Pesan Rahbar

Home » » Apa pendapat Syiah tentang riwayat yang menyatakan bahwa sepeninggal sepeninggal Rasulullah saw kekhalifahan berlangsung selama 30 tahun dan jumlah khalifah serta raja adalah 12 orang? (Bagian 8)

Apa pendapat Syiah tentang riwayat yang menyatakan bahwa sepeninggal sepeninggal Rasulullah saw kekhalifahan berlangsung selama 30 tahun dan jumlah khalifah serta raja adalah 12 orang? (Bagian 8)

Written By Unknown on Saturday 28 November 2015 | 23:40:00


HAKEKAT TERSEMBUNYi SYi”AH iMAMiYAH (DOKUMEN RAHASiA SYi”AH iMAMiYAH)

Ketidaksukaan nashibi terhadap Syiah imamiyah pada akhirnya menjerumuskan mereka kepada kebencian terhadap Imam Ali dan itrahnya. Tidakkah mereka sadar begitu banyak riwayat dan begitu banyak bukti bahwa ilmu pengetahuan Imam Ali as jauh melampaui manusia-manusia lain di sekitar Nabi saw? Dari siapakah ilmu pengetahuan tsb diperoleh wahai para pembenci syi’ah imamiyah ???

*Diantara sahabat ada yang Berani menentang perintah Rasul, ingat kan tragedi kamis kelabu, perjanjian hudaibiah, atau bahkan baiat ghadir khum? sesuatu yang sama sekali Imam Ali tidak mungkin berani melakukannya.
*Diantara para sahabat ada yang mempunyai kelebihan dalam hal kreatifitas beribadah, shalat taraweh 20 rakaat, asshalatu khairumminannaum, melarang haji tamattu, ndak bayar zakat diperangi dan dianggap murtad, sesuatu yang Imam Ali nda akan mungkin melakukanya, beliau hanya Sami’na Wa Atha’na kepada Rasulullah.
*Diantara para sahabat ada yang semasa jahiliyah berpengalaman dalam menyembah berhala, membunuh anak-anak perempuan, minum khamer. sedangkan Imam Ali nda pernah tahu ilmu kayak gituan.

Semua ilmu yg diketahui ummat pasti diketahui oleh ali as. tp ilmu yg di ketahui oleh ali as blum tentu di ketahui oleh ummat…menjadi pintu/jembatan/sanad bagi generasi berikutnya untuk mendapatkan limpahan Ilmu Rasulullah. begitu yaa...

Semua ilmu yg di sampaikan oleh rosul kepd ummat pastilah ali as yg terlebih dahulu diberitahu.Kota ilmu pasti sangat kokoh. Tak akan ada yg bisa memasukinya kecuali lewat pintunya. Sepeninggal Rasulullah SAW, Imam Ali-lah sumber terpercaya ilmu Rasulullah SAW. Referensi utama dan pertama seluruh keilmuan Islam. Referensi kebenaran Islam.

*****
Pertanyaan:
Dengan bermazhab Aswaja : Apakah kita bisa berpedoman pada Imam Ali, Fatimah, Hasan dan Husain ( ahlul bait yang disucikan ) ???

Jawaban:
Sangat sulit karena :
1. Dalam kitab hadis seperti Bukhari Muslim dll, sedikit sekali hadis hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali, Fatimah, Hasan dan Husain..

Contoh : Tidak logis hadis Abu Hurairah dalam kitab Bukhari bisa mencapai 1100 buah sementara hadis ahlul bait yang disucikan hanya puluhan hadis, itupun tidak semuanya shahih dari mereka

Dimana tafsir Quran versi Ahlul bait yang suci dan keturunan nya, dapatkah hal tersebut kita jumpai dalam mazhab aswaja ??? Bagaimana kita mempedomani ahlul bait jika maraji’ dari mereka sangat langka dan kalaupun ada sudah dipelintir ???

Intinya dalam memahami Islam itu terdapat berbagai tafsir…Bukankah Ahlul Bait, Jalan Untuk Berpegang Kepada Al-Kitab Dan Sunnah.. Imam Zainal Abidin ingin mengatakan bahwa jika Abu Thalib kafir maka tidak mungkin Rasul melawan perintah Allah dengan membiarkan istri Abu Thalib yang mukmin bersama Abu Thalib. Saya pribadi lebih meyakini pendapat Ahlulbait ketimbang periwayat hadis bayaran zaman Umayyah.

Bukankah Alllah memerintah umat Islam agar mencintai itrah ahlul bait ? Bukankah Ahlulbait itu bahtera keselamatan umat? Bani Abbasiyyah merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652 M) yang juga merupakan paman dari Nabi Muhammad, oleh karena itu mereka termasuk ke dalam Bani Hasyim. yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas

Sedangkan Bani Umayyah yang merupakan salah satu kabilah dalam Quraisy, bukan termasuk yang seketurunan dengan Nabi.. Apakah keturunan Abbas yang menjadi raja layak dipedomani ??? Apakah rezim Umayyah Abbasiyah perlu ditulis dengan tulisan indah seperti yang Aswaja lakukan ???

Jika Ahlubait Nabi dikatakan sebagai Kaum Penyimpang, lalu siapakah yang ia yakini sebagai pemelihara kemurnian agama Rasulullah ? Bani Uamayyah ? Mu’awiyah? Yazid ?

2. Setelah Imam Ali syahid akibat siasat adu domba pecah belah Mu’awiyah bin Abu Sofyan maka : keturunan beliau dibunuh dan diuber – uber ke seluruh wilayah Arabia.. Itukah bentuk berpedoman pada ahlul bait ???

Apakah aswaja mau menggunakan hadis syi’ah yang dirawikan oleh keluarga Nabi ???

Allah Swt berfirman: “Orang- orang kafir berkata:” Kamu bukan seorang Rasul”. Katakanlah (wahai Muhammad):” Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kalian, dan orang yang mempunyai ilmu Al Kitab”.(Ar-Ra’d 43).

3.Pengikut putera fatimah di black list dan disebut sebagai orang zindiq, digelari Rafidhah, dan diburu oleh rezim yang berkuasa, bahkan banyak dibantai.. Itukah bentuk berpedoman pada ahlul bait ???

musuh-musuh Syi’ah Ahlulbait as. sering menggunakan bahasa dan logika yang sama! Mereka membebankan penyimpangan seorang ulama Syi’ah kepada Syi’ah secara keseluruhan! Membebankannya kepada Mazhab!

Apa musuh musuh syi’ah telah Allah sucikan berdasarkan nash Qur’an sehingga yang berada di atas Sunnah adalah mereka dan Jama’ahnya !! Bagi Anda yang rajin membaca pembelaan Aswaja kepada keluarga besar Bani Umayyah pasti Anda tidak akan heran jika mereka begitu benari memvonis syi’ah sebagai Ahli Bid’ah dan kaum Penyimpung !

4.Mayoritas masyarakat mengikuti rezim umayyah..Kita juga melihat di era saat ini, banyak manusia-manusia yang ternyata pengikut rezim umayyah di seperti wahhabi dan pengikutnya yang telah menciptakan kekacauan di seluruh dunia dan menciptakan penyesatan tentang pemahaman terhadap Islam sebagai agama kerusuhan dan tidak toleran.

*****

Shahih: Hadis Imam Ali Pintu Kota Ilmu

Hadis Imam Ali pintu kota ilmu termasuk hadis yang dibenci oleh para salafy wa nashibi. Mereka bersikeras menyatakan hadis tersebut palsu dan dibuat-buat oleh orang syiah. Sebelumnya kami pernah membahas tentang hadis ini dan kami berpendapat bahwa hadis ini kedudukannya hasan tetapi setelah mempelajari kembali maka kami temukan bahwa hadis ini sebenarnya hadis yang shahih. Pada pembahasan kali ini kami akan membawakan hadis ini dengan sanad yang jayyid.

Sebelumnya kami akan menyampaikan fenomena menarik seputar hadis ini. Hadis ini telah dinyatakan palsu oleh sebagian ulama sehingga para ulama itu tidak segan-segan mencacat mereka yang meriwayatkan hadis ini. Dengan kata lain, berani meriwayatkan hadis ini maka si perawi siap-siap mendapat tuduhan seperti “dhaif” atau “pemalsu hadis” atau “rafidah busuk”. Hadis pintu kota ilmu masyhur diriwayatkan oleh Abu Shult Abdus Salam bin Shalih Al Harawi dan kasihan sekali orang ini dituduh sebagai yang memalsukan hadis tersebut sehingga tidak segan-segan banyak ulama yang berduyun-duyun mendhaifkan Abu Shult.

Fakta membuktikan ternyata Abu Shult tidak menyendiri dalam meriwayatkan hadis ini. Bersamanya ada banyak perawi lain baik tsiqat, dhaif atau majhul yang juga meriwayatkan hadis ini. Bukankah ini salah satu indikasi kalau Abu Shult tidak memalsukan hadis ini. Dan ajaibnya seorang imam terkenal Ibnu Ma’in bersaksi kalau Abu Shult tidak memalsukan hadis ini bahkan Ibnu Ma’in menyatakan Abu Shult seorang tsiqat shaduq.

Ternyata para ulama tidak kehabisan akal, mereka membuat tuduhan baru yang akan mengakhiri semuanya. Tuduhannya tetap sama “Abu Shult memalsukan hadis ini” tetapi dengan tambahan “dan siapa saja yang meriwayatkan hadis ini selain Abu Shult maka dia pasti mencuri hadis tersebut dari Abu Shult”. Mengagumkan, perkataan ini jelas menunjukkan bahwa sebanyak apapun orang lain selain Abu Shult meriwayatkan hadis ini maka hadis ini akan tetap palsu keadaannya. Fenomena ini menunjukkan betapa canggihnya sebagian ulama sekaligus menunjukkan betapa konyolnya sebagian ilmu jarh wat ta’dil.

Mengapa konyol?. Karena jelas sekali dipaksakan. Mereka ingin memaksakan kalau hadis ini palsu dan yang memalsukannya adalah Abu Shult Al Harawi. Di bawah ini kami akan membawakan sanad yang menunjukkan kalau hadis ini tidaklah palsu dan Abu Shult bukanlah orang yang tertuduh memalsu hadis ini:

ثنا أبو الحسين محمد بن أحمد بن تميم القنطري ثنا الحسين بن فهم ثنا محمد بن يحيى بن الضريس ثنا محمد بن جعفر الفيدي ثنا أبو معاوية عن الأعمش عن مجاهد عن بن عباس رضى الله تعالى عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنا مدينة العلم وعلي بابها فمن أراد المدينة فليأت الباب

Telah menceritakan kepada kami Abu Husain Muhammad bin Ahmad bin Tamim Al Qanthari yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Fahm yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Dharisy yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far Al Faidiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah dari Al ‘Amasy dari Mujahid dari Ibnu Abbas RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya dan siapa yang hendak memasuki kota itu hendaklah melalui pintunya” [Mustadrak As Shahihain Al Hakim no 4638 dishahihkan oleh Al Hakim dan Ibnu Ma’in].

Hadis riwayat Al Hakim di atas telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqat dan shaduq hasanul hadis. Mereka yang mau mencacatkan hadis ini tidak memiliki hujjah kecuali dalih-dalih yang dipaksakan. Berikut pembahasan mengenai perawi hadis tersebut dan jawaban terhadap syubhat dari para pengingkar.

Muhammad bin Ahmad bin Tamim Al Qanthari yang dikenal Abu Husain Al Khayyath adalah Syaikh [gurunya] Al Hakim dimana Al Hakim banyak sekali meriwayatkan hadis darinya. Al Hakim telah berhujjah dengan hadis-hadisnya dan menshahihkannya dalam Al Mustadrak. Selain itu Al Hakim menyebutnya dengan sebutan Al Hafizh [ini salah satu predikat ta’dil] dalam Al Mustadrak no 6908. Muhammad bin Abi Fawaris berkata “ada kelemahan padanya” [Tarikh Baghdad 1/299]. Pernyataan Ibnu Abi Fawaris tidaklah benar karena Al Hakim sebagai murid Abu Husain Al Khayyath lebih mengetahui keadaan gurunya dibanding orang lain dan Al Hakim telah menta’dilkan gurunya dan menshahihkan hadis-hadisnya. Adz Dzahabi dalam Talkhis Al Mustadrak juga tidak pernah mengkritik Abu Husain Al Khayyath bahkan ia sepakat dengan Al Hakim, menshahihkan hadis-hadis Abu Husain Al Khayyath.

Husain bin Fahm adalah seorang yang disebut Adz Dzahabi sebagai Al Hafizh Faqih Allamah yang berhati-hati dalam riwayat. [Siyar ‘Alam An Nubala 13/427]. Al Hakim menyatakan ia tsiqat ma’mun hafizh [Mustadrak no 4638].

Al Khatib juga menyatakan ia tsiqat dan berhati-hati dalam riwayat [Tarikh Baghdad 8/92 no 4190]. Disebutkan kalau Daruquthni menyatakan “ia tidak kuat”. Pernyataan Daruquthni tidak bisa dijadikan hujjah karena ia tidak menjelaskan sebab pencacatannya padahal Al Hakim dan Al Khatib bersepakat menyatakan Husain bin Fahm tsiqah ditambah lagi pernyataan “laisa biqawy” [tidak kuat] bukan pencacatan yang keras dan juga bisa berarti seseorang yang hadisnya hasan.

Muhammad bin Yahya bin Dharisy adalah seorang yang tsiqah. Ibnu Hibban memasukkan namanya dalam Ats Tsiqat juz 9 no 15450 dan Abu Hatim menyatakan ia shaduq [Al Jarh wat Ta’dil 8/124 no 556] dan sebagaimana disebutkan Al Mu’allimi kalau Abu Hatim seorang yang dikenal ketat soal perawi dan jika ia menyebut perawi dengan sebutan shaduq itu berarti perawi tersebut tsiqah [At Tankil 1/350].

Muhammad bin Ja’far Al Faidy adalah Syaikh [guru] Bukhari yang tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat juz 9 no 15466. Telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat diantaranya Al Bukhari [dalam kitab Shahih-nya] oleh karena itu disebutkan dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib no 5786 kalau ia seorang yang shaduq hasanul hadis. Sebenarnya dia seorang yang tsiqat karena selain Ibnu Hibban, Abu Bakar Al Bazzar menyatakan ia shalih [Kasyf Al Astar 3/218 no 2606] dan Ibnu Ma’in menyatakan ia tsiqat makmun [Al Mustadrak Al Hakim no 4637].

Ibnu Hajar menyebutkan biografi Muhammad bin Ja’far Al Faidy dalam At Tahdzib juz 9 no 128 dan disini Ibnu Hajar mengalami kerancuan. Ibnu Hajar membuat keraguan kalau sebenarnya dia bukanlah syaikh [guru] Al Bukhari. Dalam Shahih Bukhari disebutkan dengan kata-kata “haddatsana Muhammad bin Ja’far Abu Ja’far haddatsana Ibnu Fudhail” [Shahih Bukhari no 2471]. Menurut Ibnu Hajar, Muhammad bin Ja’far yang dimaksud bukan Al Faidy tetapi Muhammad bin Ja’far Al Simnani Al Qumasi yang biografinya disebutkan dalam At Tahdzib juz 9 no 131. Muhammad bin Ja’far Al Simnani disebutkan Ibnu Hajar kalau dia dikenal Syaikh Al Bukhari seorang hafiz yang tsiqat dan dia masyhur dikenal dengan kuniyah Abu Ja’far sedangkan Al Faidy lebih masyhur dengan kuniyah Abu Abdullah. Disini Ibnu Hajar melakukan dua kerancuan.

Pertama, Muhammad bin Ja’far yang dimaksud Al Bukhari adalah Muhammad bin Ja’far Al Faidy karena Al Hakim dengan jelas menyebutkan Muhammad bin Ja’far Al Faidy dengan kuniyah Abu Ja’far Al Kufi dan dialah yang meriwayatkan hadis dari Muhammad bin Fudhail bin Ghazwan Al Kufy [Al Asami wal Kuna juz 3 no 1044]. Bukhari sendiri menyebutkan kalau Muhammad bin Ja’far Abu Ja’far yang meriwayatkan dari Ibnu Fudhail tinggal di Faid dengan kata lain dia adalah Al Faidy [Tarikh Al Kabir juz 1 no 118].

Jadi memang benar kalau Muhammad bin Ja’far Al Faidy adalah Syaikh atau gurunya Al Bukhari.

Kedua, Ibnu Hajar dengan jelas menyatakan Muhammad bin Ja’far Al Simnani [Syaikh Al Bukhari] seorang hafiz yang tsiqat [At Taqrib 2/63] sedangkan untuk Muhammad bin Ja’far Al Faidy [Syaikh Al Bukhari] Ibnu Hajar memberikan predikat “maqbul” [At Taqrib 2/63]. Hal ini benar-benar sangat rancu, Muhammad bin Ja’far Al Simnani walaupun ia gurunya Al Bukhari tidak ada satupun ulama mutaqaddimin yang memberikan predikat ta’dil kepadanya bahkan Ibnu Hibban tidak memasukkannya dalam Ats Tsiqat sedangkan Muhammad bin Ja’far Al Faidy telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Jadi yang seharusnya dinyatakan tsiqat itu adalah Muhammad bin Ja’far Al Faidy.

Abu Muawiyah Ad Dharir yaitu Muhammad bin Khazim At Tamimi seorang perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat [At Taqrib 2/70]. Sulaiman bin Mihran Al ‘Amasy juga perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat [At Taqrib 1/392] dan Mujahid adalah seorang tabiin imam ahli tafsir perawi kutubus sittah yang juga dikenal tsiqat [At Taqrib 2/159]. Salah satu cacat yang dijadikan dalih oleh salafy adalah tadlis Al ‘Amasy. Al’Amasy memang dikenal mudallis tetapi ia disebutkan Ibnu Hajar dalam Thabaqat Al Mudallisin no 55 mudallis martabat kedua yaitu mudallis yang an’ anah-nya dijadikan hujjah dalam kitab shahih.

*Imam Bukhari telah menshahihkan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid dalam Shahih Bukhari no 1361, 1378, 1393.
*Imam Muslim menshahihkan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid dalam Shahih Muslim no 2801.
*Imam Tirmidzi menyatakan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid hasan shahih dalam Sunan Tirmidzi 4/706 no 2585.
*Adz Dzahabi menshahihkan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid dalam Talkhis Al Mustadrak 2/421 no 2613.
*Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid [Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir no 2993].
*Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid shahih sesuai dengan syarat Bukhari Muslim [Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Al Arnauth no 2993].
*Syaikh Al Albani menshahihkan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid dalam Irwa’ Al Ghalil 1/253.

Tentu saja mencacatkan hadis ini dengan dalih tadlis ‘Amasy adalah pencacatan yang lemah dan terkesan dicari-cari karena cukup dikenal di kalangan ulama dan muhaqqiq kalau an an-ah ‘Amasy bisa dijadikan hujjah.

Kesimpulan:
Sanad riwayat Al Hakim di atas adalah sanad yang jayyid dan tidak diragukan lagi kalau para perawinya tsiqah sehingga kedudukan hadis tersebut seperti yang dikatakan Al Hakim dan Ibnu Ma’in yaitu shahih. Riwayat Al Hakim ini sekaligus bukti bahwa Abu Shult Al Harawi tidak memalsukan hadis ini. Hadis ini memang hadis Abu Muawiyah dan tidak hanya Abu Shult yang meriwayatkan darinya tetapi juga Muhammad bin Ja’far Al Faidy seorang yang tsiqat

*****

MEMBONGKAR KEBENARAN SYi’AH

Siapakah Imam 12 ??

Jawaban:
Mereka adalah Imam Ali dan 11 keturunannya.

Apa buktinya:
Buktinya adalah hadis yang menerangkan bahwa khalifah tersebut adalah berasal dari itrah (keturunan) dari ahlul bait Nabi SAW.

Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang antara bumi dan langit, serta KeturunanKu Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiKu di Telaga Surga Al Haudh.

Hadis Ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad jilid 5 hal 182, Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan bahwa hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan beliau menyatakan hadis tersebut Shahih.)

Hadis di atas adalah Hadis Tsaqalain dengan matan yang khusus menggunakan kata Khalifah. Hadis ini adalah hadis yang Shahih sanadnya dan dengan jelas menyatakan bahwa Al Ithrah Ahlul Bait Nabi SAW adalah Khalifah bagi Umat islam. Oleh karena itu Premis bahwa Sang Khalifah setelah Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah SAW adalah sangat beralasan:

اِنِّي تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ: كِتَابَ الله،ِ وَ عِتْرَتِي اَهْلَ بَيْتِي، مَا اِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوا اَبَدًا، وَانَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتیّ يرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ.

Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan buat kalian dua hal yang berharga; Kitab Allah dan Itrah; Ahlul Baitku. Selama berpegang pada keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Dan keduanya juga tidak akan berpisah hingga menjumpaiku di telaga Kautsar kelak di Hari Kiamat.” (H.R. Sahih Muslim : jilid 7, hal 122. Sunan Ad-Darimi, jilid 2, hal 432. Musnad Ahmad, jilid 3, hal 14, 17, 26 dan jilid 4, hal 371 serta jilid 5, hal 182 dan 189. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, hal 109, 147 dan 533).

Terkait dengan sikap kita kepada Ahlul Bait, di antaranya Nabi saw. bersabda:

إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوْا كِتَابَ اللهِ وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي

Aku meninggalkan di tengah tengah kalian apa yang jika kalian ambil kalian tidak akan tersesat, Kitabullah dan ’itrah Ahlul Baitku. (HR. Tirmidzi).

Riwayat hadis pada Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya, jilid 3, halaman 14, 17, 26 dan 59, terbitan Dar Shadir Beirut – Lebanon:Telah berkata kepada kami Abdullah, ‘Telah berkata kepada kami Abi Tsana Abu an-Nadzar Tsana Muhammad, yaitu Ibnu Abi Thalhah, dari al-A’masy, dari ‘Athiyyah al-’Ufi, dari Abi Sa’id al-Khudri, dari Rasulullah saw yang berkata, “Aku merasa segera akan dipanggil (oleh Allah) dan aku akan memenuhi panggilan itu. Aku tinggalkan padamu dua perkara yang amat berharga, yaitu Kitab Allah Azza Wajalla dan ‘itrahku (kerabatku). Kitab Allah, tali penghubung antara langit dan bumi; dan ‘itrahku, Ahlul Baitku. Dan sesungguhnya Allah Yang Maha Mengetahui telah berkata kepadaku bahwa keduanya tidak akan berpisah sehingga berjumpa kembali denganku di telaga. Oleh karena itu, perhatikanlah bagaimana kamu memperlakukan keduanya itu.”.

Imam Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan, “Telah berkata kepada kami Abdullah, ‘Telah berkata kepada kami Tsana bin Namir Tsana Abdullah, yaitu Ibnu Abi Sulaiman, dari ‘Athiyyah, dari Abi Sa’id al-Khudri yang berkata, ‘Rasulullah saw telah bersabda, ‘Aku telah tinggalkan padamu dua perkara yang amat berharga, yang mana salah satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ‘itrah Ahlul Baitku, Ketahuilah, sesungguhnya keduanya tidak akan pernah ber-pisah sehingga datang menemuiku di telaga.’” Ahmad bin Hanbal telah meriwayatkannya dari berbagai jalan, selain jalan-jalan yang di atas.

Riwayat hadis dari Turmudzi, jilid 5, halaman 662 – 663, terbitan Dar Ihya at-Turats al-’Arabi:Telah berkata kepada kami Ali bin Mundzir al-Kufi, “Telah berkata kepada kami Muhammad bin Fudhail, ‘Telah berkata kepada kami al-A’masy, dari ‘Athiyyah, dari Abi Sa’id dan al-A’masy, dari Habib bin Abi Tsabit, dari Zaid bin Arqam yang berkata, ‘Rasulullah saw telah bersabda, ‘Sesungguhnya aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ‘itrah Ahlul Baitku. Keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga. Maka perhatikanlah bagaimana kamu memperlakukan keduanya.”

Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. berkhutbah di Ghadir Khum : “Sesungguhnya aku meninggalkan di tengah tengah kamu dua perkara yang berat (As-Thaqalain), Kitab Allah dan Itrahku (keturunanku), dan bahwa keduanya tidak akan berpisah sehingga kelak datang kepadaku di Telaga Haudh.”.

Di dalam Sahih Bukhari berasal dari Jabir yang mengatakan, “Rasulullah saw telah bersabda, ‘Akan muncul sepeninggalku dua belas orang amir’, kemudian Rasulullah saw mengatakan sesuatu yang saya tidak mendengarnya. Lalu saya menanyakannya kepada ayah saya, ‘Apa yang telah dikatakannya?’ Ayah saya men-jawab, ‘Semuanya dari bangsa Quraisy.’” Adapun di dalam Sahih Muslim berasal dari ‘Amir bin Sa’ad yang berkata, “Saya menulis surat kepada Ibnu Samrah, ‘Beritahukan kepada saya sesuatu yang telah Anda dengar dari Rasulullah saw.’ Lalu Ibnu Samrah menulis kepada saya, ‘Saya mendengar Rasulullah saw bersabda pada hari Jumat sore pada saat dirajamnya al-Aslami, ‘Agama ini akan tetap tegak berdiri hingga datangnya hari kiamat dan munculnya dua belas orang khalifah yang kesemuanya berasal dari bangsa Quraisy.”

Jabir bin Samurah meriwayatkan: Saya mendengar Nabi (saw) berkata: ”Kelak akan ada Dua Belas Pemimpin.” Ia lalu melanjutkan kalimatnya yang saya tidak mendengarnya secara jelas. Ayah saya mengatakan, bahwa Nabi menambahkan, ”Semuanya berasal dari suku Quraisy.” [Sahih al-Bukhari (Bahasa Inggris), Hadith: 9.329, Kitabul Ahkam; Sahih al-Bukhari, (Bhs Arab), 4:165, Kitabul Ahkam].

Nabi (saw) bersabda: “Agama (Islam) akan berlanjut sampai datangnya Saat (Hari Kebangkitan), berkat peranan Dua Belas Khalifah bagi kalian, semuanya berasal dari suku Quraisy.” [Sahih Muslim, (English), Chapter DCCLIV, v3, p1010, Hadis no. 4483; Sahih Muslim (Bhs Arab), Kitab al-Imaara, 1980 Edisi Saudi Arabia, v3, p1453, Hadis no.10].

Meskipun kata “Quraisy” yang terdapat di dalam riwayat-riwayat hadis imam 12 bersifat umum, namun dengan riwayat-riwayat dan petunjuk-petunjuk yang lain menjadi jelas bahwa yang dimaksud adalah itrah Ahlul Bait..Adapun imamah Imam Ali sudah disebut di Ghadir Kum dll.

Agama ini akan tetap tegak berdiri dengan kepemimpinan dua belas orang khalifah, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh riwayat-riwayat sebelumnya. Pada saat yang sama terdapat riwayat-riwayat yang menekankan keseiringan Ahlul Bait dengan Kitab Allah. Ini merupakan sebaik-baiknya dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “dua belas orang khalifah” itu adalah para Imam dari kalangan Ahlul Bait.

Al-Qanduzi al-Hanafi sendiri telah menukilnya di dalam kitabnya Yanabi’ al-Mawaddah. Pada mawaddah kesepuluh dari kitab Mawaddah al-Qurba, bagi Sayyid Ali al-Hamadani —semoga Allah SWT mensucikan jalannya dan mencurahkan keberkahannya kepada kita— disebut-kan, “Dari Abdul Malik bin ‘Umair, dari Jabir bin Samrah yang ber-kata, ‘Saya pernah bersama ayah saya berada di sisi Rasulullah saw, dan ketika itu Rasulullah saw bersabda, ‘Sepeninggalku akan ada dua belas orang khalifah.’ Kemudian Rasulullah saw menyamarkan suar-anya. Lalu saya bertanya kepada ayah saya, ‘Perkataan apa yang disamarkan olehnya?’ Ayah saya menjawab, ‘Rasulullah saw berkata, ‘Semua berasal dari Bani Hasyim.”.

Bahkan Al-Qanduzi meriwayatkan banyak hadis lain yang lebih jelas dari hadis-hadis di atas. Al-Qanduzi telah meriwayat dari ‘Abayah bin Rab’i, dari Jabir yang mengatakan, “Rasulullah saw telah bersabda, ‘Saya adalah penghulu para nabi dan Ali adalah penghulu para washi, dan sesungguhnya para washi sepeninggalku berjumlah dua belas orang. Yang pertama dari mereka adalah Ali, dan yang terakhir dari mereka adalah al-Qa’im al-Mahdi.”‘.

kita tidak menemukan apa-apa selain harus mengakui dan mengatakan, “Sesungguhnya hadis-hadis yang menunjukkan bahwa para khalifah sesudah Rasulullah saw sebanyak dua belas orang khalifah ialah para Imam dua belas dari Ahlul Bait Rasulullah saw. Karena tidak mungkin kita dapat menerap-kannya pada raja-raja Bani Umayyah, dikarenakan jumlah mereka yang lebih dari dua belas orang dan dikarenakan kezaliman mereka yang amat keji, kecuali Umar bin Abdul Aziz, dan dikarenakan mereka bukan dari Bani Hasyim.

Karena Rasulullah saw telah bersabda, ‘Seluruhnya dari Bani Hasyim’, di dalam riwayat Abdul Malik, dari Jabir. Dan begitu juga penyamaran suara yang dilakukan oleh Rasulullah saw di dalam perkataan ini, memperkuat riwayat ini. Dikarenakan mereka tidak menyambut baik kekhilafahan Bani Hasyim. Kita juga tidak bisa menerapkannya kepada raja-raja Bani ‘Abbas, disebabkan jumlah mereka yang lebih banyak dibandingkan jumlah yang disebutkan, dan juga dikarenakan mereka kurang menjaga ayat “Katakanlah, ‘Aku tidak meminta upah apapun kepadamu atas risalah yang aku sampaikan kecuali kecintaan kepada keluargaku’” dan hadis Kisa`.

Maka mau tidak mau hadis ini harus diterapkan kepada para Imam dua belas dari Ahlul Bait Rasulullah saw. Karena mereka adalah manusia yang paling berilmu pada jamannya, paling mulia, paling warak, paling bertakwa, paling tinggi dari sisi nasab, paling utama dari sisi kedudukan dan paling mulia di sisi Allah SWT. Ilmu mereka berasal dari bapak-bapak mereka, dan terus bersambung kepada datuk mereka Rasulullah saw. Maka penerapan hadis “Kamu harus berpegang teguh pada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin yang mendapat petunjuk sepeninggalku” kepada para Imam Ahlul Bait jauh lebih dekat dibandingkan menerapkannya kepada para khalifah yang empat. Karena sudah jelas bahwa para khalifah sepeninggal Rasulullah saw itu berjumlah dua belas orang khalifah, yang kesemuanya berasal dari Bani Hasyim.

Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan buat kalian dua hal yang berharga; Kitab Allah dan Itrah; Ahlul Baitku. Selama berpegang pada keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Dan keduanya juga tidak akan berpisah hingga menjumpaiku di telaga Kautsar kelak di Hari Kiamat.” (H.R. Sahih Muslim : jilid 7, hal 122. Sunan Ad-Darimi, jilid 2, hal 432. Musnad Ahmad, jilid 3, hal 14, 17, 26 dan jilid 4, hal 371 serta jilid 5, hal 182 dan 189. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, hal 109, 147 dan 533).

Dengan hadis Tsaqalain maka kelihatan jelas bahwa 12 Imam adalalah dari Ithrahti Ahlulbait.

Ulama terkenal Al-Dhahabi mengatakan dalam bukunya Tadzkirat al-Huffaz , jilid 4, halaman 298, dan Ibn Hajar al-’Asqalani menyatakan dalam al-Durar al-Kaminah, jilid 1, hal. 67 bahwa Sadruddin Ibrahim bin Muhammad bin al-Hamawayh al-Juwayni al-Shafi’i (disingkat Al-Juwayni) adalah seorang ahli Hadis yang mumpuni. Al-Juwayni menyampaikan dari Abdullah bin Abbas (ra) bahwa Nabi (sawa) mengatakan,”Saya adalah penghulu para Nabi dan Ali bin Abi Thalib adalah pemimpin para penerus, dan sesudah saya akan ada dua belas penerus. Yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib dan yang terakhir adalah Al-Mahdi.”.

Al-Juwayni juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas (r) bahwa Rasulullah (sawa) berkata: ”Sudah pasti bahwa wakil-wakilku dan Bukti Allah bagi makhluk sesudahku ada dua belas. Yang pertama di antara mereka adalah saudaraku dan yang terakhir adalah anak (cucu) ku.” Orang bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah saudaramu itu?”. Beliau menjawab: “Ali bin Abi Thalib.” Lalu beliau ditanyai lagi: “ Dan siapakan anak (cucu) mu itu?” Nabi yang suci (sawa) menjawab: ”Al-Mahdi. Dia akan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan ketika ia (bumi) dipenuhi ketidakadilan dan tirani. Dan demi Yang Mengangkatku sebagai pemberi peringatan dan memberiku kabar gembira, meski seandainya masa berputarnya dunia ini tinggal sehari saja, Allah SWT akan memperpanjang hari itu sampai diutusnya (anakku) Mahdi, kemudian ia akan disusul Ruhullah Isa bin Maryam (a.s.) yang turun ke bumi dan berdoa di belakangnya (Mahdi). Dunia akan diterangi oleh sinarnya, dan kekuatannya akan mencapai hingga ke timur dan ke barat.”.

Al-Juwayni juga meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) mengatakan: ”Aku dan Ali dan Hasan dan Husain dan sembilan anak cucu Husain adalah yang disucikan (dari dosa) dan dalam kebenaran.” [Al-Juwayni, Fara'id al-Simtayn, Mu'assassat al-Mahmudi li-Taba'ah, Beirut 1978, p. 160].

Sekaitan dengan ayat di atas, Jabir bin Abdillah bertanya, “Ya Rasulullah, Siapa kah orang-orang yang wajib ditaati seperti yang diisyaratkan dalam ayat ini?”

Rasulullah saw menjawab, “Yang wajib ditaati adalah para khalifahku wahai Jabir, yaitu para imam kaum muslimin sepeninggalku nanti. Imam pertama mereka adalah Ali bin Abi Thalib, kemudian Hasan, kemudian Husein, kemudian Ali bin Husein, kemudian Muhammad bin Ali yang telah dikenal di dalam kitab Taurat dengan nama “Al-Baqir” dan engkau akan berjumpa dengannya wahai Jabir. Apabila engkau nanti berjumpa dengannya, maka sampaikanlah salamku kepadanya. Kemudian setelah itu As-Shadiq Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali, kemudian yang terakhir ialah Al-Mahdi bin Hasan bin Ali sebagai Hujjatullah di muka bumi ini dan Khalifatullah yang terakhir.

Rujuk ke Ghayah al-Maram, jilid 10, hal. 267, Itsbat al-Hudat, jilid 3/123 dan Yanabi’ al-Mawaddah, hal. 494, 443-Qundusi al hanafi.

Ada dua belas imam yang dilantik oleh Allah SWT sebagai pelanjut Nabi Muhammad SAW. Ada sebuah hadis panjang dalam dokumendokumen Sunni yang menyatakan bahwa jumlah para imam setelah Nabi adalah dua belas orang. Ada dokumen-dokumen Sunni lainnya yang di dalamnya Nabi SAW bahkan menyebutkan nama masing-masing dua belas imam tersebut.

Allah SWT menunjuk dua belas imam, bukan semata-mata mereka dari rumah tangga Nabi SAW, namun karena mereka, di masa-masa mereka, yang paling berilmu, paling terkenal, paling takwa, paling saleh, paling baik dalam kebajikan personal, dan paling mulia di hadapan Allah; dan pengetahuan mereka diturunkan dari leluhur mereka (Nabi) melalui ayahayah mereka……itu tidak berarti dengan sendirinya 12 imam harus berkuasa secara fisik.

Allah SWT berfirman ; Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah mernberikan kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan yang besar. (QS. an-Nisa : 54).

a. Dalam Shahih Bukhari, tercantum hadis berikut:
Diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah, “Aku mendengar Nabi SAW berkata, Akan ada dua belas pemimpin (amir).’ Kemudian ia mengucapkan sebuah kalimat yang tidak kudengar. Ayahku berkata, ‘Nabi SAW menambahkan, ‘Mereka semua berasal dari Quraisy.”66. Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 5, hal. 106.

b. Dalam Musnad Ahmad, tercantum hadis berikut, “Nabi SAW berkata, ‘Kelak ada dua belas orang khalifah untuk masyarakat ini. Semuanya dari Quraisy”‘77. Referensi Sunni: Shahih Muslim, Arab, Kitab al-Imarah, 1980, edisi Arab Saudi, jilid 3, hal. 1452, hadis 5; Shahih Muslim, Inggris, bab DCCLIV (Orang-orang tunduk kepada Quraisy dan Kekhalifahan adalah Hak Quraisy), jilid 3, hal. 1009, hadis 4.477.

c. Dalam Shahih Muslim, ada hadis berikut:
Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah, “Nabi SAW berkata, ‘Masalah (kehidupan) tidak akan berakhir, sampai berlalunya dua belas khalifah.’ Kemudian beliau membisikkan sebuah kalimat. Aku bertanya kepada ayahku apa yang Nabi katakan. Ia menjawab, ‘Nabi berkata, “Semuanya berasal dari Quraisy.”88. Rujukan Sunni: Shahih Muslim, Arab, Kitab al-Imaran, 1980, edisi Arab Saudi, jilid 3, hal. 1453, hadis 6; Shahih Muslim, Inggris, bab DCCLIV (Orang-orang tunduk kepada Quraisy dan Kekhalifahan adalah Hak Quraisy), jilid 3, hal. 1010, hadis 4.478.

d. Juga dari Shahih Muslim:
Nabi SAW berkata, “Urusan-urusan manusia akan terus dibimbing (dengan baik) selama mereka diatur oleh dua belas orang.”99. Referensi Sunni: Shahih Muslim, Arab, Kitab al-Imarah, 1980 edisi Arab Saudi, jilid 3, ha1.1453, hadis 7; Shahih Muslim, Inggris, bab DCCLIV (Orang-orang tunduk kepada Quraisy dan Kekhalifahan adalah Hak Quraisy), jilid 3, ha1.1.010, hadis 4.480.

e. Juga, Nabi SAW bersabda, “Islam akan terus berjaya sampai adanya dua belas khalifah.”1010. Rujukan Sunni: Shahih Muslim, Arab, Kitab al-Imarah, 1980, Edisi Arab Saudi, jilid 3, ha1.1453, hadis 10; Shahih Muslim, versi Inggris, bab DCCL1V(berjudul:Orang-orang yang tunduk kepada Qurais dan kekhalifahan adalah Hak ( Quraisy) jilid 3 hal 1010 hadis 4.483 Rujukan Sunni lain dalam hadis serupa: Shahih at-Turmuzzi, jilid 4, ha1.507; Sunan Abu Daud, jilid 2, hal. 421 (tiga hadis); dan yang lainnya seperti Tialasi, Ibnu Atsir, dan lain-lain.

f. Juga, Nabi SAW bersabda, ‘Agama Islam akan terus berlangsung sampai hari kiamat, dengan dua belas khalifah untuk kalian, mereka semua berasal dari Quraisy”‘1111. Rujukan Sunni: al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, ha1.149; Musnad ahmad ibn Hanbal; Shahih, Nasa’i, dari Anas bin Malik; Sunan, Baihaqi; ash-Shawa’iq al-Muhriqah, karya Ibnu Hajar Haitsami, bab 17, pasal 2, hal. 287.

g. Nabi SAW berkata, “Para imam berasal dari Quraisy.”‘1212. Shahih Bukhari, hadis 9.422

*****

Pertanyaan:
Para pengikut Ahlulbait Nabi SAW merujuk pada dua belas khalifah tersebut sebagaimana halnya dua belas imam mereka yang bermula dari Imam Ali bin Abi Thalib dan berakhir dengan Imam Mahdi.

Kami ingin bertanya,berdasarkan prespektif Sunni siapakah dua belas khalifah setelah Nabi Muhammad saw? Silakan dukung penegasan anda dengan merujuk pada Quran dan atau enam buku kumpulan hadis Sunni, dan juga membenarkan perbuatan mereka dalam lintasan sejarah. Ingatlah, perintah-perintah dua khalifah Nabi ini haruslah ditaati. Karenanya, jika anda tidak mengenal dua belas pemimpin anda, bagaimana anda ingin menaati mereka?

Kami ingin mengingatkan anda bahwa ‘khalifah’ artinya penerus/ wakil… Syarat imam adalah : mereka harus sesuai dengan ayat Quran : “Aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas seruanku keeuali kecintaan terhadap keluargaku” (QS. asy-Syura : 23).

Tak syak lagi khalifah seharusnya diketahui oleh para pengikutnya, jika sebaliknya seorang khalifah imajiner tidak bisa diikuti, sementara Nabi SAW telah meminta kita untuk mengikuti mereka? Jika anda tidak mengetahui para imam anda, bagaimanakah anda bisa menaati mereka?

para pengikut Ahlulbait Nabi SAW merujuk pada dua belas khalifah tersebut sebagaimana halnya dua belas imam mereka yang bermula dari Imam Ali bin Abi Thalib dan berakhir dengan Imam Mahdi as, imam di zaman kita sekarang. Mereka adalah para khalifah karena Allah SWT menjadikan mereka khalifahkhalifah (mereka semua adalah wakil-wakil Allah SWT di muka humi).

Bersama lintasan waktu dan melalui kejadian – kejadian sejarah, kita ketahui hahwa melalui hadis-hadis di atas Nabi SAW memaksudkan dua belas khalifah tadi adalah dua belas imam dari Ahlulbaitnya yang merupakan keturunan Nabi SAW karena kita tidak punya kandidat lain dalam sejarah Islam yang semua kesalehannya disepakati oleh seluruh Muslimin.

Adalah menarik untuk diketahui bahwa bahkan musuh-musuh Syi’ah tidak mampu menemukan setiap kekurangan dalam keutamaankeutamaan dua belas imam Syi’ah. Lagi pula, dua belas imam ini muncul satu demi satu tanpa ada kesenjangan.

Sekarang, jelaslah bahwa satu-satunya cara untuk menafsirkan hadis-hadis yang disebutkan sebelumnya yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi, Hakim, dan Ahmad bin Hanbal adalah dengan menerima dan mengakui bahwa itu merujuk pada dua belas imam dari kalangan Ahlulbait Nabi SAW, karena mereka adalah -di zaman mereka masing-masing- yang paling berilmu, masyhur, paling takwa, paling saleh, terbaik dalam keutamaan-keutamaan pribadi, dan yang paling mulia di hadapan Allah SWT. Pengetahuan mereka bersumber dari leluhur mereka (Nabi) melalui ayah-ayah mereka. Inilah Ahlulbait yang kemaksumannya, ketidak bernodaannya, dan kesuciannya dibenarkan oleh Quran mulia (kalimat terakhir Surah al-Ahzab : 33).

Tentang hadis : “Kekhalifahan akan berlangsung 30 tahun setelahku, maka akan ada banyak raja” …Adalah Raja Umayyah yang memalsukan hadis’ 30 Tahun’ untuk mencegah orang-orang dari isu dua belas imam dan membenarkan perampasan mereka akan kekuasaan.

Allah SWT telah memberi manusia kebebasan kehendak untuk menerima atau menolak kepemimpinan yang Dia angkat baik , baik orang-orang mengikutinya ataupun tidak.. Jika (katakanlah mayoritas) orang-orang mengikutinya, dengan sendirinya ia akan memegang tampuk kekuasaan. Dan sekiranya orang-orang; mendurhakainya, ia akan tetap memiliki kepemimpinan spiritualnya bagi sejumlah kecil pengikut setianya (orang-orang yang bertakwa). Setiap orang di zaman itu diharapkan untuk menaati.

Para Nabi punya agenda politikNabi Muhammad yang berkampanye menentang kaum musyrik di Jazirah Arab dan menegakkan pemerintahan Islam yang pertama. Memang benar bahwa semua Nabi diutus untuk menggembleng manusia dan menjadikan mereka ingat akan Allah SWT. Namun ini tidak dapat sepenuhnya diterima tanpa kekuasaan politik apapun. Juga kami tidak pernah sebutkan bahwa memerintah negara sebagai tujuan pertama dari seorang pemimpin yang ditunjuk Tuhan. Alih-alih kami katakan bahwa pemimpin tersebut adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk posisi mulia itu. Manusia seyogianya menyadari fakta ini dan tunduk pada perintahnya. Bila mereka berbuat demikian dengan sendirinya ia akan menjadi pemimpin masyarakat itu tanpa membutuhkan’agenda’.

Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) bBani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka dua belas orang pemimpin diantara mereka (QS. Al-Maidah : 12 ) Sesungguhnya orang – orang yang tidak mengikuti dua belas pempimpin tersebut tidaklah menganiaya melainkan diri mereka sendiri.

“Orang yang mengingkari kepemimpinan mereka akan tersesat..”

Tentang penafsiran ayat 59 Surah an-Nisa dimana Allah SWT memerintahkan kita untuk menaati Ulil Amri, Khazzaz dalam Kifayat al-Atsar-Nya, mencantumkan sebuah hadis berdasarkan otoritas sahabat Nabi SAW yang tersohor, Jabir bin Abdillah Anshari. Ketika ayat tersebut (an-Nisa : 59) diturunkan, Jabir bertanya kepada Nabi SAW, “Kami tahu Allah dan Nabi, namun siapakah mereka yang diberi otoritas yang ketaatannya nlah digabungkan dengan ketaatan kepada Allah dan dirimu sendiri?”

Nabi SAW berkata, “Mereka para khalifahku dan imam bagi kaum Muslim sepeninggalku. Yang pertama dari mereka adalah Ali, kemudian Hasan hin Ali, kemudian Husain bin Ali, kemudian Ali bin Husain, kemudian Muhammad bin Ali yang telah disebut al-Baqir dalam Taurat (Perjanjian Iama). Wahai Jabir! Engkau akan menemuinya. Apabila engkau menemuinya, sampaikanlah salamku kepadanya! Ia akan digantikan (kedudukannya) oleh putranya, Jafar Shadiq, kemudian Musa bin Jafar, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali. Ia akan disusul oleh putranya, yang nama dan julukannya akan berada sama dengan julukanku. Dialah Bukti Allah (hujjatullah) di muka bumi dan orang yang dibakakan oleh Allah (Baqiyatullah) untuk memelihara akar keimanan di antara manusia. Dia akan menaklukkan seluruh dunia dari timur hingga barat. Sedemikian lama ia akan menghilang dari pandangan para pengikut dan sahabatnya sehingga keyakinan akan kepemimpinannya hanya akan bersemayam di hati-hati orang-orang yang telah diuji keimanannya oleh Allah.”

Jabir bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah para pengikutnya akan mendapatkan faedah dari kegaibannya?” Nabi SAW menjawab, “Benar! Demi Dia yang mengutusku dengan keNabian! Mereka akan diberi petunjuk dengan cahayanya, dan mendapatkan manfaat dari kepemimpinannya wlama kegaibannya, sebagaimana manusia mendapatkan manfaat dari kepemimpinannya selama kagaibannya, sebagaimana manusia mendapatkan manfaat dari di balik awan. Wahai Jabir, inilali rahasia Allah yang tersembunyi dan khazanah pengetahuan Allah. Maka jagalah ia kecuali dari orang-orang yang berhak untuk menerimanya!”

Lebih menarik lagi, ada juga riwayat-riwayat Sunni yang di dalamnya mengandung perkataan bahwa Rasulullah menyebutkan nama-nama dari dua belas anggota Ahlulbaitnya ini satu demi satu yang bermula dengan Imam Ali as dan berakhir dengan Imam Mahdi as (lihat YaNabi al-Mawaddah, karya Qanduzi Hanafi).

Sekarang kita mafhum siapakah’orang-orang yang diberi otoritas’. Ia merupakan bukti bahwa persoalan menaati para penguasa yang tiran dan zalim tidak muncul sama sekali. Dengan ayat di atas kaum Muslim tidak perlu menaati para penguasa yang zalim, tiranik, jahil, egois, dan tenggelam dalam hawa nafsu.

Sesungguhnya, mereka (kaum Muslim) diperintahkan untuk menaati dua belas imam yang ditentukan, yang mereka semua itu maksum dan bebas dari pemikiran dan perbuatan buruk. Menaati mereka tidak punya resiko apapun. Bahkan, ketaatan kepada mereka menjaga dari semua resiko; karena mereka tidak akan pernah memberikan sebuah perintah yang berlawanan dengan titah Allah SWT dan akan memperlakukan semua manusia dengan cinta, keadilan, dan persamaan.

Islam didasarkan pada teokrasi (kerajaan Allah) dan bukan pada demokrasi (pemerintahan manusia atas manusia). Sesungguhnya, Quran mengecam pendapat kebanyakan manusia (lihat al-An -am: 116; al-Maidah: 49; Yunus: 92; al-Rum : karena pandangan kebanyakan manusia biasanya lemah lantaran kecenderungan mereka.

*****

Imam Ahlul bait

Imam Pertama: Pemimpin orang-orang beriman, Abu Hasan, Ali Murtadha, putra Abu Thalib. Beliau dilahirkan di dalam Kabah pada 13 Rajab, sepuluh tahun sebelum deklarasi keNabian (600 M). Ia menjadi Imam ketika Nabi SAW wafat pada 28 Shafar 11/632. Ketika melakukan salat subuh di masjid Kufah, beliau diserang dan terluka parah oleh pedang beracun Ibnu Muljam. Beliau meninggal dua hari sesudahnya pada 21 Ramadhan 40 H/661 H dan dimakamkan di Najaf.

Imam Kedua: Abu Muhammad, Hasan Mujtaba bin Ali, dilahirkan pada 15 Ramadhan 3 H/625 H di Madinah; syahid karena diracun pada 7 atau 28 Shafar 50/670 di Madinah atas perintah Muawiyah.

Imam Ketiga: Abu Abdullah Husain bin Ali, dilahirkan pada 3 Sya’ban 4 H/626 H di Madinah; syahid bersama putra-putranya (kecuali satu yang selamat), kerabat, dan para sahabatnya, pada 10 Muharram (Asyura) 61/ 680 di Karbala (Irak) atas perintah Yazid bin Muawiyah. Ia dan saudaranya, Hasan, adalah putra-putra Fathimah binti Muhammad SAW.

Imam Keempat: Abu Muhammad Ali Zainal Abidin bin Husain, dilahirkan pada 5 Sya’ban 38 H/659; syahid karena diracun pada 25 Muharram 94/712 atau 95/713 di Madinah atas perintah Hisyam bin Abdul Malik.

Imam Kelima: Abu Ja’far Muhammad Baqir bin Ali, dilahirkan pada 1 Rajab 57/677 di Madinah; syahid karena diracun oleh Ibrahim pada 7 Dzulhijjah 114 H/733 di Madinah.

Imam Keenam: Abu Abdullah Ja’far Shadiq bin Muhammad, dilahirkan pada 17 Rabiul Awwal 83 H/702 di Madinah; syahid karena diracun pada 25 Syawal 148/765 atas perintah Mansyur.

Imam Ketujuh: Abu Hasan Awal Musa Kazhim. Lahir di Abwa (tujuh mil dari Madinah) pada 7 Shafar 129 H/746; syahid karena diracun pada 25 Rajab 183 H/799 di penjara Harun Rasyid di Baghdad dan dimakamkan di Kazhimiyyah, dekat Baghdad, Irak.

Imam Kedelapan: Abu Hasan Tsani, Ali Ridha bin Musa. Lahir pada 11 Dzulqa’dah 248/765 di Madinah; syahid karena diracun pada 17 Shafar 203/818 di Masyhad (Khurasan, Iran} atas perintah Ma’mun.

Imam Kesembilan: Abu Ja’far, Tsani, Muhammad Taqi Jawad bin Ali. Lahir pada 10 Rajab 195/811 di Madinah; syahid karena diracun pada 30 Dzulqa’dah 220/835 atas perintah Mu’tashim di Baghdad. Beliau dimakamkan di dekat kakeknya di Kazhimiyyah.

Imam Kesepuluh: Abu Hasan Tsafits, Ali Naqi Hadi bin Muhammad, dilahirkan pada 5 Rajab 212/827 di Madinah; syahid karena diracun di Samauah (Irak) pada 3 Rajab 254/868 atas perintah Mutawakkil.

Imam Kesebelas: Abu Muhammad Hasan Askari bin Ali, dilahirkan pada S Rabiul Akhir 232/846 di Madinah; syahid karena diracun oleh Mu’tamid di Samauah (Irak) pada 8 Rabiul Awal 260/874.

Imam Kedua belas: Abu Qasim Muhammad Mahdi bin Hasan, dilahirkan pada 15 Sya’ban 255/869 di Samauah (Irak). Dialah imam kita sekarang dan masih hidup. Beliau mengalami kegaiban kecil pada 260 H/874 yang berlangsung hingga 329/844. Setelah itu ia memasuki kegaiban besar hingga sekarang. Ia akan muncul kembali ketika Allah SWT mengizinkannya untuk menegakkan kerajaan Allah SWT di muka bumi dan memenuhi dunia dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan tirani. Dialah al-Qaim (orang yang akan menggerakan aturan Allah), al-Hujjah (bukti Allah atas makhluk – mahlukNya), Shahib az-Zaman (pemilik zaman kita), dan Shahib al-Anr ( orang yang didukung oleh otoritas Allah).

Syi’ah lebih jauh mengkhususkan juga ke-khalifah-an bagi ahlul-bait dengan tambahan hadits riwayat ghadir-kum. ahlul-bait yang disucikan hanya mencakup Sayyidina Ali dan istrinya Fatimah putri Nabi SAW, Sayyidina Husayn (4 orang ini bersama Nabi SAW juga disebut Ahlul Kisa atau yang berada dalam satu selimut) dan keturunan mereka. Adanya hadits tsaqalain (2 pusaka) yang sama-sama shahih baik dari jalur Suni dan Syi’ah nampaknya memperkuat suatu makna dari pengertian khusus tanpa harus meniadakan pengertian umum dari kata-kata Nabi SAW bahwa telah ditinggalkan 2 perkara yang sangat berharga (Tsaqalayn) yang bila Umat Islam berpegang maka tidak akan tersesat selamanya yaitu Kitabullah dan itrah beliau (ahlul-bait). Mereka (Kitabullah dan Ahlul-Bait) tidak akan pernah berpisah hingga bertemu Beliau di Telaga Al-Kautsar. Kalau kita perhatikan bahwa Ahlul Bait adalah manusia sedangkan Kitabullah (Qur’an) adalah petunjuk maka dapat dimaknai bahwa Nur dari Al-Qur’an telah berada didalam dada kaum ahlul-bait sehingga mereka harus menjadi rujukan dalam mempelajari dan mengamalkan al-Qur’an.

Hal ini sangat sejalan dengan prestasi Sayyidina Ali bin Abi Tholib sebagai ahli Ilmu.

Ahlul Bait sepanjang sejarah Bani Umayyah dan Bani Abbas mengalami penindasan luar biasa, mengalami titik noda paling kelam, dalam sejarah Bani Umayyah, dimana cucu kesayangan Nabi, Sayyidina Husayn bersama keluarga dibantai secara kejam, pemerintahan berikutnya dari Bani Abbas yang sebetulnya masih kerabat (sesuai hadits tsaqalayn diatas) tampaknya juga tak mau kalah dengan membantai keturunan Nabi SAW yang saat itu sudah berkembang banyak baik melalui jalur Ali Zaynal Abidin satu satunya putra Sayyidina Husayn yang selamat dari pebantaian di Karbala, juga melalui jalur putra-putra Sayyidina Hasan.

Hanya karna dukungan politik dari penguasa Bani Umayyah dan Bani Abbasiah keempat mazhab tersebut dapat berkembang ditengah masyarakat(Silahkan lihat dikitab Ahlu Sunnah, Al Intifa’Ibnu Abdul Bar, Dhahral Al Islam Ahmad Amin dan manakib Abu Hanifah Al Muwafiq}.

Bagaimana sesorang yang mengaku Ahlu Sunnah Nabi meninggalkan Sayyidina Ali, gerbang ilmu pengetahuan (lihat di shahih Muslim, bagian Keutamaan-keutamaan Sayyidina Ali, jilid 4 hal 1871).Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein penghulu pemuda di surga, serta Imam suci dari keluarga Nabi SAW yang telah mewarisi ilmu yang sebenarnya! Apakah pantas mereka mengaku sebagai pembela Sunah Nabi sementara pada saat yang sama mereka malah meninggalkan wasiat Nabi untuk mengikuti para Imam yang Suci? Cobalah anda perhatikan , kepentingan politik telah merubah segalnya, yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar. Kaum syi’ah yang memegang teguh wasiat Nabi dibilang pembangkang dan ahli bad’ah, sementara mereka yang tidak memegang teguh wasiat Nabi malah disebut pengikut sunnah Nabi. Dan saya yakin bahwa otak dari semua ini adalah orang Quraisy, karna mereka terkenal dengan pribadi-pribadi yang fanatik dan licik. Diantara para pembesar – pembesar ini adalah , Abu Sufyan, Mu’awiyyah bin Abu Sufyan, Marwan bin Hakam, Thalhah bin Ubaidillah dan Abu Ubaidillah bin Jarrah. Mereka bermusyawarah dan bermufakat untuk menyebarkan berita-berita palsu ditengah-tengah masyarakat, tanpa diketahui oleh orang lain rahasia yang sebenarnya.

Diantara politik yang mereka lakukan adalah, menjadikan Nabi SAW tidak ma’sum dan tidak luput dari kesalahan seperti manusia biasa lainya, juga tuduhan-tuduhan dan caci maki mereka teradap Sayyidina Ali yang mereka hina dengan panggilan Abu Turab. Demi kian pula cacian dan kutukan terhadap Ammar bin Yassir yang mereka sebut sebagai Abdullah bin Saba atau Ibnu Sauda, karna Ammar menyerukan mengangkatan Sayyidina Ali sebagai khalifah(silahkan anda lihat buku Musthafa Kamil Al Syaibani yang memaparkan sejumlah bukti dusta rekaya yang menggelikan bahwa Abdullah bin Saba tidak lain adalah Ammar bin Yassir.)Demi kian pula rekayasa mereka yang menyebut diri mereka sebagai Ahlu Sunnah, supaya orang Islam menyangka bahwa merekalah yang memegang teguh Sunnah Nabi.

Pada hakekatnya “sunnah “ yang mreka maksudkan tidak lain adalah bid’ah yang mereka ciptakan untuk mengutuk Sayyidina Ali dan keluarga Nabi SAW di seluruh polosok negri. “Bid’ah tersebut berlangsung lebih dari 80 tahun, hingga saat itu jika seorang khatif selesai dari khutbahnya dipastikan sebelum turun dari mimbabar akan berteriak “ saya meningalkan sunnah, saya meninggalkan sunnah!

Dan tatkala Umar bin Abdul Aziz berusaha menggantikan sunnah itu dengan firman Allah ,”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menegakkan keadilan dan kebaikan”(An Nahl;90) dan mereka bersekongkol membunuhnya dengan racun pada usia 32 tahun disaat itu baru menjabad khalifah kurang lebih dua tahun , karena usahanya untuk menghapus sunnah nenek moyang mereka sebelumnya dari Bani Umayyah dan setelah jatuhnya Bani Umayyah. Upaya menindasan dan menghinaan terhadap Sayyidina Ali dan pengikutnya terus dilakukan oleh penguasa-penguasa baru Bani Abbasiah yang mencapai puncaknya pada masa khalifah Ja’far Al Muthasim Al Muttawakkil yang berusaha membongkar habis kuburan cucu Nabi SAW, yaitu Sayyidina Husein di Karbala dan melarang para peziarah untuk mengunjunginya (Karna demi kian beratnya hinaan, cacian dan siksaan yang harus ditanggung oleh pengikut Sayyidina Ali dari para penguasa saat itu , sampai-sampai mereka lebih baik mengaku Yahudi dari pada mengaku Syi’ah).

Khalifah Al Mutawakkil juga dikenal sebagai satu-satunya pengusa yang pernah membunuh semua bayi yang namanya Ali, karna ia emembenci mendengar nama itu.

Diceritakan bahwa Ali bin Jahm adalah seorang penyair tenar pada saat itu , tatkala berjumpa dengan Mutawakkil , ia menyatakan ; “Hai Amirul Mu’minin keluargaku telah mendurhakai aku dan Amirul Mu’minin”.

“Kenapa?” tanya Al Mutawakkil.

“Karna mereka menamakan diriku Ali, padahal aku paling benci nama itu”.

Al Mutawakkil lantas terbahak-bahak dan memberikan sejumlah hadiah. Dan Khalifah Al Mutawakkil inilah yang oleh para ahli hadist Sunni disebut- sebagai pembangkit Sunnah.

Untuk memperjelas riwayat di atas, Imam Al Khawarizmi menulis dalam bukunya : “Harun dan Ja’far” Al Mutawakkil adalah mengukut setan, setiap orang yang mencaci maki Sayyidina Ali pasti mendapat kiriman hadiah.(Kitab Al Khawarizmi hal ,135) Dalam buku lain Ibnu Hajar meriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal : bahwa Nasir bin Ali bin Sahban berkata di hadapan Al Mutawakkil ;

“Dulu Rasullullah SAW pernah mengangkat tangan Sayyidina Hasan dan Sasyyidina Husain sambil berkata”Siapa yang menyakitiku dan kedua anakku ini, maka ia bersamaku pada hari kiamat di surga”. Mendengar hadist ini Al Mutawakkil mencambuknya 100 kali . Dan saat ia menemui ajalnya , Ja’far bin Abdul Wahid membisikan pada Al Mutawakkil ,”Ya Amiral Mu’minin, ia merupakan pengikut Ahlu Sunnah!(Ibnu Hajar, Tahzib Al Tahzib).

Dari sini jelaslah bahwa kutukan dan cacian terhadap Sayyidina Ali dipandang sebagai dukungan terhadap simbul Ahlu Sunnah . Dan Mereka Menuduh Syi’ah yang mendukung kepemimpinan Sayyidina Ali sebagai Ahli Bid’ah karna mereka tidak mengikuti pendapat Sahabat dan Khulafa Al Rasyidin yang tidak mengakui kepemimpinan Sayyidina Ali.

Saya rasa bukti-bukti sejarah yang saya ungkap sudah lebih dari cukup dan anda para pembaca yang saya hormati, saya persilahkan untuk meneliti lebih jauh kebenaran yang saya ungkap tersebut”Sesungguhnya orng-orang yang bersusaha keras unrtuk menemukan kebenaran, niscaya kami tunjuki mereka jalan yang lurus, dan sesungguhnya Allah bersana orang-orang yang berbuat kebajikan”(Al Ankabuut: 69).

Ali selalu bersama Al Qur’an dan Al Qur’an selalu bersamanya, keduanya tidak akan pernah berpisah sampai bertemu denganku kelak ditelaga surga (Al-Mustadrak Al Hakim, juz 3.hal.124).

Perlu diingat dan difahami, tidak semua sahabat yg adil.. ada yg jahil..ada yg zalim.. hanya beberapa shj yg taat kt Rasulullah saww.. kelebihannya sehingga disucikan daripada dosa (tgk Surah Al-Ahzab ayat 33), juga dlm Quran menyuruh kita mencintai keluarga nya..bukan shbt (tgk Surah Syura ayat 23)..jika kita fikir dgn akal yg sihat,kita akan mengetahui siapakah yg lebih utama yg patut dijadikan contoh dan ikutan serta pegangan agama kita.

(Bersambung)

(Syiahali/Secondprince/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: