini terdapat pada diri manusia dewasa ini. Teori ini adalah apa yang disebut sebagai teori transformisme. Adapun teori fixisme meyakini jenis-jenis makhluk hidup masing-masing secara terpisah semenjak semula telah berbentuk yang ada seperti sekarang ini dan tidak mengalami perubahan dari satu jenis ke jenis yang lain.
Meski al-Qur’an mengemukakan penciptaan manusia secara global dan universal serta tidak secara langsung menjelaskan teori transformisme dan fixisme ini, namun secara lahir ayat-ayat (tentu saja terkhusus dengan manusia) lebih cocok dengan penciptaan secara langsung, kendati tidak diungkapkan secara lugas.
Catatan:
[i]. Qs. Al-Hajj [22]:5.
[i]. Qs. Al-Hajj [22]:5.
[ii]. (Qs. Al-An’am [6]:2)
[iii]. (Qs. Al-Hijr [15]:28)
[iv]. (Qs. Shaffat [37]:11)
[v]. (Qs. Al-Rahman [55]:14)
Jawaban Detil:
Redaksi manusia (insan) derivasinya dari kata “uns”
karena manusia akan menjadi akrab dengan manusia lainnya. Karena itu
wajar dikatakan bahwa manusia secara natural adalah bermasyarakat dan
lantaran kuatnya kondisi keakraban dalam diri manusia. Redaksi insan
juga boleh jadi derivasinya dari kata “nisyân” yang aslinya adalah “insiyân.” Karena manusia adalah makhluk pelupa karena itu ia disebut sebagai manusia.
Dari
Imam Shadiq As dinukil sebuah riwayat yang kandungannya, “Nabi Adam
semenjak pertama telah lupa untuk tidak mendekati pohon namun ia
mendekati pohon tersebut…”[1]
Al-Qur’an
menyatakan dengan ragam ungkapan terkait dengan penciptaan manusia dan
sumber kemunculannya. Hal ini menunjukkan bahwa penciptaan manusia
memiliki tingkatan yang berbeda-beda.
2. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa manusia Kami ciptakan dari “air.”[3]
3. Ayat-ayat lainnya menyatakan bahwa sumber penciptaan manusia berasal dari “nutfah” (sperma).[4]
4. Sebagian ayat lainnya mengungkapkan “tanah dan sperma” sebagai bahan umum pertama penciptaan manusia..[5]
Terdapat dua pendapat sekaitan dengan makna ayat-ayat ini:
Pertama,
pada ayat-ayat ini disebutkan tingkatan-tingkatan penciptaan setiap
orang secara terpisah: Artinya diciptakannya manusia dari tanah bermakna
bahwa tanah berubah menjadi bahan makanan dan bahan makanan berubah
menjadi sperma. Dengan demikian, tanah adalah sumber sperma dan sperma
adalah sumber manusia. Artinya tanah adalah sumber jauh (ba’id) dan sperma adalah sumber dekat (qarib) penciptaan manusia.
Kedua,
karena penciptaan Nabi Adam dari tanah dan penciptaan seluruh manusia
berujung dan berpangkal pada Nabi Adam, karena itu sumber pertama
penciptaan adalah Adam yang juga merupakan sumber penciptaan manusia
lainnya.
Oleh itu, kendati secara lahir
ayat-ayat al-Qur’an terkait dengan penciptaan manusia, memiliki beberapa
perbedaan dari beberapa sisi, namun dengan sedikit mencermati dan
memperhatikan ayat-ayat tersebut maka akan
menjadi jelas bahwa tidak terdapat perbedaan pada ayat-ayat al-Qur’an
sehubungan dengan masalah ini, karena sebagian ayat-ayat tersebut
berkisah ihwal penciptaan manusia pertama (Adam). Jelas bahwa tatkala
sumber penciptaan pertama manusia menjadi terang maka sumber keberadaan
manusia-manusia lainnya dari sisi historisnya juga akan menjadi terang.
Artinya apabila kita berkata bahwa Adam diciptakan dari tanah maka benar
juga tatkala kita nyatakan bahwa seluruh manusia diciptakan dari tanah.
Hal ini adalah satu ungkapan. Namun dengan ungkapan lainnya, masing-masing manusia dipandang secara terpisah. Meski ungkapan ini, tidak menafikan ungkapan pertama. Artinya bahwa apabila kita berkata setiap manusia diciptakan dari nutfah (sperma) dan sperma berasal dari bahan-bahan makanan dan bahan-bahan tersebut dari daging-daging hewan, buah-buahan, pepohonan, bahan mineral dan kesemuanya ini berasal dari tanah, karena itu sumber penciptaan setiap manusia, terlepas dari bahwa dapat disebutkan manusia pertama diciptakan dari tanah, juga dapat disebutkan bahwa masing-masing manusia diciptakan dari tanah.
Hal ini adalah satu ungkapan. Namun dengan ungkapan lainnya, masing-masing manusia dipandang secara terpisah. Meski ungkapan ini, tidak menafikan ungkapan pertama. Artinya bahwa apabila kita berkata setiap manusia diciptakan dari nutfah (sperma) dan sperma berasal dari bahan-bahan makanan dan bahan-bahan tersebut dari daging-daging hewan, buah-buahan, pepohonan, bahan mineral dan kesemuanya ini berasal dari tanah, karena itu sumber penciptaan setiap manusia, terlepas dari bahwa dapat disebutkan manusia pertama diciptakan dari tanah, juga dapat disebutkan bahwa masing-masing manusia diciptakan dari tanah.
Dari sudut pandang ini, sebagian ayat al-Qur’an berkisah tentang Nabi Adam secara personal.[6]
Dan sebagian lainnya boleh jadi mengandung pesan universal dan sekaitan
dengan seluruh manusia secara general. Allah Swt berfirman, “Maka
apabila telah Kusempurnakan penciptaannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (Qs. Shad [38]:72) Demikian juga pada ayat lainnya, Allah Swt berfirman, “Maka
apabila Aku telah menyempurnakan penciptaannya, dan telah meniupkan ke
dalamnya roh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.” (Qs. Al-Hijr [15]:29).
Jelas
bahwa dalam ayat-ayat ini, Allah Swt mengemukakan kisah penciptaan Nabi
Adam dan enggannya Iblis bersujud kepadanya. Pada ayat-ayat ini kita
tidak dapat memaknai Adam sebagai seluruh manusia, karena terkait dengan
kisah ini sendiri, Allah Swt berfirman kepada Setan, “Laahtikanna dzurriyatahu” (niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, Qs. Al-Isra [17]:62) Dan apabila seluruh manusia yang dimaksud di sini maka tentu Setan tidak akan berkata “dzurriyatahu”
(anak keturunan Adam).
Sebagian ayat-ayat yang memiliki dimensi universal dan memuat tentang penciptaan seluruh manusia adalah, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (mempunyai) keturunan dan mushâharah, dan adalah Tuhan-mu Maha Kuasa.” (Qs. Al-Furqan [25]:54) dan “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang terpancar.” (Qs. Al-Thariq [86]:5-6).
Sebagian ayat-ayat yang memiliki dimensi universal dan memuat tentang penciptaan seluruh manusia adalah, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (mempunyai) keturunan dan mushâharah, dan adalah Tuhan-mu Maha Kuasa.” (Qs. Al-Furqan [25]:54) dan “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang terpancar.” (Qs. Al-Thariq [86]:5-6).
Ayat-ayat
ini dan semisalnya menegaskan bahwa manusia diciptakan dari air atau
nutfah (sperma) dan sebagainya. Dalam ayat-ayat semacam ini dijelaskan
tentang penciptaan seluruh manusia secara umum.
Bagaimanapun
apa yang disebutkan pada ayat-ayat al-Qur’an dan ragam ungkapannya
tentang penciptaan manusia dapat disimpulkan bahwa manusia pada mulanya
adalah tanah[7] kemudian bercampur dengan air lalu berbentuk lempung[8] kemudian menjadi tanah liat yang berbau[9] lalu memiliki kondisi lekat dan merekat[10] lalu berubah menjadi tanah liat kering dan shalshala kal fakhkhar (tanah liat tembikar).[11]
Terkait
bahwa masing-masing dari tingkatan ini, dari sudut pandang waktu,
memerlukan waktu berapa lama dan apa saja yang menjadi faktor kemunculan
pelbagai kondisi seperti ini merupakan masalah-masalah yang masih
misterius bagi kita dan hanya Tuhanlah yang mengetahui semua hal ini.
Harap
diingat bahwa al-Qur’an menjelaskan ihwal penciptaan manusia secara
global dan universal. Karena maksud utama al-Qur’an adalah menjelaskan
persoalan-persoalan edukatif dan al-Qur’an bukan merupakan sebuah kitab
ilmu alam, melainkan kitab untuk mencetak manusia dan kita tidak dapat
berharap banyak bahwa segala hal-hal partikular yang terkait dengan
ilmu-ilmu seperti masalah evolusi, anatomi, embriologi
dan sebagainya dikaji di dalamnya. Namun hal ini tidak akan menjadi
penghalang sesuai dengan pembahasan-pembahasan edukatif terdapat semacam
isyarat terhadap bagian-bagian dari ilmu-ilmu ini.
Di sini kiranya kita perlu membahas masalah teori evolusi lantaran sesuai dengan alur pembahasan kita kali ini.
Di antara para ahli Biologi terdapat orang-orang yang mengemukakan dua teori terkait dengan makhluk-makhluk hidup baik pada dunia flora atau pun dunia fauna.
Pertama,
teori evolusi atau transformisme yang mengatakan bahwa seluruh makhluk
hidup dulunya tidak berbentuk seperti sekarang ini melainkan pada
mulanya adalah makhluk hidup yang bersel tunggal pada air samudera dan
kemudian muncul dengan satu gelombang dari sela-sela lumpur-lumpur dasar
laut. Artinya seluruh makhluk hidup dulunya merupakan makhluk-makhluk
non-organik yang berada pada beberapa kondisi tertentu dan dari
makhluk-makhluk non-organik ini menjadi sel-sel yang hidup dan organik.
Makhluk-makhluk mikroskopik ini hidup secara gradual kemudian mengalami kesempurnaan. Berubah
dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Daur paling sempurna dari
kesempurnaan ini adalah manusia yang kita saksikan hari ini yang
bersumber dari makhluk-makhluk yang serupa dengan kera dan kemudian
tampak lahir kera-kera yang mirip manusia.
Kedua, teori fixisme
yang menyatakan bahwa seluruh jenis makhluk hidup masing-masing muncul
secara terpisah semenjak permulaan dengan bentuknya yang sekarang ini. Tidak
mengalami perubahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Dan tentu
saja seluruh manusia memiliki penciptaan mandiri yang telah diciptakan
sesuai dengan bentuknya yang sekarang semenjak pertama.
Secara
lahir ayat-ayat al-Qur’an terkait dengan penciptaan Adam pada awalnya,
dapat disimpulkan bahwa Adam pertama-tama diciptakan dari tanah dan
setelah disempurnakannya anggota badan, maka ditiupkanlah
ruh Ilahi kepadanya. Dan sebagai kelanjutannya para malaikat sujud di
hadapannya. Berbeda dengan Iblis yang enggan melakukan sujud di hadapan
Adam. Model penjelasan ayat-ayat ini menunjukkan bahwa antara penciptaan
Adam dari tanah dan munculnya bentuknya yang sekarang tidak terdapat
jenis-jenis yang lain.
