Dari sejak serangan udara Rusia ke titik-titik kelompok teroris Suriah telah berlalu dua belas hari. Perkembangan ini telah menuai banyak feedback dari masyarakat internasional. Banyak negara mengecap Moskow sebagai polisi negara-negara Arab.
Setelah keruntuhan Uni Sovyet, Rusia memulai perang pertama luar rumah di Yugoslavia. Kala itu, tank-tank Rusia hanya di jalan-jalan Ibukota Belgrade. Penentu kebijakan masih tetap di tangan Clinton. Akan tetapi, pada perang Georgia yang meletus di hari pembukaan olympiade Peking, Moskow mengambil sikap baru dalam menghadapi krisis dan masalah yang terjadi di sekitarnya. Dalam perang ini, kasus Libya tidak terulang lagi.
Kondisi Suriah tidak lagi ditangani seperti peristiwa masa lalu. Moskow telah menerima pesan yang berisi goncangan-goncangan setelah keruntuhan Basyar Asad di tangan Turki dan Arab Saudi. Kremlin pun mengambil keputusan untuk memulai serangan udara ke titik-titik yang merupakan sarang kelompok teroris Suriah.
Masyarakat Arab hanya bisa berdiam diri dalam menghadapi aksi Rusia ini. Akan tetapi, Arab Saudi mulai menunjukkan amarah atas peristiwa yang sekarang sedang menimpa Suriah. Amerika menarik diri dan hanya mencukupkan diri dengan pernyataan-pernyataan politik. Akan tetapi, Eredugan melangkah lebih jauh dan melontarkan bahasa ancaman untuk Kremlin.
Arab Saudi yang sedang menderita lantaran bencana Mina dan agresi Yaman ingin menyampaikan pesan-pesan kepada Tehran melalui Vladimir Putin.
Baghdad telah berubah menjadi terowongan maut bagi Salman. Ia takut seluruh modal dan kelompok teroris yang selama ini telah dididik begitu saja sirna.
Riyadh sepertinya telah menerima pesan Tehran dan Moskow tentang masa depan Asad dan Suriah. Untuk itu, mereka sekarang menginginkan dialog.
(Shabestan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email