Pesan Rahbar

Home » » Apa Pendapat Syiah Tentang Riwayat Yang Menyatakan Bahwa Sepeninggal Sepeninggal Rasulullah Saw Kekhalifahan Berlangsung Selama 30 Tahun Dan Jumlah Khalifah Serta Raja Adalah 12 Orang? (Bagian 9)

Apa Pendapat Syiah Tentang Riwayat Yang Menyatakan Bahwa Sepeninggal Sepeninggal Rasulullah Saw Kekhalifahan Berlangsung Selama 30 Tahun Dan Jumlah Khalifah Serta Raja Adalah 12 Orang? (Bagian 9)

Written By Unknown on Saturday 28 November 2015 | 23:56:00


Ahlul Bayt Dalam Al-Quran

Sesuai hadis Tsaqalain, Al-Quran dan Ahlu bait merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, keduanya adalah pusaka nabi saw yang diwariskan kepada para umatnya, pusaka yang sanggup menjaga umat akhir zaman dari berbagai bahaya yang datang menghadang, baik bahaya ideology, budaya, atau yang lain yang dilancarkan musuh-musuh pengikut agama yang benar.

Dari riwayat Tsaqalain dapat dipahami bahwa keduanya Al-Quran dan Al-Itrah memberikan andil yang sama dalam memberikan petunjuk kepada manusia, keduanya lentera dan lampu yang menerangi jalan manusia guna menggapai tujuan penciptaannya, menuju dan mendekat kepada sang kekasih sejati.

Al-Quran adalah Imam yang shamit, diam dan tak bicara, sedang Imam adalah Quran yang natiq dan berbicara. Atas dasar ini, sangat aneh jika satu dengan yang lain tidak memperekanalkan rekan dan teman sejatinya.

Para imam adalah mufasir sejati Al-quran mereka telah mensosialisasikan dan menjelaskan kandungan dan isi al-Quran, sebagaimana sebaliknya kitab suci ini juga memuat banyak ayat yang menjelaskan tentang Imamah? apa keutamaan mereka? Apakah pelantikan dan pemilihan mereka hak seluruh manusia?, dan berbagai soal lain yang bertalian dengan hal tersebut.

Dalam kesempatan ini kita akan membahas ayat-ayat yang menjelaskan tentang para imam. Pada kali ini kita hanya akan membawakan beberapa ayat yang khusus menjelaskan kepemimpinan bagi umat manusia, sedang penjelasnnya akan kita terangkan pada kesempatan yang akan datang. Insya Allah.


Ayat Tablig

يا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ ما أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَ إِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَما بَلَّغْتَ رِسالَتَهُ وَ اللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكافِرِينَ

Artinya:”wahai Rasul sampaikanlah apa yang yang telah diturunkan oleh tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukannya, maka kamu tidak menyampaikan risalahNya,(apa yang engkau sampaikan sebelumnya sia-sia belaka), dan Allah akan menjagamu dari (ulah) manusia sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk orang-orang kafir”. (Surat Maidah, ayat 67).


Ayat Ikmaludin

الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَ اخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَ رَضِيتُ لَكُمُ الإِْسْلامَ دِيناً

Artinya:”Hari ini orang-orang kafir berputus asa dari agama mereka, oleh karena itu janganlah kalian takut kepada mereka, dan takutlah kalian kepadaKu, hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian dan Aku rampungkan nikmatKu atas kalian”. (Surat Maidah, ayat 3).


Ayat Wilayah

Artinya: “ Sesungguhnya wali kalian adalah Allah, RasulNya dan mereka yang beriman yang mendirikan shalat dan memberikan zakat dalam keadaan ruku”. (Surat Maidah, ayat 55).


Ayat Ulil Amr

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَ أَطِيعُوا الرَّسُولَ وَ أُولِي الأَْمْرِ مِنْكُمْ

Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan Ulil amr dari kalian”. (Surat Nisa’, ayat 59).


Ayat Shadiqin

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَ كُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan bersamalah dengan orang-orang yang jujur”. (Surat Taubah, ayat 119).

*****

AHLUL BAiT ADA TiGA kategori :
1. Ahlul bait yang disucikan yaitu : Imam Ali, Bunda Fatimah Az Zahra r.a, Imam Hasan, Imam Husain (sesuai hadis al-Kisâ’ dan lanjutan surat al- Ahzab ayat 33).. Hanya ini yang wajib kita pedomani secara total dan mutlak setelah Al Quran dan Sunnah… dalil lain adalah Firman Allah: “Sesungguhnya Al Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia yang terpelihara (lauhul mahfuzh), tidak disentuh kecuali oleh orang orang yang disucikan)” (Qs. Al Waqi’ah ayat 77-79).

2. istri-istri Nabi saw.
3. Ahlul bait yang diharamkan menerima shadaqah ( zakat ) yaitu : keluarga Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga al-‘Abbas (sesuai hadis Zaid bin Arqam dll)… Dalam hal ini ada hadis riwayat Muslim bahwa Abbas pernah mengumpat Imam Ali didepan Umar dengan kalimat : “Wahai amirul mukminin putuskan lah perkara ini antara ku dan pembohong dan pengkhianat ini” .. Hadis umpatan kepada Imam Ali ini ada dalam shahih Muslim 12/71-72 beserta syarah Nawawi.

*****

Inilah Ciri salafi wahabi :

1. “ridha anak cucu Nabi diperangi, dibungkam dan disembelih oleh rezim Umayyah + Abbasiyah”.. Rezim membuat pengikut itrah ahlul bait menjadi asing karena kerap di veto sebagai ‘rafidhah, sesat, sabaiyyah dll”… Salafi memahami agama hanya sebatas kulitnya saja (pandai bahasa Arab dan penampilan Arab), lalu mereka sibuk menimbulkan fitnah dan mengkampanyekan kebodohan mereka dengan harapan orang lain menjadi bodoh seperti mereka

Padahal meninggal kan itrah ahlul bait = meninggal kan QURAN, itrah ahlul bait dan Quran adalah satu tak terpisahkan ! Aswaja Sunni meninggalkan hadis 12 imam lalu berpedoman pada sahabat yang cuma sebentar kenal Nabi seperti Abu hurairah dan ibnu Umar

Menurut ajaran sunni :
- Imam Ali berijtihad.
- Mu’awiyah berijtihad.
- Jadi keduanya benar ! Pihak yang salah dapat satu pahala ! Pihak yang benar ijtihad dapat dua pahala.

Ajaran sunni tersebut PALSU !!

Ijtihad yang salah lalu si mujtahid berpahala hanya pada PERKARA/MASALAH yang belum ada nash yang terang, misal :Apa hukum melakukan bayi tabung pada pasangan suami isteri yang baru setahun nikah dan belum punya anak ??

Mu’awiyah membunuh orang tak berdosa, Aisyah membunuh orang yang tak berdosa !! Dalam hukum Allah SWT : “”hukum membunuh orang yang tak berdosa adalah haram”” ( nash/dalil nya sudah terang dan jelas tanpa khilafiyah apapun yaitu QS.An Nisa ayat 93 dan Qs. Al hujurat ayat 9 ) … Membunuh sudah jelas haram, jika saya membunuh ayah ibu anda yang tidak berdosa lalu saya katakan bahwa saya salah ijtihad, apakah murid TK tidak akan tertawa ???????

Nabi SAW saja pernah bersabda : “” Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangan nya”” … Tidak ada istilah kebal hukum didepan Nabi SAW

2. Salafi wahabi membid’ah kan segala sesuatu yang tidak ada dalam kitab Aswaja, padahal syi’ah juga punya kitab hadis… Tidak ada dalam kitab standar aswaja bukan berarti tidak ada dalam kitab syi’ah bukan ??? karena Hadis dan tafsir Quran kaum ASWAJA yang bersumber dari ahlul bait sangat sedikit bukan ???

3. Salafi wahabi gampang menyalahkan orang, inilah salah, itulah salah, yang benar cuma mereka saja… Bagaimana salafi wahabi menyalah kan kami jika hadis dan tafsir aswaja dari ahlul bait yang disucikan ( Imam Ali, Fatimah, Hasan dan Husain ) dalam maraji’ mereka sedikit ????

Menurut website salafi wahabi:
Syi’ah imamiyah dianggap menghujat dan mencaci tiga khalifah yang pertama (Abu Bakar, Umar dan Utsman) serta istri Nabi Muhammad, Aisyah.