Kesimpulannya adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an meski secara langsung tidak berada pada tataran menjelaskan masalah evolusi atau fixisme, namun ayat-ayat al-Qur’an secara lahir (terkhusus dengan manusia) lebih sesuai dengan penciptaan langsung, meski tidak diungkapkan secara lugas. Akan tetapi ayat-ayat al-Qur’an secara lahir penciptaan Adam lebih condong pada penciptaan mandiri.
Kesimpulannya adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an meski secara langsung tidak berada pada tataran menjelaskan masalah evolusi atau fixisme, namun ayat-ayat al-Qur’an secara lahir (terkhusus dengan manusia) lebih sesuai dengan penciptaan langsung, meski tidak diungkapkan secara lugas. Akan tetapi ayat-ayat al-Qur’an secara lahir penciptaan Adam lebih condong pada penciptaan mandiri.
Akhir
kata, kiranya ada baiknya poin ini dijelaskan bahwa dari ayat-ayat
al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa manusia telah diciptakan dari dua hal
yang berbeda dimana yang pertama berada pada tataran tertinggi dan kedua
pada tataran terendah. Dimensi material manusia terbentuk dari lempung
yang berbau dan lumpur dan dimensi spiritualnya adalah dari ruh Allah
Swt.
Apa yang
penting dari persoalan ini adalah bahwa materi pertama manusia sangat
tidak bernilai dan bersumber dari materi terendah yang ada di muka bumi,
namun Allah Swt membuat materi yang tak bernilai ini menjadi makhluk
yang sangat bernilai dan menjelma menjadi bunga yang harum semerbak di
dunia.
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat beberapa literatur berikut ini:
- Al-Mizân, Allamah Thabathabai, jil. 4 dan 17.
- Tafsir Nemune, jil. 11, hal 82 dan seterusnya. Demikian juga jil. 23.
- Râhnemâ Syinâsi, Muhammad Taqi Misbah Yazdi.
- Pazyuhi dar I’jâz ‘Ilmi Qur’ân, jil. 2, Muhammad Ali Ridhai, hal. 429-564.
- Khelqat-e Insan, Yadullah Sahabi.
- ‘Ilal al-Syarâi’, Syaikh Shaduq, jil. 15, bab 11.
Referensi:
[1]. ‘Ilal al-Syarai, Syaikh Shaduq, jil. 15, Bab 11.
[1]. ‘Ilal al-Syarai, Syaikh Shaduq, jil. 15, Bab 11.
[2]. “Dia-lah Yang menciptakanmu dari tanah.” (Qs. Al-An’am [6]:2); “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.“ (Qs. Al-Sajdah [32]:7).
[3]. “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air.” (Qs. Al-Furqan [25]:54); “Dia diciptakan dari air yang terpancar.” (Qs. Thariq [86]:6).
[4]. “Dia telah menciptakan manusia dari mani (yang tak berharga).” (Qs. Al-Nahl [16]:4); “Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air”, (Qs. Yasin [36]:77); “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur.” (Qs. Al-Insan [76]:2); “Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya (membentuknya tersusun rapi).” (Qs. Abasa [80]:19)
[5]. “Maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah.” (Qs. Al-Hajj [22]:5); “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani.” (Qs. Al-Ghafir [40]:67); “Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani.” (Qs. Fathir [35]:11); “Apakah
kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian
dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang
sempurna?” (Qs. Al-Kahf [18]:37)
[6]. “Maka
apabila telah Kusempurnakan penciptaannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)-Ku (Qs. Shad [38]:72); Maka apabila Aku telah menyempurnakan
penciptaannya, dan telah meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Ku.” (Qs. Al-Hijr [15]:29)
[7]. “Maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah.” (Qs. Al-Hajj [22]:5)
[8]. “Dia-lah Yang menciptakanmu dari tanah.” (Qs. Al-An’am [6]:2)
[9]. “Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam berbau yang diberi bentuk.” (Qs. Al-Hijr [15]:28)
[10]. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat.” (Qs. Shaffat [37]:11)
[11]. “Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar.” (Qs. Al-Rahman [55]:14)
(Islam-Quest/ABNS)
(Islam-Quest/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email