Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menilai kebangkitan suatu bangsa harus dibangun dari kuatnya budaya pada masyarakat. Kekuatan budaya itu berupa etos hidup yang tangguh dengan kemandirian kerja, produktif dalam ekonomi, dan inovatif mengikuti kemajuan zaman.
Selain etos, kekuatan etika warga negara juga sangat menentukan kebangkitan bangsa karena dari etika itulah dimensi kemanusiaan bisa mengarah pada pemberadaban dan di sanalah terhampar harapan mencapai peradaban Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut, maka warga negara Indonesia harus berjuang bersama untuk sadar akan potensi dari diri manusia dan juga sadar akan potensi dari alam tempat manusia hidup dan mengembangkan diri.
“Potensi pengembangan diri manusia tidak akan lepas dari alam. Itulah mengapa ilmu pengetahuan umum atau agama selalu bicara hubungan tentang manusia dengan alam semesta karena keduanya tak terpisahkan. Maju mundurnya adat-istiadat, budaya, bahkan peradaban sepanjang sejarah umat manusia tak lepas dari hubungan baik atau buruknya dengan alam. Dan potensi alam itu dasarnya adalah empat, yaitu tanah, air, matahari, dan udara,” tutur Dedi Mulyadi kepada Satu Islam saat menjelaskan “Peta Dasar Sumberdaya Alam” di Pendopo Kabupaten Purwakarta, Jumat, 22 Januari 2016.
Dalam pandangan Bupati yang dikenal kreatif dalam memimpin Kabupaten Purwakarta tersebut, empat hal itu jika dijadikan pilar potensial setiap daerah akan bisa menjadikan manusia Indonesia bangkit dari keterpurukan hidup. Sebab selama ini manusia Indonesia kehilangan pijakan hidup dan terombang-ambing dalam modernitas.
“Lahirnya modernisasi juga karena kemampuan manusia memanfaatkan alam. Sayangnya modernisasi kelewat ceroboh memanfaatkan alam sehingga yang terjadi adalah eksploitasi atau pemerkosaan alam oleh manusia. Etos modernisasi memang bagus karena berangkat dari progress, tetapi hilangnya etika membuat manusia kehilangan kontrol dan alam yang seharusnya menjadi potensi kesejahteraan seringkali berbuah malapetaka,” paparnya.
Agar etos dan etik tersebut menjadi pedoman hidup manusia modern Indonesia, Dedi Mulyadi memberikan tips, masyarakat harus berpikir bahwa empat hal, yaitu tanah, air, matahari, dan udara dipandang sebagai value, bukan sebagai objek yang seenaknya sendiri dimanfaatkan tanpa kendali. Value ini menurutnya bukan semata nilai penghasil ekonomi, melainkan juga harus dilihat sebagai value pertahanan hidup. Sebab jika empat hal tersebut hanya dilihat secara ekonomi, mungkin nilai ekonominya pun menjadi sesaat dan kehilangan nilai ekonomi jangka panjang.
Industri yang peduli lingkungan
Karena alasan di atas tersebut, Dedi Mulyadi menyerukan agar masyarakat Indonesia harus mulai memahami tanah, air, cahaya dan udara sebagai value kehidupan, sebagai benteng kehidupannya sendiri. Mengingat mayoritas warga negara Indonesia hidup di pedesaan, Dedi Mulyadi menilai, perdesaan harus dipertahankan dengan paradigma value ini, dan pemerintah wajib menjadi pelopor gerakan peduli desa.
“Desa harus dipertahankan. Hutan harus dipertahankan. Sawah harus dipertahankan, Gunung harus dipertahankan.Sungai harus dipertahankan. Sebab semua elemen alam itu adalah value yang akan memberikan keuntungan pada manusia. Jika manusia merugikan elemen-elemen alam tersebut alam juga bisa bereaksi merugikan manusia. Contoh, pemerintah dan negara tidak mau merawat sungai, maka sungai menjadi bencana bagi masyarakat,” terangnya.
Dedi menambahkan, saat kembali berpikir tentang mempertahankan alam sebagai benteng pertahanan hidup ini, bukan berarti tidak ada industri. Hanya saja pemerintah harus serius memantau industri dan memperketat agar industri selalu menghargai lingkungan.
“Makanya saya di Purwakarta sekarang ini tidak sembarangan mengeluarkan izin pembangunan perumahan karena dalam membuat izin harus dilihat terlebih dahulu hubungan antara lingkungan dengan jumlah hunian yang ideal. Kalau sudah tidak ideal, tidak saya keluarkan. Hidup yang sehat harus ada kendali, karena itu jumlah orang di tempat itu harus dibatasi dan tidak boleh melebihi target. Dengan itu saya sedang menerapkan etika publik karena memang tugas pejabat salahsatunya mengawal etika di mana mayoritas warga harus dihargai hak-hak hidupnya,” jelasnya.
Dalam pandangan Dedi, paradigma di atas diyakini akan menjadikan Indonesia lebih baik karena bangsa ini memiliki segalanya. Bangsa-bangsa lain seperti Jepang, Amerika Serikat, Inggris dan lain sebagainya menurutnya tidak sekaya Indonesia. Lingkungan alam Indonesia yang kaya raya itu menurutnya tidak akan menjadi aset berharga kalau tidak dilihat sebagai value. “Kita bisa mandiri sebagai bangsa. Tetapi mengapa kita menjadi rendah sekarang ini? Sebab kita memang punya keyakinan yang salah sebagai bangsa rendah. Kenapa? Karena keyakinan pada Tuhan yang menganugerahi alam dan mewajibkan kita menjadi khalifah ternyata semu. Kita hanya basa-basi kepada sang pemilik semesta dengan keyakinan yang dibuat-buat, dengan ucapan-ucapan yang formal tapi tidak diyakini dalam diri sehingga kita kehilangan pegangan dalam bertindak,” jelasnya.
(Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email