*****

MiSTERi MANHAJ SALAF TERUNGKAP

Orang orang salafi wahabi berkata :
- “kami pengikut salafussaleh, jadi kami benar yang lain salah semua”.
- “kami pengikut tiga kurun terbaik generasi Islam (generasi Nabi, setelah Nabi dan setelahnya lagi ), jadi kami benar yang lain salah semua”.

siapa Salafus Shaleh yang dimaksud oleh Nabi SAW ? Siapa sebenarnya manhaj salaf ??

Jawaban:
Salafush shaleh yang dimaksud oleh Nabi SAW yaitu orang−orang yang dipuji oleh Allah dan Rasul− Nya yaitu Ahlul bait Nabi saw yang disucikan… Jadi MANHAJ SALAF adalah MANHAJ AHLUL BAiT Nabi saw yang disucikan.

Manhaj Salaf bukan wahabiyyun karena Ibnu Taimiyah – Syaikh Wahabi- Ibnu Qayyim- Syaikh Bin Baaz- Syaikh Utsaimin- Syaikh Albani si tukang jam tidak disucikan oleh Allah SWT dan Rasul Nya !!!!!! maka pada kesempatan ini saya akan menyampaikan siapa sejatinya Khalifah Umat Islam…

*****

Inilah Wasiat Nomor 3 Nabi SAWW Yang Sengaja Disembunyikan Ulama Aswaja yaitu Hadis “Imam Ali Pemimpin Bagi Setiap Mukmin Sepeninggal Nabi SAW”.

Diriwayatkan dengan berbagai jalan yang shahih dan hasan bahwa Rasulullah SAW bersabda kalau Imam Ali adalah Pemimpin bagi setiap mukmin sepeninggal Beliau SAW. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imran bin Hushain RA, Buraidah RA, Ibnu Abbas RA dan Wahab bin Hamzah RA. Rasulullah SAW bersabda:

إن عليا مني وأنا منه وهو ولي كل مؤمن بعدي

Ali dari Ku dan Aku darinya dan Ia adalah Pemimpin bagi setiap mukmin sepeninggalKu.


Takhrij Hadis

Hadis di atas adalah lafaz riwayat Imran bin Hushain RA. Disebutkan dalam Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi 1/111 no 829, Sunan Tirmidzi 5/296, Sunan An Nasa’i 5/132 no 8474, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 7/504, Musnad Abu Ya’la 1/293 no 355, Shahih Ibnu Hibban 15/373 no 6929, Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 18/128, dan As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1187. Semuanya dengan jalan sanad yang berujung pada Ja’far bin Sulaiman dari Yazid Ar Risyk dari Mutharrif bin Abdullah bin Syikhkhir Al Harasy dari Imran bin Hushain RA. Berikut sanad Abu Dawud:

حدثنا جعفر بن سليمان الضبعي ، حدثنا يزيد الرشك ، عن مطرف بن عبد الله بن الشخير ، عن عمران بن حصين

Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaiman Ad Dhuba’iy yang berkata telah menceritakan kepada kami Yazid Ar Risyk dari Mutharrif bin Abdullah bin Syikhkhir dari Imran bin Hushain-alhadis- [Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi no 829].

Hadis Imran bin Hushain ini sanadnya shahih karena para perawinya tsiqat.

* Ja’far bin Sulaiman Adh Dhuba’iy adalah seorang yang tsiqat. Ja’far adalah perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Muslim dan Ashabus Sunan. Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad, Ibnu Madini dan Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat. Ahmad bin Hanbal berkata “tidak ada masalah padanya”. Abu Ahmad mengatakan kalau Ja’far hadisnya baik, ia memiliki banyak riwayat dan hadisnya hasan [At Tahdzib juz 2 no 145]. Al Ajli menyatakan Ja’far bin Sulaiman tsiqat [Ma’rifat Ats Tsiqat no 221]. Ibnu Syahin juga memasukkannya sebagai perawi tsiqat [Tarikh Asma Ats Tsiqat no 166]. Kelemahan yang dinisbatkan kepada Ja’far adalah ia bertasayyyu’ tetapi telah ma’ruf diketahui bahwa tasyayyu’ Ja’far dikarenakan ia banyak meriwayatkan hadis-hadis keutamaan Ahlul Bait. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq tasyayyu’ [At Taqrib 1/162]. Adz Dzahabi menyatakan Ja’far bin Sulaiman tsiqat [Al Kasyf no 729]

* Yazid Ar Risyk adalah Yazid bin Abi Yazid Adh Dhuba’iy seorang yang tsiqat perawi kutubus sittah. Tirmidzi, Abu Hatim, Abu Zar’ah, Ibnu Hibban dan Ibnu Sa’ad menyatakan ia tsiqah. Ahmad bin Hanbal menyatakan ia “shalih al hadis”.[At Tahdzib juz 11 no 616]. Disebutkan kalau Ibnu Ma’in mendhaifkannya tetapi hal ini keliru karena telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih kalau Ibnu Ma’in justru menta’dilkannya. Ibnu Abi Hatim menukil Ad Dawri dari Ibnu Ma’in yang menyatakan Yazid “shalih” dan menukil Abu Bakar bin Abi Khaitsamah dari Ibnu Main yang menyatakan Yazid “laisa bihi ba’sun”. perkataan ini berarti perawi tersebut tsiqah menurut Ibnu Ma’in. [Al Jarh Wat Ta’dil 9/298 no 1268].

* Mutharrif bin Abdullah adalah tabiin tsiqah perawi kutubus sittah. Ibnu Sa’ad menyatakan ia tsiqah. Al Ajli mengatakan ia tsiqah. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqah. [At Tahdzib juz 10 no 326]. Ibnu Hajar menyatakan Mutharrif bin Abdullah tsiqah [At Taqrib 2/188].

Hadis Imran bin Hushain di atas jelas sekali diriwayatkan oleh perawi tsiqah dan shahih sesuai dengan syarat Imam Muslim. Ja’far bin Sulaiman adalah perawi Muslim dan yang lainnya adalah perawi Bukhari dan Muslim. Ibnu Hajar menyatakan sanad hadis ini kuat dalam kitabnya Al Ishabah 4/569. Syaikh Al Albani menyatakan hadis ini shahih [Zhilal Al Jannah Takhrij As Sunnah no 1187]. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan hadis ini sanadnya kuat [Shahih Ibnu Hibban no 6929]. Syaikh Husain Salim Asad menyatakan hadis ini para perawinya perawi shahih [Musnad Abu Ya’la no 355].

Selain riwayat Imran bin Hushain, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Buraidah RA. Hadis Buraidah disebutkan dalam Musnad Ahmad 5/356 no 22908[tahqiq Ahmad Syakir dan Hamzah Zain], Sunan Nasa’i 5/132 no 8475, Tarikh Ibnu Asakir 42/189 dengan jalan sanad yang berujung pada Ajlah Al Kindi dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya. Berikut sanad riwayat Ahmad

ثنا بن نمير حدثني أجلح الكندي عن عبد الله بن بريدة عن أبيه بريدة قال

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair yang berkata telah menceritakan kepadaku Ajlah Al Kindi dari Abdullah bin Buraidah dari Ayahnya Buraidah yang berkata-hadis marfu’-[Musnad Ahmad 5/356 no 22908].

Hadis Buraidah ini sanadnya hasan karena diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah yaitu Ibnu Numair dan Abdullah bin Buraidah dan perawi yang hasan yaitu Ajlah Al Kindi.

* Ibnu Numair adalah Abdullah bin Numair Al Hamdani adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqah. Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban, Al Ajli dan Ibnu Sa’ad menyatakan ia tsiqah. [At Tahdzib juz 6 no 110]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/542]. Adz Dzahabi menyatakan ia hujjah [Al Kasyf no 3024]

* Ajlah Al Kindi adalah seorang yang shaduq. Ibnu Main dan Al Ajli menyatakan ia tsiqat. Amru bin Ali menyatakan ia seorang yang shaduq dan hadisnya lurus. Ibnu Ady berkata “ia memiliki hadis-hadis yang shalih, telah meriwayatkan darinya penduduk kufah dan yang lainnya, tidak memiliki riwayat mungkar baik dari segi sanad maupun matan tetapi dia seorang syiah kufah, disisiku ia seorang yang shaduq dan hadisnya lurus”. Yaqub bin Sufyan menyatakan ia tsiqat tetapi ada kelemahan dalam hadisnya. Diantara yang melemahkannya adalah Ibnu Sa’ad, Abu Hatim, Abu Dawud dan An Nasa’i. [At Tahdzib juz 1 no 353]. Abu Hatim dan An Nasa’i menyatakan ia “tidak kuat” dimana perkataan ini bisa berarti seorang yang hadisnya hasan apalagi dikenal kalau Abu Hatim dan Nasa’i termasuk ulama yang ketat dalam menjarh. Ibnu Sa’ad dan Abu Dawud menyatakan ia dhaif tanpa menyebutkan alasannya sehingga jarhnya adalah jarh mubham. Tentu saja jarh mubham tidak berpengaruh pada mereka yang telah mendapat predikat tsiqat dari ulama yang mu’tabar. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang syiah yang shaduq [At Taqrib 1/72]. Adz Dzahabi juga menyatakan Ajlah seorang yang shaduq [Man Tukullima Fiihi Wa Huwa Muwatstsaq no 13]. Bagi kami ia seorang yang tsiqah atau shaduq, Bukhari telah menyebutkan biografinya tanpa menyebutkan cacatnya [Tarikh Al Kabir juz 2 no 1711]. Hal ini menunjukkan kalau jarh terhadap Ajlah tidaklah benar dan hanya dikarenakan sikap tasyayyu’ yang ada padanya.

* Abdullah bin Buraidah adalah seorang tabiin yang tsiqah. Ibnu Ma’in, Al Ajli dan Abu Hatim menyatakan ia tsiqat. Ibnu Kharasy menyatakan ia shaduq [At Tahdzib juz 5 no 270]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/480] dan Adz Dzahabi juga menyatakan ia tsiqat [Al Kasyf no 2644].

Sudah jelas hadis Buraidah ini adalah hadis hasan yang naik derajatnya menjadi shahih dengan penguat hadis-hadis yang lain. Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadis Buraidah ini sanadnya jayyid [Zhilal Al Jannah Takhrij As Sunnah no 1187].

Selain Imran bin Hushain dan Buraidah, hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dengan sanad yang shahih. Riwayat Ibnu Abbas disebutkan dalam Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi 1/360 no 2752, Tarikh Ibnu Asakir 42/199, dan Tarikh Ibnu Asakir 42/201, Musnad Ahmad 1/330 no 3062, Al Mustadrak 3/143 no 4652, As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1188, dan Mu’jam Al Kabir 12/77. Berikut sanad riwayat Abu Dawud:

حدثنا أبو عوانة عن أبي بلج عن عمرو بن ميمون عن بن عباس ان رسول الله صلى الله عليه و سلم

Telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Abi Balj dari Amru bin Maimun dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda [Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi no 2752].

Hadis Ibnu Abbas ini sanadnya shahih dan diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat.

* Abu Awanah adalah Wadhdhah bin Abdullah Al Yasykuri seorang perawi kutubus sittah yang tsiqat. Abu Hatim, Abu Zar’ah, Ahmad, Ibnu Sa’ad, Ibnu Abdil Barr menyatakan ia tsiqat. [At Tahdzib juz 11 no 204]. Al Ajli menyatakan ia tsiqah [Ma’rifat Ats Tsiqat no 1937].Ibnu Hajar menyatakan Abu Awanah tsiqat tsabit [At Taqrib 2/283] dan Adz Dzahabi juga menyatakan ia tsiqat [Al Kasyf no 6049].

* Abu Balj adalah Yahya bin Sulaim seorang perawi Ashabus Sunan yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad, Nasa’i dan Daruquthni menyatakan ia tsiqat. Abu Fath Al Azdi menyatakan ia tsiqat. Abu Hatim berkata “shalih laba’sa bihi”. Yaqub bin Sufyan berkata “tidak ada masalah padanya”. Al Bukhari berkata “fihi nazhar” atau perlu diteliti lagi hadisnya. [At Tahdzib juz 12 no 184]. Perkataan Bukhari ini tidaklah tsabit karena ia sendiri telah menuliskan biografi Abu Balj tanpa menyebutkan cacatnya bahkan dia menegaskan kalau Syu’bah meriwayatkan dari Abu Balj [Tarikh Al Kabir juz 8 no 2996]. Hal ini berarti Syu’bah menyatakan Abu Balj tsiqat karena ia tidak meriwayatkan kecuali dari perawi yang tsiqat. Ibnu Abdil Barr dan Ibnu Jauzi menyatakan bahwa Ibnu Main mendhaifkan Abu Balj [At Tahdzib juz 12 no 184]. Tentu saja perkataan ini tidak benar karena telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ishaq bin Mansur kalau Ibnu Ma’in justru menyatakan Abu Balj tsiqat [Al Jarh Wat Ta’dil 9/153 no 634]. Kesimpulannya pendapat yang rajih adalah ia seorang yang tsiqat.

* Amru bin Maimun adalah perawi kutubus sittah yang tsiqah. Al Ajli, Ibnu Ma’in, An Nasa’i dan Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 8 no 181]. Ibnu Hajar menyatakan Amru bin Maimun tsiqat [At Taqrib 1/747].

Hadis Ibnu Abbas ini adalah hadis yang shahih dan merupakan sanad yang paling baik dalam perkara ini. Hadis ini juga menjadi bukti bahwa tasyayyu’ atau tidaknya seorang perawi tidak membuat suatu hadis lantas menjadi cacat karena sanad Ibnu Abbas ini termasuk sanad yang bebas dari perawi tasyayyu’. Hadis Ibnu Abbas ini telah dishahihkan oleh Al Hakim, Adz Dzahabi [Talkhis Al Mustadrak no 4652] dan Syaikh Ahmad Syakir [Musnad Ahmad no 3062].

Hadis dengan jalan yang terakhir adalah riwayat Wahab bin Hamzah. Diriwayatkan dalam Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 22/135, Tarikh Ibnu Asakir 42/199 dan Al Bidayah Wan Nihayah 7/381. Berikut jalan sanad yang disebutkan Ath Thabrani:

حدثنا أحمد بن عمرو البزار وأحمد بن زهير التستري قالا ثنا محمد بن عثمان بن كرامة ثنا عبيد الله بن موسى ثنا يوسف بن صهيب عن دكين عن وهب بن حمزة قال

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Amru Al Bazzar dan Ahmad bin Zuhair Al Tusturi yang keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Utsman bin Karamah yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Musa yang berkata telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Shuhaib dari Dukain dari Wahab bin Hamzah yang berkata [Mu’jam Al Kabir 22/135].

Hadis ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqat kecuali Dukain, ia seorang tabiin yang tidak mendapat predikat ta’dil dan tidak pula dicacatkan oleh para ulama.

* Ahmad bin Amru Al Bazzar adalah penulis Musnad yang dikenal tsiqah, ia telah dinyatakan tsiqah oleh Al Khatib dan Daruquthni, Ibnu Qattan berkata “ia seorang yang hafizh dalam hadis [Lisan Al Mizan juz 1 no 750]

* Ahmad bin Zuhair Al Tusturi adalah Ahmad bin Yahya bin Zuhair, Abu Ja’far Al Tusturi. Adz Dzahabi menyebutnya Al Imam Al Hujjah Al Muhaddis, Syaikh Islam. [As Siyar 14/362]. Dalam Kitab Tarajum Syuyukh Thabrani no 246 ia disebut sebagai seorang Hafizh yang tsiqat.

* Muhammad bin Ustman bin Karamah seorang perawi yang tsiqat. Abu Hatim berkata “shaduq”. Maslamah dan Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat. Muhammad bin Abdullah bin Sulaiman dan Daud bin Yahya berkata “ia shaduq”. [At Tahdzib juz 9 no 563]. Ibnu Hajar menyatakan Muhammad bin Utsman bin Karamah tsiqat [At Taqrib 2/112]

* Ubaidillah bin Musa adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqah. Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Ibnu Hibban, Al Ajli, Ibnu Syahin, Utsman bin Abi Syaibah dan Ibnu Ady menyatakan ia tsiqah.[At Tahdzib juz 7 no 97]. Ibnu Hajar menyatakan Ubaidillah tsiqat tasyayyu’ [At Taqrib 1/640]. Adz Dzahabi juga menyatakan ia tsiqah [Al Kasyf no 3593].

* Yusuf bin Shuhaib adalah seorang perawi tsiqat. Ibnu Ma’in, Abu Dawud, Ibnu Hibban, Utsman bin Abi Syaibah, Abu Nu’aim menyatakan ia tsiqat. Abu Hatim dan An Nasa’i berkata ‘tidak ada masalah padanya”. [At Tahdzib juz 11 no 710]. Ibnu Hajar menyatakan Yusuf bin Shubaih tsiqat [At Taqrib 2/344] dan Adz Dzahabi juga menyatakan Yusuf tsiqat [Al Kasyf no 6437]

* Dukain adalah seorang tabiin. Hanya Ibnu Abi Hatim yang menyebutkan biografinya dalam Al Jarh Wat Ta’dil dan mengatakan kalau ia meriwayatkan hadis dari Wahab bin Hamzah dan telah meriwayatkan darinya Yusuf bin Shuhaib tanpa menyebutkan jarh maupun ta’dil terhadapnya. [Al Jarh Wat Ta’dil 3/439 no 1955]. Dukain seorang tabiin yang meriwayatkan hadis dari Wahab bin Hamzah dan sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Sakan kalau Wahab bin Hamzah adalah seorang sahabat Nabi [Al Ishabah 6/623 no 9123]

Hadis Wahab bin Hamzah ini dapat dijadikan syawahid dan kedudukannya hasan dengan penguat dari hadis-hadis lain. Al Haitsami berkata mengenai hadis Wahab ini “Hadis riwayat Thabrani dan di dalamnya terdapat Dukain yang disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim, tidak ada ulama yang mendhaifkannya dan sisanya adalah perawi yang dipercaya “ [Majma’ Az Zawaid 9/109].


Singkat Tentang Matan Hadis

Setelah membicarakan hadis ini ada baiknya kami membicarakan secara singkat mengenai matan hadis tersebut. Salafy nashibi biasanya akan berkelit dan berdalih kalau hadis tersebut tidak menggunakan lafaz khalifah tetapi lafaz waliy dan ini bermakna bukan sebagai pemimpin atau khalifah. Kami tidak perlu berkomentar banyak mengenai dalih ini, cukuplah kiranya kami bawakan dalil shahih kalau kata Waliy sering digunakan untuk menunjukkan kepemimpinan atau khalifah

Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir [dan beliau menshahihkannya] dalam Al Bidayah wan Nihayah bahwa ketika Abu Bakar dipilih sebagai khalifah, ia berkhutbah:

قال أما بعد أيها الناس فأني قد وليت عليكم ولست بخيركم

Ia berkata “Amma ba’du, wahai manusia sekalian sesungguhnya aku telah dipilih menjadi pimpinan atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik diantara kalian. [Al Bidayah wan Nihayah 5/269].

Diriwayatkan pula oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad bin Hanbal bahwa Jabir bin Abdullah RA menyebutkan kepemimpinan Umar dengan kata Waliy:

ثنا بهز قال وثنا عفان قالا ثنا همام ثنا قتادة عن عن أبي نضرة قال قلت لجابر بن عبد الله ان بن الزبير رضي الله عنه ينهى عن المتعة وان بن عباس يأمر بها قال فقال لي على يدي جرى الحديث تمتعنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم قال عفان ومع أبي بكر فلما ولي عمر رضي الله عنه خطب الناس فقال ان القرآن هو القرآن وان رسول الله صلى الله عليه و سلم هو الرسول وأنهما كانتا متعتان على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم إحداهما متعة الحج والأخرى متعة النساء

Telah menceritakan kepada kami Bahz dan telah menceritakan kepada kami Affan , keduanya [Bahz dan Affan] berkata telah menceritakan kepada kami Hamam yang berkata telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Abi Nadhrah yang berkata “aku berkata kepada Jabir bin Abdullah RA ‘sesungguhnya Ibnu Zubair telah melarang mut’ah dan Ibnu Abbas memerintahkannya’. Abu Nadhrah berkata ‘Jabir kemudian berkata kepadaku ‘kami pernah bermut’ah bersama Rasulullah’. [Affan berkata] “ dan bersama Abu Bakar. Ketika Umar menjadi pemimpin orang-orang, dia berkata ‘sesungguhnya Al Qur’an adalah Al Qur’an dan Rasulullah SAW adalah Rasul dan sesungguhnya ada dua mut’ah pada masa Rasulullah SAW, salah satunya adalah mut’ah haji dan yang satunya adalah mut’ah wanita’. [Musnad Ahmad 1/52 no 369 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Syaikh Ahmad Syakir].

Kedua riwayat di atas dengan jelas menunjukkan bahwa kata Waliy digunakan untuk menyatakan kepemimpinan para Khalifah seperti Abu Bakar dan Umar. Oleh karena itu tidak diragukan lagi bahwa hadis di atas bermakna Imam Ali adalah Pemimpin bagi setiap mukmin sepeninggal Nabi SAW.

*****

Khulafaurrasyidin adalah 12 imam ahlul bait

Ahlul bait yang disucikan adalah Rasulullah SAW, Imam Ali, Fatimah, Hasan dan Husain ( hadis ahlul kisa dari Qs.33:33).. 12 imam adalah Imam Ali + 11 keturunan Imam Ali… Mereka adalah khalifah yang ditunjuk Nabi SAW

Shahih Bukhari | No. 6849 | KITAB HUKUM-HUKUM

Dari Jabir ibn Samurah, dia berkata: Aku mendengar Nabi saw. bersabda: “Akan ada dua belas pemimpin (amir)”, lalu beliau bersabda suatu kata yang aku tidak mendengarnya, maka ayahku berkata: Sesungguhnya beliau bersabda: “Kesemua mereka adalah dari Quraisy”.

Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang antara bumi dan langit, serta KeturunanKu Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiKu di Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad jilid 5 hal 182, Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan bahwa hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan beliau menyatakan hadis tersebut Shahih).

Hadis di atas adalah Hadis Tsaqalain dengan matan yang khusus menggunakan kata Khalifah. Hadis ini adalah hadis yang Shahih sanadnya dan dengan jelas menyatakan bahwa Al Ithrah Ahlul Bait Nabi SAW adalah Khalifah bagi Umat islam. Oleh karena itu Premis bahwa Sang Khalifah setelah Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah SAW adalah sangat beralasan:

اِنِّي تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ: كِتَابَ الله،ِ وَ عِتْرَتِي اَهْلَ بَيْتِي، مَا اِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوا اَبَدًا، وَانَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتیّ يرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ.

Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan buat kalian dua hal yang berharga; Kitab Allah dan Itrah; Ahlul Baitku. Selama berpegang pada keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Dan keduanya juga tidak akan berpisah hingga menjumpaiku di telaga Kautsar kelak di Hari Kiamat.” (H.R. Sahih Muslim : jilid 7, hal 122. Sunan Ad-Darimi, jilid 2, hal 432. Musnad Ahmad, jilid 3, hal 14, 17, 26 dan jilid 4, hal 371 serta jilid 5, hal 182 dan 189. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, hal 109, 147 dan 533).

Terkait dengan sikap kita kepada Ahlul Bait, di antaranya Nabi saw. bersabda:

إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوْا كِتَابَ اللهِ وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي

Aku meninggalkan di tengah tengah kalian apa yang jika kalian ambil kalian tidak akan tersesat, Kitabullah dan ’itrah Ahlul Baitku. (HR. Tirmidzi)

*****

Kelak akan datang dua belas Imam …

Jabir bin Samurah meriwayatkan: Saya mendengar Nabi (saw) berkata: ”Kelak akan ada Dua Belas Pemimpin.” Ia lalu melanjutkan kalimatnya yang saya tidak mendengarnya secara jelas. Ayah saya mengatakan, bahwa Nabi menambahkan, ”Semuanya berasal dari suku Quraisy.” [Sahih al-Bukhari (Bahasa Inggris), Hadith: 9.329, Kitabul Ahkam; Sahih al-Bukhari, (Bhs Arab), 4:165, Kitabul Ahkam].

Nabi (saw) bersabda: “Agama (Islam) akan berlanjut sampai datangnya Saat (Hari Kebangkitan), berkat peranan Dua Belas Khalifah bagi kalian, semuanya berasal dari suku Quraisy.” [Sahih Muslim, (English), Chapter DCCLIV, v3, p1010, Hadis no. 4483; Sahih Muslim (Bhs Arab), Kitab al-Imaara, 1980 Edisi Saudi Arabia, v3, p1453, Hadis no.10].

Siapakah Dua Belas Penerus Nabi (s.a.w)itu? Apa yang dikatakan para Ulama Sunni:
Ibn al-’Arabi: Kami telah menghitung pemimpin (Amir-Amir) sesudah Nabi (saw) ada dua belas. Kami temukan nama-nama mereka itu sebagai berikut: Abubakar, Umar, Usman, Ali, Hasan, Muawiyah, Yazid, Muawiyah bin Yazid, Marwan, Abdul Malik bin Marwan, Yazid bin Abdul Malik, Marwan bin Muhammad bin Marwan, As-Saffah… Sesudah ini ada lagi 27 khalifah Bani Abbas. Jika kita perhitungkan 12 dari mereka, kita hanya sampai pada Sulaiman. Jika kita ambil apa yang tersurat saja, kita cuma mendapatkan 5 orang di antara mereka dan kepadanya kita tambahkan 4 ‘Khalifah Rasyidin’, dan Umar bin Abdul Aziz…. Saya tidak paham arti hadis ini. [Ibn al-'Arabi, Sharh Sunan Tirmidhi, 9:68-69].

Qadi ‘Iyad al-Yahsubi: Jumlah khalifah yang ada lebih dari itu. Adalah keliru untuk membatasinya hanya sampai angka dua belas. Nabi (saw) tidak mengatakan bahwa jumlahnya hanya dua belas dan bahwa tidak ada tambahan lagi. Maka mungkin saja jumlahnya lebih banyak lagi. [Al-Nawawi, Sharh Sahih Muslim, 12:201-202; Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari, 16:339].

Jalal al-Din al-Suyuti: Hanya ada dua belas Khalifah sampai Hari Pengadilan. Dan mereka akan terus melangkah dalam kebenaran, meski mungkin kedatangan mereka tidak secara berurutan. Kita lihat bahwa dari yang dua belas itu, 4 adalah Khalifah Rasyidin, lalu Hasan, lalu Muawiyah, lalu Ibnu Zubair, dan akhirnya Umar bin Abdul Aziz. Semua ada 8. Masih sisa 4 lagi. Mungkin Mahdi, Bani Abbasiyah bisa dimasukkan ke dalamnya sebab dia seorang Bani Abbasiyah seperti Umar bin Abdul Aziz yang (berasal dari) Bani Umayyah. Dan Tahir Abbasi juga bisa dimasukkan sebab dia pemimpin yang adil. Jadi, masih dua lagi. Salah satu di antaranya adalah Mahdi, sebab ia berasal dari Ahlul Bait (keluarga) Nabi (as).” [Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, Halaman 12; Ibn Hajar al-Haytami, Al-Sawa'iq al-Muhriqah Halaman 19].

Ibn Hajar al-’Asqalani: Tidak seorang pun mengerti tentang hadis dari Sahih Bukhari ini. Adalah tidak benar untuk mengatakan bahwa Imam-imam itu akan hadir sekaligus pada satu saat bersamaan. [Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari 16:338-341].

Ibn al-Jawzi: Khalifah pertama Bani Umayyah adalah Yazid bin Muawiyah dan yang terakhir adalah Marwan Al-Himar. Total jumlahnya tiga belas. Usman, Muawiyah dan Ibnu Zubair tidak termasuk karena mereka tergolong Sahabat Nabi (s). Jika kita kecualikan (keluarkan) Marwan bin Hakam karena adanya kontroversi tentang statusnya sebagai Sahabat atau karena ia berkuasa padahal Abdullah bin Zubair memperoleh dukungan masyarakat, maka kita mendapatkan angka Dua Belas.… Ketika kekhalifahan muncul dari Bani Umayyah, terjadilah kekacauan yang besar sampai kukuhnya kekuasaan) Bani Abbasiyah. Bagaimana pun, kondisi awal telah berubah total. [Ibn al-Jawzi, Kashf al-Mushkil, sebagaimana dikutip dalam Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari 16:340 dari Sibt Ibn al-Jawzi].

Al-Nawawi: Ia bisa saja berarti bahwa kedua belas Imam berada dalam masa (periode) kejayaan Islam. Yakni ketika Islam (akan) menjadi dominan sebagai agama. Para Khalifah ini, dalam masa kekuasaan mereka, akan menyebabkan agama menjadi mulia [Al-Nawawi, Sharh Sahih Muslim ,12:202-203].

Al-Bayhaqi: Angka (dua belas) ini dihitung hingga periode Walid bin Abdul Malik. Sesudah ini, muncul kerusakan dan kekacauan. Lalu datang masa dinasti Abbasiyah. Laporan ini telah meningkatkan jumlah Imam-imam. Jika kita abaikan karakteristik mereka yang datang sesudah masa kacau-balau itu, maka angka tadi menjadi jauh lebih banyak.” [Ibn Kathir, Ta'rikh, 6:249; Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa Halaman 11].

Ibn Kathir: Barang siapa mengikuti Bayhaqi dan setuju dengan pernyataannya bahwa kata ‘Jama’ah’ berarti Khalifah-khalifah yang datang secara tidak berurutan hingga masa Walid bin Yazid bin Abdul Malik yang jahat dan sesat itu, maka berarti ia (orang itu) setuju dengan hadis yang kami kritik dan mengecualikan tokoh-tokoh tadi. Dan jika kita menerima Kekhalifahan Ibnu Zubair sebelum Abdul Malik, jumlahnya menjadi enam belas. Padahal jumlah seluruhnya seharusnya dua belas sebelum Umar bin Abdul Aziz. Dalam perhitungan ini, Yazid bin Muawiyah termasuk di dalamnya sementara Umar bin Abdul Aziz tidak dimasukkan. Meski demikian, sudah menjadi pendapat umum bahwa para ulama menerima Umar bin Abdul Aziz sebagai seorang Khalifah yang jujur dan adil [Ibn Kathir, Ta'rikh, 6:249-250].

Di antara simpang siur pendapat tersebut, Ulama terkenal Al-Dhahabi mengatakan dalam bukunya Tadzkirat al-Huffaz , jilid 4, halaman 298, dan Ibn Hajar al-’Asqalani menyatakan dalam al-Durar al-Kaminah, jilid 1, hal. 67 bahwa Sadruddin Ibrahim bin Muhammad bin al-Hamawayh al-Juwayni al-Shafi’i (disingkat Al-Juwayni) adalah seorang ahli Hadis yang mumpuni. Al-Juwayni menyampaikan dari Abdullah bin Abbas (ra) bahwa Nabi (sawa) mengatakan,”Saya adalah penghulu para Nabi dan Ali bin Abi Thalib adalah pemimpin para penerus, dan sesudah saya akan ada dua belas penerus. Yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib dan yang terakhir adalah Al-Mahdi.”.

Al-Juwayni juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas (r) bahwa Rasulullah (sawa) berkata: ”Sudah pasti bahwa wakil-wakilku dan Bukti Allah bagi makhluk sesudahku ada dua belas. Yang pertama di antara mereka adalah saudaraku dan yang terakhir adalah anak (cucu) ku.” Orang bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah saudaramu itu?”. Beliau menjawab: “Ali bin Abi Thalib.” Lalu beliau ditanyai lagi: “ Dan siapakan anak (cucu) mu itu?” Nabi yang suci (sawa) menjawab: ”Al-Mahdi. Dia akan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan ketika ia (bumi) dipenuhi ketidakadilan dan tirani. Dan demi Yang Mengangkatku sebagai pemberi peringatan dan memberiku kabar gembira, meski seandainya masa berputarnya dunia ini tinggal sehari saja, Allah SWT akan memperpanjang hari itu sampai diutusnya (anakku) Mahdi, kemudian ia akan disusul Ruhullah Isa bin Maryam (a.s.) yang turun ke bumi dan berdoa di belakangnya (Mahdi). Dunia akan diterangi oleh sinarnya, dan kekuatannya akan mencapai hingga ke timur dan ke barat.”.

Al-Juwayni juga meriwayatkan bahwa Rasulullah (sawa) mengatakan: ”Aku dan Ali dan Hasan dan Husain dan sembilan anak cucu Husain adalah yang disucikan (dari dosa) dan dalam kebenaran.” [Al-Juwayni, Fara'id al-Simtayn, Mu'assassat al-Mahmudi li-Taba'ah, Beirut 1978, p. 160].

Upaya pendekatan antara Syiah dan Suni sudah sering kali diadakan. Namun masih saja sebagian golongan Sunni yang masih menganggap Syiah sebagai umat yang lain. Sebenarnya upaya pendekatan tidak perlu dilakukan jika semua golongan mau belajar dan memahami sejarah Islam dari ribuan riwayat sahih yang beredar. Jika saja sebagian Sunni tersebut mau mempelajari dan memahami sejarah tersebut, mereka pasti paham dan mengenal baik akan keberadaan golongan Syiah sejak Nabi saw masih hidup, bukan setelah beliau wafat. Coba anda cari di Jagad Internet yang luas ini tentang jawaban persoalan di bawah ini:
Abu Bakr dipandang sebagai sahabat terdekat Nabi saw oleh mayoritas Sunni, Lalu mengapa pada waktu “hari persaudaraan” saat pertama kali datang di Madinah, Nabi saw lebih memilih Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya dengan mengatakan “Kamu adalah saudaraku di dunia ini dan di akhirat nanti”. Atas dasar apa golongan Sunni menganggap Abu Bakr sahabat terdekat Nabi saw.

Semua kaum muslim sepakat bahwa ajaran Islam mencakup dan menormai dalam segala aspek kehidupan, dari hal-hal yang sepele sampai hal-hal yang amat besar. Kaum Sunni mengatakan masalah Imamah tidak dijelaskan oleh Qur’an dan sunnah, jadi sahabat berijtihad dalam masalah imamah. Jika benar Nabi saw wafat tanpa memberikan petunjuk apapun tentang Imamah pada umatnya, lalu mengapa Abu Bakr menyebutkan hadits “al-aimmah min al-Quraish” Para imam berasal dari kaum Quraish di Saqifah Bani Saidah. Apa Abu Bakr memalsukan riwayat Nabi saw? dan mengapa Abu Bakr memilih Umar sebagai penggantinya, dengan menyalahi sunnah Nabi saw yang tidak menjelaskan apapun tentang imamah.

Dalam hadis-hadis sahih (Bukhari, Muslim, dll) Nabi saw menyatakan bahwa ”Kelak akan ada Dua Belas Pemimpin.” Ia lalu melanjutkan kalimatnya yang saya tidak mendengarnya secara jelas. Ayah saya mengatakan, bahwa Nabi menambahkan, ”Semuanya berasal dari suku Quraisy.” atau “Agama (Islam) akan berlanjut sampai datangnya Sa’ah (Hari Kebangkitan), berkat peranan Dua Belas Khalifah bagi kalian, semuanya berasal dari suku Quraisy”. Bandingkan susunan 12 imam yang disusun golongan sunni dan Syiah?

Kuat mana derajat kesahihan antara riwayat yang menyebutkan wasiat Nabi saw (biasa disebut hadits al-Thaqalain) untuk berpegangan pada al-Qur’an dan Sunnah dengan hadis yang memerintah kita semua berpegangan pada al-Qur’an dan Itrahnya (keturunannya)?

Tuhan telah mengutus 124.000 utusan ke dunia ini, apa ada bukti bahwa semua peninggalan mereka akan menjadi sedekah bagi para pengikutnya? Jika Sunni menganggap demikian mengapa para Umm al-Mukminin tidak memberikan seluruh kepunyaan Rasulullah ke Pemerintahan Islam? Setelah wafatnya Rasulullah saw, Sayyidah Fatimah bertengkar dengan Abu Bakr mengenai Fadak, yang seharusnya menjadi miliknya dari warisan Nabi saw, Fatimah marah dan tidak akan berbicara dengan Abu Bakr sampai akhir hayatnya karena Abu Bakr tidak memberikan Fadak kepadanya. Kenapa Abu Bakr tidak memberikan tanah Fadak tersebut sedangkan Umar bin Abd Aziz saat menjabat sebagai khalifah mengembalikan kembali tanah Fadak ke keturunan Sayyidah Fatimah as?

Jika anda melihat denah pemakaman Baqi’, anda akan mengetahui bahwa kuburan Uthman bin Affan terpencil dari makam sahabat lainnya. Bagaimana proses pemakaman khalifah ketiga Uthman bin Affan di luar Baqi’ (dulu)? Siapa saja sahabat besar yang bermusuhan dengan Uthman? dan siapa pemicu sebenarnya yang akhirnya membunuh Khalifah Uthman bin Affan? Aisyah bahkan menyebut Uthman sebagai Natsal, seseorang kafir yang harus dibunuh. Jika Sunni mengganggap Aisyah seorang yang benar berarti menerima julukan yang diberikan pada Uthman, dan jika Aisyah berkata dusta mengapa Sunni menganggap dia benar?

Tuhan telah berfirman bahwa barang siapa yang membunuh seorang muslim dengan sengaja, hukumannya adalah laknat Tuhan dan balasan Neraka selamanya. Sejarah mencatat selama perang Shiffin dan Jamal, 70.800 kaum muslim telah terbunuh. Dimana posisi pembunuh saat itu? apakah ayat tersebut berlaku bagi mereka? Jika kaum muslim melawan khalifah yang sah dan menyebabkan kekacauan dan terbunuhnya ribuan nyawa kaum muslim, dimana posisi mereka saat Hari Pembalasan? Neraka karena Pembunuh atau Surga karena “Mujtahid Teroris”? … Yang pasti salah satunya salah, bukan benar semuanya. Jika anda jawab benar semuanya, APA KATA DUNIA!!!

Apa sebenarnya arti dari kata “Mu’awiyah”, dan siapa sebenarnya ayah dari Muawiyah dan cerita sebelum kelahirannya, dan menurut al-Nasai, hanya ada satu hadis sahih yang menceritakan keutamaan Muawiyah, hadis apakah itu? Baca juga kisah menyedihkan wafatnya al-Nasa’i karena hadith tersebut.

Biasanya Golongan Sunni menuduh bahwa Syiahlah yang membantai Imam Husayn as beserta para pengikutnya, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa mayoritas Sunni yang jumlahnya lebih banyak dari Syiah tidak menolong Imam Husain as? Dimana posisi Sunni ketika terjadi pembantaian cucu Nabi saw, Imam Husayn as?

Ingat, kebenaran itu harus dicari dan dipertahankan, bukan sesuatu yang dijejalkan langsung ke akal kita.


Kesaksian Ghadir

Tanggal 18 Zulhijjah adalah hari yang amat bersejarah dalam Islam. Pada hari itu, ketika kafilah haji Rasulullah saw dalam perjalanan pulang ke Madinah, yaitu pada tahun 11 Hijriyah, tiba-tiba Rasulullah saw memerintahkan kafilah berhenti dan membangun mimbar untuk pidato beliau di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum atau Oase Khum. Rupanya ada hal amat penting yang akan disampaikan Rasulullah saw kepada seluruh kaum Muslimin. Bahkan Rasulullah saw memerintahkan agar seluruh jamaah yang telah berpisah dari kafilah Rasulullah saw, agar segera bergabung kembali supaya dapat mendengarkan pesan penting yang akan disampaikan Rasulullah saw. Setelah semuanya berkumpul, dan sesudah shalat zhuhur berjamaah yang dipimpin Rasulullah saw sendiri, Rasulullah saw naik mimbar dan berpidato.

Dalam pidatonya Rasulullah saw berkata:
“Segala puji hanya bagi Allah. Kita memuja-Nya, beriman, dan bertawakkal kepada-Nya. Kita mohon perlindungan kepada Allah atas keburukan-keburukan diri kita sendiri dan perbuatan-perbuatan kita yang, tiada petunjuk bagi yang sesat dan tiada yang dapat menyesatkan bagi yang diberi petunjuk oleh-Nya. Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Selanjutnya, kaum Muslimin! Sesungguhnya Allah Yang Mahasuci lagi Maha Mengetahui memberitahuku bahwa usia yang dapat dicapai seorang nabi hanya separuh dari usia nabi sebelumnya. Aku merasa bahwa ajalku telah dekat. Aku bertanggung jawab sebagaimana kamu juga bertanggung jawab. Bagaimana menurut kamu?”

Mereka berkata: “Kami bersaksi bahwa engkau ya Rasulullah, telah melaksanakan tugasmu, memberi peringatan dan berjuang. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.” Rasulullah saw berkata: “Tidakkah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya? Sorga adalah pasti. Neraka adalah pasti. Mati adalah pasti. Hari kiamat pasti datang, tiada keraguan padanya, dan Allah akan membangkitkan manusia dari kubur.” Mereka menjawab: “Betul ya Rasulullah, kami bersaksi atas semua itu.” Rasulullah saw berkata: “Allahumma fasyhad, ya Allah saksikanlah.”

Kemudian Rasulullah saw menyeru: “Kaum Muslimin! Tidakkah kamu dengar?” Mereka menjawab: •Kami mendengar ya Rasulullah.” Rasulullah saw berkata: “Nanti, di hari kiamat, ketika aku berada di haudh, telaga, kamu akan mendatangiku di Haudh. Haudh itu lebarnya antara Sana’ dan Bushra, Damaskus. Di dalam Haudh itu terdapat qadah sebanyak bintang yang terbuat dari perak: maka hati-hatilah. Bagaimana kamu berani menentangku mengenai dua pusaka, al-Tsaqalain, yang kutinggalkan kepada kamu?”

Seseorang bertanya, “Apa itu al-Tsaqalain, ya Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab, “Pertama, adalah Al-quran, yaitu pusaka yang besar, al-tsiql al-akbar. Sebahagiannya di tangan Allah dan sebahagiannya lagi di tangan kamu. Berpeganglah pada Alqur’an, niscaya kamu tidak sesat. Dan kedua, adalah keluargaku, yaitu pusaka yang kecil, al-tsiql al-asghar. Tuhan yang Mahasuci dan Maha Mengetahui memberitahuku bahwa keduanya tidak akan berpisah sampai menjumpaiku di al-Haudh. Maka, jangan sekali-kali kamu dahului mereka, sebab jika kamu lakukan itu kamu akan celaka, dan jangan sekali-kali kamu kurangi hak mereka. Karena dengan itu, kamu akan celaka.” Lalu Nabi saw mengambil tangan Ali dan mengangkatnya tinggi-tinggi sehingga tampak ketiak mereka.

Nabi bertanya: “Kaum Muslimin! Siapakah yang paling berhak terhadap diri kaum Muslimin?” Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”.

Nabi saw berkata:
“Sesungguhnya Allah adalah maula, tuan atau pemimpinmu, dan aku adalah maula kaum mukminin. Aku lebih berhak terhadap diri mereka daripada mereka sendiri. Maka barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya ! Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali dan perangilah orang yang memusuhinya. Cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang yang membencinya. Belalah orang yang membelanya dan hinakanlah orang yang meninggalkannya. Ya Allah, sertakanlah kebenaran bersama Ali dimana pun kebenaran itu berada. Kaum Muslimin! Kalian yang hadir di sini hendaklah menyampaikan hal ini kepada orang-orang yang tidak hadir.”

Sesaat kemudian sebelum jamaah bubar, Malaikat Jibril datang membawa wahyu (terakhir): “Hari ini Kusempurnakan bagi kamu agamamu dan Kulengkapkan buat kamu nikmat-Ku. Aku ridha Islam sebagai agamamu.” (QS. 5: 3) Mendapati itu Rasulullah saw amat gembira dan mengucapkan takbir, sebagai rasa syukur kepada Allah swt. Rasulullah saw berkata: “Allahu-akbar! Agama telah sempurna. Nikmat telah lengkap. dan Allah ridha atas tugasku dan kepemimpinan Ali sesudahku.”

Kaum Muslimin yang sedari tadi mengikuti amanah Rasulullah saw dengan khidmat, langsung menyerbu Ali ibn Abi Talib, begitu Rasulullah saw menyelesaikan pidatonya. Mereka rebutan mengucapkan selamat atas pengangkatan Ali ibn Abi Talib sebagai pemimpin, imam atau wali sesudah Nabi saw. Di antara yang memberikan selamat adalah dua sahabat besar, Abubakar dan Umar ibn al-Khattab, keduanya berkata: “Selamat, selamat, wahai putra Abu Talib! Engkau sekarang telah menjadi pemimpin kami dan pemimpin seluruh kaum Muslimin.”

Peristiwa istimewa di atas seperti disinggung sebelumnya, terjadi di Ghadir, oase, Khum yang terletak antara Mekah dan Madinah. Karena itu ia disebut dengan peristiwa Al-Ghadir, dan hadits-hadits yang menceritakan kejadian tersebut disebut hadits Al-Ghadir. Para ahli sejarah, perawi dan ahli hadits memberikan perhatian yang sangat besar terhadap peristiwa ini. Karena itu sedikit atau banyak, terang atau hanya sekedar isyarat, mereka merekamnya dalam karya-karya mereka. Bahkan dapat dikatakan tidak ada suatu peristiwa sejarah yang mendapat perhatian besar sejarawan dan ahli hadits Islam sebagaimana peristiwa Al-Ghadir. Berikut beberapa catatan mengenai hal itu.

1. PERAWI HADITS AL-GHADIR.

Peristiwa Al-Ghadir disaksikan oleh lebih dari 100.000 jamaah haji yang hadir pada saat itu. Mereka terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, dari sahabat-sahabat Nabi saw paling besar hingga kaum Badui yang datang dari pedalaman gurun pasir. Pantasnya, apalagi memang diperintahkan oleh Rasulullah saw, peristiwa besar ini menjadi buah bibir seluruh kaum Muslimin sepanjang sejarah dan diceritakan dari generasi ke generasi. Ini memang terjadi, terbukti, banyak sekali hadits yang berkisah tentang peristiwa Al-Ghadir. Tetapi karena adanya tangan-tangan jahil yang senantiasa berusaha menutupi peristiwa amat penting ini maka banyak umat yang tertutupi fakta, yang sesungguhnya tidak dapat dingkari ini. Namun begitu, buku-buku sejarah dan hadits masih merekam ratusan Sahabat dan Tabiin yang menukilkan peristiwa ini.

Khusus untuk perawi kalangan Sahabat, peneliti terkemuka hadits Al-Ghadir, yaitu Allamah Abdul-Husain Ahmad al-Amini, mencatat tidak kurang dar 110 sahabat Nabi perawi hadits Al-Ghadir dalam karya monumentalnya “Al-Ghadir”. Antara lain : Abu Hurairah, Abu Laila al-Anshari, Abu Qudamah al-Anshari, Abu Rafi’ al-Qibti (hambasahaya Rasulullah), Abubakar Ibn Abi Quhafah, Usamah ibn Zaid, Ubay Ibn Ka’ab, Asma Binti Umays, Ummu Salamah (isteri Rasulullah), Ummu Hani Binti Abi Talib, Anas Ibn Malik, Bara’ Ibn Azib al-Anshari, Jabir Ibn Samrah, Jabir ibn Abdullah al-Anshari, Abuzar Al-Ghifari, Huzaifah ibn al-Yaman al-Yamani, Hassan Ibn Tsabit, Hasan Ibn Ali, Husain Ibn Ali, Abu Ayyub al-Anshari, Khuzaimah Ibn Tsabit, Zubair ibn al-Awwam, Zaid ibn al-Arqam, Ziad ibn Tsabit, Saad Ibn Waqqash, Saad Ibn Ubadah al-Anshari, Salman al-Farisi, Sahl Ibn Hunaif al-Anshari, Talhah Ibn Ubaidillah, Aisyah binti Abubakar, Abbas Ibn Abdulmuttalib, Abdurrahman Ibn Auf, Abdullah Ibn Ja’far, Abdullah Ibn Abbas, Abdullah Ibn Mas’ud, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Talib, Ammar Ibn Yasir, Umar ibn al-Khattab, Umar Ibn Hushain, dan Fatimah az-Zahra’.

Sementara perawi dari kalangan Tabiin, yang jumlahnya tidak kalah banyaknya antara lain ialah: Abu Rasyid al-Habrani, Abu Salmah Ibn Abdurrahman Ibn Auf, Abu Laila al-Kindi, Habib Ibn Abi Tsabit al-Asadi, Hakam Ibn Utaibah al-Kufi, Zaid Ibn Yutsi’, Salim Ibn Abdullah Ibn Umar, Said Ibn Jabir al-Asadi, Said ibn al-Musayyib, Sulaim Ibn Qays al-Hilali, Sulaiman al-A’masy, al-Dahhak ibn Muzahim al-Hilali, Tawus Ibn Kaisan al-Yamani, Amir Ibn Saad Ibn Abi Waqqash, Abdurrahman Ibn Abi Laila, Abdullah Ibn Muhammad Ibn Aql al-Hasyimi, Adi Ibn Tsabit al-Anshari, Atiyah ibn Saad, Ali Ibn Zaid Ibn Jad’an, Umar Ibn Abdul-aziz, Abu lshaq Amr Ibn Abdullah al-Subai’iy, Isa Ibn Talhah Ibn Ubaidillah, Yazid Ibn Abi Ziyad al-Kufi dan Yazid Ibn Hayyan.

2. MUNASYADAH DENGAN HADlTS AL-GHADIR.

Mengingat pentingnya makna yang terkandung dalam hadits Al-Ghadir di satu pihak dan tidak henti-hentinya usaha menutupi keberadaan hadits ini, terutama oleh pihak-pihak yang iri kepada Ahlubait Nabi, di pihak lain, maka untuk membuktikan keberadaan dan kebenaran hadits Al-Ghadir ini, kerap terjadi munasyadah. Yaitu tuntutan mengatakan kebenaran terhadap pihak-pihak yang mendengar hadits Al-Ghadir langsung dari Rasululah atau melalui jalur Sahabat. munasyadah itu kadang dilakukan sendiri oleh para Ahlubait Nabi atau oleh Sahabat dan Tabiin yang lain. Berikut beberapa munasyadah dimaksud :

Munasyadah Imam Ali Ibn Abi Talib

Keutamaan Imam Ali Ibn Abi Talib di mata Rasulullah saw adalah sesuatu yang tidak dapat diingkari. Puluhan, bahkan ratusan pujian teiah dilontarkan Rasulullah kepada Ali Ibn Abi Talib, semua Sahabat Nabi mengakui hal itu. Bahkan Muawiyah sekali pun, orang yang paling memusuhi Imam Ali, tidak dapat mengingkarinya. Namun upaya untuk menutup-nutupi atau paling tidak, mengurangi keutamaan Imam Ali, terus dilakukan oleh orang-orang yang tidak senang kepada Imam Ali. Bahkan sejak zaman Rasulullah saw masih hidup, sehingga Rasulullah harus mengingatkan pihak-pihak yang iri pada Imam Ali, bahwa: “Cinta pada Ali Ibn Abi Talib adalah cerminan keimanan dan membencinya adalah cerminan kemunafikan, Hubbu Ali iman wa bughduhu nifaq.” (Al-Hadits). Atas dasar itu, dan untuk mengingatkan pihak-pihak yang mungkin lupa dengan pesan dan peringatan Rasulullah berhubungan dengan dirinya ini, Imam Ali kerap mengingatkan mereka melalui berbagai cara, yang salah satunya adalah dengan munasyadah.

Ada beberapa munasyadah yang terjadi antara Imam Ali dengan pihak-pihak tertentu, yaitu antara lain:

1. Munasyadah saat Sidang Syura, Tahun 23 H.

Dikisahkan oleh Abi al-Tufail Amir Ibn Watsilah : Bahwa ketika hari persidangan Syura, aku mendengar Ali berkata kepada anggota syura:”Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang mengesakan Allah sebelum aku?” Mereka berkata: “Tidak.”

Ali berkata: “Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki saudara seperti saudaraku, Ja’far al-Tayyar yang berada di sorga bersama para malaikat?” Mereka berkata:”Tidak.”

Ali berkata: “Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki paman sebagaimana pamanku Hamzah, singa Allah, singa Rasul-Nya dan penghulu para syuhada?” Mereka berkata: “Tidak.”

Ali berkata: “Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang mempunyai isteri seperti isteriku, Fatimah binti Muhammad, penghulu para perempuan sorga?” Mereka berkata : “Tidak.”

Ali berkata: “Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki anak-anak sebagaimana anak-anakku al-Hasan dan al-Husain, penghulu pemuda sorga?” Mereka berkata:”Tidak.”

Ali berkata: “Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian selain diriku yang dikatakan oleh Rasulullah, ‘Barangsiapa yang mengakuiku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Allah berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali, musuhilah orang yang memusuhinya, belalah orang yang membelanya. Maka hendaklah yang mendengar hal ini menyampaikannya kepada yang lain.’?” Mereka mengatakan: “Tidak.”

Peristiwa ini direkam oleh banyak ahli hadits maupun sejarah. Anda dapat merujuk ke 1)al-hnanaqib karya al-Khawarizmi al-Hanafi, 2) al-Himwaini dalam Faraid al-Simtain, 3) Ibn Hatim dalam al-Durrun-nazim, 4) al-Dar al-Qutni, 5) Ibn Hajar al-Asqalani dalam al-Shawaiq, 6) al-Hafiz ibn Uqdah, 7) Al-Hafiz al-Uqaili, Ibn Abil-hadid dalam Syarh Nahjul-balaghah, dan 9)Ibn Abdil-bar dalam al-Istiab.

2. Munasyadah Pada Masa Usman Ibn Affan.
Al-Himwaini dalam kitabnya Faraidh al-Simtain meriwayatkan dari Sulaim Ibn Qays al-Hilali yang isinya antara lain: “Bahwa suatu hari di masa pemerintahan Usman Ibn Affan sekelompok orang yang sedang berkumpul di masjid Nabawi membicarakan keutamaan suku Quraiys. Ada lebih dua ratus orang yang hadir. Ada Ali Ibn Abi Thalib, Saad Ibn Abi Waqqash, Abdurrahman Ibn Auf, Talhah, Zubair, Miqdad, Ibn Umar, dan lain-lain. Masing-masing membicarakan keutamaan kaumnya. Ali dan keluarganya yang hadir di situ diam saja, tidak berkomentar apa-apa. Tiba-tiba mereka datang kepada Ali dan bertanya : “Wahai Abul-hasan, apa yang membuatmu tidak berbicara, padahal semua orang sudah mengutarakan keutamaan masing-masing?” Ali berkata : “Wahai kaum Quraisy dan al-Anshar, aku ingin bertanya kepada kalian. Keutamaan yang kalian dapatkan ini, apakah oleh kalian sendiri, keluarga dan kerabat kalian, ataukah oleh orang lain?” Mereka menjawab : “Semua yang diberikan Allah ini karena Nabi Muhammad dan kerabatnya, bukan karena kerabat dan keluarga kami.”

Ali berkata : “Kalian betul sekali, bukankah kalian sendiri tahu bahwa segala kebaikan dunia dan akhirat yang kalian dapati karena kami, Ahlubait Nabi, bukan orang lain. Sesungguhnya putra pamanku, Rasulullah saw bersabda: ’14.000 tahun sebelum diciptakannya Adam, aku dan Ahlubaitku adalah cahaya yang bergerak di sisi Allah. Maka ketika Allah menciptakan Adam, cahaya itu diletakkan-Nya di dalam sulbi Adam, kemudian Nuh, Ibrahim, dan seterusnya melalui sulbi orang-orang suci.’ ” Mereka berkata : “Ya, kami pernah mendengarnya dari Rasulullah.” Ali berkata : “Bukankah terdapat lebih dari satu ayat dalam al-Quran yang lebih memuliakan orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam? Dan sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih dahulu masuk Islam daripadaku?” Mereka berkata : “Betul sekali.”

Ali berkata: “Bukankah ketika turun ayat: ‘Dan al-sabiqun al-sabiqun, orang-orang pertama di antara yang pertama, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang dekat (QS. 56 : 10)’ Rasululah ditanya : ‘Siapa mereka?’ Rasulullah menjawab: ‘Mereka adalah para utusan Allah dan washi, penerima wasiat mereka. Aku adalah Nabi yang paling utama, sedangkan Ali adalah washi yang paling terkemuka.’ ” Mereka berkata : “Ya, kami mendengarnya dari Rasulullah.”

Ali berkata lagi: “Bukankah ketika turun ayat ‘Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya dan pemuka kamu (QS. 4: 59)’ dan ayat: ‘Apakah kamu mengira akan dibiarkan begitu saja padahal belum terbukti siapa di antara kamu yang berjuang dan tidak menjadikan selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai walijah, pemimpinnya, (Q.S. 9: 16)’, orang-orang bertanya kepada Rasulullah : ‘Apakah orang-orang beriman yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang tertentu saja, atau semua orang beriman?’ Maka Allah memerintahkan Rasul-Nya agar menjelaskan kepada mereka siapa pemuka, pemimpin, dan kepemimpinan sebagaimana penjelasan tentang shalat, zakat, dan haji, lalu mengangkatku pada Ghadir Khum.

(Syiahali/Secondprince/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: