Pesan Rahbar

Home » » Sarinah Toko Murah, Bukan Toko Mewah. Presiden Sukarno membangun Sarinah untuk memperkuat ekonomi sosialis, bukan untuk dan atas nama kapitalis

Sarinah Toko Murah, Bukan Toko Mewah. Presiden Sukarno membangun Sarinah untuk memperkuat ekonomi sosialis, bukan untuk dan atas nama kapitalis

Written By Unknown on Monday, 28 March 2016 | 22:16:00

Department Store Sarinah di Jalan Thamrin Jakarta Pusat. (Foto: Micha Rainer Pali)

17 AGUSTUS 1962. Ada keramaian di Jalan Thamrin Jakarta Pusat. Presiden Sukarno meletakkan batu pertama pembangunan department store pertama di Indonesia: Sarinah –diambil dari nama pengasuh Sukarno ketika kecil.

Dalam Sidang Paripurna Kabinet Dwikora di Bogor pada 15 Januari 1966, Sukarno menegaskan bahwa Sarinah mutlak perlu untuk sosialistische economie (ekonomi sosialis). “Tidak ada satu negara sosialis tidak mempunyai satu distrubusi legal, tidak mempunyai department store. Datanglah ke Hanoi, ada. Datanglah ke Peking, ada. Datanglah ke Nanking, ada. Datanglah ke Shanghai, ada. Datanglah ke Moskow, ada. Datanglah ke Budapest, ada. Datanglah ke Praha, ada,” tandas Sukarno.

Selain sebagai alat distribusi legal, sebagaimana dijelaskan Sukarno, fungsi dari department store untuk menurunkan dan menekan harga. Sebagai “prijs stabilisator,” katanya. Sehingga orang di luar departemen store tersebut tidak berani menjual harga lebih tinggi. “Kalau di department store harganya cuma lima puluh rupiah, di luar departement store, orang tidak berani menjual seratus rupiah.”

Sukarno juga mengingatkan bahwa barang yang dijual department store tersebut harus barang berdikari. Barang bikinan Indonesia. “Yang boleh impor hanya 40%. Tidak boleh lebih. 60% mesti barang kita sendiri. Jual-lah di situ kerupuk udang bikinan sendiri. Jual-lah di situ potlot kita sendiri,” kata dia mewanti-wanti.

Sukarno menugaskan R. Soeharto, Menteri Muda Perindustrian Rakyat sekaligus dokter pribadinya mewujudkan pembangunan Sarinah. Soeharto menjadi presiden direktur PT Department Store Sarinah.

Menurut Soeharto dalam memoarnya, Saksi Sejarah, pembangunan Sarinah tidak luput dari tentangan karena dianggap sebagai proyek mercusuar.

“Jangan terlalu menghiraukan kecaman itu,” kata Sukarno. “Sarinah harus merupakan pusat sales promotion barang-barang produksi dalam negeri, terutama hasil pertanian dan perindustrian rakyat. Pembangunan department store itu perlu dikaitkan dengan pendidikan tenaga trampil dan ahli konstruksi gedung bertingkat tinggi. Mengenai bidang manajemennya sejalan dengan apa yang kita lakukan mengenai pembangunan Hotel Indonesia. Bangunannya dirancang dengan bantuan arsitek Abel Sorensen dari Denmark, dibangun oleh kontraktor Jepang, dan pembiayaannya dari pampasan perang Jepang.”

“Kalau Sarinah di Thamrin itu sukses, untuk Jakarta saya perintahkan buat tiga lagi. Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur. Another there, my dear friends, another three. Department Store Sarinah itu,” kata Sukarno.

Pada 15 Agustus 1966, Sukarno meresmikan Sarinah yang berlantai 14, sekaligus menandai lahirnya toko serba ada pertama di Asia Tenggara. “Ketika Singapura belum dibangun dan Kuala Lumpur masih rawa-rawa, Jakarta mulai berbenah membangun department store pertama: Sarinah,” tulis Eka Budianta dalam biografi Cakrawala Roosseno. Roosseno adalah arsitek yang terlibat dalam pembangunan Sarinah.

Kini, Sarinah telah membuka cabang di Pejaten Village Jakarta Selatan, Basuki Rachmat Malang, dan Kraton di Yogyakarta. Unit bisnis BUMN ini juga merambah bisnis ekspor (furnitur, singkong), impor (beras, minuman beralkohol, cengkeh, saccharine atau pemanis buatan), serta menjadi distributor terigu dan gula.

Pasca lengsernya Sukarno menyusul huru-hara 1965, strategi pembangunan ekonomi Indonesia bergeser dari sosialisme ke kapitalisme. Dan ini, bisa dilihat dari perkembangan Sarinah. Asa Sukarno tinggal kenangan. Jangan berharap berbelanja murah di Sarinah.

(Historia/Berbagai-Sumber-Sejarah/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: