Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label ARSIP KAJIAN. Show all posts
Showing posts with label ARSIP KAJIAN. Show all posts

Kebebasan: Perspektif Sayed Ali Khamenei


Pertama harus kita ketahui bahwa tidak ada ideologi, budaya, aliran filsafat dan pemikiran sosial yang meyakini kebebasan sebagai perlepasan diri dari segala bentuk keterikatan dan tidak adanya halangan apapun dalam bertindak dan setiap orang dapat melakukan apa saja yang diiginkannya. Tidak ada orang yang mendukung kebebasan tanpa batas atau kebebasan mutlak dan tidak ada seorang pun yang bisa memperoleh kebebasan seperti itu. Jika kita contohkan misalnya dalam sebuah masyarakat, seseorang dapat melakukan apa saja yang ia inginkan dan tidak ada apapun yang menghalanginya, pastilah kebebasan ini membatasi kebebasan orang lain serta merusak kenyamanan, keamanan, dan kebebasan orang lain.

Namun jika kita mendefinisikan kebebasan dengan maknanya yang lembut dan agung, yaitu kebebasan jiwa manusia dari kotoran, hawa nafsu, keburukan, dan keterikatan materi, definisi ini hanya dimiliki oleh agama dan tidak ada satu pun ideologi Barat dan Eropa yang memilikinya. Kebebasan yang ada pada masa Revolusi Perancis pada abad ke-18 dan kemudian menyebar di dunia Barat setelah itu, sangat kecil, terbatas, dan tidak bernilai jika dibandingkan dengan kebebasan yang dibawa oleh para nabi dan yang tercantum dalam agama Ilahi.

Dalam budaya Barat, undang-undanglah yang menentukan batasan kebebasan dan undang-undang ini hanya menyoroti masalah sosial yang ada. Artinya, undang-undang mengatakan bahwa kebebasan seorang tidak boleh menodai kebebasan orang lain dan membahayakan kepentingan mereka. Dalam Islam, bukan hanya itu batasannya. Yakni [dalam Islam] ketika undang-undang membatasi kebebasan seseorang dan mengatakan bahwa untuk menikmati kebebasan, selain kebebasan itu tidak boleh mengancam kebebasan orang lain dan kepentingan sosial, juga tidak membahayakan dirinya dan kepentingan orang itu sendiri. Dengan alasan kebebasan dan hak untuk berbuat, seseorang tidak berhak dan tidak dapat membahayakan kepentingannya sendiri.

Dalam pandangan Liberalisme Barat, kebebasan manusia berarti minus hakikat agama dan ketuhanan. Oleh karena itu, mereka tidak pernah menilai bahwa kebebasan adalah anugerah pemberian dari Allah swt. Tidak ada yang mengatakan bahwa kebebasan adalah anugerah Allah swt kepada umat manusia. [Karena itu], Mereka tengah mencari sumber dan akar filosofisnya.

Dalam Islam, kebebasan memiliki akar ketuhanan. Masalah ini merupakan sebuah perbedaan pokok dan akar dari berbagai perbedaan lainnya. Kebebasan dalam pandangan Liberalisme sangat bertentangan dengan taklif (tugas dan kewajiban). Kebebasan berarti bebas dari taklif. Namun dalam Islam, kebebasan adalah sisi lain dari kepingan taklif. Sebab, [dalam kacamata Islam] manusia bebas karena mereka mukallaf. Karena jika mereka tidak memikul taklif, maka apa pentingnya kebebasan.

Manusia memiliki kriteria tersendiri yaitu memiliki kecenderungan dan insting yang kontradiktif. Ia memikul tugas untuk menempuh jalan menuju kesempurnaan di sela-sela keberagaman dorongan dan kecenderungan yang dimilikinya itu. Ia memperoleh kebebasan untuk meniti jalan menuju kesempurnaan. Kebebasan seperti inilah yang berarti, karena digunakan untuk menggapai kesempurnaan.

Coba Anda perhatikan isu jilbab di Eropa. Meski gencar meneriakkan slogan kebebasan, namun mereka tak tahan dan tidak dapat menerima adanya kecenderungan kecil dan terbatas yang berlawanan dengan mereka. Ketika muncul protes terhadap seorang penulis yang lancang menistakan kesucian agama yang dianut oleh satu milyar umat Islam, mereka lantas mengklaim diri sebagai pendukung kebebasan berpendapat dan berkeyakinan masing-masing orang. Namun ketika muncul masalah yang berkaitan dengan seorang perempuan atau remaja putri muslim yang ingin berbusana sesuai dengan kepercayaannya, mereka lantas lupa akan kebebasan individu dan semuanya kemudian berubah makna. Mereka menyebut tindakan yang menentang susila, anti-kebebasan dan melawan hak individu sebagai gerakan melawan kejumudan.

Islam memberikan independensi dan kebebasan kepada semua bangsa; baik dalam lingkungan kehidupan mereka - yakni bebas dari kekuasaan diktator dan despotik, bebas dari khurafat dan kejahilan, bebas dari fanatisme buta dan penyimpangan pemikiran- maupun kebebasan dari jeratan kekuatan ekonomi dan tekanan politik kaum arogan. Kebebasan merupakan anugerah Ilahi dan hadiah dari revolusi. Kebebasan adalah milik masyarakat dan merupakan bagian dari fitrah manusia.

Di Timur Tengah dan bahkan di dunia, tida banyak negara yang memiliki kebebasan memilih dan berpendapat seperti yang ada di Republik Islam Iran. Negara dan pemerintahan ini, adalah pemerintahan yang di saat kemenangan revolusi Islam baru berusia dua bulan telah berhasil mendorong rakyat untuk mendatangi kotak-kotak suara [dalam sebuah referendum] untuk memilih bentuk pemerintahan Republik Islam. Kebebasan bukan berarti bahwa seseorang bisa menyalahgunakan kebebasan untuk melakukan apa saja yang dimaukan. Seperti yang terjadi di dunia saat ini, [kekuatan adi daya] melakukan segala macam kejahatan dengan mengatasnamakan kebebasan dan menjerumuskan generasi kini ke dalam demoralisasi dan kebrobrokan moral. Dengan alasan kebebasan pula, kebebasan yang hakiki dirampas dari pikiran masyarakat di dalam lingkungan budaya dan ideologi Barat. "Wahai kebebasan! Dengan menggunakan namamu, tak ada kejahatan yang tidak dilakukan". Dewasa ini, musuh-musuh telah mengaktualisasikan ungkapan tersebut.

(Khamenei.ir/ABNS)

KEBUDAYAAN ISLAM ITU BUKAN KEBUDAYAAN ARAB


Perkembangan Islam di nusantara dengan segala keragaman dan budayanya, tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah masuknya Islam di nusantara. Munculnya Nahdhatul Ulama yang lebih akulturatif terhadap kebudayaan dan Muhammadiyah yang puritan juga tidak bisa lepas dari konteks ini. Tentang bagaimana Islam masuk ke nusantara dan perkembangannya, berikut adalah wawancara Fachrurozi dan Deni Agusta dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan dengan Abdul Hadi WM di Univ. Paramadina, Jum'at, 16 Mei 2008. Berikut pandangannya tentang Cak Nur.

Secara kultural, Islam Indonesia berbeda dengan Islam yang ada di Timur Tengah, juga dengan Islam yang ada di Afrika Utara dan Eropa, apa karakteristik utamanya yang menyebabkan itu berbeda?

Karena faktor-faktor historis perkembangan Islam Indonesia, di sisi lain adalah masa yang berkembang, kemudian corak Islam yang berkembang yang dibawa ke Indonesia pada permulaannya, di mana Islam hanya sebagai proses informasi. Informasi itu kan melalui media juga bisa, melalui dialog, atau juga bisa melalui intergrasi. Dari situ bisa terjadi proses dengan sendirinya.

Di Indonesia itu pertamanya secara mazhab fiqh, dalam mazhab orang-orang Syafi'i yang berbondong-bondong pada abad ke tiga belas setelah perang Salib menaklukkan Mongol. Kenapa kok mereka yang nongol? Orang-orang Sunni di Baghdad itu biasanya itu selalu berkonflik dengan orang-orang Syi’ah atau dengan pengikut Hanafi. Dan ketika terjadi konflik, mereka berkumpul di Yaman. Dan mereka itu selalu mengungsi ke Yaman, dan memang Yaman adalah pelabuhan raja. Di mana mereka bisa melanjutkan perjalanan ke Afrika dan Timur Tengah.

Sedangkan mazhab Hanafi itu, kalau lari pasti ke Asia Tengah. Sedangkan kalau Syi'ah, tentu saja tadi. Tentu saja kemudian, di antara penganut-penganut itu bukan saja dari Arab Saudi, tetapi orang-orang Arab, Turki, Persia, itu loh ya? Yang membawa kebudayaan Turki, Persia. Untungnya itu kultur tertutupi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pertumbuhan Islam di dunia Melayu sudah bercorak intelektual? Itulah yang bisa dicatat dalam dimensi yang sangat kuat. Itu yang sampai ke dunia Melayu.

Nah, di Dunia Melayu kebetulan terjadi kekosongan kultur, setelah hancurnya kerajaan Sriwijaya yang dihancurkan oleh Majapahit. Agama Budha sudah mati, disebarkan agama Hindu, Islam juga berkembang, dalam pertarungannya dan kemudian agama-agama tersebut akhirnya memeluk agama Islam.

Dan karena agama Islam yang masuk itu melalui masyarakat penduduk luar? Para pedagang-pedagang, dan itu tidak sulit bagi raja-raja Islam di kepulauan Melayu. Maka terintegrasilah kebudayaan Melayu dengan Islam. Sehingga tidak bisa dipisahkan antara Islam dengan Melayu. Seperti tidak bisa memisahkan antara orang India dengan orang Hindu? Seperti orang Thailand dengan orang Budha? Jadi seperti melekat begitu.

Dalam Islam banyak sekali peradaban-peradaban yang masuk. Seperti India, ada Arab Persia, Arab Turki, lalu apa sumbangannya terhadap Islam itu sendiri?

Pertama, kalau bicara peradaban Islam dari segi keterpelajarannya, tradisi keintelektualnya, yang meliputi penulisan kitab kuningnya, keagamaan, dan kesusastraan. Kalau anda membaca manuskrip-manuskrip yang ditulis dari abad ke-14 sampai ke-19, di dalam bahasa Melayu terutama 99 lebih itu ditulis dalam bahasa Melayu. Di dalam bahasa-bahasa nusantara lainnya juga seperti itu.

Dengan datangnya Islam lewat Melayu, membuat tradisi intelektual juga berkembang di kalangan-kalangan etnik-etnik yang bukan berbahasa Melayu juga berkembang. Baik itu sastra Bugis, sastra Minangkabau, Madura, dan lain-lain juga berkembang pesat pada saaat itu. Di waktu yang sama, sastra Jawa saja yang berkembang, tidak terpusat pada lokasi.

Pola yang kedua, pola ini lahir di Jawa. Di Jawa, Islam datang dari kalangan bawah, terus menengah, tapi setelah Islam di peluk oleh masyarakat banyak, di pedalaman itu masih meneruskan sistem legitimasi jaman Majapahit. Yang pada saat kekuasaan jaman Majapahit Hindu dengan Islam itu berbeda. Pola Hindu itukan raja mendapat legitimasi dari langit. Sebagai suatu agama, ya sudah semestinya merakyat. Kulturnya juga mempengaruhi, tetapi sebagai gerakan soaial politik, oposan Islam itu dianggap sebagai sumber pembangkangan terhadap kekuasaan.

Di dunia Melayu itu kan kolonial sekali, iya kan? Coba saja kamu tinggal di wilayah Melayu dengan datangnya modernisasi, praktis kok? Konfliknya tidak terlalu berjalan lama, kecuali di Aceh. Di Brunei, di Malaysia, dan kerajaan-kerajaan Melayu. tetapi Islam menjadi gelisah ketika di Aceh dan di Jawa. Karena ini berhadapan dengan kekuasaan feodal dan juga kekuasaan kolonial. Itu benar-benar secara politik.

Jadi radikalisme itu, benar-benar bersentuhan dengan agama, politik, ekonomi?

Iya, dia itu sebetulnya, mula-mula politik kan sebetulnya? Tapi kemudian setelah munculnya wacana, dengan munculnya Wahabisme yang menekankan kepada syari'at, kemudian muncullah gerakan-gerakan radikalisme yang mengambil aktualisasi social budaya dan social politik juga social ekonomi. Tapi sebetulnya mereka juga mengaju kepada modernisme. Mereka juga sebenarnya bagiam dari modernisme tetapi menentang apa-apa yang tidak berkenan.

Hal itu teradi pada masa kerajaan? Dengan berbagai macam sistem dan keyakinan beragama yang memiliki kasta-kasta. Dan Islam tidak mengenal itu. Nilai-nilai egalitarian dalam Islam sangat kental sekali, sehingga Islam mudah masuk dalam wilayah nusantara. Tapi dalam perjalananya gerakan politik Islam jauh dari nilai-nilai keagamaan yang egalitarian. Bagaimana menurut bapak?

Egalitarian itu terbendung dengan adanya proses kolonialisasi dan feodalisasi juga dengan kuatnya pengaruh keraton dan kolonial? Kalau gerakan-gerakan seperti egaliter, contohnya Sarekat Islam. Karena orang sarekat ini kebanyakan adalah pedagang. Itu dibayar, penerapannya berdasarkan keilmuan. Kemudian sebagai reaksi perspektif yang ke dua, tentunya dalam bentuk Muhammadiyah, sebagai gerakan modernis yang di dalamnya anti dengan tarekat ini betul-betul egaliter-egaliter modern nasional.

Tapi ini anti kultural, semua kebudayaan yang ada di anggap kosong, intinya dia mengadopsi Barat tentunya. Nah, dia itu menghamparkan pondasinya tetap bulat. Dan pondasinya itu adalah Al-Qur'an. Pengaruh-pengaruh itu diakibatkan datangnya dari pemikiran rasionalisme dari barat sejak Napoleon mengalahkan Mesir. Kenapa di Mesir? Bukan di India? Karena dia bentroknya dengan Inggris, dan pembaharuan itu kan adanya jika bukan di Mesir ya di India.

Yang ketiga, yang mewakili kejawatan.itukan yang mewakili NU? NU ini respon terhadap Wahabi. Sebetulnya, ketika kekhalifahan Utsmaniah hengkang dari Mekkah. NU itu bukanlah sebagai basis ekonmomi. Ini adalah country yang agraris yang feudal, basic-nya itu adalah Jawa Timur. Karena Jawa Timur, setelah runtuhnya Majapahit dan munculnya Mataram itu, hampir tidak ada kerajaan. Lapisan-lapisan Hinduisme itu sudah tebal di Jawa Timur. Jadi Islamnya juga tebal, makanya terjadilah strata yang agak feodalistik.

Kembali ke perkembangan pada abad dunia lain, tadi disebut Persia, India, dan lain-lain. Mungkin ada contoh peradaban lain yang bisa di apresiasi ke dalam kajian Islam yang menunjukkan keindonesiaan?

Tipikal keindonesiaan itu sebetulnya banyak sekali, tapi tidak terlalu luas, jadi mesti hati-hati dalam menyebutkan bahwa misalnya, apa yang di sumbangkan di dunia Melayu itu kan tidak sama dengan di Jawa. Dengan pola kedua adat, di mana yang memeluk Islam, melalui rajanya kemudian diikuti oleh rakyat, ada sedikit semacam pemaksaan, dan segala macamnya, menunjukkan wajah kultur Islam yang berbeda-beda.

Apakah hal itu bisa dikatakan orisinal?

Yang orisinal itu apa sih di dunia ini?

Dalam artian, kadang-kadang dalam wacana keislaman selalu mengacu pada orisinalitas? Nilai-nilai keagamaan?

Ya, globalisasi itu, Itu mula-mulanya penyebaran Jawa didukung oleh hasrat duniawi. Tapi hasrat-hasrat penyebaran agama itu kan mengikuti pada jalannya Jadi sangat sulit mengetahui mana yang murni, dan mana yang tidak murni?

Apa yang paling menonjol dari peradaban kebudayaan Islam?

Jika di bandingkan dengan agama Hindu dan Budha, lembaga pendidikan agama Islam egaliter, orang bisa masuk agama Islam tanpa harus jelas kelas-kelas sosialnya. Kenaikan status sosial diukur dari kecerdasan. Sehingga mobilitas sosial itu begitu cepat.keterpelajaran ini, menjadi lumrah. Nah, hal itu wajar sekali jika dalam kepulauan Melayu, di mana Islam berinteraksi, orang yang melek hurup bahasa Arab itu hanya baru kebelakang saja. Sekarang kan ada yang dengan huruf Latin atau Arab Melayu.

Orang yang di Jawa pedalaman yang Islamnya tipis itu, jangankan membaca hurup Arab, atau membaca huruf Latin, membaca huruf Jawa saja belum tentu bisa. Orang-orang di Melayu pesisir itu pasti bisa huruf Arab, Itu kultur. Tetapi ketika ini tidak ditutup atau tidak di ajarkan lagi? Asas generasi muda Islam ini terhadap wacana intelektualnya yang masih ditulis dalam tulisan Arab, akan terputus. Maka akan terjadilah kemiskinan. Jangan salah, alat-alat tadi itu kan percaya ia memperkenalkan rasionalisme pada Islam. Karena ilmu-ilmu yang diajarkan itu kan banyak yang berdasarkan pemahaman Aristoteles. Pada zaman Hindu, karena memang Budha dan Hindu lebih menekankan pada methodologi, sehingga karangan-karangan ilmiah itu jarang dibahas, tetapi lebih ke kitab-kitab yang berisikan cerita fiksi. Dan itu tidak dihukum.

Pada Islam, selain karya-karya, ilmu-ilmu yang sistematik itu juga sedikit. Ilmu penegakkan dan lain-lain, dan ketika generasi awal generasi intelektual Melayu yang tradisional, ketika dia mempelajari tradisi Barat tidak benar-benar betul. Karena modalnya tidak ada dalam Islam, artikulasinya segala macam. Kenapa bahasa Melayu yang bertata bahasa Arab ada singgungannya dengan bahasa Yunani itu lebih mudah ditentukan jadi bahas modern dibandingkan bahasa Jawa, yang tata bahasanya berliku-liku.

Lembaga pendidikan pertama-tama selama jaman Hindu itu untuk kaum pendeta dan satria saja. Jaman Islam tidak naik dan karena kemudian Islam membangun jaringan–jaringan, model kekuasaan Islam yang diperkenalkan ke seluruh nusantara itu menyeru, model seruan Islam agar siap tidak tersentralistik. Jadi Islam itu membuat kekuasaan di sini, di sini, dan di sini, tetapi antara satu sama lain saling berhubungan. Jadi terpencar-pencar, yang penting bukan integralisme dan memang tidak menginginkan integralisme. Punya otonomi dan kemandirian sesuai dengan kondisi masing-masing dibuat berdasarkan syari’ah.

Jadi syari’ah Islam disesuaikan dengan kondisi-kondisi setempat, sebagaimana dijadikan hukum atau undang-undang. Setelah itu baru pertaliannya, di mana dalam tradisi intelektual, keilmuan. Karena mazhab yang digunakan dan dipelajari adalah imam Syafi'i, teologinya Asy'ary, karena itu undang-undang adatnya itu juga diangkat dari fiqh-fiqh mazhab Syafi’i dan itulah yang mempersatukan. Jadi persatuannya lebih kepada persatuan batin.

Kenapa mazhab Syafi'i lebih dominan dalam konteks Indonesia?

Ya karena gelombang yang paling awal mengungsi di Indonesia dan menguasai perdagangan pada saat itu adalah Mazhab Syafi'i, mereka menguasai pelabuhan dari Yaman sampai Guzarat dan memang itu adalah yang paling stategis. Karena apa? Mazhab-mazhab lainnya, Maliki terjauh di Afrika Utara, itu mereka tidak mempunyai aset untuk ke timur. Karena itu, sudah masuk pada kekuasaan mamluk. Ini dikuasai oleh orang-orang Mongol pelayaran di Alam Sutera ini sehingga tidak mungkin melalui jalan darat. Baru pada abad ke-15 orang-orang mazhab Hanafi itu bisa keluar setelah runtuhnya dinasti Timur Lang itu. Jatuhnya Iran (Persia) ke tangan dinasti Syafawi yang Syi'ah.

Dan pada abad ke-16 orang-orang Sunni mazhab Syafi’i banyak yang diusir dari Iran dan mereka yang mendapatkan keuntungan adalah India dan Indonesia, kaum intelektual ini bekerja, karena di sini terdapat kerajaan Aceh, Mongol, nah dari sinilah mereka mengembangkan kultur.

Masuk ke soal sufisme dan kesenian yang menjadi, dalam pikiran kami kalau membaca karya bapak, ternyata sufisme itu lebih mengapreasiasi kesenian, menurut pak Hadi bagaimana?

Tokoh-tokoh sufi pada awalnya memang cenderung pada kesenian dan kesusasteraan, karena dari pendapat-pendapat tadi itu bersifat imajinatif dan pengungkapannya paling mungkin dalam puisi dan fiksi. Dan mereka terbiasa. Kemudian dalam upacara ritual, mereka itu terbiasa menggunakan musik, tarian untuk upacara keagamaan mereka. Nah, dari sini banyak pula ulama-ulama yang mencintai tradisi seni seperti syeikh Saman, kemudian Rumi. Dan masyarakat tidak selamanya bisa dikurung di dalam tempat formal seperti rumah, masjid, karena itu mereka membuat tempat-tempat ziarah untuk melepaskan hirarki jiwanya yang tertekan.

Kenapa lebih dominan sufismenya ketimbang filsafatnya?

Tidak, sebetulnya begini, sampai abad ke-18 lebih dahulu Melayu, sebelum munculnya gerakan yang menekankan kepada syari’ah terutama ketika munculnya tarekat Al-Kindi, filosofis itu berkembang yang melahirkan tokoh-tokoh yang dekat dengan intervensi dan banyaknya ulama yang terlibat langsung kepada pemerintahan dan cenderung pada syari’ah, maka itu akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan struktural dan perkembangan tarekat-tarekat sufi sehingga lebih meningkatkan syari’at dan mengabaikan aspek-aspek yang filosofis dan artistik ini. Padahal kalau seni merupakan ujung tombak untuk menyiarkan agama di kalangan masyarakat dan filosofis ini dasarnya adanya kalangan peradaban Hindu dan Budha kaum intelektual itu senang filsafat. Nah, ini lah yang dilayani oleh ulama filosofis itu. Nah, ketika ahli fiqh datang mereka tidak senang ketika terjadi tarian, Jawa menjadi Kejawen.

Kalau melihat dan membaca puisi Rumi dan Iqbal sangat dominan dalah hal itu, apa kontribusi mereka dalam khazanah intelektual Islam dan juga termasuk kesenian?

Ada tiga kelompok sufi. Pertama ada kelompok yang kita golongkan al-qatalian, yang menekankan pada akhlaq. Kedua, Ibnu Arabian lebih pada pendidikan. Ketiga, seni. Ketiga-tiganya itu memiliki kontribusi dalam perkembangan tradisi itelektual dan kebudayaan Indonesia. Banyak sekali legenda-legenda yang kemudian menjadi sumber inspirasi menciptakan kebudayaan berasal dari terminologi-terminologi yang dibuat oleh Attar dan Rumi ini. Kalau anda ke Melayu itu Buluk Rindu (nyayian seluring Rumi), kemudian simbol-simbol burung (simok) menguasai seni ukir, batik, itu ada di mana-mana.

Apakah itu pengaruh dari metodologi kesenian?

Tidak bisa, karena orang Islam yang datang ke sini sebelum datang, dia sudah terebih dahulu tahu tradisi Hindu, tidak perlu diajarkan di Jawa, cukup diajarkan ke India saja dan kebudayaan Persi itu saudara sepupu dari kebudayaan India, dari situ kita cukup belajar tidak perlu diajarkan lagi dan itulah untuk memandang sejarah.

Dalam peradaban itu, mengutip hiasan dan lukisan Islam, banyak dipengaruhi dari Cina. Karena orang-orang Cina yang dibawa orang-orang Mongol untuk mempengaruhi perkembangan seni pokok Islam dan orang-orang inilah yang membawa ke Indonesia.

Kemudian sebenarnya Islam itu menyatukan kebudayaan-kebudayaan dari berbagai peradaban yang datang ke dunia Islam dan kemudian memberikan kebudayan-kebudayaan tersebut kepada orang-orang yang memeluk Islam. Sehingga kebudayaan Islam itu, bukan budaya orang Arab karena kontribusinya bukan hanya dari orang-orang Arab tapi banyak kebudayaan.

Tapi kenapa dalam proses perjalanannya, ketika berbicara Islam selalu identik dengan Arab?

Semua terjadi kemudian setelah abd ke-18, diawali dengan runtuhnya kekhalifahan Islam dan munculnya negara-negara kolonial dan kemudian dijajah Barat yang kemudian mengakibatkan putusnya hubungan induknya (Persia), ketika terpecah belah terjadilah lokalisasi, ketika terjadi lokalisasi terjadilah kecenderungan legalistik pada tarekat fiqh dengan mengedepankan artistik filosofis dan estetiknya itu. Kedua munculnya gerakan Wahabi yang semakin menghabiskan dengan tahyul-tahyulnya itu, kemudian Arab dihabiskan dan berkuasa pada tahun 1920 kira-kira seperti itu. Ketiga, munculnya modernisme karena bertolak dari semangat pencerahan di Barat terhadap kultur. Kenapa itu terjadi? Karena gerakan pemurnian agama, gerakan modernisme, gerakan kolonialisme.

Sementara itu golongan yang kita dipengaruhi pemikiran posmo, yang relatif nilai pada pendangkalan dan komersialisasi. Jadi kultur itu tidak didapatkan di mana-mana, kecuali di negara-negara yang sejak awal sudah membentengi. Seperti Jepang menerima Barat hanya tekhnologinya, sainsnya, tapi filsafat hidupnya tidak. Dia bisa memoles kolonialisme menjadi idiologi universal yang bisa menerima bentuk-bentuk peradaban sebagaimana Islam pada zaman Abbasyiah.

Islam yang sekarang ini merupakan Islam yang legalistik, Islam yang diterjemahkan secara formal tidak menuntut kemungkinan berkembang.

Bagaimana pendapat bapak mengenai kebebasan beragama?

Di dalam Islam kemajemukan itu sudah dipelihara sejak lama dan itu merupakan warisan dari zaman dahulu. Ada proses itu tidak berjalan pasca perang Salib, ketika orang-orang mongol sudah menaklukkan Bagdad terjadi skisme-skisme dalam Islam, usaha Al-Ghazali untuk mengintegrasikan ilmu-ilmu Islam itu setengahnya berhasil dan setengahnya tidak karena dipotong karena munculnya penaklukkan Mongol tersebut.

Kalaupun harus dirumuskan konteks kebudayaan Islam dalam pijakannya pada Bumi Nusantara, kira-kira rumusannya seperti apa?

Islam di Nusantara itu tergantung wilayah. Wilayahnya itu ada rumpun Islam dengan gaya Melayu dan tarian-tariannya itu Minangkabau dan segala macamnya, mempunyai karakter sendiri. ada karakterisktik Islam Jawa yang terbelah dua, Islam Jawa Pesisir dan Islam Jawa yang dekat dengan keraton feodal itu, yang satu mengarah pada mistik dan satu mengarah pada kehidupan duniawi.

Artinya bahwa keberagamaan inheren dalam Islam?

Tentu saja konflik agama itu terjadi sejak zaman Hindu atau pun zaman Islam, tentu sering orang-orang dari mazhab Syiwa dan Brahma itu berkelahi pada zaman Hindu dahulu. Tapi ada sikap-sikap toleran di dalamnya, sebetulnya itu yang tidak diterjemahkan dengan baik sehingga kita kebingungan oleh bangsa kita ini, pemimpin kita.

Dalam konteks nasionalisme di Indonesia--tercermin dalam pidatonya Soekarno dan Hatta--memang ada agama-agama yang diakui dalam hal ini inheren dengan kebhinekaan. Artinya dalam sejarah itu, yang memberikan kontribusi besar dalam pada peradaban Hindu, Budha itu jelas diakui dan kemudian Islam Sunni maupun Syi'ah, kemudian Agama Protestan dan Katolik. Kenapa Khonghucu terpisah, karena agama-agama yang dibawa etnis dan dibawa oleh orang asing ke sini. Dalam konteks kenegaraan mereka tidak mendapatkan jaminan untuk berkembang dalam bentuk financial.

Bagaimana dengan kasus Ahmadiyah?

Ahmadiyah ini, mereka tidak meragukan bahwa Mirza Gulam Ahmad seorang Rasul tetapi pemiikiran-pemikiran orang Ahmadiyah itu bermanfaat bagi dia untuk memahami konsep modern. Jadi sebetulnya menurut saya kalau Ahamadiyah tidak tampil sebagai jemaat yang tampil sebagai pemikir-pemikir gerakan-gerakan, saya kira tidak ada masalah, masalahnya ini menjadi ekslusif. Kasus ini juga yang dialami oleh DDII, Lemkari. Nah, itu sulit dipecahkan secara hukum dan saya bukan ahlinya, bagaimana menempatkan dalam konteks hukum sedangkan kapasitasny bukan dalam konteks ini?

Untuk masalah pembubaran serahkan saja kepada hukum, tetapi ini ada elemen masyarkat yang bisa juga ditunggangi oleh kepentingan lain untuk membuat tujuan tertentu. Jadi menurut saya, pro dan kontra itu saling mengkaitkan diri saat ini untuk tidak membuat konflik horizontal, biarkan saja. Negara berpikir apa saja tapi juga jangan dipanas-panasi supaya menolak usulan ini.

Kalau begitu bagaimana menurut bapak apa yang harus diselesaikan dari problem Islam Indonesia?

Ya mesti diselesaikan, jangan terlalu membawa wacana ke dalam wilayah politik demi kepentingan ekonomi, idiologi, dari situlah sumber konflik. Tapi kalau dibawa pada dialog kultural maka tidak ada masalah. Karena itu, kita terima perbedaan pandangan dan jangan menggunakan wacana kekerasan.

Bagaimana pak Hadi mengenal Cak Nur dalam konteks pemikirannya? Di sisi mana syeikh seiring dengan pemikiran-pemikiran Cak Nur dan di sisi mana merasa berbeda?

Cak Nur tipologi orang yang belajar di pondok kemudian mencari bandingan dari wacana-wacana intelektual Barat yang orientalik. Hal ini untuk mengeritik kondisi umat Islam yang ada di Indonesia dan itu syah-syah saja. Kalau itu terasa menyakitkan memang iya. Masalahnya kita tidak terbiasa dengan wacana ini. Bagaimana ke depan yang ini bisa berjalan dengan baik, peranan lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi, karena lembaga perguruan tinggi tidak ada istilah peradaban Islam diajarkan, sekarang ini tidak ada model seperti itu, yang ada adalah model peradaban dan pendidikan Barat.

Sementara itu kelompok-kelompok pengajian itu terlalu oriented PKS, yang dari ikhwanul Muslimin, yang semuanya itu sebetulnya ahistoris dalam konteks keindonesian. Misalnya Hasan Al-Banna muridnya Abduh kalau dia berkata pada Abduh maka dia berkata dengan Muhamadiyah.

Cak Nur itu melihat Islam di Indonesia, pengetahuannya lebih berat ke Jawa, dan perkembangan zaman dan tidak terhitung yang Melayu itu. Kalau kita lihat segmen masyarakat Islam di Indonesia, kalau gerakan Islam pembaharu ini kebanyakan lebih dari Sumatera, Melayu, dan Jawa Barat. Tapi kalau yang tradisional itu lebih dari Jawa Timur, Jawa tengah dan terminologi ini tidak sama dengan menggunakan pendekatan yang berbeda.

Selama ini dikalangan umat Islam yang berbicara konteks hukum, selalu mengacu pada kekuatan konvensional. Artinya ini akan terus mengalami ketegangan ketika tidak dilihat sebagai sebuah hukum.

Kebudayaan mana lebih dahulu tumbuh dibandingkan negara? Negara lebih awal, kalau kebudayaan dibuang, negara tidak punya asas spiritual. Kebudayaan harus dipertimbangkan juga, jangan berpikir law to law apapun alasannya. Tidak akaa bisa ketemu kalau seperti ini. Dan ini akan terjadi ketersinggungan-ketersinggungan antara ketiga kekuatan, pertama, kekuatan yang modernisme yang berpijak pada rasionalisme, kemudian fundamintalisme keagamaan, Posmo yang bergerak dalam bidang konsumerisme itu akan terus ada di dalam sejarah peradaban Indonesia. Kalau itu tidak ditranformasikan ke dalam bentuk dialog maka itu akan tidak produktif, dan kita tunggu saja konflik itu terjadi. Kaum Posmo itu memanfaatkan reaksi pasar bebas lihat saja film-film ML apakah itu di tunggangi atau apa?

Selajutnya bagaimana bapak melihat MUI sebagai sebuah lembaga yang mempersatukan ulama, selain MUI sebagai lembaga yang mengeluarkan fatwa?

Di dalam Islam itu tidak ada kependetaan, tidak ada gereja dalam pengertian itu. MUI itu hanya menyalurkan apresiasi-apresiasi ormas-ormas Islam yang ada. Nah, kalau membenahi yang harus dibenahi itu adalah ormas Islam ini, dan kepemimpinan tradisi ini. Fungsi ulama di Indonesia itu, agen kebudayaan, dan harus memiliki pemikiran-pemikiran yang cemerlang, untuk mencerdaskan umat, melakukan hal-hal yang dapat membantu kepentingan rakyat agar tidak terjadi kebodohan yang panjang.

Jadi menurut saya kita dalam posisi seperti itu, reflektis saja. Artinya pikiran-pikiran ini kita godok dalam pikiran kita dengan cara dialogis bukan konfrontatif. Kalau konfrontatif, banyak musuh kita ini. Ini masalah orang awam, masalah orang bodoh itu tidak bisa dirubah seketika jiwanya, lain dengan di Amerika dengan budaya tulis. Budaya tulis itu untuk membaca reaksi, misalnya mendapat berita kemudian mereka merenung dulu apa yang akan disampaikan, tidak dengan budaya kita yang lisan, baru saja melontarkan, langsung mendapatkan reaksi-reaksi miris, sebelum melakukan perenungan atas jawaban sudah mendapatkan reaksi.

