Bila tak membuat kesan dalam kunjungan mungkin tak layak disebut Soekarno. Setiap kunjungan Bung Karno baik di dalam Negeri maupun keluar negeri selalu menyisakan secuil kisah unik yang terkadang terkesan nakal. Tapi itulah Bung Karno yang selalu tampil apa adanya.
Irian Barat sebagai Propinsi termuda saat itu juga pernah memiliki sedikit cerita yang tak terlupakan berkaitan dengan kunjungan Presiden Soekarno ke Propinsi tersebut.
Ini tentang adat-istiadat. Ini tentang kebiasaan. Ini tentang budaya. Bung Karno terang-terangan mencemooh cara-cara penyambutan tamu ala Amerika Serikat. Maklumlah, hubungan Bung Karno dan Negeri Paman Sam itu memang tidak mesra. Sebagai Presiden sebuah negara yang baru merdeka, Sukarno terbilang “susah diatur” dan “tidak mau didikte”, sekalipun oleh negara adi kuasa Amerika.
Alhasil, ada banyak hal yang Bung Karno lontarkan terkait cara-cara Amerika yang di mata Bung Karno sebagai “kurang berbudaya”, kering, dan menjemukan. Salah satunya, ya itu tadi… dalam hal penyambutan tamu. Sebaliknya, Bung Karno membanggakan budaya Indonesia yang begitu kaya dan aneka ragam, termasuk dalam hal tata cara menyambut tamu kehormatan. Lain ladang lain belalang, lain daerah lain pula adatnya.
Rakyat Aceh misalnya, menyambut orang dari luar daerahnya dengan cara yang unik. Antara lain menobatkannya sebagai keluarga dalam upacara perkawinan. Ini tandanya rakyat menerima tamu tersebut sebagai bagian dari keluarga. Cara ini telah ada turun-temurun dan bertahan hingga hari ini.
Di Irian Barat, seorang gadis setengah telanjang berdiri di jalan masuk desa jika ada tetamu datang dari luar. Para tetamu diharap mencium puting susu gadis itu. Secara simbolis mereka memberi para tamu susu ibu sebagai bentuk persembahan kasih yang paling murni.
Suatu ketika, Bung Karno mengajak seorang kawan bertandang ke Irian Barat. Dan, tamu asing itu pun disambut menurut adat setempat. Mau tidak mau, demi menghormati adat-istiadat, tamu tadi harus mencium puting susu gadis Irian. Setelah itu, ia melontar kelakar, “Haaa… sekarang kami mengerti mengapa Bung Karno berjuang mati-matian untuk memperoleh kembali Irian Barat….!”
Nah, bagaimana cara Amerika menyambut tamu-tamunya? Dengan genderang kebesaran yang memekakkan kuping. “Huh!” kutuk Bung Karno, “Amerika boleh belajar dari Indonesia!”
(Pena-Soekarno/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email