Tak terasa seminggu sudah berlalu kita menjalani puasa. Semoga amal dan ibadah kita di bulan mulia ini mendapatkan ijabah dari Tuhan. Ritual yang menjadi kewajiban seluruh kaum Muslimin di manapun. Kita masih pada minggu pertama menjalan ibadah kudus ini. Tiada salahnya jika kita sedikit merenungi dimensi yang beragam yang terkadung dalam ibadah yang konon hanya dikhususkan untuk umat ini. Dulu puasa diwajibkan atas orang-orang terdahulu, sebagaimana yang diiisyaratkan dalam kitab suci, namun puasa Ramadhan hanya untuk para nabi dan umat Muhammad. Sedemikian tinggi nilai dan martabat puasa Ramadhan ini, sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang berpeluang mendulang kebaikan di dalamnya. Waktu pelaksanaan puasa berlansung sebulan penuh, artinya detik demi detik, menit-demi-menit, jam-demi-jam, hari-demi-hari hingga sebulan penuh, kesempatan emas ini datang kepada kita. Datang kepada orang-orang yang diseru oleh Tuhan sebagai Mukminin. Seruan ini berisikan perintah untuk berpuasa selama sebulan penuh. Perintah yang datang dari Tuhan Yang Mahabijak dan Mahahakim. Tiada yang diperintahkan untuk dikerjakan selain perintah itu membawa maslahat bagi kehidupan manusia, sebagaiman tiada larangan yang ia larang kecuali larangan itu membawa mudharat bagi kehidupan manusia. Telah banyak riset dan penilitian yang dilakukan ihwal manfaat puasa bagi manusia. Baik dari dimensi spiritualnya maupun materialnya. Berpuasa dengan memperhatikan adab-adabnya dan menjalankan yang disunahkan, dapat berdaya-guna secara spritual, sosial, moral dan medikal.
Setiap amal-ibadah di samping ia bermuatan eksoterik (ritual), ia juga sarat dengan muatan esoterik (spritual). Dimensi esoterik puasa di samping menjauhi segala hal yang membatalkan puasa, dan menjauhi semua perbuatan dosa, yang paling penting adalah mengosongkan hati dari sesuatu yang bukan berasal dari Tuhan, dan inilah hakikat takwa yang menjadi harapan dari pelaksanaan puasa. Di samping itu, sebagaiamana yang dinukil dari Ayatullah Jawadi Amuli, puasa akan menyerupakan manusia seperti para malaikat yang mana para malaikat tersebut menjauhkan diri makan, minum dan syahwat.
Ayatullah Makarim Syirazi dalam tafsir monumentalnya “Nemune” menyebutkan beberapa hikmah yang terkandung dari ibadah puasa ini, di samping selaksa hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah puasa. Ia dalam menafsirkan ayat shaum, menyebutkan beberapa hikmah dan daya-guna puasa bagi orang-orang yang berpuasa.
Hikmah Moral
Puasa dalam wujud manusia memiliki beragam dimensi dan dampak yang begitu banyak, baik dari sisi materi maupun maknawi (spiritual), dan yang paling penting dari semua dimensi yang ada adalah dimensi moral dan pendidikannya.
Di antara manfaat penting yang ada dalam puasa adalah melembutkan jiwa, menguatkan kehendak yang ada dalam diri, dan menyeimbangkan insting.
Seseorang yang melakukan puasa, selain harus merasakan kelaparan dan kehausan dalam wujudnya, ia juga harus menutup matanya dari kelezatan dan kenikmatan biologis, serta membuktikan dengan amal bahwa ia tidaklah seperti hewan yang terkungkung di dalam kandang dan rerumputan. Karena ia mampu menahan diri dari godaan nafsu dan lebih dominan dari hawa nafsu serta syahwatnya.
Pada hakikatnya, hikmah terpenting puasa terletak pada dimensi ruhani dan maknawi. Yaitu, seseorang yang memiliki seluruh ikhtiyar dan kewenangan dalam berbagai macam makanan serta minuman, dimana setiap kali merasa lapar dan haus ia langsung bisa menikmati apa yang diinginkannya. Keadaannya sebagaimana pepohonan yang tumbuh menyandar di samping dinding yang terletak di pinggiran sebuah aliran air. Pepohonan semacam ini begitu lembut, kurang mampu bertahan dan sangat rentan terhadap serangan berbagai penyakit, serta tidak mempunyai kekuatan bertahan lama. Apabila beberapa hari saja akarnya tidak menyentuh aliran air, pepohonan ini akan segera layu dan menjadi kering.
Lain halnya dengan pepohonan yang tumbuh di sela-sela bebatuan sahara atau yang tumbuh di tengah gunung tandus dan di jalanan yang gersang. Pepohonan yang batang serta dahannya senantiasa dimanjakan oleh angin topan dan teriknya panas matahari yang membakar serta dinginnya angin musim dingin, serta pepohonan yang tumbuh dengan segala kekurangan sejak masa dini pertumbuhannya ini, menjadikannya sebagai sebatang pohon yang tegar, kuat, penuh kemandirian, dan pantang menyerah.
Demikianlah halnya dengan puasa. Ia mempengaruhi jiwa manusia seperti ini. Dan pada batasan-batasan tertentu, ia akan memberikan pertahanan dan kekuatan kemauan dan daya dalam melawan segala peristiwa yang sulit. Ketika naluri liarnya telah terkontrol dengan baik, maka puasa ini akan memancarkan pula cahaya dan kejernihan di dalam kalbunya.
Ringkasnya, puasa dapat memberikan lompatan yang menakjubkan dari alam hewani menuju ke alam malaikat. Al-Qur’an berfirman, “Supaya Kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183) Ayat ini menjelaskan hikmah diwajibkannya puasa yang mengisyaratkan pada kompleksitas hakikat tersebut.
Demikian juga, hadis masyhur “Puasa merupakan perisai dalam menghadapi api neraka”[1] mengisyaratkan pula tentang persoalan ini.
Dalam hadis yang lain, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bertanya kepada Rasulullah Saw, “Apa yang harus kita lakukan supaya setan menjauhi kita?” Rasulullah Saw bersabda, “Dengan berpuasa, wajah setan akan berubah menjadi hitam, infak di jalan Allah akan melobangi punggungnya, bersahabat karena Allah dan menjaga amal yang salih akan memotong ekornya, sedangkan beristighfar akan memutuskan urat nadi kalbunya.” [2]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As dalam Nahj al Balâghah menjelaskan hikmah ibadah. Berkenaan dengan puasa, beliau berkata; “Puasa itu untuk menguji keikhlasan seorang hamba.”[3]
Demikian juga di hadis yang lain, Rasulullah Saw bersabda; “Sesungguhnya surga mempunyai sebuah pintu yang bernama Rayyân.Tidak seorang pun yang melewati pintu itu kecuali orang-orang yang berpuasa.”
Almarhum Shaduq Ra dalam Ma‘ânî Al-Akhbâr-nya ketika menjelaskan hadis tersebut menulis, “Latar belakang pemilihan nama Rayyân untuk salah satu pintu surga ini adalah kesulitan yang biasanya dihadapi oleh orang-orang yang melakukan puasa, yaitu rasa dahaga. Ketika orang-orang yang berpuasa memasuki surga dan melewati pintu ini, mereka akan meneguk air minum yang ada di dalamnya, sehingga setelah itu mereka tidak akan pernah merasa kehausan lagi untuk selamanya.”
Hikmah Sosial
Riwayat yang menegaskan muatan sosial puasa dapat didapati dalam sabda Rasulullah Saw, ‘Wahai manusia! Barangsiapa yang mengajak berbuka seorang mukmin di bulan ini, maka ia akan diberkahi dengan ganjaran yang setara dengan membebaskan seorang budak, dan akan diampuni semua dosa masa lalunya.’ Sebagian orang bertanya, ‘Wahai Rasul Allah! Tetapi bukankah kita semua tidak dalam posisi untuk mengundang berbuka seorang yang berpuasa?’ Rasul Saw menjawab, ‘Lindungilah diri kalian dari panasnya api neraka dan berbukalah sekalipun dengan sebiji kurma, dan seteguk air sebagai hidangan penutup. ‘Wahai manusia! Barangsiapa menjadikan perilakunya lebih baik di bulan ini, maka di Hari Pengadilan kelak akan dikaruniai izin untuk melintasi jalan di atas shirath. Siapa saja yang hendak memecahkan kesulitan-kesulitan orang lain di bulan ini, maka di Hari Pengadilan nanti Allah akan memudahkan hisab-Nya sehingga orang itu merasa lebih ringan. ‘Siapa saja yang melindungi orang lain dari kekeliruannya, maka di Hari Pengadilan ia akan dilindungi dari murka Allah. Siapa saja yang memperlakukan seorang anak yatim dengan hormat, di Hari Pengadilan Allah juga akan memperlakukannya dengan hormat. Bagi siapa saja yang memelihara hubungan silaturrahim, Allah akan memperluas rahmat-Nya, tapi mereka yang memutuskan hubungan kekeluargaan itu, Allahpun akan menolak orang tersebut dari rahmat-Nya. Pada hari kedelapan ini, kita membaca dari doa-doa harian bulan Ramadhan, Ya Allah, anugerahkan kepadaku untuk mengasihi anak-anak yatim, memberi makan dan menebarkan salam, menegaskan poin penting ini. Telah jelas dan bukan merupakan suatu topik yang tersembunyi bahwa puasa merupakan sebuah pelajaran persamaan dan persaudaraan di antara individu masyarakat. Dengan melakukan ajaran ini secara baik dan benar, orang-orang yang mampu sebagaimana para fakir miskin akan ikut merasakan bagaimana menikmati kelaparan dan juga dengan menghemat penggunaan makanan pada siang dan malam hari, mereka akan bisa bergegas untuk membantu para fakir miskin.
Tentunya bisa saja terjadi, dengan hanya menceritakan keadaan orang-orang yang ditimpa kelaparan dan kekurangan ini, orang-orang yang mampu pun akan bisa memberikan perhatiannya kepada mereka. Tetapi, apabila problem ini dimanifestasikan dalam bentuk praktis, ini akan memberikan kesan yang lebih dalam lagi. Puasa dengan ciri penting seperti ini akan memberikan warna intuitif dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, dalam hadis masyhur dari Imam Ash-Shadiq As disebutkan bahwa Hisyam bin Hakam bertanya tentang sebab disyariatkannya puasa atas manusia. Beliau menjawab” “Puasa diwajibkan bagi manusia karena di dalamnya terdapat hak persamaan antara orang-orang fakir dengan oang-orang yang cukup. Hal ini dimaksudkan supaya orang-orang yang cukup bisa merasakan bagaimana rasa lapar, sehingga mereka mau memberikan haknya kepada yang fakir. Karena orang-orang yang cukup umumnya bisa mendapatkan apapun yang mereka inginkan, maka Allah Swt menginginkan adanya persamaan di antara hamba-hamba Nya, dan memberikan rasa lapar, lemas, kesakitan, dan kesulitan serta kepayahan kepada golongan yang cukup ini. Pada akhirnya di dalam kalbu-kalbu mereka akan terbentuk rasa iba dan belas kasih kepada orang-orang yang menderita kelaparan.”
Sebenarnya, apabila negara-negara kaya di dunia ini melakukan puasa beberapa hari saja dalam setahun dan ikut merasakan rasa lapar, apakah mungkin kelaparan di dunia masih ada?
Hikmah Medikal
Dalam ilmu kedokteran masa kini dan masa lalu telah banyak bukti bahwa “imsâk” (menahan lapar) mempunyai pengaruh luar biasa yang tidak bisa dipungkiri dalam penyembuhan (remedi) berbagai macam penyakit. Hanya sedikit para dokter yang tidak menyinggung kenyataan ini dalam tulisan-tulisannya.
Kita mengetahui bahwa penyebab munculnya banyak penyakit adalah karena manusia berlebihan dalam menyantap beragam makanan, karena kelebihan bahan-bahan tidak bisa tercerna dengan baik di dalam pencernaannya, maka bahan ini akan muncul dalam bentuk lemak yang mengganggu bagian-bagian badan atau berubah menjadi lemak serta kelebihan gula yang tertinggal di dalam darah. Bahan-bahan lebih ini berada di sela-sela urat badan, yang pada hakikatnya merupakan lumpur berbau busuk yang sangat efektif sebagai lahan berkembang biaknya berbagai macam mikroba dan penyakit-penyakit infeksi. Dalam keadaan ini, jalan terbaik yang bisa dipergunakan untuk melawan penyakit tersebut adalah menghancurkan dan membersihkan lumpur barbau busuk tersebut dari badan dengan cara imsâk dan puasa.
Puasa akan membakar sampah-sampah dan bahan-bahan lebih yang tidak dapat dicerna di dalam badan manusia. Pada dasarnya, dengan melakukan puasa akan terjadi pembaharuan di dalam tubuh manusia.
Puasa, selain merupakan waktu istirahat bagi sistem pencernaan yang perlu mendapat perhatian, juga merupakan faktor berpengaruh besar dalam membantu kerja sistem pencernaan. Dan mengingat bahwa sistem ini merupakan sebuah sistem yang paling peka di antara keseluruhan sistem yang ada di dalam tubuh manusia, sementara di sepanjang tahun senantiasa melakukan pekerjaan, istirahat sejenak bagi sistem ini merupakan suatu hal yang lazim dan amat diperlukan.
Jelaslah kiranya, bahwa orang-orang yang melakukan puasanya sesuai dengan aturan yang ada dalam Islam, tidak dibenarkan berlebih-lebihan dalam menyantap makanan ketika berbuka puasa dan sahur, agar mereka memperoleh kesehatan maksimal. Jika tidak demikian, maka bisa jadi hasil yang muncul akan berlawanan dengan yang seharusnya.
Alex Sufrin, seorang ilmuwan Rusia, dalam bukunya menulis, “Penyembuhan dengan cara berpuasa mempunyai manfaat yang khas untuk penyakit amnesia, diabetes, mata, lemah pernafasan, penyakit jamur yang kronis, luka dalam dan luar, TBC, hydropsy, rematik, kulit yang terkelupas, penyakit kulit, ginjal, liver, dan penyakit-penyakit lainnya. Tetapi, penyembuhan dengan cara berpuasa ini tidak hanya bermanfaat untuk penyakit-penyakit yang tertera di atas, bahkan penyakit-penyakit yang berhubungan langsung dengan jasmani manusia yang bercampur dengan sel-sel badan, seperti kanker, shiphlish, TBC, serta tipes pun bisa disembuhkan dengan melakukan puasa”
Dalam sebuah hadis masyhur, Rasulullah Saw bersabda, “Berpuasalah supaya Kamu menjadi sehat.” Dalam hadis terkenal lainnya tertulis, ”Usus besar merupakan sarang penyakit, dan menahan makan merupakan obat paling utama.”
Demikian kemaslahatan dan daya-guna puasa bagi kehidupan kita, daya-guna spiritual, moral, sosial dan terakhir medikal, di samping hikmah yang hingga saat ini masih misteri bagi kita. Tentunya kita adalah termasuk dari orang-orang yang beruntung yang berkesempatan untuk meraih daya-guna dan kemaslahatan di balik perintah Tuhan ini. Selamat.[]
(Eurekamal/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email