Baik, terima kasih Pak Hadi.

(ABNS)

TANDA-TANDA KEMUNCULAN IMAM MAHDI AS


Perhatian Mengenai Tanda-tanda Kemunculan 
MELALUI hadis-hadis kita mengetahui kewajiban-kewajiban orang mukmin di masa kegaiban imam. Hadis-hadis tersebut memerintahkan kita untuk menanti kemunculan beliau dan mengharapkan agar hal itu segera terjadi di setiap saat. Kewajiban pendidikan semacam ini ditujukan agar orang-orang mukmin berupaya mewujudkan persiapan-persiapan secara sempurna dan berkesinambungan untuk menolong beliau saat kemunculannya.

Selain sisi penting tersebut, hadis-hadis juga menyebutkan sejumlah kejadian sebagai tanda kemunculan beliau. Tanda tersebut memberi petunjuk pada orang-orang mukmin untuk lebih memperdalam dan mempercepat persiapan mereka untuk membantu Imam Mahdi as dan berperan aktif dalam merealisasikan tugas-tugas penting beliau membentuk sebuah revolusi besar.

Penggabungan dari dua kelompok hadis tersebut adalah bahwa perintah mengharapkan kemunculan di setiap saat didasari oleh kemungkinan terjadinya kemunculan Imam Mahdi di setiap saat jika Allah menghendaki. Dengan demikian, mempercepat perwujudan tanda-tanda yang disebutkan dalam kelompok hadis kedua atau menunda sebagiannya juga merupakan hikmah Allah dalam pengaturan terhadap hamba-Nya. Jika di antara mereka mengetahui, maka mereka dibenarkan dalam persiapan mereka untuk membantu Imam. Atau mungkin yang dimaksud dengan mengharapkan kemunculan secepatnya adalah mengharapkan terealisasinya tanda-tanda yang disebutkan dalam hadis yang pasti terjadi. Terjadinya tanda-tanda tersebut merupakan sebuah pengumuman kemunculan Imam Mahdi as.1 Isyarat lainnya juga menyebutkan tentang masalah ini yang terkandung dalam hadis mengenai kewajiban penantian.

Dengan demikian, orang-orang mukmin mendapatkan buah yang diharapkan dari perintah kewajiban mengharapkan kemunculan Imam Mahdi—semoga Allah Swt mempercepat kemunculannya—di setiap waktu. Begitu pula orang-orang mukmin mendapatkan hasil yang diharapkan dari pengenalan mereka terhadap tanda-tanda kemunculan Imam Mahdi as berupa menyegerakan persiapan-persiapan mereka dan menegakkan kewajiban khusus terkait dengan sebagian tanda-tanda yang disebutkan dalam hadis yang juga menyebutkan kewajiban-kewajiban tertentu setelah terwujudnya tanda-tanda tersebut.

Tanda-tanda yang Pasti dan Tidak Pasti
Hadis-hadis menyebutkan dua bagian kelompok dari tanda-tanda kemunculan Imam Mahdi as. Kelompok pertama adalah yang pasti terwujud. Kelompok kedua adalah sesuatu yang belum pasti terjadi bahkan mungkin tidak terjadi jika hikmah Allah menginginkan hal tersebut.

Begitu pula sebagian tanda-tanda tersebut sangat dekat dengan kemunculan Imam Mahdi dan sebagian lainnya terjadi jauh sebelum kemunculan beliau.

Simbol-Simbol dalam Hadis Mengenai Tanda-tanda
Kemunculan Layaknya sebagai sebuah tanda, hadis-hadis yang banyak membicarakan tanda-tanda kemunculan beliau juga menggunakan simbol. Oleh sebab itu, perlu kiranya kita mengetahui simbol-simbol tersebut secara mendalam dan mempelajarinya secara terperinci. Begitu pula hendaknya ada sebuah pengumpulan setiap hadis yang menyebutkan masing-masing tanda dan mempelajarinya agar terhindar dari rasa cukup sehingga dapat dihasilkan objek sesungguhnya. Hal ini dilakukan guna menghindari penerapan terhadap objek secara terburu-buru yang sangat jauh dari tujuan yang diinginkan saat menyebutkan tanda-tanda tersebut. Khususnya bahwa bahasa simbol secara alamiah memungkinkan terjadinya penerapan setiap tanda pada lebih dari satu objek. Hal ini juga bertentangan dengan tujuan yang diinginkan ketika menyebutkan tanda-tanda tersebut.

Hal yang juga perlu untuk diterangkan bahwa sebagian dari hadis yang menyebutkan tentang tanda-tanda kemunculan, juga menyatakan beberapa kewajiban bagi orang mukmin—baik secara jelas maupun berupa isyarat terhadap hal tersebut. Oleh karena itu, saat mempelajarinya kita perlu berupaya mengenal kewajiban-kewajiban tersebut agar dapat memperoleh hasil yang diinginkan dari menyebutkan tanda-tanda tersebut.

Manakala tanda-tanda kemunculan menyangkut masalah-masalah kegaiban, maka hal itu sangat mungkin terjadi banyak penyimpangan dan penyisipan. Karena itu, dibutuhkan ketelitian dari sisi ini agar dapat membedakan hadis yang sahih dan hadis yang palsu. Sisi lainnya yang menjadikan masalah ini penting adalah adanya sejumlah tanda yang disebutkan oleh sebagian hadis mursal atau tidak bersanad, kemudian fakta sejarah membenarkan hadis tersebut dan menjadi bukti kesahihan hadis-hadis tersebut. Hal ini menetapkan bahwa hadis-hadis tersebut berbicara mengenai sebuah peristiwa yang belum terjadi. Hal ini tidak mungkin muncul kecuali dari sumber-sumber wahyu Ilahi.

Tanda-tanda Kemunculan yang Paling Jelas
Pembahasan mengenai tanda-tanda kemunculan Imam Mahdi as sangatlah panjang yang tidak mungkin dapat dijelaskan secara utuh dalam buku yang ringkas ini.

Oleh karena itu, memperhatikan hal ini, kami mencukupkan untuk menukil apa yang telah diringkas oleh Syekh Mufid dari sejumlah hadis dan juga mengisyaratkan tanda-tanda lainnya yang tidak disebutkan oleh beliau.

Syekh Mufid berkata, “Sejumlah hadis menyebutkan tanda-tanda bagi masa kebangkitan Imam Mahdi as dan peristiwa-peristiwa sebelum kebangkitan beliau. Adapun tanda-tanda yang menunjukkan hal itu di antaranya munculnya Sufyani, pembunuhan al-Hasani, perseteruan Bani Abbas dalam kerajaan, terjadinya gerhana matahari pada pertengahan bulan Ramadhan, gerhana bulan di akhir bulan tersebut yang berbeda secara alamiah, gerhana di Baida, maghrib dan masyriq, turunnya matahari ketika memasuki pertengahan waktu asar, terbitnya matahari di arah barat, pembunuhan terhadap an-nafs az-zakiyah (jiwa yang suci) di Kufah bersama tujuh puluh orang saleh, terbunuhnya seorang laki-laki Hasyimi di antara rukn dan maqam, penghancuran kota Kufah, kedatangan bendera hitam dari arah Khurasan, munculnya al-Yamani, kemunculan al-Maghribi di Mesir dan penguasaannya di Syam, kehancuran Turki, kehancuran Romawi, munculnya bintang di arah timur yang bersinar bagaikan sinar rembulan kemudian bersambung seolah-olah kedua ujungnya bertemu, awan merah muncul di langit dan menyebar ke seluruh arah, api yang sangat panjang nampak di arah timur dan akan tetap nampak selama tiga hari atau tujuh hari, orang-orang Arab meninggalkan pelindung mereka, negeri-negeri mereka dikuasai dan terusir oleh penguasa Ajam (non-Arab), penduduk Mesir membunuh pemimpin mereka, perusakan di Syam, terjadinya peperangan antartiga bendera, masuknya bendera Qais dan Arab ke Mesir dan bendera-bendera pendurhaka ke Khurasan, masuknya kuda dari arah barat seakan-akan berhubungan dengan Gua Hira, munculnya bendera hitam dari arah timur menuju Hira, banjir bandang dari sungai Furat seakan-akan air menggenangi kota Kufah, munculnya enam puluh orang pembohong yang mengaku nabi, munculnya dua belas orang dari keluarga Abi Thalib yang seluruhnya mengikrarkan imamah mereka, dibakarnya seorang laki-laki dari pengikut Bani Abbas antara Jalwa dan Khanikin, perjanjian sepihak yang merugikan Madinat as-Salam, angin hitam bertiup kencang di tempat tersebut di awal siang, gempa yang menelan banyak korban, ketakutan yang menyelimuti penduduk Irak, kematian yang mengerikan di dalamnya, kehilangan jiwa, harta, dan hasil pertanian, munculnya belalang di peralatan memasak mereka dan ditempat-tempat lainnya sehingga menyerang tanaman dan pertanian, berkurangnya hasil pertanian, perseteruan dua golongan dari Ajam dan pertumpahan darah yang terjadi di antara mereka, seorang hamba keluar dari ketaatan terhadap tuannya dan berupaya membunuh mereka, petaka bagi kaum dari ahli bid’ah sehingga mereka berubah menjadi kera dan babi, kemenangan para budak atas negara-negara adidaya, seruan dari langit sampai-sampai seluruh penduduk bumi mendengarnya dan setiap bahasa memahaminya, munculnya wajah dan dada di langit bagi manusia di tengah-tengah matahari, orang-orang mati bangkit dari kubur sehingga mereka kembali ke dunia dan saling mengenal dan saling berdampingan.

“Kemudian, hal itu ditutup dengan 24 kali hujan yang berkesinambungan yang membuka bumi dari kematiannya, memunculkan keberkahannya, dan setelah itu setiap kelompok dari orang-orang yang meyakini kebenaran dari Syi’ah Mahdi akan tetap. Pada saat itu, mereka mengetahui kemunculan Imam di Mekkah dan segera menuju ke Mekkah untuk membantunya sebagaimana yang disebutkan dalam hadis-hadis.

“Di antara hadis-hadis tersebut, ada yang pasti dan sebagian lainnya bersyarat. Wallâhu a`lam apa yang akan terjadi. Adapun yang kami sebutkan berdasarkan sesuatu yang ditetapkan dalam ushul yang dimuat dalam hadis. Dan pada Allah Swt, kami memohon pertolongan dan memohon taufik dari-Nya.” 3

Hilangnya Sebab-sebab Kegaiban
Selain tanda-tanda tersebut yang telah dinaskan dalam hadis-hadis, terdapat pula tanda-tanda penting lainnya untuk kemunculan Imam Mahdi as—semoga Allah mempercepat kemunculannya—yaitu berupa hilangnya sebab-sebab yang mengharuskan terjadinya kegaiban dan munculnya kondisi yang diharapkan untuk menegakkan tanggung jawab beliau yang besar untuk membentuk revolusi besar dunia. Di antara tanda tersebut adalah:
1. Sempurnanya proses persiapan pada orang-orang mukmin dan terpenuhinya sejumlah penolong yang dibutuhkan yang setia sesuai dengan tingkatan mereka sebagaimana telah kami isyaratkan ketika membicarakan tentang sebab-sebab kegaiban. Yaitu tingkatan tertinggi dari para penolong yang menghiasi dirinya dengan kelayakan-kelayakan yang dibutuhkan untuk membantu beliau mendirikan pemerintahan Islam yang adil dan mendunia, mengatur urusan dunia, dan sebelum itu mengatur gerakan penentangan terhadap kekafiran, kesyirikan, dan penyembahan terhadap pemerintah thaghut, serta membumihanguskan mereka secara menyeluruh.

Mungkin orang-orang yang mencapai tingkatan tersebut adalah orang-orang yang disebutkan dalam hadis bahwa jumlah mereka mencapai 313 orang sebagaimana jumlah pejuang Badar. Hadis-hadis juga menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki sifat-sifat mulia dari tingkat keimanan, mengenal Allah Swt dengan sebenar-benarnya. Bahkan, dari penghambaan yang mereka lakukan begitu besar dan keikhlasan yang mereka miliki, mereka disebut sebagai “pendeta-pendeta malam” dan karena keberanian serta nilai perjuangan mereka yang tinggi, mereka disebut “singa-singa siang” yang tidak merasa takut bersama Allah meskipun dimaki para pencaci maki. Dengan tingkat keilmuan yang tinggi serta penguasaan mereka terhadap ilmu-ilmu syariat, mereka disebut “para fakih dan para qadhi” dan dengan kemampuan mereka yang tinggi dalam pengaturan, mereka disebut sebagai “Para pemimpin yang adil” dan sifat-sifat lainnya yang dapat kita simpulkan dari hadis-hadis tersebut. Mereka adalah cerminan dari kepemimpinan imam saat kemunculan beliau sebelum pembentukan pemerintahan yang adil dan mendunia setelahnya.

2. Di antara tanda-tanda tersebut adalah terpenuhinya kepemimpinan Islam yang berperan aktif secara positif yang selaras dengan tujuan-tujuan revolusi besar Imam Mahdi as. Tingkatan-tingkatan mereka tampak dalam mengedepankan bantuan secara aplikatif.4

Yang dapat mewujudkan kondisi seperti ini adalah penjelasan tentang hakikat ajaran Ahlulbait as yang ditampilkan oleh Imam Mahdi as—semoga Allah mempercepat kemunculannya—dan menjelaskan berbagai sanggahan yang ditampilkan sepanjang sejarah Islam yang menentang ajaran ini; menjelaskan bahwa ajaran-ajaran tersebut adalah ajaran yang sesungguhnya yang mencerminkan Islam sebenarnya.

Hadis-hadis juga mengisyaratkan mengenai hal tersebut ketika membicarakan tentang gerakan-gerakan yang akan membantu perjuangan Imam Mahdi as dan peran gerakan tersebut dalam memaparkan pandangan suci mazhab Ahlulbait as, menjelaskan pengetahuan-pengetahuan Islam yang suci di Dunia Islam. Begitu pula peran mereka dalam memaparkan kemurnian ajaran Islam.5

Peran gerakan persiapan ini yang dinaskan dalam berbagai riwayat secara mutlak sebelum kemunculan Imam Mahdi as dalam memaparkan gambaran suci ajaran Islam, menimbulkan kondisi pengenalan terhadap Islam sebagai peradaban alternatif untuk menyelamatkan umat manusia. Pengenalan ini akan diterima oleh dunia luar Islam—sebagaimana hal itu kita saksikan saat ini minimal di sebagian ajaran Islam. Hal ini akan membuka pintu-pintu peran positif terhadap revolusi besar al-Mahdi dikalangan bangsa-bangsa selain Dunia Islam pada khususnya. Pengenalan ini akan berlangsung di unit-unit pendidikan, lembaga pengkajian, pemikiran, dan politik. Begitu pula menghidupkan kembali upaya penelitian dan pencarian kebahagiaan yang dijanjikan pada manusia. Bahkan, hal ini menarik banyak manusia dari berbagai sudut pandang baik dari kalangan materialis maupun spiritualis yang hidup di masa kini.

Inilah hal yang menjadikan mereka ingin mengetahui pandangan lainnya di luar pandangan aliran-aliran dan keyakinan-keyakinan yang mereka ketahui selama ini. Untuk kondisi seperti ini, ada beberapa hadis yang mengisyaratkan dan menyatakan bahwa pemerintahan al-Mahdi adalah pemerintahan terakhir seperti yang dapat kita perhatikan di dalam hadis-hadis yang telah kami bawakan pada pembahasan tertentu mengenai sebab-sebab kegaiban.

3. Di antara syarat-syarat tersebut adalah terpenuhinya sarana-sarana komunikasi yang berkembang yang memudahkan masyarakat luas mengetahui kenyataan dan selanjutnya memudahkan mereka untuk mencapai kebenaran serta kejelasan mengenai kebatilan sekaligus membuktikan lemahnya aliran-aliran lain. Kebenaran risalah Islam yang dibawa oleh al-Mahdi selanjutnya membangun pribadi-pribadi yang islami dan mewujudkan tujuan-tujuannya yang diberitakan Imam Mahdi yang dijanjikan setelah sekian lama mereka mengikuti aliran-aliran lainnya. Yakni terjadi perpindahan sikap dan perbuatan menuju barisan-barisan penolong al-Mahdi as. Hal ini seperti yang telah dijelaskan dalam hadis-hadis mengenai sebab-sebab kegaiban dalam ungkapan munculnya “titipan-titipan Allah” orang-orang mukmin dari tulang rusuk orang-orang kafir.

Kehidupan Imam Mahdi pada Masa Kemunculan
Terdapat sejumlah hadis menyangkut masa kemunculan yang menyebutkan peristiwa yang terjadi di masa itu, kehidupan Imam Mahdi as—semoga Allah mempercepat kemunculannya—pada masa tersebut, dan kondisi-kondisi yang kelak diwujudkan oleh Allah Swt melalui tangan mulia beliau.

Hadis-hadis tersebut diriwayatkan dalam kitab-kitab yang dijadikan sebagai sandaran oleh berbagai aliran Islam.

Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan berbagai hadis yang memiliki sanad yang sahih. Mengingat bahwa kitab-kitab tersebut tidak dapat dibantah, dianalisis, dan diteliti, maka kami cukup menyebutkan kandungan hadis yang paling jelas pada sebagian besar topik pembahasan tanpa perlu menyebutkan nas-nas atau teks asli matan hadis. Jika menginginkan penjelasan lebih terperinci, para pembaca dapat merujuk pada sumber-sumber asli kitab tersebut.

Sebelum hal itu, kami juga membawakan sejumlah ayat al-Quran yang berbicara mengenai kekhususan-kekhususan dimasa kemunculan dan kondisi yang kelak diwujudkan oleh Allah Swt melalui kedua tangan Imam Mahdi al-Muntazhar.

Adapun yang dapat kita ambil dari nas-nas ini yang menyempurnakan masa kehadiran Imam Mahdi as, mengungkapkan tentang kekhususan-kekhususan pemerintah Imam Mahdi as—sebagaimana yang digambarkan dalam al-Quran—sebagai sebuah objek pemerintahan nyata yang mencerminkan tujuan-tujuan ketuhanan dari pengutusan para nabi.

Kekhususan-kekhususan Pemerintahan Imam Mahdi dalam al-Quran
1. Penyempurnaan Nur Ilahi dan Keunggulan Islam dari Agama-agama Lainnya
Hal tersebut dijelaskan al-Quran dalam beberapa ayat dalam tiga surah.

Allah Swt berfirman, “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya. Dialah yang telah mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk ditampakkan atas seluruh agama, kendati pun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. at-Taubah:32-33).

Allah Swt berfirman, “Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, meski pun orang-orang kafir benci. Dialah yang telah mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk dijayakan seluruh agama lainnya, meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (QS. ash-Shaff:8-9).

Allah Swt berfirman, “Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk ditampakkan atas seluruh agama dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS al-Fath:28)

Para ahli tafsir dari berbagai aliran Islam menjelaskan, ini adalah sebuah janji yang pasti terjadi. Peristiwa ini hanya terjadi pada masa Imam Mahdi yang dijanjikan.

Saat itu, Allah memenangkan Islam atas seluruh agama dan meliputi barat dan timur.6 Ketika itu pula, berdirilah pemerintahan Islam yang mendunia karena yang dimaksudkan dengan “ditampakkan” (dalam ayat di atas) adalah dimenangkan dan ditinggikan bukan hanya sekedar kekuatan hujjah, karena kemenangan hujjah telah terjadi, sementara Allah Swt tidak menjanjikan kabar gembira kecuali untuk sesuatu dimasa mendatang yang belum terealisasi. Argumentasi ini disampaikan Fakhrur Razi dalam kita tafsirnya.7

2. Kekuasaan Orang Saleh dari Orang-Orang Mukmin
Allah Swt berfirman, “Dan sungguh Kami telah catat dalam Zabur setelah adz-dzikr (lauh al-mahfuzh) bahwa bumi ini Kami wariskan pada hamba-hamba-Ku yang saleh.” (QS. al-Anbiya:105)

Allah Swt berfirman, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan berkuasa di atas bumi sebagaimana telah berkuasa orang-orang sebelum mereka dan sungguh Dia kelak meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka dan Dia benar-benar akan menggantikan keadaan mereka menjadi aman sentosa setelah mereka mengalami ketakutan.

Mereka menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Siapa yang ingkar setelah (janji) itu, mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. an-Nuur:55)

Allah Swt juga berfirman, “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan pada kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan hanya kepada Allah-lah kembalinya segala urusan.” (QS al-Hajj:41)

Ayat pertama memberitakan bahwa adalah ketentuan yang pasti untuk memuliakan keimanan dan perbuatan saleh dengan balasan duniawi—lebih-lebih balasan ukhrawi—yang dalam hal ini diwakili dengan diwariskan bumi. Hukum dari hal ini adalah akhir segala sesuatu kembali pada orang-orang yang bertakwa di dunia dan akhirat.8

Adapun ayat kedua menerangkan bahwa orang-orang yang diberi kekuasaan oleh Allah Swt, adalah orang-orang yang beriman, beramal saleh dari kalangan umat Islam. Mereka sebelumnya adalah orang-orang yang lemah. Bahkan mereka tidak diperkenankan untuk beribadah secara tenang. Diteguhkan oleh Allah agama mereka yang telah diridhai Allah bagi mereka. Kedua ayat di atas membicarakan mengenai masa kemunculan Imam Mahdi as. Hal ini sangat jelas, jika kita mau memperhatikan keduanya dengan seksama.9

3. Membentuk Masyarakat Bertauhid yang Murni
Berdasarkan dari ayat-ayat sebelumnya, jelas merupakan bagian dari kekhususan masa Imam Mahdi as—semoga Allah mempercepat kemunculannya—bahwa kepatuhan masyarakat hendaknya berada di tangan orang-orang yang saleh yang sebelumnya mereka

dilemahkan di muka bumi ini dan mencerminkan Islam yang murni. Jika Allah meneguhkan kekuasaan mereka di atas bumi, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Yakni, mereka membangun sebuah masyarakat bertauhid yang murni yang hanya menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Mereka membentuk masyarakat dengan penuh keamanan yang sebelumnya mereka diliputi ketakutan dan khawatiran dari tipu daya orang-orang munafik dan orang-orang kafir. Mereka memenuhi kondisi yang dibutuhkan untuk mewujudkan penyembahan kepada Allah yang sebenarnya dan penyempurnaan nilai-nilai kemanusiaan dalam naungan penghambaan kepada-Nya. Dengan demikian, tidak ada lagi hujjah dan alasan bagi orang kafir setelah itu. “Mereka adalah orang-orang yang fasik” yang sesungguhnya karena mereka menyimpang dari jalan yang lurus sementara kondisi yang mendukung perjalanannya menuju Allah telah terpenuhi. Ini adalah kekhusussan lainnya di antara kekhususan-kekhususan di masa kehadiran Imam Mahdi as dan penafsiran yang diriwayatkan disebabkan karena dia terlalu bergaul dengan orang-orang yang menyimpang.

4. Terwujudnya Tujuan dari Satu Bentuk Penciptaan Manusia
Allah Swt berfirman, “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat:56)

Ayat al-Quran yang suci ini menunjukkan tentang tujuan tertentu dalam penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah yang sesungguhnya hanya pada Allah Swt.10

Hal seperti inilah yang kelak terealisasi di bawah naungan pemerintahan Imam Mahdi yang dijanjikan baik berkaitan dengan pribadi maupun sosial dengan bentuk yang sempurna. Hal ini telah kami jelaskan pada paragraf-paragraf sebelumnya. Sayid Syahid Muhammad Shadr mengaitkan sebuah pembahasan keyakinan dan penafsiran yang disandarkan pada ayat ini untuk menetapkan kepastian kemunculan pemerintahan al-Mahdi yang dijanjikan.11

Pasalnya, terwujudnya tujuan ini adalah sebuah kepastian dan merupakan satu kemustahilan berpalingnya makhluk dari tuuan penciptaan. Ayat al-Quran berbicara mengenai bentuk manusia dan terwujudnya penghambaan yang sejati pada tataran pribadi maupun sosial secara umum dalam masyarakat manusia. Hal inilah yang belum terwujud dalam sejarah manusia di atas muka bumi sejak Allah menurunkan manusia ke bumi ini.

Oleh sebab itu, kita hanya dapat mengatakan mengenai kepastian tewujudnya hal-hal tersebut di masa mendatang di dalam pemerintahan ketuhanan yang membangun masyarakat yang berrtauhid, beramal saleh, hanya menyembah pada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya. Pemerintahan ini adalah pemerintahan Imam Mahdi sebagaimana yang ditunjukkan ayat-ayat sebelumnya dan juga dijelaskan oleh berbagai riwayat yang diiwayatkan dari dua jalur.

5. Terhentinya Penolakan Terhadap Agama
Allah Swt berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, siapa yang murtad di antara kalian dari agamanya, maka kelak Allah mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah. Bersikap lembut pada orang-orang yang beriman dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, berjuang di jalan Allah, dan tidak takut menghadapi celaan orang-orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang Dia beikan kepada orang yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Mahaluas dan Maha Mengetahui.” (QS. al-Maidah:54).

Allamah Thabathaba’i membahas ayat ini dan menafsirkan ayat tersebut melalui ayat-ayat al-Quran lainnya dan menggunakan riwayat untuk membuktikan bahwa ayat tersebut berbicara mengenai masa kemunculan Imam Mahdi as. Adapun yang dimaksud dengan kemurtadan dalam ayat tersebut adalah kemurtadan dari agama yang benar namun tetap berada di dalam agama Islam secara lahir.

Dengan begitu, orang-orang Yahudi, Nasrani, dan para pengikut mereka dalam kehidupan di berbagai sisinya sebagaimana yang terjadi saat ini, tergolong di dalamnya. Kemurtadan ini adalah kemurtadan yang dicegah oleh ayat-ayat sebelumnya melalui ayat ini yang berbicara mengenai penyimpangan yang terjadi dalam dunia sebelum kemenangan Imam Mahdi as.12

Berdasarkan uraian tersebut, sesungguhnya termasuk bagian dari kekhususan masa pemerintahan Imam Mahdi adalah mencegah kemurtadan dari agama yang benar dan mengikuti orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam tataran kehidupan. Selanjutnya, mengembalikan umat Islam ke jalan yang islami dalam kehidupan di segala sisinya. Hal ini sesuai dengan kekhususan lainnya di masa al-Mahdi yang dibicarakan oleh ayat-ayat sebelumnya.

Sejarah Kemunculan Imam Mahdi as Hadis-hadis yang menyebutkan bahwa Imam Mahdi as muncul pada tahun ganjil dari tahun Hijriah,13 yakni tahun ganjil dan beliau muncul pada hari Jumat.14 Dalam beberapa riwayat lainnya menyebutkan bahwa kemunculan beliau terjadi pada hari Sabtu tanggal 10 Muharam.15 Mungkin dapat kita gabungkan di antara kedua sejarah tersebut bahwa kemunculan beliau terjadi pada hari Jumat dan pada hari itu beliau berkhotbah di Masjidil Haram. Kemudian, beliau keluar dari Masjidil Haram menuju Kufah pada hari Sabtu.

Tempat Kemunculan Beliau dan Munculnya Revolusi Beliau
Sejumlah hadis menyebutkan bahwa awal kemunculan beliau terjadi di Madinah al-Munawarrah dan penyebaran gerakan beliau terjadi di Mekkah al- Mukarramah16 di Masjidil Haram. Saat itu beliau mengumumkan gerakannya dan menyeru untuk hal itu dalam sebuah khotbah yang mengagumkan yang memiliki makna-makna penting.

Khotbah tersebut diriwayatkan dari Imam Baqir dalam sebuah hadis yang panjang tentang kemunculan keturunan beliau, yaitu Al Mahdi as. Dalam bagian hadis tersebut,

Imam Muhammad Baqir berkata, “Kemudian, beliau sampai pada maqam lalu mengerjakan shalat dua rakaat. Lalu beliau memuji Allah dan menyebutkan hak-hak manusia, dan berkata, ‘Wahai manusia, sesungguhnya kita mengharapkan pertolongan Allah terhadap orang-orang yang telah menzalimi kita dan merampas hak-hak kita. Siapa yang membandingkan kami untuk bersama Allah sesungguhnya kami lebih berhak bersama Allah.

Siapa yang membandingkan kami dengan Adam, maka sesungguhnya kami adalah manusia yang lebih layak terhadap Adam. Siapa yang membandingkan kami dengan Nuh, maka sesungguhnya kami adalah manusia yang lebih layak terhadap Nuh. Siapa yang membandingkan kami dengan Ibrahim, maka sesungguhnya kami adalah manusia yang lebih layak terhadap Ibrahim. Siapa yang membandingkan kami dengan Muhammad, maka sesungguhnya kami adalah manusia yang lebih layak terhadap Muhammad. Siapa yang membandingkan kami dengan para nabi, maka sesungguhnya kami adalah manusia yang lebih layak terhadap para nabi. Siapa yang membandingkan kami dengan kitab Allah, maka sesungguhnya kami adalah manusia yang lebih layak terhadap kitab Allah. Aku bersaksi (kami bersaksi) dan orang-orang Muslim pada hari ini menjadi saksi bahwa kami telah dizalimi, dibuang, kami dibenci, kami diusir dari rumah kami, kami dibatasi dari harta-harta kami, dan kami dikekang. Ketahuilah bahwa aku memohon pertolongan Allah pada hari ini untuk menolong orang-orang Muslim.’”17

Dalam sebuah riwayat yang dinukil dari Na’im bin Hammad yang termasuk perawi utama menurut Bukhari, meriwayatkan juga dengan sanadnya dari Imam Muhammad Baqir as tentang khotbah kedua beliau di tempat yang sama namun setelah menunaikan shalat Isya. Dia meriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir, beliau berkata,
“…setelah beliau menunaikan shalat Isya, beliau menyeru dengan suara yang lantang dan berkata, ‘Aku memperingatkan kalian wahai manusia dan mengingatkan kedudukan kalian di sisi Tuhan kalian. Sungguh Allah telah menurunkan hujjah-Nya, mengutus para nabi, dan menurunkan kitab-kitab suci. Allah memerintahkan kalian untuk tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, menjaga ketaatan kepada-Nya dan ketaatan kepada Rasul-Nya, menghidupkan sesuatu yang dihidupkan oleh al-Quran dan mematikan apa yang dimatikan al-Quran, memerintahkan kalian untuk menjadi para penolong atas petunjuk, menjaga ketakwaan. Sesungguhnya dunia adalah rendah, hina, dan akan sirna serta diizinkan dengan perpisahan. Sungguh aku menyeru kalian menuju pada Allah, pada Rasul-Nya, beramal sesuai dengan kitab-Nya, memadamkan kebatilan, dan menghidupkan sunnah-sunnahnya….’”18

Diam Sejenak Ketika Khotbah Pengumuman Revolusi
Dalam khotbah pertama dapat diperhatikan akan adanya penekanan terhadap objek pembicaraan beliau, yaitu para pemeluk seluruh agama langit mengenai revolusi beliau yang mendunia dan agamis. Beliau menggambarkan jalan para nabi seluruhnya dan menyeru pada tujuan-tujuan yang tinggi yang diserukan oleh seluruh nabi. Ini hal pertama yang ditekankan.

Hal kedua yang beliau tekankan adalah bahwa beliau merupakan cerminan dari ajaran tsaqalain, beliau adalah cerminan Ahlulbait, pusaka kedua yang tidak pernah berpisah dari pusaka pertama, al-Quran. Oleh karena itu, mereka adalah manusia yang paling layak terhadap kitab Allah, paling mengetahui atas segala sesuatu yang ada di dalamnya, dan merupakan tali hidayah bagi manusia menuju cahaya hidayah langit.

Kemudian, hal ketiga yang beliau sampaikan adalah keteraniayaan Ahlulbait as, memaparkan segala bentuk kezaliman dan kejahatan yang menyebabkan kegaiban washi terakhir mereka—semoga Allah mempercepat kemunculannya. Beliau memaparkan semua itu sebagai penentangan terhadap pemerintah thaghut, penghambaan terhadap penguasa, dan menjabarkan penguasaan mereka terhadap harta-harta manusia, upaya menjauhkan dari beribadah pada Allah, dan mencegah Ahlulbait untuk menegakkan keadilan Tuhan serta memimpin manusia menuju kebahagiaan.

Selanjutnya, beliau membantu setiap Muslim untuk menentang kezaliman ini yang dengan penentangan tersebut merupakan kebaikan bagi manusia secara menyeluruh. Penyerahan segala urusan kepada seseorang yang mencerminkan metode para nabi, keadilan al-Quran adalah merealisasikan tujuan-tujuan keadilan Tuhan.

Akan tetapi, beliau—semoga Allah Swt mempercepat kemunculannya—pertama-tama memohon pertolongan pada Allah Zat Yang Mahakuasa. Hal ini merupakan sebuah isyarat kepastian kemenangan revolusi kebaikan beliau.

Beliau adalah al-Mudthar (orang yang dalam kondisi terpaksa) yang doanya diijabah oleh Allah, beliau adalah penutut balas darah manusia yang terbunuh secara keji dan teraniaya, dan beliau adalah manusia yang dibantu oleh Allah. Dengan isyarat-isyarat seperti ini, beliau mendorong manusia untuk membantunya agar mereka berhasil memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, terhindar dari kesengsaraan dunia dan siksa akhirat melalui tangan suci beliau.

Memproklamirkan Tujuan-tujuan Revolusi Adapun khotbah kedua yang beliau sampaikan seusai shalat Isya menjelaskan tentang tujuan-tujuan umum revolusi beliau. Tujuan-tujuan itulah yang akan membantu manusia, mencerminkan sisi lain bantuan terhadap keteraniayaan Ahlulbait dan ajaran mereka.

Beliau menjelaskan tujuan pertama secara umum yang beliau gambarkan dengan menegakkan ketauhidan yang murni yang karena hal itulah para nabi diutus, diturunkan bagi mereka kitab-kitab suci langit. Tujuan tersebut dapat terjelma melalui ketaatan pada Allah Swt dan kepada Rasul-Nya Muhammad saw, menghidupkan segala sesuatu yang telah dihidupkan dalam al-Quran, menghidupkan sunnah Rasul, dan memadamkan segala sesuatu yang telah dipadamkan oleh al-Quran berupa kebatilan, bid’ahbid’ah, kesyirikan, dan segala bentuk penghambaan yang hina. Seruan beliau adalah seruan menuju Allah, menuju ketauhidan, dan menuju pada Rasulullah saw serta beramal sesuai dengan sunnahnya yang mengantarkan kepada Allah Swt.

Berdasarkan hal tersebut, jelaslah permohonan bantuan beliau terhadap keteraniayaan keluarga kenabian adalah sebuah ajakan pada sebuah pertolongan menuju pada sebuah tujuan dan penjagaan terhadap ketakwaan. Pengabulan untuk Membantu Beliau dan Berbaiat padanya Manusia pertama yang terlintas dan tergambar saat itu di tempat tersebut, yaitu antara rukn dan maqam yang akan membaiat dan membantu beliau adalah umat Islam.

Hal tersebut merupakan salah satu sifat penolong beliau.
“Maka berbaiat antara rukn dan maqam 313 orang sebagian penduduk Badar, di antara mereka ada pembesar dari Mesir, wakil-wakil dari Syam, dan orang-orang pilihan dari Irak.”19

Dari sejumlah hadis yang diriwayatkan di berbagai sumber Ahlusunnah, dapat disimpulkan bahwa kemunculan beliau dan pembaiatan pada beliau terjadi setelah perdebatan dan pertentangan di antara kabilah-kabilah Hijaz. Pada mulanya, beliau menolak untuk menerima baiat. Beliau berkhotbah pada orang-orang yang hendak berbaiat dan berkata,
“Celaka kalian! Berapa banyak janji yang kalian ingkari? Berapa banyak darah yang kalian tumpahkan?” 20

Teranglah, penolakan ini adalah upaya mengembalikan perasaan-perasaan para pembaiat mengenai tanggung jawab, mengikuti baiat, dan tugas penting yang harus mereka terima. Hal ini serupa dengan apa yang telah dilakukan oleh kakek beliau yaitu Imam Ali as ketika manusia menerima untuk berbaiat kepada beliau setelah terbunuhnya Utsman.

Dari beberapa hadis lainnya, dapat disimpulkan bahwa gerakan-gerakan pendukung kemunculan Imam Mahdi as mendorong mereka untuk berbaiat kepada Imam Mahdi as. Beliau berada di Mekkah21 kemudian memperbaharui baiat tersebut.

Sebagian hadis yang lainnya menjelaskan bahwa sahabat-sahabat khusus Imam Mahdi as berjumlah 313 orang yang mereka berkumpul di Mekkah dengan cara mukjizat atau dengan cara yang cepat dengan sarana transportasi yang maju yang dicapai pada masa kehadiran Imam dan mereka berbaiat. 22

Pergi Menuju Kufah dan Pembersihan Internal Imam Mahdi as bersama pasukannya bergerak menuju Kufah sebagai titik tolak pergerakan militer23 setelah menghentikan fitnah yang ditimbulkan oleh Sufyani dan al-Khasaf yang mengerahkan pasukan di al-Baida. 24

Beliau mengibarkan bendera Rasulullah saw yang terpendam di Najaf Kufah.25
Para malaikat yang dulu membantu kakek beliau Rasulullah saw di peperangan Badar, kini turun untuk membantu beliau.26
Hadis-hadis juga menyebutkan bahwa beliau bersama para sahabat dan tentara beliau menghadapi berbagai kesulitan terutama pada tahap awal gerakan militer,27 menghadapi peperangan yang terus berlangsung selama delapan bulan untuk memulihkan kondisi intern. Hal ini berlangsung selama 20 tahun.28

Di sini, dapat kita perhatikan bahwa perjalanan yang ditempuh oleh Imam Mahdi adalah perjalanan kakek beliau Imam Husain as dalam kebangkitan dan kesyahidan beliau dari Mekkah menuju Kufah. Kakek beliau, Sayyid asy-Syuhada Husain as, tertahan tidak bisa sampai ke Kufah, tetapi kini keturunannya, Imam Mahdi as, mencapai tempat tersebut. Beliau berhasil merealisasikan tujuan-tujuan revolusi pada umat Muhammad yang dulu telah diupayakan oleh kakek beliau Imam Husain as.

Manakala beliau memasuki Kufah, beliau mendapati tiga panji yang sedang mengalami keguncangan.29
Imam menyatukan mereka dan mencegah terjadinya keguncangan dengan dikibarkan bendera Muhammad yang tersimpan.

Imam mencegah keikutsertaan orang-orang munafik yang tersisa dalam kota dalam peperangan bersama pasukan beliau yang disifati dalam hadis sebagai pasukan terbaik.30

Memasuki Baitul Maqdis dan Turunnya Al-Masih
Riwayat-riwayat banyak menjelaskan bahwa beliau bersama pasukannya memasuki Baitul Maqdis sebagai peristiwa penting, yaitu turunnya nabi Allah, Isa putra Maryam, yang dikabarkan kembali dalam nas-nas Injil selain dari riwayat-riwayat dalam kitab-kitab hadis yang diriwayatkan oleh para perawi dari kalangan Ahlusunnah maupun Syi’ah.31 Hadis-hadis juga menceritakan tentang shalat subuh Nabi Isa di belakang Imam Mahdi as setelah beliau menolak mengimami shalat. Adapun sebab penolakan yang beliau lakukan disebabkan shalat tersebut didirikan karena Imam Mahdi as. Nabi Isa mempersilakan Imam Mahdi untuk mengimami dan beliau pun shalat dibelakang Imam sebagai isyarat berakhirnya risalah Nabi Muhammad saw. Hal ini sangat membantu revolusi Imam Mahdi karena dunia Barat yang mayoritas beragama Nasrani memperhatikan hal tersebut.

Masuknya Imam Mahdi as—semoga Allah mempercepat kehadirannya—ke Baitul Maqdis jelas terjadi setelah adanya pembersihan Baitul Maqdis dari kerusakan dan kebatilan yang dilakukan oleh orang Yahudi dan penguasaan mereka terhadap Baitul Maqdis. Oleh karena itu, mungkin benar pendapat yang mengatakan bahwa Imam Mahdi as memasuki Baitul Maqdis setelah dilakukan upaya pembersihan internal sebagai pengantar untuk menghadapi musuh di luar Islam seperti Romawi sesuai dengan ungkapan hadis dan sebagai mukadimah untuk membuka dunia. Dari sini, dapat kita pahami rahasia shalat Nabi Isa dan turunnya beliau bersamaan dengan masuknya Imam Mahdi as ke Baitul Maqdis.

Pembunuhan Dajjal dan Berakhirnya Kekuasaan Budaya Matrealis
Sesungguhnya sebagian besar hadis-hadis yang membicarakan tentang turunnya Nabi Isa as juga menyebutkan tentang kebangkitan beliau untuk menghancurkan salib-salib dan mengembalikan umat Nasrani dari menuhankannya.32

Kemudian, terjadi pembunuhan terhadap Dajjal—yang merupakan simbol dari peradaban materialis—di tangan beliau atau di tangan Imam Mahdi as atau dengan bantuan salah seorang dari keduanya.

Dengan kembalinya umat Nasrani dari menuhankan Nabi Isa as dan penyaksian mereka terhadap bantuan yang beliau berikan kepada washi terakhir dari para pemimpin Islam yang maksum, maka terbuka lebar pintu-pintu bagi mereka untuk memeluk agama Islam—mereka termasuk penduduk bumi terbanyak—dengan mudah. Hasil yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah Dajjal dapat terbunuh dengan mudah, menyelesaikan peradaban thaghut, dan membuka dunia serta mendirikan pemerintahan Islam yang adil dan mendunia. Dimulailah proses pembangunan dan reformasi guna mewujudkan tujuan-tujuan para nabi.
Inilah—secara ringkas—kondisi-kondisi pokok bagi pergerakan Imam Mahdi as setelah kemunculan beliau.
Masing-masing mencakup perincian-perincian yang cukup banyak yang tidak mungkin kami sebutkan satu per satu.

Oleh karena itu, pembahasan kita lanjutkan—tetap secara ringkas—tentang kehidupan beliau setelah kemunculannya di beberapa aspek yang paling menonjol dari kekhususan-kekhususan masa tersebut.

Sejarah Imam Mahdi adalah Sejarah Kakek Beliau Rasulullah saw
Dalam hadis-hadis disebutkan bahwa perjalanan kehidupan Imam Mahdi as—semoga Allah mempercepat kehadirannya—berjalan seperti sejarah kehidupan kakek beliau, Rasulullah saw. Beliau bersabda,
“Aku diutus di antara dua masa jahiliah, yang terakhir lebih berbahaya dari jahiliyah pertama.”33

Beliau juga menjelaskan kepada umat tentang contoh-contoh bahaya yang lebih besar dari jahiliyah pertama. Oleh karena itu, Imam Mahdi, “Berbuat sebagaimana yang diperbuat oleh Rasulullah saw, menghancurkan sesuatu yang telah berlalu sebagaimana Rasulullah saw menghancurkan sesuatu sebelumnya. Islam akan muncul dengan wajah baru.” 34

Nabi Muhammad saw telah membicarakan mengenai keterasingan Islam setelahnya dan umat Muslim juga menukil hal tersebut.35 Imam Mahdi as menghancurkan jahiliah bentuk kedua sebagaimana kakek beliau Rasulullah saw menghancurkan jahiliah pertama. Islam kembali digandrungi setelah terasing sebagaimana diawali dengan keterasingan. Akan tetapi, terdapat perbedaan di antara kedua sejarah tersebut yang masing-masing dimiliki berdasarkan kekhususan-kekhususan yang terjadi di setiap masa. Kondisi masa inilah yang menimbulkan perbedaan dalam sejarah mereka berdua. Kita dapat perhatikan hal tersebut dalam sisi kemiliteran, hukum, pengaturan, agama, dan lain-lain. Oleh karena itu, tidaklah bertentangan secara hakekat bahwa sejarah mereka berdua—shalawat dan salam Allah semoga tercurah untuk mereka—adalah satu.

Menghidupkan Sunnah dan Peninggalan-peninggalan Nabi
Gerakan reformasi Imam Mahdi ditegakkan dengan landasan menghidupkan sunnah Nabi Muhammad saw, menegakkannya yang merupakan tonggak pembangunan Islam sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, “Seorang laki-laki dari keluargaku akan berperang berlandaskan sunnahku sebagaimana aku berperang berlandaskan wahyu.”36

Beliau juga bersabda, “Dia berdiri di atas sunnahku sehingga ia tidak salah.”37
Beliau bersabda, “Seorang laki-laki dariku, namanya seperti namaku, Allah menjaganya seperti menjagaku, dan dia akan beramal dengan sunnahku.”38

Imam Mahdi adalah “menjelaskan sunnah nabi.”39
Beliau akan menyeru manusia kepada sunnah Rasulullah saw. Beliau adalah pembaharu sebagaimana pembaharu bagi Dunia Islam. Menampakkan ajaran yang tersembunyi dan disembunyikan. Beliau di namakan al-Mahdi karena beliau “memberi petunjuk manusia menuju perkara yang telah tertutupi dan masyarakat banyak tersesat karena hal itu.”40

Ketegasan dan Kasih Sayang Beliau terhadap Umat Sesungguhnya sejarah kehidupan Imam Mahdi as mengenai dirinya dan umatnya mencerminkan gambaran seorang pemimpin Islam yang idealis yang menjadikan pemerintahan sebagai sarana untuk berkhidmat pada manusia dan memberi petunjuk pada mereka. Bukan menjadi sumber pengumpulan harta benda, sarana kezaliman, dan perbudakan manusia. Beliau menghidupkan gambaran sejati tentang seorang pemimpin Islam yang telah direalisasikan sebelumnya—apapun namanya—oleh ayah-ayah beliau dan dari Rasulullah saw serta washinya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as—shalawat dan salam semoga tercurah untuk mereka. Adapun Imam Mahdi terhadap dirinya, “pakaiannya adalah pakaian yang kasar dan makanannya adalah sya’ir (gandum berkualitas rendah).” 41

Beliau adalah “peringatan dari Allah, tidak meletakkan kesulitan di atas kesulitan, tidak menghukum seseorang dalam wilayahnya (kekuasaannya) dengan cambukan kecuali sesuai dengan batasan.”42

Beliau terhadap umatnya “penuh cinta dan kasih sayang.” Beliau disifati sebagai orang yang sangat terkait dengan orang-orang miskin.43 Beliau memiliki kelapangan dada sehingga umat mendapatkan beliau sebagai penyelamat mereka. “Umat mengelilingi beliau bak lebah mengelilingi ratunya” 44 atau “bak lebah mengelilingi sarangnya.”45

Sejarah Beliau dalam Memutuskan Imam Mahdi al Muntazhar as—semoga Allah Swt mempercepat kemunculannya—adalah figur yang akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi dengan kezaliman dan kejahatan. Hal ini sesuai dengan hadis-hadis yang mutawatir. Untuk mewujudkan tugas penting ini, dibutuhkan pengambilan keputusan yang tepat. Oleh karena itu, beliau dalam hal ini mengikuti sejarah hidup kakek beliau, Imam Ali as, yang sangat tegas dalam menerapkan hak-hak manusia yang terzalimi dan berupaya mengembalikannya dari para perampas kendati hak itu sudah berada dalam gigitan geraham atau telah menjadi sutra sebagai maskawin. Imam Mahdi akan mengembalikan hak-hak orang-orang yang terzalimi meskipun hak itu telah ada dalam genggaman orang maka Imam akan mengambilnya dan mengembalikan kepada yang berhak.46

Imam Mahdi menerapkan keadilan sampai-sampai “orang-orang yang hidup mengharapkan orang-orang yang mati”47 yakni mereka mengharapkan orang-orang yang telah meninggal kembali agar mereka mendapatkan kenikmatan dan kebenaran atas kehadiran beliau.

Sejumlah hadis yang mulia menyebutkan bahwa Imam Mahdi as menetapkan hukum dengan hukum Nabi Sulaiman dan Nabi Daud dalam peradilan, yakni beliau menghukumi dengan ilmu laduni tanpa membutuhkan pembuktian. 48

Mungkin hal itu didasari tanggung jawab beliau untuk menerapkan keadilan yang sesungguhnya bukan keadilan semu yang terkadang dapat dibuat melalui pembuktian yang zahir, meskipun bertentangan dengan keadilan yang sesungguhnya. Inilah kenyataan yang tersebar dan sejarah Islam dan manusia menyaksikan hal tersebut. Begitu pula fakta sejarah saat ini banyak menyaksikan kenyataan-kenyataan seperti itu yang selalu berpegang pada pembuktian lahiriah yang dapat menutupi keadilan sebenarnya. Keadilan ditegaskan tetapi hanya tampilan luarnya saja. Pada akhirnya, hal ini merupakan salah satu keistimewaan masa beliau dan sesuai dengan kondisi alamiah secara umum pada masa tersebut.

Kehidupan Beliau di Hadapan Aliran dan Agama-agama Lain Imam Mahdi as—semoga Allah mempercepat kemunculannya—akan melenyapkan segala bentuk kesyirikan dan menyebarkan ketauhidan yang murni.

“Tidak tersisa satu bagian pun di muka bumi ini yang menyembah selain Allah dan hanya Allah-lah yang disembah di muka bumi ini. Beliau menjadikan agama seluruhnya kembali pada Allah meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.”49 Imam Mahdi as menebarkan keimanan pada seluruh manusia dan mencegah kondisi kemazhaban.

Beliau menyatukan mazhab-mazhab Islam dan Allah memperbaiki kondisi umat serta menghilangkan perbedaan di antara aliran-aliran dengan cara menyatukan hati-hati mereka50 atas dasar Sunnah Nabi yang suci yang telah disembunyikan atau dihilangkan dari pilar-pilar Islam yang asli. Imam Mahdi seperti yang disabdakan kakekbeliau Rasulullah saw, “Sunnahnya adalah sunnahku dan dia akan menegakkan manusia atas dasar ajaran dan syariatku.”51

Dari sebagian riwayat dapat dipahami bahwa Imam Mahdi as menegakkan agama dengan mengeluarkan Taurat dan Injil yang tidak mengalami perubahan dalam sebuah gua di Antoliyah dan berhujjah dengan keduanya terhadap orang-orang yang Yahudi dan Nasrani. Beliau akan mengeluarkan perhiasan Baitul Muqadas dan hidangan Sulaiman dan mengembalikannya ke Baitul Maqdis.52 Sikap beliau tersebut didukung oleh Nabi Isa as yang dibutuhkan umat Nasrani di Romawi dan Cina53 saat beliau menolak kesetiaan orang Yahudi dan Nasrani setelah turunnya beliau. Mereka mendatangi Nabi Isa dan mengklaim bahwa mereka adalah sahabat-sahabat beliau.

Namun, Nabi Isa menolak mereka dan menjelaskan bahwa sahabatnya adalah orang-orang Muslim yang tergantung dalam kelompok al-Mahdi.54

Hal inilah yang menyebabkan orang-orang Nasrani berpaling dari menuhankan beliau. Nabi Isa as melaksanakan kewajiban haji ke Baitul Haram55 dan dimakamkan disamping makam Rasulullah saw. 56

Sebagian riwayat menyebutkan bahwa Imam Mahdi mengeluarkan Taurat yang asli dari sebuah gunung di Syam dan berargumentasi dengan Taurat tersebut di hadapan orang-orang Yahudi. Sebagian besar mereka menerima.57

Kemudian, Imam Mahdi juga mengeluarkan Tabut penenang dari Bahirah Thibriyah dan meletakkan di hadapannya dan diletakkan di Baitul Maqdis. Maka, orang-orang Yahudi menerimanya dan tidak ada yang menentang kecuali dalam jumlah yang sedikit.58

Memerangi Ahli Bid’ah dan Menafikan Penyimpangan Imam Mahdi as—semoga Allah Swt mempercepat kemunculannya—menghapus segala bentuk penyimpangan dan memberantas seluruh bid’ah yang telah diwariskan kepada kaum Muslim sejak berabad-abad lamanya. Bid’ah-bid’ah yang telah menjauhkan umat Islam dari Tsaqalain dan Sunnah nabi yang murni. Hal ini merupakan tujuan kemunculan beliau.

“Allah Swt menghapus semua bid’ah melaluinya dan mematikan seluruh fitnah melalui dirinya. Allah membuka semua pintu kebenaran dan menutup seluruh pintu kebatilan.”59

Ini adalah hal pertama yang beliau lakukan. Hadis-hadis banyak menyebutkan mengenai hal tersebut seperti penghancuran istana-istana yang dibangun oleh Bani Umayah di masjid untuk menurunkan imam dari para makmumnya.60 Selain itu, beliau mengembalikan makam Ibrahim ke tempat asalnya61 dan menghancurkan segala sesuatu yang dibuat-buat di dalam masjid dan mengembalikannya pada sunnah Islamnya yang pertama yang merupakan jalan Nabi Muhammad saw.62

Sejarah Pemerintahan Imam Mahdi Imam Mahdi as—semoga Allah Swt mempercepat kemunculannya—dalam pemerintahannya memilih beberapa pembantu yang termasuk sahabat-sahabat terbaik beliau yang memiliki sifat-sifat yang mulia dan memiliki tingkatan yang tinggi, keberanian, dan keikhlasan.63

Kendatipun demikian, beliau selalu mengawasi pekerjaan-pekerjaan mereka, metode pelaksanaannya, dan memantau dengan teliti. Sesungguhnya “tanda al-Mahdi adalah giat dalam bekerja, dermawan dalam harta dan penuh kasih sayang terhadap orang-orang miskin.”64

Di masa beliau “Orang-orang yang baik akan menambah kebaikannya dan orang-orang yang jahat bertobat dari kejahatannya.”65

Imam Mahdi as sangat tegas terhadap orang-orang yang berlebihan terhadap agama dan nilai-nilai suci Islam dan terhadap orang-orang yang berusaha menyesatkan manusia. Imam mencegah mereka untuk berbuat hal seperti itu. Di antara hal-hal yang beliau tegakkan pada awal kemunculan beliau adalah memotong tangantangan penutup Ka’bah dan mempermalukan mereka di hadapan manusia agar tidak tertipu dengan mereka karena sesungguhnya mereka adalah “pencuri-pencuri milik Tuhan.”66

Kehidupan Perjuangan Beliau Imam Mahdi as—semoga Allah mempercepat kemunculannya—bangkit dengan pedang. Kemunculan kebangkitan beliau terjadi setelah sempurnanya hujjah dan adanya kejelasan kebenaran secara sempurna serta terbukanya seluruh pintu kebenaran dan tertutupnya pintu kebatilan. Dalam kebangkitan tersebut, terjadi mukjizat-mukjizat dan karamah-karamah yang menjadi bukti bagi mereka bahwa beliau mendapat legitimasi dari Tuhan dan mendapat pertolongan dari para malaikat yang hadir di perang Badar. Beliau memiliki gamis (pakaian) Nabi Yusuf, tongkat Nabi Musa, cincin Nabi Sulaiman, dira’u Rasulullah saw, pedang beliau, dan panji-panji beliau serta seluruh warisan para nabi. Imam Mahdi as menampakkan seluruhnya,67 menjelaskan ajaran-ajaran mereka, dan berusaha mewujudkan tujuan-tujuan ketuhanan mereka serta menegakkan keadilan langit. Dengan penjelasanpenjelasan seperti itu, tidak ada seorang pun yang bertahan pada kebatilan kecuali para penyimpang dan pembuat kerusakan yang tidak mengharapkan apa pun kecuali kerusakan, gangguan, dan kezaliman. Imam Mahdi diwajibkan menyucikan semua itu dari pemerintahan beliau.

Karena itu, dapat kita saksikan kehidupan perjuangan beliau yang tegas dan tidak kenal kompromi terhadap orang-orang yang zalim dan menyimpang. Imam tidak akan menyisakan mereka untuk tinggal di bumi dan tidak memberikan kesempatan pada mereka untuk berbuat kerusakan.

Sesungguhnya hadis-hadis yang mulia menjelaskan bahwa Imam Mahdi al-Muntazhar—semoga Allah Swt mempercepat kemunculannya—berjalan sesuai dengan perjalanan kakek-kakek beliau, yaitu Rasulullah saw dan washinya, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib—shalawat

Allah untuk mereka berdua dan keluarga mereka—dalam memerangi para penyimpang dan para pembuat kerusakan.

Beliau tidak memulai peperangan kecuali kebenaran yang sesungguhnya dan agama yang suci telah beliau paparkan pada mereka68 dan berhujjah terhadap mereka dengan sesuatu yang mereka yakini. Upaya beliau tersebut dapat kita saksikan dengan mengeluarkan Taurat dan Injil. Hal ini merupakan masalah lain yang sangat penting dalam kehidupan perjuangan beliau.

Dari beberapa riwayat, dapat disimpulkan bahwa dalam perjalanan perjuangan, beliau melakukan pembersihan internal, yaitu upaya pemurnian dunia Islam dari penyimpangan sebelum memulai perjuangan melawan pihak asing. Beliau mencegah gerakan Sufyani, masuknya upaya pemandulan Islam, penakwilan orang-orang bodoh dan Nawashib yang menentang dan tersesat.69 Untuk tujuan tersebut beliau menunda peperangan terhadap Romawi sebelum menghadapi perlawanan orang-orang Yahudi kemudian Romawi, pembunuhan Dajjal, dan membuka dunia seluruhnya. Bahkan, beliau sengaja sebelum memulai upaya pembersihan internal, beliau mengatur barisan pasukan beliau, membantu mempersiapkan panglima-panglima militer yang mumpuni, mengikat mereka dengan keutamaan-keutamaan, menghilangkan kerendahan dan kelemahan para penolongnya, menguatkan hati mereka,70 memenuhinya dengan keimanan yang sejati, dengan keimanan itulah mereka berjuang, menguji dan mempersiapkan mereka71 sehingga mereka dapat bergerak untuk merealisasikan tugas-tugas penting reformasi dunia dengan tentara keyakinan yang kuat dan solid yang dihiasi dengan kesiapan berperang dan kekuatan spiritual yang dibutuhkan.

Kehidupan Imam Mahdi dari Sisi Materi Imam Mahdi as—semoga Allah Swt mempercepat kemunculannya—mempersiapkan satu sistem “kesetaraan dalam pemberian”72 yang pernah dilaksanakan di masa Rasulullah saw kemudian diubah dan diganti oleh orang-orang setelah beliau. Sebagai gantinya, mereka mengubah dengan tolok ukur-tolok ukur yang baru berdasarkan keutamaan dan tingkatan kasta. Begitu pula beliau berpegang teguh terhadap upaya yang telah dilakukan oleh kakek beliau, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as, yang mengembalikan sistem kesetaraan tersebut dan diikuti putra beliau Imam Hasan as selama bulan-bulan kepemimpinan.

Setelah terbunuhnya kedua pemimpin tersebut, maka sistem kesetaraan lenyap. Mulailah pemerintahan Bani Umayah mengumpulkan harta-harta umat Islam dan mengaitkan pemberian dari baitul mal sesuai dengan kepentingan politik mereka. Mereka mengubah sistem kesetaraan menjadi sistem suap yang mencoba menarik para pembantu mereka dalam kebatilan dengan sistem tersebut atau membeli sebagian lainnya untuk diam dari kebenaran.

Imam Mahdi al-Muntazhar menjadikan baitul mal sebagai bagian yang sama di kalangan umat Islam tanpa ada perbedaan atau pengistimewaan. Seluruh umat Islam memiliki hak yang sama untuk dapat memanfaatkan salah satu nikmat Tuhan ini dan bantuan yang bermanfaat dari harta orang banyak. Imam menerapkan salah satu sisi keadilan Nabi Muhammad saw yang harus beliau tegakkan.

Hadis-hadis menjelaskan bahwa beliau melarang pemberian upeti sesuai dengan nas yang menyatakan,
“Jika Al Qaim dari keluarga kami bangkit, maka upeti-upeti akan terhapus dan tidak ada lagi upeti.”

Yang dimaksudkan dengan upeti adalah pemberian tanah-tanah garapan pertanian atau lain-lainnya dari kekayaan dan hasil bumi kepada pemerintah agar bisa dekat dengan mereka. Kondisi ini tampak jelas terjadi setelah wafat Rasulullah saw khususnya pada masa khalifah ketiga dan lebih khusus lagi pada masa dinasti Bani Umayah.

Beberapa hadis banyak membicarakan tentang sejumlah pemberian Imam Mahdi as yang diungkapkan sebagai satu tanda istimewa bagi beliau. Beliau “penebar harta benda” ketika ada seseorang yang meminta kepada beliau. Hal ini merupakan isyarat kedermawanan beliau dan melimpahnya keberkahan serta kebaikan pada masa beliau. Kendatipun demikian, hal itu juga menerangkan satu poin penting lainnya dalam kehidupan perekonomian beliau, yaitu memperkaya manusia dari sesuatu yang dibutuhkan, menyejahterakan kehidupan mereka yang memungkinkan bagi mereka untuk taat beribadah dan melakukan perbaikan diri maupun sosial.

Berdasarkan penjelasan di atas, sesungguhnya sisi materi terkait dengan tugas penting beliau dalam perbaikan dan membangun masyarakat bertauhid yang murni dalam penghambaan pada Allah Swt. Yang dimaksudkan dari itu semua adalah memenuhi kebutuhan dan menghapus segala akibat yang ditimbulkan dari kekurangan.

Gambaran Umum Pemerintahan Imam Mahdi Menurut Nas Syariat
Pada kali ini, kita sampai pada akhir pembahasan yang dalam hal ini kami akan menyampaikan secara ringkas gambaran yang disampaikan nas-nas syariat mengenai pemerintahan Imam Mahdi as.

Pemerintahan Imam Mahdi as berdiri untuk mencegah krisis yang sangat lama yang terjadi pada kehidupan manusia dan mencegah kezaliman dan kejahatan yang telah memenuhi bumi sebagai hasil dari pemerintahan thaghut yang didasari oleh hawa nafsu dan syahwat serta materialisme. Hal itu dapat terwujud setelah penantian yang cukup lama saat kemunculan Imam Mahdi as. Disebutkan dalam hadis,
“Allah Swt melapangkan umat maka beruntunglah orang-orang yang menjumpai masanya.” 73

Allah Swt mewujudkan umat Muslim bagi manusia secara keseluruhan, mewujudkan kebutuhan-kebutuhan fitrah yang suci dan menghapus kesyirikan serta membentuk sebuah masyarakat bertauhid, menyembah Allah Swt, memerintahkan pada kebaikan dan mencegah kemungkaran; selain itu, Dia juga membentuk masyarakat yang selalu bersegera menuju pada kebaikan pada sesuatu yang membantunya menuju pada kesempurnaan dan peningkatan spiritual.

Bumi mengeluarkan keberkahan begitu pula langit. Apa pun yang dihasilkan manusia tidak hanya kekayaan materi tetapi juga pengayaan. Dalam sebuah hadis disebutkan,
“Allah Swt memenuhi hati umat Muhammad saw dengan kekayaan dan berupaya mencapai keadilan.”74

Yakni membebaskan mereka dari dampak buruk yang timbul dari kebutuhan-kebutuhan materi yang terbatas. Imam Mahdi as yang membebaskan umat Islam dari kehinaan mengikuti kesesatan dan penyimpangan sebagaimana yang dijelaskan nas hadis,
“…melalui beliau kehinaan akan terlepas dari leher mereka.”75

Masyarakat dibebaskan dari kehinaan kehidupan kebinatangan dan ketundukan terhadap keburukan hawa nafsu kemudian dibukakan pintu-pintu kesempurnaan bagi manusia, tangga-tangga pencapaian spiritual. Pada masa itu, terjadi perkembangan pemikiran spiritualitas yang tinggi seperti yang digambarkan oleh Imam Muhammad Baqir as yang berkata,
“Jika al-Qaim dari keluarga kami bangkit, Allah Swt meletakkan tangannya di atas kepala-kepala hamba-Nya maka akal-akal mereka tergabung dan dengan beliau moralitas mereka mencapai kesempurnaan.”76 Hal yang membantu terwujudnya kondisi tersebut—selain faktor penting dan pokok seperti yang telah disebutkan—adanya faktor kedua berupa perkembangan yang mereka saksikan pada masa itu.

Hal ini diisyaratkan oleh Imam Ja’far Shadiq as berikut, “Sesungguhnya al-Qaim dari kami jika beliau bangkit, Allah Swt membantu Syi’ah kami dalam pendengaran dan penglihatan mereka sehingga tidak terjadi jarak antara mereka dan al-Qaim.

Ketika al-Qaim berbicara pada mereka, mereka mendengarkannya dan menyaksikan beliau sementara al-Qaim tetap berada di tempatnya.”77

Mungkin hal itu terjadi melalui sarana gaib yang melalui sarana tersebut mereka mampu berhubungan dengan Imam sesuai tingkatan spiritual yang mereka miliki.

Kendati hal itu telah menjadi sebuah kemungkinan pada tingkatan yang terbatas di masa sekarang, seperti melalui sarana komunikasi yang berkembang saat ini. Akan tetapi, yang ditekankan—berdasarkan hadis—bahwa banyak hakikat dan masalah-masalah gaib tampak pada masa pemerintahan Imam Mahdi as. Hal itu mendorong sejumlah besar orang mukmin untuk mencapai tingkatan tertinggi dari pengenalan terhadap rahasia-rahasia kegaiban dan ilmu kitab, melampaui sebab-sebab dan aturan alamiah serta masih banyak lagi fenomena yang pada hari ini kita sebut sebagai mukjizat yang luar biasa.78

Dengan dipenuhinya seluruh aspek penyempurnaan materi dan spiritual, pemerintahan Imam Mahdi membangun sebuah masyarakat yang bertauhid yang menyembah Allah Swt dengan keikhlasan. Karena itu, jalinan keterkaitan keimanan semakin erat dan dikuatkan dengan adanya bara’ah (berlepas diri) dari  “orang-orang yang lebih kuat jalinan hubungannya pada ternak dibanding saudara seimannya” seperti “mengambil keuntungan atas orang mukmin adalah riba.”79

Bahkan pada masa itu, aktivitas perdagangan merupakan ibadah yang murni hanya untuk Allah Swt karena aktifitas itu dilakukan dengan tujuan berkhidmat kepada hamba Allah.

Imam Ali as berkata dalam sebuah hadis mengenai sifat menyeluruh pemerintah Imam Mahdi as. Imam Ali berkata,
“Allah Swt membantunya dengan malaikatmalaikat-Nya, menjaga para penolongnya. Allah menolong imam dengan tanda-tanda-Nya, menampakkannya pada penduduk bumi sehingga mereka mengikutinya baik dengan sukarela maupun terpaksa. Beliau memenuhi bumi dengan keadilan, cahaya, dan bukti nyata. Dia memaparkan agama pada seluruh negeri sehingga tidak ada seorang kafir yang tersisa kecuali dia beriman, tidak ada penjahat kecuali menjadi manusia yang baik, binatang-binatang buas jadi jinah, bumi mengeluarkan berkahnya, langit pun menurunkan berkahnya.

Nampak baginya al-kanuz, beliau berkuasa di antara dua kecemasan selama 40 tahun maka beruntunglah orang-orang yang menjumpai hari-harinya dan mendengar ucapannya.”80

Jelaslah, dalam naungan pemerintahan Imam Mahdi as—semoga Allah mempercepat kehadirannya—tampak bagi para penghuni alam semesta bahwa kebaikan manusia dan penyempurnaannya dari sisi materi maupun spiritual hanya dapat terwujud dalam naungan risalah langit, melalui tangan-tangan kekasih Allah yang maksum. Hal itu akan diwujudkan oleh Allah Swt melalui tangan suci kekasih Allah terakhir, pemimpin terakhir dari dua belas pemimpin, yaitu Imam Mahdi yang dijanjikan Allah kepada umat sebagaimana yang disampaikan oleh kakek beliau,

Rasulullah saw, dalam sebuah sabdanya,
“Oleh karena itu, penduduk bumi dan penghuni langit meridhainya.”81


PENCERAHAN DARI WARISAN IMAM MAHDI

Ucapan Beliau tentang Tauhid dan Menghapus Sikap Berlebihan Beliau berkata, “Sesungguhnya Allah Swt adalah Zat Yang Menciptakan jasad, membagi-bagikan rezeki, sesungguhnya Dia tidaklah berjasad dan juga bukan kondisi dalam jasad. Tidak ada sesuatu yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Adapun para imam sesungguhnya mereka memohon kepada Allah Swt kemudian diciptakan lalu memohon pada-Nya lalu diberi rezeki sebagai jawaban atas permohonan mereka dan pengagungan atas hak mereka.”82

Sebab Penciptaan dan Pengutusan Para Nabi Serta Penentuan Para Washi Beliau berkata, “Wahai Fulan, semoga Allah Swt merahmatimu, sesungguhnya Allah Swt tidak menciptakan makhluk-Nya dengan sia-sia, tidak membiarkannya begitu saja. Akan tetapi, Allah menciptakan mereka dengan kekuasaan-Nya, memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, hati, dan akal. Kemudian, Allah utus pada mereka para nabi sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, memerintahkan mereka untuk taat kepada-Nya, mencegah mereka bermaksiat kepada-Nya, mengajarkan mereka sesuatu yang mereka tidak ketahui dari penciptaan mereka dan agama mereka. Allah menurunkan pada mereka kitab-kitab, mengutus pada mereka para malaikat yang menjumpai mereka dan orang-orang yang diutus kepada mereka dengan keutamaan yang Allah Swt berikan kepada mereka sebagai bukti pada manusia. Allah Swt memberi mereka sesuatu yang merupakan bukti yang nyata, argumentasi yang jelas, dan tanda-tanda yang sangat bernilai.

Di antara mereka (para nabi), Allah merubah api menjadi dingin dan sejuk, dijadikan kekasih-Nya. Di antara mereka, ada yang diajak berbicara dalam satu pembicaraan, Allah mengubah tongkatnya menjadi ular yang nyata. Di antara mereka, ada yang menghidupkan orang mati dengan izin Allah, menyembuhkan kusta dan lepra dengan izin Allah. Di antara mereka, mengetahui bahasa burung, diberikan segala sesuatu. Kemudian, Allah mengutus Muhammad saw sebagai rahmat bagi seluruh alam, menyempurnakan nikmat-Nya, mengakhiri para utusan-Nya, dan beliau diutus bagi seluruh manusia, menampakkan dari kebenaran-Nya sesuatu yang ditampakkan,menjelaskan ayat-ayat-Nya dan tanda-tanda-Nya sesuatu yang perlu dijelaskan. Kemudian, Allah Swt memanggilnya dengan penuh pujian sebagai sebuah kehilangan dan merupakan kebahagiaan.
Kemudian, perkara setelah beliau diserahkan kepada saudaranya, anak pamannya, washinya, dan pewaris dirinya, yaitu Ali bin Abi Thalib as. Kemudian, pada para washi dari putra-putranya satu demi satu. Mereka menghidupkan agama-Nya, menyempurnakan cahaya-Nya, dan menjadikan antara mereka dan saudara-saudara mereka dari keturunan paman mereka dan seterusnya sebagai pemisah yang nyata. Dengan ini diketahui bukti dan sesuatu yang dibuktikan, imam dan makmum. Allah menjaga mereka dari dosa, melindungi mereka dari segala cela, menyucikan mereka dari kehinaan, membersihkan mereka dari segala kerendahan. Allah menjadikan sebagai gudang ilmu-Nya, tempat penitipan hikmah-Nya, penjaga rahasia-Nya. Allah menguatkan mereka dengan bukti-bukti. Andaikan tidak demikian, maka sesungguhnya manusia sama. Setiap orang mengklaim diperintah oleh Allah Swt dan tidak diketahui antara hak dan kebatilan serta tidak dapat dibedakan antara orang yang mengetahui dan yang tidak mengetahui.”83

Kedudukan Para Imam
Imam Mahdi as berkata, “Yang diwajibkan atas kalian dan bagi kalian hendaknya mengatakan, ‘Sesungguhnya kami adalah figur dan pemimpin dari Allah, khalifah Allah di atas muka bumi, pengaman-pengaman-Nya atas ciptaan-Nya, bukti-bukti Allah di negeri-Nya. Kami mengetahui yang halal dan yang haram, mengetahui takwil al-Quran dan fashlul khitab.’” 84

Sistem Imamah dan Bumi Tidak Pernah Kosong dari Hujjah
Dalam risalah beliau kepada wakil khusus beliau yaitu al-Amri dan putranya, beliau berkata,
“Semoga Allah Swt memberi taufik kepada kalian berdua untuk taat kepada-Nya, memantapkan kalian dalam agama-Nya dan membahagiakan kalian dengan keridhaan-Nya. Telah sampai kepada kami apa yang kalian sebutkan bahwa Maitsam memberitahukan kalian berdua mengenai Mukhtar dan perdebatannya bersama orang yang dia jumpai serta pembuktiannya bahwa tidak ada pengganti (imam) selain Ja’far bin Ali dan dia pun membenarkannya. Aku memahami apa yang kalian tulis tentang ucapan sahabat-sahabat kalian mengenai dirinya. Aku berlindung pada Allah dari kebutaan setelah kejelasan, dari kesesatan setelah petunjuk, dan aku berlindung dari segala perbuatan buruk, kejahatan fitnah. Sungguh Allah Swt berfirman,
‘Alif lam mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka ditinggalkan begitu saja lalu berkata, ‘Kami beriman.’ sementara mereka belum diuji.’85

Bagaimana mereka bisa terjerumus dalam fitnah, meragukan dalam kebingungan, mencari pegangan ke kanan dan ke kiri, meninggalkan agama mereka, apakah karena mereka ragu, ataukah menolak kebenaran, apakah mereka tidak mengetahui riwayat-riwayat yang benar dan hadis-hadis yang sahih, ataukah mereka mengetahui semua itu namun mereka melupakannya, tidakkah mereka mengetahui bahwa bumi tidak pernah kosong dari hujjah baik yang tampak maupun tersembunyi.

“Apakah mereka tidak mengetahui kepemimpinanpemimpin-pemimpin mereka setelah nabi mereka satu demi satu sehingga perkara tersebut dikembalikan kepada Allah setelah berlalu Hasan bin Ali as.

Kemudian, menduduki kedudukan ayah-ayahnya, memberi petunjuk kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Mereka adalah cahaya yang terang benderang, kilat yang berkilau, purnama yang bersinar. Kemudian, Allah memilih bagi-Nya sesuatu yang ada di sisi-Nya, maka dia pun berjalan di atas tuntunan-tuntunan ayah-ayahnya sebagai pasangan atas janji yang dijanjikan, wasiat yang diwasiatkan kepada washinya. Lalu Allah menutupinya dengan tujuan menyembunyikan tempatnya dengan qadha yang telah berlalu dan qadar yang tetap. Kamilah tempat-Nya, dan pada kami keutamaan-Nya.

Andaikan Allah Swt mengizinkan pada sesuatu yang sebelumnya dilarang, menghapus sesuatu yang terjadi dari hikmah-Nya, maka kalian akan melihat kebenaran tampak dalam bentuk mulianya, jelas pembuktiannya, terlihat tanda-tandanya. Dia enggan untuk hal itu namun tetap berhujjah dengannya.

Sungguh kekuasaan Allah tidak terkalahkan, kehendak-Nya tidak bisa ditolak, taufik-Nya tidak dapat didahului. Apa yang mereka serukan tidak lain adalah mengikuti hawa nafsu. Mereka hendak menegakkan keaslian mereka yang sebelumnya ada pada mereka, tidak membahas apa yang tertutupi dari mereka, lalu mereka berbuat dosa. Rahasia Allah tidak akan disingkap oleh mereka sehingga mereka menyesal. Saat itu, mereka mengetahui bahwa kebenaran bersama kami dan ada pada kami. Tidak mengatakan hal itu selain kami kecuali para pembohong dan tidak mengklaim hal itu selain kami kecuali penyesat. Mereka memotong perkataan kami tanpa menafsirkannya, mencukupkan diri mereka hanya dengan memaparkan tanpa menjelaskan. Insya Allah.”86

Ketakwaan pada Allah dan Keselamatan dari Fitnah Imam Mahdi as dalam risalah kedua beliau kepada Syekh Mufid yang merupakan salah satu risalah yang dikeluarkan oleh beliau pada masa kegaiban panjang.

Beliau menulis,
“Hendaknya Allah menjagamu dengan kedua mata-Nya yang tidak pernah tidur, ketika kamu menghadapi fitnah yang mencaci maki jiwa-jiwa suatu kaum yang menginginkan kebatilan dan penghancuran orang-orang yang berbuat kebatilan dan orang-orang mukmin berusaha menghancurkannya, para pendosa merasa sedih dengan hal itu. Tanda gerakan kami dari pengotoran ini adalah sebuah peristiwa di Masjidil Haram yang agung dari noda orang-orang munafik dan pendosa. Orang-orang menghalalkan darah yang diharamkan untuk ditumpahkan, mereka mendiamkan tipu daya mereka terhadap orang-orang beriman. Namun, tujuan mereka berupa kezaliman dan permusuhan terhadap orang beriman tidak pernah tercapai. Karena kami menolong mereka dari balik (di belakang) mereka dengan doa yang tidak terhalangi dari Zat pemilik bumi dan langit. Hati para kekasih kami tetap tenang dengan kondisi itu, mereka memiliki pegangan yang cukup menghadapi hal itu, kendati fitnah tertuju pada mereka. Akibat sesuatu merupakan ciptaan Tuhan semuanya menjadi pujian bagi mereka dan orang-orang yang dicegah dari dosa mereka tidak menjauh dari hal itu.

“Kami berjanji padamu wahai kekasih yang ikhlas dan penuh perjuangan pada kami, untuk menjagamu dari orang-orang zalim. Allah menguatkanmu dengan pertolongan-Nya sebagaimana Allah menguatkan para kekasih-Nya yang saleh di masa terdahulu.

Sesungguhnya siap yang bertakwa dari saudara-saudaramu seagama dan mengeluarkan sesuatu yang menjadi kewajibannya pada orang-orang yang berhak, maka dia terselamatkan dari fitnah yang menyesatkan, sisi-sisi gelap kezaliman. Siapa yang bakhil (pelit) di antara mereka atas nikmat yang Allah titipkan kepadanya terhadap orang-orang yang hendaknya dihubungkan, maka dia sengsara karena hal itu baik di dunia maupun di akhirat. Andaikan syi’ah-syi’ah kami—semoga Allah memberi taufik pada mereka untuk taat kepada-Nya—bersatu hati mereka untuk memenuhi janji atas mereka, maka janji perjumpaan dengan kami tidak akan lama….”87

Penjagaan Beliau terhadap Orang Muslim
Imam Mahdi as berkata,
…Sesungguhnya kami memiliki pengetahuan tentang berita-berita kalian. Tidak terlewati sesuatu apa pun dari kami tentang kabar kalian. Pengetahuan kami berkenaan dengan kehinaan yang menimpa kalian telah kami miliki sejak banyak orang condong pada kalian sampai salaf shalih (orang-orang terdahulu) jauh sebelumnya. Mereka melakukan perjanjian di balik punggung mereka seakan-akan mereka tidak mengetahuinya.

“Sesungguhnya kami tidak penah lalai untuk menjaga kalian, tidak pula lupa untuk mengingat kalian. Andaikan tidak demikian, maka turun pada kalian panji-panji dan para musuh menyerah pada kalian. Oleh karena itu, bertakwalah pada Allah Swt dan kehadiran kami mengeluarkan kalian dari fitnah yang telah menyesakkan kalian, menghancurkan siapa yang tiba ajalnya dan dilindungi siapa yang mendapatkan harapannya. Sesungguhnya fitnah itu memerintahkan untuk menghentikan gerakan kami, membuat kalian tidak peduli terhadap perintah dan larangan kami. Sesungguhnya Allah Zat yang menyempurnakan cahaya-Nya, meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.”88

Persiapan yang Terus Menerus untuk Kemunculan

Imam Mahdi as berkata, “Hendaknya setiap orang di antara kalian berbuat sesuatu yang mendekatkan kecintaan kepada kami, menjauhkan diri dari hal-hal yang kami tidak sukai dan kami benci. Sesungguhnya perkara kami adalah perkara yang mendadak saat tobat tidak lagi berguna dan penyesalan tidak dapat menyelamatkannya dari azab kami. Sungguh Allah telah mengilhamkan pada kalian perkembangan dan lemah lembut terhadap kalian dengan memberikan taufik dan rahmat-Nya pada kalian.”89

Contoh-contoh Jawaban Ringkas Beliau Di antara jawaban ringkas beliau atas pertanyaan Ishaq bin Ya’qub adalah sebagai berikut,
“Adapun hal yang Anda tanyakan, semoga Allah memberimu petunjuk dan memantapkan dirimu dari hal pengingkaran terhadapku dari keluarga kami, anak dari paman kami. Ketahuilah, tidak ada kedekatan antara Allah dan seseorang. Siapa yang mengingkariku, bukanlah termasuk golonganku. Jalan yang dia tempuh adalah jalan putra Nuh.

Adapun jalan pamanku Ja’far dan putranya, adalah jalan saudara-saudara Yusuf …
“Adapun harta-harta kalian, kami tidak menerimanya kecuali untuk kalian sucikan, siapa yang ingin menghubunginya atau memutusnya silahkan…Adapun kemunculan al-faraj (kelapangan), sesungguhnya hal itu kembali pada Allah Swt.

Pembohong orang yang menetapkan waktu…
Adapun sesuatu yang kalian sampaikan pada kami, hal itu tidak kami terima kecuali untuk sesuatu yang baik dan suci… perbanyaklah doa untuk memohon disegerakan al-faraj. Sesungguhnya pada masalah tersebut terdapat kelapangan kalian….”90

Contoh-contoh Doa dan Ziarah Beliau Salah satu doa beliau untuk orang-orang mukmin secara umum adalah sebagai berikut,
“Ya Allah, dengan hak orang-orang yang bermunajat kepada-Mu, dengan hak orang-orang yang berdoa kepada-Mu di daratan maupun dilautan, berikan kekayaan dan kecukupan pada orang-orang mukmin laki-laki dan wanita yang fakir. Berikan kesehatan dan kesembuhan bagi orang-orang mukmin laki-laki dan wanita yang sedang sakit. Karuniakan bagi orang-orang mukmin laki-laki dan wanita yang masih hidup, kasih sayang dan kemuliaan. Limpahkan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan wanita yang sudah meninggal, pengampunan dan rahmat-Mu.


Kasihanilah orang-orang mukmin laki-laki dan wanita yang terasing, dengan mengembalikan mereka ke tempat asal mereka dengan penuh keselamatan dan mendapatkan kekayaan. Dan dengan keutamaan Muhammad saw dan seluruh keluarganya.”91

Di antara doa beliau ketika membaca doa qunut adalah sebagai berikut,
“Aku memohon kepada-Mu dengan nama-Mu yang dengannya Engkau ciptakan makhluk-Mu, Engkau beri rezeki sesuai kehendak-Mu dan sesuai keinginan mereka. Wahai Zat yang hari-hari dan malam-malam tidak mengubah-Nya, aku berdoa kepada-Mu dengan doa yang disampaikan oleh Nuh ketika dia berdoa kepada-Mu, kemudian Kau selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dan Kau hancurkan kaumnya. Aku memohon kepada-Mu dengan permohonan yang disampaikan kekasih-Mu Ibrahim ketika dia memohon kepada-Mu kemudian Kau selamatkan dia, Kau jadikan api dingin dan sejuk kepadanya. Aku memohon kepada-Mu dengan permohonan yang disampaikan Musa al-Kalim saat dia memohon kepada-Mu dan Kaubelah lautan sehingga dia selamat dan begitu pula Bani Israil. Kau tenggelamkan Firaun dan kaumnya di tengah-tengahnya. Aku memohon kepada-Mu dengan permohonan yang disampaikan Isa ruh-Mu saat dia memohon kepada-Mu dan kau selamatkan dia dari musuh-musuhnya dan mengangkatnya kembali kepada-Mu. Aku memohon kepada-Mu dengan permohonan yang disampaikan kekasih-Mu, manusia pilihan-Mu, dan nabi-Mu Muhammad saw, kemudian Kau mengabulkannya dan menyelamatkannya dari Ahzab (kelompok-kelompok orang kafir), menolongnya dari musuhmusuh-Mu.

’’Aku memohon kepada-Mu dengan nama yang jika Engkau diseru dengan nama tersebut, maka Engkau mengabulkannya. Wahai Zat yang memiliki segala penciptaan dan pemilik perkara, wahai Zat Yang meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya, wahai Zat yang memperhitungkan segala sesuatu, wahai Zat yang hari dan malam tidak mengubah-Nya, dan tidak dapaat diserupai dengan suara-suara, tidak ada bahasa yang tersembunyi dari-Nya, wahai Zat Yang tidak pernah merasa bosan dengan keluhan orang-orang yang mengeluh.

’’Aku memohon sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad ciptaan terbaik-Mu, curahkan kepada mereka shalawat terbaik-Mu. Sampaikan shalawat kepada seluruh nabi, para rasul yang telah menyampaikan petunjuk dari sisi-Mu, mengikatkan pada-Mu dengan ikatan-ikatan ketaatan. Sampaikan shalawat-Mu kepada hamba-hamba-Mu yang saleh. Wahai Zat yang tidak pernah mengingkari janji-Nya, wujudkan sesuatu yang Kau janjikan kepadaku, kumpulkan kepadaku sahabat-sahabatku, beri mereka kesabaran, bantulah aku menghadapi musuh-musuh-Mu, musuh Rasul-Mu, jangan Kaupalingkan doaku, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, putra hamba-Mu, terpenjara di hadapan-Mu. Tuanku, Engkaulah yang telah menempatkanku pada kedudukanku saat ini, Engkau utamakan aku di antara sekian banyak makhluk ciptaan-Mu. Aku memohon sampaikanlah shalawat pada Muhammad dan keluarga Muhammad, semoga Kau wujudkan sesuatu yang Kau janjikan kepadaku. Sesungguhnya Engkau adalah Mahabenar dan tidak pernah mengingkari janji-janji-Mu dan Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”92

Shalawat Imam Mahdi kepada Nabi Muhammad saw
Imam Mahdi as bershalawat kepada Nabi Muhammad saw dalam bentuk seperti ini:
“Ya Allah, samapaikan salawat kepada pemimpin para rasul, nabi terakhir, hujjah Tuhan pengatur alam raya, yang diangkat dari perjanjian, yang terpilih dalam naungan, yang disucikan dari segala kekotoran, yang terlepas dari segala cela, pemberi harapan kemenangan, yang diharapkan syafaatnya, yang diserahi urusan dalam agama Allah…”93

Contoh Ziarah kepada Imam Mahdi sebagai berikut:
“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, tiada tuhan selain Allah dan Allah Mahabesar, bagi Allah segala pujian, segala puji bagi Allah yang telah memberi hidayah kami pada hal ini, mengenalkan kepada kami kekasih-kekasih-Nya dan musuh-musuh-Nya. Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami taufik untuk berziarah kepada pemimpin-pemimpin kami dan tidak menjadikan kami para penentang dan pengingkar. Tidak menjadikan kami orang-orang yang berlebihan dalam mengembalikan dan tidak menggolongkan kami termasuk orang-orang yang lalai dan mengurangi.

“Salam sejahtera bagi kekasih Allah, putra kekasih-kekasih Allah. Salam sejahtera bagi pemilik kemuliaan Allah, penentang musuh-musuh-Nya. Salam sejahtera bagi cahaya yang ingin dipadamkan oleh orang-orang kafir. Namun, Allah enggan kecuali menyempurnakan cahaya-Nya dengan ketidaksukaan mereka, memperpanjang kehidupannya sehingga kebenaran ditampakkan melalui kedua tangannya. Aku bersaksi sesungguhnya Allah telah memilihmu pada saat kecil dan menyempurnakan ilmunya ketika dewasa. Aku bersaksi bahwa engkau hidup belum meninggal, sehingga kau hancurkan penguasa zalim dan pemerintah thaghut.

“Ya Allah, sampaikan shalawat kepadanya, pada para pembantu dan penolongnya dalam kegaibannya dan ketersembunyiannya. Ya Allah, tutupi dia dengan tirai kemuliaan, berikan baginya tempat perlindungan dan penjagaan. Ya Allah kuatkan balasan-Mu pada para penentangnya, kuatkan penjagaan-Mu pada para pengikutnya dan penziarahnya. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menjadikan hatiku selalu mengingatnya, maka jadikan senjataku terkenal dalam membantunya.

Ya Allah jika kematian yang Kaujadikan sebagai sebuah kepastian terhadap hamba-hamba-Mu, ketentuan yang Kau tetapkan pada makhluk-Mu menghalangiku untuk berjumpa dengannya, maka utuslah aku saat kemunculannya, bangkitkan aku dari kuburku dengan mengenakan kafanku, sehingga aku dapat berjuang bersamanya, dalam barisannya yang Kaupuji orang-orang yang berada di dalamnya dalam kitab-Mu, ‘Mereka bagaikan bangunan yang tersusun rapi.’

“Ya Allah, penantian begitu panjang, para pendosa telah mengelilingi kami, kemenangan sulit kami raih. Ya Allah, tampakkan wajah kekasih-Mu yang indah kepada kami dalam kehidupan kami. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk kembali, di hadapan pemilik makam ini, al-Ghauts, al-Ghauts, al-Ghauts. Wahai Shahib az-Zaman, aku telah memutus persahabatan untuk dapat sampai kepadamu. Aku berhijrah dari negeriku untuk dapat berziarah padamu. Aku sembunyikan urusanku dari penghuni negeri agar kau dapat menjadi pemberi syafaatku di sisi Tuhanmu dan Tuhanku. Begitu pula ayah-ayahmu secara terus menerus dalam taufik kebaikan. Pemuasan kenikmatan terhadapku, satu bentuk kebaikan bagiku.

“Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya, sahabat-sahabat kebenaran, pemimpin-pemimpin makhluk ciptaan, kabulkan doa yang aku panjatkan, berikan padaku sesuatu yang tidak sempat aku utarakan dalam doaku. Dari kebaikan agamaku dan duniaku. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Mahamulia. Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya yang suci.”

Kemudian, masuklah ke dalam dan lakukan shalat dua rakaat. Lalu berdoa,
“Ya Allah, inilah aku hamba-Mu yang berziarah di hadapan kekasih-Mu yang diziarahi. Kau wajibkan ketaatan terhadapnya pada para budak maupun orang merdeka. Engkau angkat kekasih-kekasih-Mu dari siksa neraka melaluinya. Ya Allah, jadikan ziarah ini, ziarah yang dapat diterima, terdapat permohonan yang diijabah dari orang yang membenarkan kekasih-Mu dan tidak mengingkarinya. Ya Allah, jangan Kaujadikan ini adalah janji dan ziarah terakhirku kepadanya.

Ya Allah, jangan Kau putus keinginanku untuk menyaksikannya, menziarahi ayahnya dan kakek-kakeknya. Ya Allah, wakilkan atasku nafkahku, beri manfaat atas rezeki yang Kauberikan di dunia dan akhiratku. Begitu pula bagi saudara-saudaraku, kedua orang tuaku, seluruh keluargaku. Aku ucapkan selamat tinggal kepadamu wahai Imam, dengannya orang-orang mukmin memperoleh kemenangan dan dengan kedua tangannya orang-orang kafir dan para pendusta mendapatkan kehancuran….”94[]

Catatan Kaki:
1 Rujuk penjelasan lengkap Sayid Muhammad Isfahani mengenai masalah ini dalam kitabnya Mikyal al-Makârim, jil.2, hal.160 dan
setelahnya.
3. Al-Irsyad, Syekh Mufid, jil.2, hal.368-370.
4. Untuk penjelasan lebih luas mengenai tingkatan kepemimpinan yang ditekankan ini, silahkan merujuk pada penjelasan Sayid Syahid Muhammad Baqir Shadr dalam buku beliau Tarikh Ghaybah Kubra, hal. 247 dan setelahnya.
5. Bihâr al-Anwâr, jil.60, hal.213; Tarikh Qum, Hasan bin Muhammad Qummi, No.3, hadis 22 dan 23, dan dalam Muntakhab al-Atsâr, hal.263 dan 443.
6. Tafsir Qurthubi, jil.8, hal.12; Tfsir Al-Kabir, jil.16, hal.40. Riwayat-riwayat dari jalur Ahlulbait, sangat banyak yang menjelaskan bahwa janji itu terwujud khusus pada masa Imam Mahdi as yang dijanjikan.
7. Tafsir Al-Kabir, jil.6, hal.40.
8. Tafsir al-Mîzân, jil.14, hal.329-331.
9. Allamah Thabatabai mempertanyakan pendapat-pendapat lainnya yang disampaikan para ahli tafsir yang beliau nukil dalam kitab tafsir beliau Al-Mîzân. Beliau menegaskan adanya ketidaksesuaian pendapat ahli tafsir lainnya dengan makna yang ditunjukkan oleh ayat yang tidak mungkin dapat ditafsirkan kecuali dengan pemerintahan Imam Mahdi as.
10. Tafsir al-Mîzân, jil.18, hal.286-289.
11. Tarikh Ghaybah Kubra, hal.233 dan setelahnya.
12. Tafsir al-Mîzân, jil.5, hal.366-400. Rujuk Tafsir Syekh As’ad Buyudhi Tamimi mengenai ayat tersebut dalam kitabnya Zawal Israil Hatmiyah Quraniyah, hal.120-124.
13. Al-Irsyâd, Syekh Mufid, jil.2, hal.379 dan dinukil dari kitab tersebut pada kitab al-Fushûl al- Muhimmah, hal.302; Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.514.
14. Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.496.
15. Tahdzib al-Ahkam, Syekh Thusi, jil.4, hal.300 dan 333; Iqbal al-A’mal, Sayid Ibnu Thawus, hal.558; Kamaluddin, hal.653; Al-Ghaybah, Syekh Thusi, hal.274; ‘Aqd ad-Durar, Muqaddasi asy-Syafi’i, hal. 65; Al-Burhân fî ‘Alamat Mahdi Akhir az-Zaman, Muttaqi Hindi, hal.145.
16. Al-Burhân, Muttaqi Hindi, hal.144.
17. Tafsir al-‘Iyasyi, jil.1, hal.65; Ikhtishash, Syekh Mufid, hal.256.
18. Al Mulahim wa al-Fitân, Na’im bin Hammad, hal. 95; ‘Aqd ad-Durar, hal.145; Al Burhan, Muttaqi Hindi, hal.141; Al-Hawi Li al-Fatâwa al-Haditsiyah, jil.2, hal.71; Al-Lawa`ih, Sufarini, jil.2, hal.11.
19 Al-Ghaybah, Syekh Thusi, hal.284. Diriwayatkan pula dalam Bihâr al-Anwâr, jil.52, hal.334; Itsbat al-Hudat, hal.517-518.
20. Mustadrak, Hakim, jil.4, hal.503; Al-Qaul al-Mukhtashar, Ibnu Hajar, hal.18; Al-Burhân, Muttaqi Hindi, hal.143; ‘Aqd ad-Durar, hal.109; Mu’jam Âhâdits al-Imâm al-Mahdi as, jil.1, hal.449.
21. Fitan, Ibnu Hammad, hal. 83-84; Al Hawi li al-Fatâwa, jil.2, hal.67; Al-Burhan, hal.118.
22. Ghaybah, Nu’mani, hal.315; Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.453.
23. Bihâr al-Anwâr, jil.52, hal.308; Itsbat al-Hudat, jil.3, hal. 583, 527, dan 493.
24. Tafsir Thabari, jil.22, hal.72; Tadzkirah, Qurthubi, jil.2, hal.693; Sunan ad-Darimi, hal.104; Musnad Ahmad, jil.6, hal.290; Shahih Muslim, jil.4, hal.2208; Sunan Abu Daud, jil.4, hal.108; Sunan Ibnu Majah, jil.2, hal.1351; Sunan Turmudzi, jil.4, hal.407; Tarikh Bukhari, jil.5, hal.118; Sunan Nasai, jil.5, hal.207 dan hadis-hadis Khasaf terhadap pasukan Sufyani sangat banyak dan diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis dan lain-lain begitu pula dari jalur Ahlulbait as.
25. Tafsir Al-‘Iyasyi, jil.1, hal.103; Ghaybah, Nu’mani, hal.308; Kamaluddin, hal.672.
26. Tafsir Al-‘Iyasyi, jil.1, hal.197; Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.549.
27. Al-Ghaybah, Nu’mani, hal.297.
28. Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.469. Bandingkan dengan masa pertama riwayat dari Ibnu Hammad pada halaman 120 yang mengatakanbahwa upaya pembersihan ini terjadi selama 20 tahun.
29. Al Irsyad, hal.362; Al-Ghaybah, Syekh Thusi, hal.280.
30. Dalâil al-Imâmah, hal.241; Al-Ghaybah, Syekh Thusi, hal.283.
31. Shahih Bukhari, jil.4, hal.305; Shahih Muslim, jil.1, hal.136; Tarikh Bukhari, jil.7, hal.233; Sunan Ibnu Majah, jil.2, hal.1357; Sunan Turmudzi, jil.4, hal.512; Shahih Bukhari, jil.3, hal.107; Fitan, Ibnu Hammad, hal.103 dan kitab-kitab lainnya yang meriwayatkan dari dua jalur Sunnah dan Syi’ah.
32. Ad-Durr al-Mantsur, Suyuthi, jil.2, hal.350.
33. Amali, Syajari, jil.2, hal.77.
34. Ghaybah, Nu’mani, hal.232; ‘Aqd ad-Durar, Muqaddasi Syafi’i, hal.227; Tahdzib al-Ahkam, jil.6, hal.154.
35. Musnad Ahmad ibn Hanbal, jil.1, hal.184; Shahih Muslim, jil.1, hal.130; Sunan Ibnu Majah, jil.2, hal.1319; Sunan Turmudzi, jil.5, hal.18.
36 Fitan, Ibnu Hammad, hal.102; Al-Qaul al-Mukhtashar, Ibnu Hajar,hal.7; Burhan, Muttaqi Hindi, hal.95.
37. Al-Qaul al-Mukhtashar, Ibnu Hajar, hal.10; Al-Futuhat al-Makkiyyah, Ibnu Arabi, jil.3, hal.332.
38. Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.498.
39. ibid., jil.3, hal.454.
40. Sunan ad-Darimi, hal.101; Fitan, Ibnu Hammad, hal.98; ‘Aqd ad-Durar, hal. 40; Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.527.
41. Rujuk Al-Kâfi, jil.1, hal.411; Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.515.
42. Mulahim, Ibnu Thawus, hal.132.
43. Fitan, Ibnu Hammad, hal.98; ‘Aqd ad-Durar, hal.227.
44. Fitan, Ibnu Hammad, hal. 99; Al-Hawi, Suyuthi, jil.2, hal.77.
45. Al Burhan, Muttaqi Hindi, hal.78.
46. Fitan, Ibnu Hammad, hal.98; Al-Hawi, jil.2, hal.83; Al-Qaul al-Mukhtashar, hal.25; ‘Aqd ad-Durar, hal.36.
47. Fitan, Ibnu Hammad, hal.99; Al-Qaul al-Mukhtashar, hal.5.
48. Al-Kâfî, jil.1, hal.397; Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.447.
49. Itsbat al-Hudat, jil.2, hal.410.50. Fitan, Ibnu Hammad, hal.102; Al-Awsath, Thabrani, jil.1, hal.136.
51. Kamaluddin, hal.411.
52. Fitan Ibnu Hammad, hal 98. Sunan ………. hal. 101; Al Hawi, Suyuthi, jil.2, hal.75. Lawa`ih as Safarayini, jil.2, hal.2; Tarikh Baghdad, jil.9, hal. 471. ‘Aqd ad-Durar, hal.141.
53. Al-Ghaybah, Nu’mani, hal.146.
54. Tarikh Bukhari, jil.7, hal.233; Shahih Muslim, jil.4, hal.2253;Sunan Ibn Majah, jil.2, hal.1357. Sunan Turmudzi, jil.4, hal.512.
55. Musnad Ahmad, jil.2, hal.240; Shahih Muslim, jil.2, hal.915;Mustadrak, Hakim, jil.2, hal.595.
56. Tarikh Bukhari, jil.1, hal.263; Sunan Turmudzi, jil.5, hal.588.
57. Fitan, Ibnu Hammad, hal.98; Yanabi’ al-Mawaddah, Qanduzi,jil.3, hal.344.
58. Fitan, Ibnu Hammad, hal.99-100; ‘Aqd ad-Durar, hal.147; Qaulal-Mukhtashar, hal.24.
59. Mulahim, Sayid Ibnu Thawus, hal.32.
60. Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.506.
61. Itsbat al-Hudat, hal.527.
62. ibid., hal.516-517.
63. ibid., jil.3, hal.494.
64. Musnad Ibn Abi Syaibah, jil.15, hal.199; Sunan ad-Darimi,hal.101; Al-Hawi, Suyuthi, jil.2, hal.77.
65. Musnad Ibn Abi Syaibah, jil.15, hal.199; Sunan ad-Darimi,hal.101; Al-Hawi, Suyuthi, jil.2, hal.77.
66. Itsbat al-Hudat, jil.3, hal.449 dan 455.
67. Itsbat al-Hudat, hal.439-440, 494, 478, dan 487; Rujuk ‘Aqd ad-Durar, hal.135; Fushûl al-Muhimmah, hal. 298; Kifayat al-Atsar,__

-Bersambung-

(Teladan-Abadi/ABNS)

Terkait Berita: