Pesan Rahbar

Home » » Kebebasan: Perspektif Sayed Ali Khamenei

Kebebasan: Perspektif Sayed Ali Khamenei

Written By Unknown on Monday, 14 December 2015 | 21:49:00


Pertama harus kita ketahui bahwa tidak ada ideologi, budaya, aliran filsafat dan pemikiran sosial yang meyakini kebebasan sebagai perlepasan diri dari segala bentuk keterikatan dan tidak adanya halangan apapun dalam bertindak dan setiap orang dapat melakukan apa saja yang diiginkannya. Tidak ada orang yang mendukung kebebasan tanpa batas atau kebebasan mutlak dan tidak ada seorang pun yang bisa memperoleh kebebasan seperti itu. Jika kita contohkan misalnya dalam sebuah masyarakat, seseorang dapat melakukan apa saja yang ia inginkan dan tidak ada apapun yang menghalanginya, pastilah kebebasan ini membatasi kebebasan orang lain serta merusak kenyamanan, keamanan, dan kebebasan orang lain.

Namun jika kita mendefinisikan kebebasan dengan maknanya yang lembut dan agung, yaitu kebebasan jiwa manusia dari kotoran, hawa nafsu, keburukan, dan keterikatan materi, definisi ini hanya dimiliki oleh agama dan tidak ada satu pun ideologi Barat dan Eropa yang memilikinya. Kebebasan yang ada pada masa Revolusi Perancis pada abad ke-18 dan kemudian menyebar di dunia Barat setelah itu, sangat kecil, terbatas, dan tidak bernilai jika dibandingkan dengan kebebasan yang dibawa oleh para nabi dan yang tercantum dalam agama Ilahi.

Dalam budaya Barat, undang-undanglah yang menentukan batasan kebebasan dan undang-undang ini hanya menyoroti masalah sosial yang ada. Artinya, undang-undang mengatakan bahwa kebebasan seorang tidak boleh menodai kebebasan orang lain dan membahayakan kepentingan mereka. Dalam Islam, bukan hanya itu batasannya. Yakni [dalam Islam] ketika undang-undang membatasi kebebasan seseorang dan mengatakan bahwa untuk menikmati kebebasan, selain kebebasan itu tidak boleh mengancam kebebasan orang lain dan kepentingan sosial, juga tidak membahayakan dirinya dan kepentingan orang itu sendiri. Dengan alasan kebebasan dan hak untuk berbuat, seseorang tidak berhak dan tidak dapat membahayakan kepentingannya sendiri.

Dalam pandangan Liberalisme Barat, kebebasan manusia berarti minus hakikat agama dan ketuhanan. Oleh karena itu, mereka tidak pernah menilai bahwa kebebasan adalah anugerah pemberian dari Allah swt. Tidak ada yang mengatakan bahwa kebebasan adalah anugerah Allah swt kepada umat manusia. [Karena itu], Mereka tengah mencari sumber dan akar filosofisnya.

Dalam Islam, kebebasan memiliki akar ketuhanan. Masalah ini merupakan sebuah perbedaan pokok dan akar dari berbagai perbedaan lainnya. Kebebasan dalam pandangan Liberalisme sangat bertentangan dengan taklif (tugas dan kewajiban). Kebebasan berarti bebas dari taklif. Namun dalam Islam, kebebasan adalah sisi lain dari kepingan taklif. Sebab, [dalam kacamata Islam] manusia bebas karena mereka mukallaf. Karena jika mereka tidak memikul taklif, maka apa pentingnya kebebasan.

Manusia memiliki kriteria tersendiri yaitu memiliki kecenderungan dan insting yang kontradiktif. Ia memikul tugas untuk menempuh jalan menuju kesempurnaan di sela-sela keberagaman dorongan dan kecenderungan yang dimilikinya itu. Ia memperoleh kebebasan untuk meniti jalan menuju kesempurnaan. Kebebasan seperti inilah yang berarti, karena digunakan untuk menggapai kesempurnaan.

Coba Anda perhatikan isu jilbab di Eropa. Meski gencar meneriakkan slogan kebebasan, namun mereka tak tahan dan tidak dapat menerima adanya kecenderungan kecil dan terbatas yang berlawanan dengan mereka. Ketika muncul protes terhadap seorang penulis yang lancang menistakan kesucian agama yang dianut oleh satu milyar umat Islam, mereka lantas mengklaim diri sebagai pendukung kebebasan berpendapat dan berkeyakinan masing-masing orang. Namun ketika muncul masalah yang berkaitan dengan seorang perempuan atau remaja putri muslim yang ingin berbusana sesuai dengan kepercayaannya, mereka lantas lupa akan kebebasan individu dan semuanya kemudian berubah makna. Mereka menyebut tindakan yang menentang susila, anti-kebebasan dan melawan hak individu sebagai gerakan melawan kejumudan.

Islam memberikan independensi dan kebebasan kepada semua bangsa; baik dalam lingkungan kehidupan mereka - yakni bebas dari kekuasaan diktator dan despotik, bebas dari khurafat dan kejahilan, bebas dari fanatisme buta dan penyimpangan pemikiran- maupun kebebasan dari jeratan kekuatan ekonomi dan tekanan politik kaum arogan. Kebebasan merupakan anugerah Ilahi dan hadiah dari revolusi. Kebebasan adalah milik masyarakat dan merupakan bagian dari fitrah manusia.

Di Timur Tengah dan bahkan di dunia, tida banyak negara yang memiliki kebebasan memilih dan berpendapat seperti yang ada di Republik Islam Iran. Negara dan pemerintahan ini, adalah pemerintahan yang di saat kemenangan revolusi Islam baru berusia dua bulan telah berhasil mendorong rakyat untuk mendatangi kotak-kotak suara [dalam sebuah referendum] untuk memilih bentuk pemerintahan Republik Islam. Kebebasan bukan berarti bahwa seseorang bisa menyalahgunakan kebebasan untuk melakukan apa saja yang dimaukan. Seperti yang terjadi di dunia saat ini, [kekuatan adi daya] melakukan segala macam kejahatan dengan mengatasnamakan kebebasan dan menjerumuskan generasi kini ke dalam demoralisasi dan kebrobrokan moral. Dengan alasan kebebasan pula, kebebasan yang hakiki dirampas dari pikiran masyarakat di dalam lingkungan budaya dan ideologi Barat. "Wahai kebebasan! Dengan menggunakan namamu, tak ada kejahatan yang tidak dilakukan". Dewasa ini, musuh-musuh telah mengaktualisasikan ungkapan tersebut.

(Khamenei.ir/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: