Hadis tentang dua belas Imam redaksinya bermacam-macam, saya hanya menyebutkan sebagian saja:
1. Dalam Shahih Bukhari juz 4, kitab Ahkam:
Diriwayatkan oleh Jabir bin Sammarah, ia berkata bahwa Nabi saw bersabda:
يكون بعدي إثنا عشر أميراً، فقال كلمة لم أسمعها، فقال أبي أنه قال كلهم من قريش
“Sesudahku ada dua belas amir (pemimpin)”. Kemudian beliau menyabdakan suatu kalimat yang aku tidak mendengarnya; lalu ayahku mengatakan bahwa Nabi saw bersabda: “Mereka semuanya dari golongan Quraisy.”
2. Dalam Shahih Muslim, bermacam-macam redaksi:
جابر بن سمرة قال دخلت مع أبي على النبي (صلى الله عليه وآله) فسمعته يقول (إن هذا الامر لا ينقضي حتى يمضي فيهم إثنا عشر خليفة) قال ثم تكلم بكلام خفي علي قال: فقلت لابي ما قال، قال «كلهم من قريش»
Jabir bin Sammarah berkata: aku bersama ayahku datang kepada Nabi saw, lalu aku mendengar beliau bersabda: “Sungguh persoalan ini tidak akan selesai sehingga berada di bawah pimpinan dua belas khalifah.” Kemudian beliau mengucapkan suatu kalimat yang tidak jelas bagiku. Kemudian aku bertanya kepada ayahku tentang apa yang diucapkan oleh beliau. Ayahku berkata bahwa Nabi saw bersabda: “semuanya dari quraisy.” (Shahih Muslim jilid 4, halaman 79).
Nabi saw bersabda:
لا يزال الدين قائماً حتى تقوم الساعة ويكون عليهم إثنا عشر خليفة كلهم من قريش
“Agama akan selalu tegak sampai hari kiamat di bawah pimpinan dua belas khalifah yang semuanya dari golongan quraisy.” (Shahih Muslim jilid 2, bab manusia mengikuti Qurasy). Sebagian lagi redaksinya:
لا يزال الاسلام عزيزاً إلى اثنى عشر خليفة كلهم من قريش
“Islam selalu mulia di bawah pimpinan dua belas khalifah yang semuanya dari quraisy.” Redaksi yang lain:
لا يزال أمر الناس ماضياً ما وليهم إثنا عشر رجلاً كلهم من قريش
“Persoalan manusia senantiasa sempurna di bawah pimpinan dua belas orang, semuanya dari quraisy.” Sebagian redaksinya:
لا يزال هذا الدين عزيزاً منيعاً إلى إثنا عشر خليفة كلهم من قريش
“Agama ini akan selalu mulia dan terjaga di bawah pimpinan dua belas khalifah, semuanya dari quraisy.”
3. Shahih At-Turmidzi, jilid 2:
لا يزال الاسلام عزيزاً إلى اثنى عشر امـيرا كلهم من قريش
“Islam akan selalu tegak di bawah pimpinan dua belas amir yang semuanya dari quraisy.”
4. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1, halaman 398:
عن الشعبي عن مسروق قال كنا جلوساً عند عبد الله بن مسعود وهو يقرئنا القرآن فقال له رجل يا أبا عبد الرحمن هل سألتم رسول الله (صلى الله عليه وآله) كم تملك الامة من خليفة فقال عبد الله بن مسعود ما سألني عنها أحد منذ قدمت العراق قبلك ثم قال نعم ولقد سألنا رسول الله (صلى الله عليه وآله)فقال اثنا عشر كعدة نقباء بني إسرائيل
Diriwayatkan dari Asy-Sya’bi dari Masyruq, ia berkata, aku pernah duduk-duduk dengan Abdullah bin Mas’ud, ia membacakan ayat Al-Qur’an kepada kami. Kemudia ada seseorang bertanya kepadanya: wahai Aba Abdurrahman, apakah kamu pernah bertanya kepada Rasulullah saw berapa jumlah khalifah yang akan memimpin ummat. Kemudian Ibnu Mas’ud menjawab: Ya, aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw, lalu beliau bersabda: “Dua belas khalifah seperti jumlah pemimpin Bani Israil.”
Dalam redaksi yang lain:
عن جابر بن سمرة قال سمعت رسول الله (صلى الله عليه وآله) يقول في حجة الوداع لا يزال هذا الدين ظاهراً على من ناواه ولا يضره مخالف ولا مطارق حتى يمضي من امتي إثنا عشر أميراً كلهم من قريش
Diriwayatkan dari Jabir bin Sammarah, ia berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda dalam haji wada’: “Agama ini selalu jelas pada orang yang bermaksud padanya, dan membahayakan padanya orang yang menentang dan menyerangnya, sehingga berlalu dari ummatku dua belas amir yang semuanya dari quraisy.” (Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 5, halaman 89).
5. Shawa’iqul Muhriqah, Ibnu Hajar, bab 11, pasal 2:
عن جابر بن سمرة أن النبي صلى الله عليه وآله قال: «يكون بعدي إثنا عشر أميراً كلهم من قريش.
Diriwayatkan dari Jabir bin Sammarah bahwa Nabi saw bersabda: “Akan ada sesudahku dua belas amir semuanya dari quraisy.”
6. Kanzul Ummal, Al-Muttaqi, jilid 6, halaman 160:
عن النبي صلى الله عليه وآله أنه قال: يكون بعدي إثنا عشر خليفة
Nama 12 Imam Ahlul Bait Ada Dalam Al Qur'an
Salah seorang pemerhati Agama Mesir dan Khatib Universitas al Azhar berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran. Berdasarkan laporan ini disebutkan bahwa beliau mampu membuktikan kebenaran 12 imam yang dimulai dari Imam Ali sampai Imam terakhir, yaitu Imam Mahdi (as).
Menurut kantor berita Abna, DR. Majdi Wahbe as Syafi'i berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran. Berdasarkan laporan ini disebutkan bahwa beliau mampu membuktikan kebenaran 12 imam yang dimulai dari Imam Ali sampai Imam terakhir, yaitu Imam Mahdi (as). Berita ini disebutkan dalam salah satu majalah berita Mesir dimana di situ dijelaskan: Tak diragukan lagi bahwa jumlah/angka dalam Al Qur'an itu memiliki dalil tersendiri. Misalnya, kata "yaum" (hari) yang berjumlah 365 kali diulang dalam Al Qur'an menunjukkan bilangan hari selama satu tahun, demikian juga kata "syaher" (bulan) yang berulang sebanyak 12 kali menunjukkan bahwa selama 1 tahun itu terdapat 12 bulan.
Kemudian laporan itu melanjukan: Kata yang merupakan derivasi (pecahan) dari "al imamah" (imam/kepemimpinan) juga berulang sebanyak 12 kali dalam Al Qur'an yang bermakna 12 imam dimana berdasarkan riwayat yang dinukil dari Nabi saw urutannya adalah dari Imam Ali (as), Imam Hasan (as) dan Imam Husain serta mencakup 9 Imam dari keturunan Imam Ketiga.
Dari Nabi saw, beliau bersabda: “Akan ada sesudahku dua belas khalifah.”
7. Dalam Kitab Yanabi’ul Mawaddah oleh Al-Qunduzi Al-Hanafi, bab 95:
جابر بن عبدالله قال: قال رسول الله (صلى الله عليه وآله) يا جابر أن اوصيائي وأئمة المسلمين من بعدي أولهم علي، ثم الحسن، ثم الحسين، ثم علي بن الحسين، ثم محمد بن علي المعروف بالباقر ستدركه يا جابر فإذا لقيته فاقراه مني السلام، ثم جعفر بن محمد، ثم موسى بن جعفر، ثم علي بن موسى، ثم محمد بن علي، ثم علي بن محمد، ثم الحسن بن علي، ثم القائم اسمه اسمى وكنيته كنيتي ابن الحسن ابن علي ذاك الذي يفتح الله تبارك وتعالى على يديه مشارق الارض ومغاربها، ذاك الذي يغيب عن أوليائه غيبة لا يثبت القول بامامته الا من امتحن الله قلبه للايمان قال جابر: فقلت يا رسول الله فهل للناس الانتفاع به في غيبته؟ فقال اي والذي بعثني بالنبوة انهم يستضيئون بنور ولايته في غيبته كانتفاع الناس بالشمس وان سترها سحاب هذا سر مكنون سر الله ومخزون علم الله فاكتمه الا عن أهله
Jabir bin Abdillah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: Wahai Jabir, sesungguhnya para washiku (penerima wasiatku) dan para Imam kaum muslimin sesudahku adalah pertama Ali, kemudian Al-Hasan, kemudian Al-Husein, kemudian Ali bin Husein, kemudian Muhammad bin Ali yang terkenal dengan julukan Al-Baqir dan kamu akan menjumpainya wahai Jabir, dan jika kamu menjumpainya sampaikan padanya salamku; kemudian Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Al-Hasan bin Ali; kemudian Al-Qaim, namanya sama dengan namaku, nama panggilannya sama dengan nama panggilanku, yaitu putera Al-Hasan bin Ali, di tangan dialah Allah tabaraka wa ta’ala membuka kemenangan di bumi bagian timur dan barat, dialah yang ghaib dari para kekasihnya, ghaib yang menggoncangkan kepercayaan terhadap kepemimpinannya kecuali orang yang hatinya telah Allah uji dalam keimanan. Kemudian Jabir berkata, aku bertanya kepada Rasulullah saw: Ya Rasulallah, apakah manusia memperoleh manfaat dalam keghaibannya? Nabi menjawab: Demi Zat Yang Mengutusku dengan kenabian, mereka memperoleh cahaya dari cahaya wilayahnya (kepemimpinannya) dalam keghaibannya seperti manusia memperoleh manfaat cahaya matahari walaupun matahari itu tertutup oleh awan; inilah rahasia Allah yang tersimpan dan ilmu Allah yang dirahasiakan, Allah menyimpannya kecuali dari ahlinya.
_____________________________________________
Salah seorang pemerhati Agama Mesir dan Khatib Universitas al Azhar berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran. Berdasarkan laporan ini disebutkan bahwa beliau mampu membuktikan kebenaran 12 imam yang dimulai dari Imam Ali sampai Imam terakhir, yaitu Imam Mahdi (as).
Menurut kantor berita Abna, DR. Majdi Wahbe as Syafi'i berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran. Berdasarkan laporan ini disebutkan bahwa beliau mampu membuktikan kebenaran 12 imam yang dimulai dari Imam Ali sampai Imam terakhir, yaitu Imam Mahdi (as). Berita ini disebutkan dalam salah satu majalah berita Mesir dimana di situ dijelaskan: Tak diragukan lagi bahwa jumlah/angka dalam Al Qur'an itu memiliki dalil tersendiri. Misalnya, kata "yaum" (hari) yang berjumlah 365 kali diulang dalam Al Qur'an menunjukkan bilangan hari selama satu tahun, demikian juga kata "syaher" (bulan) yang berulang sebanyak 12 kali menunjukkan bahwa selama 1 tahun itu terdapat 12 bulan.
Kemudian laporan itu melanjukan: Kata yang merupakan derivasi (pecahan) dari "al imamah" (imam/kepemimpinan) juga berulang sebanyak 12 kali dalam Al Qur'an yang bermakna 12 imam dimana berdasarkan riwayat yang dinukil dari Nabi saw urutannya adalah dari Imam Ali (as), Imam Hasan (as) dan Imam Husain serta mencakup 9 Imam dari keturunan Imam Ketiga.
Dua belas (12) Ayat Al Quran yang mencakup kata "imam dan imamah", yaitu:
1- سورة البقرة، الآية 124: {وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَاماً قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِين}.
2- سورة التوبة، الآية 12: {وَإِن نَّكَثُواْ أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُواْ أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَ أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنتَهُونَ}.
3- سورة هود، الآية17: {أَفَمَن كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّهِ وَيَتْلُوهُ شَاهِدٌ مِّنْهُ وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إَمَاماً وَرَحْمَةً أُوْلَـئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلاَ تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يُؤْمِنُونَ }.
4- سورة الاسراء، الآية70: {يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُوْلَـئِكَ يَقْرَؤُونَ كِتَابَهُمْ وَلاَ يُظْلَمُونَ فَتِيلا}.
5- سورة الانبياء، الآية 72: {وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِين}.
6- سورة القصص، الآية 5: {وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الاَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِين}.
7- سورة الحجر، الآية 79: {فَانتَقَمْنَا مِنْهُمْ وَإِنَّهُمَا لَبِإِمَامٍ مُّبِينٍ }.
8- سورة السجدة، الآية 24: {وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُون}.
9- سورة يس، الآية 12: {إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ }.
10- سورة القصص، الآية 41: {وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لا يُنصَرُون}.
11- سورة الفرقان، الآية 74: {وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً}.
12- سورة الأحقاف، الآية 12: {وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إِمَاماً وَرَحْمَةً وَهَذَا كِتَابٌ مُّصَدِّقٌ لِّسَاناً عَرَبِيّاً لِّيُنذِرَ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَبُشْرَى لِلْمُحْسِنِينَ}.
Yang menarik Khatib Masjid al Azhar ini juga membuktikan bahwa yang dimaksud Ahlul Bait –sebagaimana yang termaktub dalam surah al Ahzab, ayat 33 itu hanya 5 orang (yaitu Rasul saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain) dan sama sekali tidak mencakup istri-istri Nabi saw, sebagaimana diriwayatkan sendiri oleh Ummu Salamah. Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw dalam hadisnya yang terkenal dengan "hadis kisa". (Kisa berarti kain penutup). Beliau menyatakan bahwa kata kisa' pun lima kali disebutkan dalam al Quran, yaitu:
:
2- سورة التوبة، الآية 12: {وَإِن نَّكَثُواْ أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُواْ أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَ أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنتَهُونَ}.
3- سورة هود، الآية17: {أَفَمَن كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّهِ وَيَتْلُوهُ شَاهِدٌ مِّنْهُ وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إَمَاماً وَرَحْمَةً أُوْلَـئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلاَ تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يُؤْمِنُونَ }.
4- سورة الاسراء، الآية70: {يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُوْلَـئِكَ يَقْرَؤُونَ كِتَابَهُمْ وَلاَ يُظْلَمُونَ فَتِيلا}.
5- سورة الانبياء، الآية 72: {وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِين}.
6- سورة القصص، الآية 5: {وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الاَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِين}.
7- سورة الحجر، الآية 79: {فَانتَقَمْنَا مِنْهُمْ وَإِنَّهُمَا لَبِإِمَامٍ مُّبِينٍ }.
8- سورة السجدة، الآية 24: {وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُون}.
9- سورة يس، الآية 12: {إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ }.
10- سورة القصص، الآية 41: {وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لا يُنصَرُون}.
11- سورة الفرقان، الآية 74: {وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً}.
12- سورة الأحقاف، الآية 12: {وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إِمَاماً وَرَحْمَةً وَهَذَا كِتَابٌ مُّصَدِّقٌ لِّسَاناً عَرَبِيّاً لِّيُنذِرَ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَبُشْرَى لِلْمُحْسِنِينَ}.
Yang menarik Khatib Masjid al Azhar ini juga membuktikan bahwa yang dimaksud Ahlul Bait –sebagaimana yang termaktub dalam surah al Ahzab, ayat 33 itu hanya 5 orang (yaitu Rasul saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain) dan sama sekali tidak mencakup istri-istri Nabi saw, sebagaimana diriwayatkan sendiri oleh Ummu Salamah. Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw dalam hadisnya yang terkenal dengan "hadis kisa". (Kisa berarti kain penutup). Beliau menyatakan bahwa kata kisa' pun lima kali disebutkan dalam al Quran, yaitu:
:
1- سورة البقرة، الآية 233: {وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا لاَ تُضَآرَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالاً عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُواْ أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّا آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِير}.
2- سورة البقرة، الآية 259: {أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىَ يُحْيِـي هَـَذِهِ اللّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِّلنَّاسِ وَانظُرْ إِلَى العِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْماً فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير}.
3- سورة المائدة، الآية 89: {لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَـكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون}.
4- سورة المؤمنون، الآية 14: {ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِين}.
5- سورة النساء، الآية 5: {وَلاَ تُؤْتُواْ السُّفَهَاء أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللّهُ لَكُمْ قِيَاماً وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُواْ لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفا}.
2- سورة البقرة، الآية 259: {أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىَ يُحْيِـي هَـَذِهِ اللّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِّلنَّاسِ وَانظُرْ إِلَى العِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْماً فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير}.
3- سورة المائدة، الآية 89: {لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَـكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون}.
4- سورة المؤمنون، الآية 14: {ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِين}.
5- سورة النساء، الآية 5: {وَلاَ تُؤْتُواْ السُّفَهَاء أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللّهُ لَكُمْ قِيَاماً وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُواْ لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفا}.
_________________________________________
Hadis 12 Khalifah Sunni Bukti Kebenaran Syiah
Hadis 12 Khalifah Sunni Bukti Kebenaran Syiah
Salam dan Solawat. Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih.
Mungkin Anda pernah membaca beberapa tulisan di blog ini mengenai sejarah penghancuran makam sahabat dan keluarga nabi, atau mayat yang dikabarkan ada di kubah hijau, atau perubahan yang dilakukan di pagar makam nabi. Masih dari kota Madinah, ada hal lain yang ingin saya cerita-bagikan: nama dan gelar imam ahlulbait di sekitaran Masjid Nabawi.
Tidak diragukan lagi, para imam ahlulbait adalah manusia-manusia terhormat bagi seluruh kalangan. Beberapa ilmuwan dan ulama ahlusunah ada yang pernah menimba ilmu dari mereka. Meski mereka bukan semata milik Syiah, tapi tidak dinafikan bahwa pengikut Syiah menaruh perhatian lebih. Jika tidak membaca buku karya ulama Syiah, mungkin kita tidak pernah mendengar nama Musa Al-Kazhim, Ali An-Naqi, atau Muhammad At-Taqi, apatah lagi hadis yang disampaikan oleh mereka.
Mereka adalah keturunan langsung Rasulullah saw. Menurut sejarah, Musa Al-Kazhim dipenjara dan wafat atas perintah Harun Ar-Rasyid dan dimakamkan di Irak. Putranya, Ali Ar-Ridha, merupakan alim di kota Madinah. Karena dianggap mengganggu kekuasaan Al-Makmun, beliau diasingkan dan diracun serta dimakamkan di Masyhad, Iran.
Menurut sejarah, Muhammad At-Taqi syahid diracun atas perintah khalifah Al-Muktasim. Makamnya saat ini berada di Baghdad, Irak.
Sebelas imam ahlulbait syahid karena dibunuh, tidak terkecuali imam kesepuluh Ali An-Naqi, yang menurut Syiah adalah kakek dari Muhammad Al-Mahdi. Menurut ahlusunah, Imam Mahdi yang dijanjikan belumlah lahir walaupun namanya sudah tertulis di tembok Masjid Nabawi.
Jadi, bukankah sudah saatnya bagi kita untuk lebih mengenal para imam ahlulbait?
Mungkin Anda pernah membaca beberapa tulisan di blog ini mengenai sejarah penghancuran makam sahabat dan keluarga nabi, atau mayat yang dikabarkan ada di kubah hijau, atau perubahan yang dilakukan di pagar makam nabi. Masih dari kota Madinah, ada hal lain yang ingin saya cerita-bagikan: nama dan gelar imam ahlulbait di sekitaran Masjid Nabawi.
Tidak diragukan lagi, para imam ahlulbait adalah manusia-manusia terhormat bagi seluruh kalangan. Beberapa ilmuwan dan ulama ahlusunah ada yang pernah menimba ilmu dari mereka. Meski mereka bukan semata milik Syiah, tapi tidak dinafikan bahwa pengikut Syiah menaruh perhatian lebih. Jika tidak membaca buku karya ulama Syiah, mungkin kita tidak pernah mendengar nama Musa Al-Kazhim, Ali An-Naqi, atau Muhammad At-Taqi, apatah lagi hadis yang disampaikan oleh mereka.
Teras Masjid Nabawi
Old Masjid Nabawi (via theawesomejourney.wordpress.com)
Mereka adalah keturunan langsung Rasulullah saw. Menurut sejarah, Musa Al-Kazhim dipenjara dan wafat atas perintah Harun Ar-Rasyid dan dimakamkan di Irak. Putranya, Ali Ar-Ridha, merupakan alim di kota Madinah. Karena dianggap mengganggu kekuasaan Al-Makmun, beliau diasingkan dan diracun serta dimakamkan di Masyhad, Iran.
Menurut sejarah, Muhammad At-Taqi syahid diracun atas perintah khalifah Al-Muktasim. Makamnya saat ini berada di Baghdad, Irak.
Sebelas imam ahlulbait syahid karena dibunuh, tidak terkecuali imam kesepuluh Ali An-Naqi, yang menurut Syiah adalah kakek dari Muhammad Al-Mahdi. Menurut ahlusunah, Imam Mahdi yang dijanjikan belumlah lahir walaupun namanya sudah tertulis di tembok Masjid Nabawi.
Jadi, bukankah sudah saatnya bagi kita untuk lebih mengenal para imam ahlulbait?
Sejak kita di bangku sekolah lagi, di dalam pendidikan sejarah Islam,
nama Khalifah Ar Rasyidin adalah sesuatu yang kerap kita dengar, dan
kita telah dididik untuk menyanjung dan mencontohi mereka dalam segala
hal. Kita kerap mendengar guru-guru kita memberikan hadis ini kepada
kita.
Ada beberapa masalah tentang hadis di atas, jika katakan kita mahu mengguna pakai hadis ini:
1. Di keluarkan dari Bukhari, Ahmad dan Baihaqi, dari Jabir bin Samurah, berkata,
Dengan adanya hadis-hadis ini, bagaimanakah saudara-saudara Sunni sekalian boleh menghadkan Khalifah sesudah Nabi hanya 4 orang, dan apakah dalil-dalil atau nas yang mengatakan khalifah-khalifah ini ialah Abu Bakr, Umar, atau Usman(Ali sudah tentu ada, hehe)? Setakat ini dan selama sejarah ini,yang diketahui mengenali dan mengikut 12 orang khalifah secara tepat hanyalah Syiah Imamiah. Mereka menjadikan mereka sebagai sumber kepimpinan mereka.
Lihat sahaja betapa Rasulullah(sawa) begitu menekankan tentang 12 orang khalifah ini, yang dari semua hadis ini, kita dapat rumuskan mereka sebagai penjaga agama dan urusan umat sepeninggalan baginda. Kalau kita match kan hadis-hadis ini dengan hadis wilayah Ahlulbait(as), tidakkah kita mendapati mereka(Ahlulbaiy) ialah gandingan yang sesuai untuk 12 orang ini? Dan sememangnya, hanya 12 orang sahaja yang dengan sebenar-benarnya layak memimpin umat Islam.
Siapakah Mereka?
Sewaktu saya masih dalam tempoh kajian, saya begitu teruja dan ingin tahu tentang 12 orang amir ini. Saya sentiasa membayangkan mereka sebagai pelindung Islam dan pengikutnya. Malangnya saya tidak mengenali mereka yang lain, selain dari empat yang telah diketahui umum. Saya tertanya-tanya, siapakah 8 orang yang selebihnya? Ulama-ulama Sunni, menemui jalan buntu dalam percubaan mereka untuk menakwil dan memahami hadis ini. Apa kata mereka?
Qadi Abu Bakr Ibn Al Arabi
Demi membuka kebuntuan ini, biarlah saya meriwayatkan hadis ini sebagai permulaan:-
Al-Dhahabi yang merupakan seorang ulamak yang terkenal, berkata di dalam Tadhkirat al-Huffaz, Jilid. 4, ms. 298, dan Ibn Hajar al-’Asqalani berkata didalam al-Durar al-Kaminah, Jilid. 1, ms. 67 bahawa Sadruddin Ibrahim bin Muhammad bin al-Hamawayh al-Juwayni al-Shafi’i merupakan seorang ulamak hadith yang terkenal. Beliau (Al-Juwayni) melaporkan dari Abdullah ibn Abbas (r) yang melaporkan dari Rasulullah (s) yang bersabda,
[Al-Juwayni, Fara’id al-Simtayn, Mu’assassat al-Mahmudi li-Taba’ah, Beirut 1978, p. 160].
Pendapat inilah yang selari dengan pendapat kami, Syiah Ahlulbait(as). Jelas sekali di sini, Khalifah ar Rasyidin bukanlah ditujukan kepada Abu Bakr, Umar atau Usman. Gelaran ini juga tidak muncul di zaman pemerintahan mereka. Ia hanya diberikan oleh ulama-ulama dari golongan Tabiin dan seterusnya, yang memandang zaman itu sebagai zaman kegemilangan Islam.
Untuk lebih detail, inilah mereka.
Apa yang boleh saya simpulkan di sini ialah:-
Wallahu’alam.
Salam alaikum dan solawat.
DR. Majdi Wahbe as Syafi’i (Khatib al Azhar) berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran.
Nama 12 Imam Ahlul Bait Ada Dalam Al Qur’an
Kemudian laporan itu melanjukan: Kata yang merupakan derivasi (pecahan) dari “al imamah” (imam/kepemimpinan) juga berulang sebanyak 12 kali dalam Al Qur’an yang bermakna 12 imam dimana berdasarkan riwayat yang dinukil dari Nabi saw urutannya adalah dari Imam Ali (as), Imam Hasan (as) dan Imam Husain serta mencakup 9 Imam dari keturunan Imam Ketiga.
Dua belas (12) Ayat Al Quran yang mencakup kata “imam dan imamah”, yaitu:
“Aku wasiatkan kepada kamu agar bertaqwa kepada Allah dengar serta taat, meskipun kamu dipimpin oleh seorang hamba. Sesungguhnya barangsiapa diantara kamu yang masih hidup sesudah pemergianku, ia akan melihat banyak perselisihan yang akan berlaku. Maka ketika itu pastikan kamu berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafa Ar Rasyidin. Gigitlah ia dengan gerahammu, dan berhatilah dengan perkara-perkara baru dalam agama, kerana setiap bidaah itu ialah kesesatan.”Hadis di atas adalah antara sandaran utama AhlulSunnah, dan antara sebab mereka mengagungkan para khalifah ini. Walaubagaimanapun, hadis ini dhaif, dan akan saya bincangkan nanti tentang kedhaifannya. Anyway, saya berpendapat, matan hadis ini boleh di pakai, hanya jika kita menakwilkannya terhadap para Imam dari Ahlulbait(as), seperti yang saya telah bahaskan dalam artikel yang lepas. Sunnah para Aimmah(as) tidak pernah bercanggah dengan Sunnah Nabi(sawa), juga tidak pernah bercanggah sesama mereka. Ini ialah satu fakta dan mengapa saya memilih untuk menggigit sunnah mereka dengan gigi geraham saya.
Ada beberapa masalah tentang hadis di atas, jika katakan kita mahu mengguna pakai hadis ini:
- Rasulullah(sawa) tidak pernah menyebutkan siapa “Khalifah Ar Rasyidin” ini secara jelas(kecuali untuk Imam Ali(as) dan Ahlulbait baginda) di dalam hadisnya, jadi mengapa kalian AhlulSunnah menamakan Abu Bakr, Umar dan Usman sebagai khalifah ar rasyidin?
- Jika pun benar mereka ialah para khalifah yang disebutkan oleh Rasul Akram(sawa), apakah hujah kalian untuk hanya menetapkan mereka kepada 4 orang sahaja?
1. Di keluarkan dari Bukhari, Ahmad dan Baihaqi, dari Jabir bin Samurah, berkata,
“Akan wujud 12 orang amir”.Jabir berkata: Setelah itu baginda(sawa) mengatakan sesuatu yang tidak dapat aku mendengarnya. Lantas bapaku berkata bahawa baginda bersabda:
“Semuanya dari Quraish.”2. Di keluarkan oleh Muslim dari Jabir bin Samurah berkata: Aku masuk bersama bapaku ke hadhrat Nabi lalu aku mendengar baginda(sawa) bersabda:
‘Urusan agama ini tidak akan selesai hingga sempurna 12 orang Khalifah.”Jabir berkata: Kemudian baginda mengatakan sesuatu yang kabur dari pendengaran ku, maka aku bertanya kepada bapaku. Bapaku menjawab:
“Semuanya daripada Quraish”3. Dikeluarkan oleh Muslim dan Ahmad dari Jabir bin Samurah: Aku telah mendengar bahawa Rasulullah bersabda:
“Urusan agama akan tetap berjalan lancar selagi mereka dipimpin oleh 12 orang lelaki.”4. Di keluarkan oleh Muslim, Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban, al Khatib al Tabrizi, dari Jabir bin Samurah, Rasulullah(sawa) bersabda:
“Islam akan tetap mulia(selagi mereka dipimpin oleh) dengan 12 orang khalifah”5. Dikeluarkan oleh Muslim dari Jabir bin Samurah berkata: Aku telah mendengar Nabi bersabda pada petang Jumaat ketika al Aslani di rejam:
“Agama ini akan tetap teguh berdiri hingga hari kiamat kerana kamu dipimpin oleh 12 orang khalifah.”6. Di keluarkan oleh Ahmad, Al Hakim, al Haithami di dalam Majma’ uz Zawaid dinukil dari Thabrani dan al Bazzar, dari Jabir bin Samurah, Nabi bersabda:
“Urusan umatku akan berada dalam keadaan baik sehinggalah cukup 12 orang khalifah.”7. Di keluarkan oleh Ahmad, al Haithami di dalam Majma uz Zawaid, Ibnu Hajar di dalam al Mathalibul ‘Aliyah, al Busairi di dalam Mukhtasar al Ithaf dari Masruq berkata: Telah datang seorang lelaki kepada Abdullah Ibnu Mas’ud lalu berkata:
Apakah Nabimu pernah mengkhabarkan bilangan khalifah setelah pemergiannya?Ibnu Mas’ud menjawab:
“Ya, tetapi tiada orang pun selain kamu yang bertanyakan perkara ini. Sesungguhnya kamu masih muda. Bilangan khalidah adalah seperti bilangan majlis Musa(as), iaitu 12 orang.”Inilah antara hadis yang menunjukkan bilangan khalifah/amir sepeninggalan Rasululla(sawa), iaitu 12 orang, yang mana selagi di bawah pimpinan mereka:-
- Islam akan tetap mulia.
- Agama ini akan tetap teguh.
- Urusan umat akan tetap dalam keadaan baik.
Dengan adanya hadis-hadis ini, bagaimanakah saudara-saudara Sunni sekalian boleh menghadkan Khalifah sesudah Nabi hanya 4 orang, dan apakah dalil-dalil atau nas yang mengatakan khalifah-khalifah ini ialah Abu Bakr, Umar, atau Usman(Ali sudah tentu ada, hehe)? Setakat ini dan selama sejarah ini,yang diketahui mengenali dan mengikut 12 orang khalifah secara tepat hanyalah Syiah Imamiah. Mereka menjadikan mereka sebagai sumber kepimpinan mereka.
Lihat sahaja betapa Rasulullah(sawa) begitu menekankan tentang 12 orang khalifah ini, yang dari semua hadis ini, kita dapat rumuskan mereka sebagai penjaga agama dan urusan umat sepeninggalan baginda. Kalau kita match kan hadis-hadis ini dengan hadis wilayah Ahlulbait(as), tidakkah kita mendapati mereka(Ahlulbaiy) ialah gandingan yang sesuai untuk 12 orang ini? Dan sememangnya, hanya 12 orang sahaja yang dengan sebenar-benarnya layak memimpin umat Islam.
Siapakah Mereka?
Sewaktu saya masih dalam tempoh kajian, saya begitu teruja dan ingin tahu tentang 12 orang amir ini. Saya sentiasa membayangkan mereka sebagai pelindung Islam dan pengikutnya. Malangnya saya tidak mengenali mereka yang lain, selain dari empat yang telah diketahui umum. Saya tertanya-tanya, siapakah 8 orang yang selebihnya? Ulama-ulama Sunni, menemui jalan buntu dalam percubaan mereka untuk menakwil dan memahami hadis ini. Apa kata mereka?
Qadi Abu Bakr Ibn Al Arabi
Setelah mengira bilangan Amir selepas Rasulullah sebagai 12 kita mendapati mereka terdiri daripada : Abu Bakr, ‘Umar, ‘Uthman, Ali, Hasan, Mu’awiyah, Yazid, Mu’awiyah ibn Yazid, Marwan, ‘Abd al-Malik ibn Marwan, Yazid bin ‘Abd al-Malik, Marwan bin Muhammad bin Marwan, As-Saffah… Selepas dari mereka ini ada 27 orang lagi khalifah dari Bani Abbasiyyah.Qadi ‘Iyad al-Yahsubi:
Kalau kita hanya mengambil 12 orang khalifah dari mereka itu kita akan sampai kepada Sulayman. Kalau kita mengambil maksud hadith ini secara literal, kita hanya boleh mengambil 5 orang daripada mereka dan ditambah dengan 4 orang Khulafa’ ar-Rasyidun dan ‘Umar bin ‘Abd al-’Aziz…
Saya tidak boleh memahami maksud Hadith ini.
[Qadi Abu Bakr Ibn al-‘Arabi, Sharh Sunan Tirmidhi, 9:68-69]
Bilangan Khalifah adalah lebih dari itu. Untuk menghadkan bilangan mereka kepada dua belas adalah tidak tepat. Rasulullah (s.a.w.s.) tidak pernah mengatakan bahawa hanya ada dua belas orang dan tidak lebih dari itu. Oleh itu bilangan mungkin ada lebih.Jalal al-Din al-Suyuti:
[Al-Nawawi, Sharh Sahih Muslim, 12:201-202;Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari, 16:339]
Hanya ada duabelas orang khalifah sehingga hari kebangkitan. Dan mereka akan tetap bertindak mengikut haq (kebenaran) walaupun mereka tidak berturutan.Ibn Hajar al-‘Asqalani:
Daripada 12 itu, empat adalah khulafa ar-Rasyidun, kemudian Hasan, kemudian Mu’awiyah, kemudian Ibn Zubayr, dan diakhiri dengan ‘Umar bin ‘Abd al-’Aziz. Bilangan mereka baru lapan. Tinggal lagi empat. Mungkin Mahdi, si-Abbasiyyah boleh dimasukkan kerana beliau dikalangan Bani Abbasiyyah adalah seperti ‘Umar bin ‘Abd al-’Aziz dikalangan Bani Umayyah. Tahir ‘Abbasi akan juga dimasukkan kedalam bilangan ini kerana beliau merupakan seorang sultan yang adil. Dua lagi akan datang pada masa hadapan. Salah seorang daripada mereka adalahMahdi, kerana beliau adalah dari Ahlul Bayt (a.s.).
[Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, Page 12;Ibn Hajar al-Haytami, Al-Sawa’iq al-Muhriqa Page 19
Tidak ada seorangpun yang mempunyai ilmu yang cukup untuk memahami hadith dari sahih Bukhari ini.Adalah tidak tepat untuk mengatakan bahawa imam-imam ini akan hadir pada satu ketika/masa yang sama.Ibn al-Jawzi:
[Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari 16:338-341]
Khalifah pertama dari Bani Umayyah adalah Yazid ibn Mu’awiyah dan yang terakhir adalah, Marwan Al-Himar. Bilangan mereka adalah tiga belas. ‘Uthman, Mu’awiyah dan ibn Zubayr tidak dimasukkan didalam bilangan ini kerana mereka adalah dikalangan para sahabat Rasulullah(s).
Kalau kita mengecualikan Marwan bin al-Hakam kerana kontorversi samada beliau dikira sebagai sahabat ataupun tidak kerana walaupun beliau berkuasa Abdullah ibn Zubayr mendapat sokongan daripada rakyat. Baharulah kita akan mendapat angka dua belas. … Setelah kekhilafahan Bani Umayyah, suatu kekacauan yang hebat berlaku. Sehingga Bani Abbasiyyah berjaya untuk menstabilkan pemerintahan mereka. Oleh itu suasana asal telah bertukar seluruhnya.
[Ibn al-Jawzi, Kashf al-Mushkil, sebagaimana yang telah dicatatkan dalam Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari 16:340 dari Sibt Ibn al-Jawzi]Al Baihaqi:
Bilangan ini (duabelas) akan dijumpai hingga ke zaman Walid ibn ‘Abd al-Malik. Selepas daripada ini timbul kekacauan dan gangguan. Kemudian datang pula Bani Abbasiyyah. Riwayat ini telah meningkatkan bilangan Imam. Sekiranya kita ketepikan sebahagian daripada perilaku mereka yang datang selepas kekacauan tersebut, bilangan mereka akan meningkat.”
[Ibn Kathir, Ta’rikh, 6:249; Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa Page 11]Ibnu Katsir:
Barangsiapa yang mengikut dan bersetuju dengan pandangan Bayhaqi bahawa Jama’ah bermaksud khalifah-khalifah yang datang turut menurut sehingga pada masa Walid ibn Yazid ibn ‘Abd al-Malik si-pengganas adalah mereka yang dikritik dan dihina oleh kami dengan berhujah kepada beberapa hadith.
Dan sekiranya kita menerima Kekhalifahan Ibn Zubayr sebelum ‘Abd al-Malik bilangannya akan menjadi enam belas. Padahal bilangannya sepatutnya duabelas sebelum dari ‘Umar ibn ‘Abd al-’Aziz. Dengan kaedah ini Yazid ibn Mu’awiyah akan dimasukkan dan tidak ‘Umar ibn ‘Abd al-’Aziz. Walaubagaimanapun, adalah telah diterima oleh junhur ulema bahawa ‘Umar ibn ‘Abd al-’Aziz adalah seorang khalifah yang benar dan adil.
[Ibn Kathir, Ta’rikh, 6:249-250]Lihat sahaja kekeliruan mereka. Ini mungkin disebabkan oleh kejahilan mereka kerana hanya memberi tumpuan terhadap orang yang memegang kuasa bukan yang di lantik Rasulullah(sawa). Ini juga disebabkan oleh prejudis terhadap Syiah sehingga mereka terlepas pandang terhadap hadis keutamaan Ahlulbait(as).
Demi membuka kebuntuan ini, biarlah saya meriwayatkan hadis ini sebagai permulaan:-
Al-Dhahabi yang merupakan seorang ulamak yang terkenal, berkata di dalam Tadhkirat al-Huffaz, Jilid. 4, ms. 298, dan Ibn Hajar al-’Asqalani berkata didalam al-Durar al-Kaminah, Jilid. 1, ms. 67 bahawa Sadruddin Ibrahim bin Muhammad bin al-Hamawayh al-Juwayni al-Shafi’i merupakan seorang ulamak hadith yang terkenal. Beliau (Al-Juwayni) melaporkan dari Abdullah ibn Abbas (r) yang melaporkan dari Rasulullah (s) yang bersabda,
“Aku adalah penghulu bagi para Nabi dan Ali ibn Abi Talib adalah penghulu bagi penggantiku, dan selepas daripada aku, penggantiku adalah 12, yang pertama merupakan Ali ibn Abi Talib dan yang terakhir merupakan Al Mahdi.“Al-Juwayni juga meriwayatkan daripada Ibn ‘Abbas (r) yang meriwayatkan daripada Rasulullah (s):
“Sesungguhnya Khalifahku dan pewarisku dan Hujjah Allah keatas makhlukNya selepas dari ku adalah 12. Yang pertama daripada mereka adalah saudaraku dan yang terakhir daripada mereka adalah anakku (cucu).“ Baginda ditanya: “Ya Rasulullah, Siapakah saudaramu?” Beliau menjawab, “Ali ibn Abi Talib” Kemudian mereka bertanya lagi, “Dan siapakah anakmu?” Rasulullah (s) menjawab, “Al Mahdi, beliau yang akan memenuhi dunia ini dengan keadilan dan kesaksamaan seperti mana pada ketika itu ia dipenuhi oleh ketidakadilan dan kekejaman. Dengan Dia yang telah mengangkatku sebagai pemberi khabar buruk dan khabar baik, biarpun hanya sehari tinggal untuk kehidupan dunia ini, Allah Maha Kuasa akan memanjangkan hari itu sehingga beliau menghantar anakku Mahdi, kemudian Beliau akan menyuruh Ruhullah ‘Isa ibn Maryam (a) untuk turun dan solat dibelakang beliau (Mahdi). Dan dunia akan disinari oleh cahaya kehebatannya. Dan kekuasaannya akan mencapai timur dan barat.”Al-Juwayni juga meriwayatkan bahawa Rasulullah(s) juga memberitahu: “Aku, Ali, Hasan, Husayn dan sembilan orang daripada zuriat Husayn adalah mereka yang disucikan dan yang tidak melakukan kesalahan.”
[Al-Juwayni, Fara’id al-Simtayn, Mu’assassat al-Mahmudi li-Taba’ah, Beirut 1978, p. 160].
Pendapat inilah yang selari dengan pendapat kami, Syiah Ahlulbait(as). Jelas sekali di sini, Khalifah ar Rasyidin bukanlah ditujukan kepada Abu Bakr, Umar atau Usman. Gelaran ini juga tidak muncul di zaman pemerintahan mereka. Ia hanya diberikan oleh ulama-ulama dari golongan Tabiin dan seterusnya, yang memandang zaman itu sebagai zaman kegemilangan Islam.
Untuk lebih detail, inilah mereka.
Dalam Ikmal al-Din terdapat sebuah hadis melalui Jabir al-Jufri yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah yang berkata: “Ya Rasulullah kami telah mengetahui Allah dan Rasul-Nya, lalu siapakah ulil amri yang Allah jadikan ketaatan kepada mereka sama dengan ketaatan kepadamu?”
Lalu Nabi SAW bersabda: “Wahai Jabir, mereka adalah penerusku dan para pemimpin muslimin. Yang pertama dari mereka adalah ‘Ali bin Abi Thalib, kemudian (Imam) Hasan dan (Imam) Husain, kemudian ‘Ali bin Husain, kemudian Muhammad bin ‘Ali, yang dikenal dalam taurat dengan nama al-Baqir, yang engkau akan jumpai kelak. Wahai Jabir! Apabila engkau menjumpainya, sampaikanlah salamku padanya. Setelahnya adalah ash-Shadiq, Ja’far bin Muhammad; kemudian Musa bin Ja’far, kemudian ‘Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin ‘Ali, kemudian ‘Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin ‘Ali, setelahnya adalah al-Qa’im yang nama asli dan gelarnya sama denganku. Dia adalah hujjah Allah di bumi dan pengingat hamba-hamba-Nya. Dia anak (Imam) Hasan bin ‘Ali (al-’Askari). Peribadi inilah yang menyebabkan tangan Allah akan membukakan arah Timur dan Barat dunia dan peribadi ini jugalah yang akan digaibkan dari para pengikut dan pencintanya. karena inilah (kegaiban -penerj) keimamahannya tidak dapat dibuktikan oleh pernyataan siapapun kecuali oleh orang yang keimanannya telah Allah uji.”
Jabir berkata: “Aku bertanya padanya: ‘Wahai Rasulullah! Apakah para pengikut (syi’ah)-nya akan mendapatkan manfaat dari kegaibannya?’ Dia menjawab: ‘Ya. Demi Zat yang mengutusku dengan kenabian, mereka akan mencari cahaya dan taat kepadanya pada masa gaibnya sebagaimana manusia mendapat manfaat dari (cahaya) matahari ketika awan menutupnya’ …”
(Ikmal al-Din, jilid 1, hal. 253, dengan makna yang hampir sama dalam Yanabi’ al-Mawaddah, hal.117)
- Yanabi al Mawaddah : hal 134 dan 137
- Syawahidul Tanzil:1/48 hadis 202-204
- Tafsir Razi:3/375
Seorang Yahudi yang bergelar Nat’sal datang bertemu Rasulullah(sawa) lalu berkata;Setakat ini, bolehlah saya simpulkan bahawa nama para Imam/Khalifah/Amir ini ialah:
Wahai Muhammad(sawa) aku berhajat untuk bertanya kepadamu sesuatu yang aku pendamkan di dalam diriku. Jika kamu menjawabnya, maka aku akan mengisytiharkan keislamanku di hadapan mu.” Rasulullah(sawa) menjawab, “Tanyalah wahai Abu Imarah.” Dia lalu menyoal baginda sehingga beliau merasa puas dan mengakui kebenaran baginda(sawa).
Kemudian dia berkata, “ Beritahu aku tentang pengganti kamu, siapakah mereka? Sesungguhnya tiada Rasul yang tidak mempunyai wasi(pengganti).Rasul kami Musa melantik Yusha bin Nuun sebagai pengganti dirinya. Baginda menjawab: “Wasi ku ialah Ali bin Abi Thalib, diikuti oleh kedua cucuku, Hassan dan Hussain, seterusnya diikuti pula oleh 9 orang keturunan Hussain.
Dia bertanya lagi: “Sebutkan nama-nama mereka kepada ku waha Muhammad(sawa).” Rasul menjawab, “Apabila Hussain pergi, beliau akan diganti oleh anaknya, Ali, apabila Ali pergi, Muhammad akan menggantikannya. Apabila Muhammad pergi, Ja’afar akan menggantikannya. Apabila Ja’afar pergi, beliau akan digantikan oleh anaknya Musa. Apabila Musa pergi, anaknya Ali akan menggantikannya. Setelah Ali pergi anaknya Muhammad akan menggantikannya. Setelah Muhammad pergi, anaknya Ali akan menggantikannya. Apabila Ali pergi, anaknya Hassan akan menggantikannya. Apabila Hassan pergi, anaknya Muhammad al Mahdi akan menggantikannya. Inilah mereka yang 12 orang.Dengan jawapan tersebut yahudi itu memuji Allah dan menyatakan keislamannya.
- Imam Ali Ibnu Abi Thalib Al Murtadha
- Imam Hassan ibn Ali al Mujtaba
- Imam Hussain ibn Ali asy-Syahid
- Imam Ali ibn Hussain Zain al Abidin
- Imam Muhammad ibn Ali al Baqir
- Imam Ja’afar ibn Muhammad as Sadiq
- Imam Musa ibn Ja’afar al Kazim
- Imam Ali ibn Musa ar Redha
- Imam Muhammad ibn Ali al Jawad
- Imam Ali Ibn Muhammad al Hadi
- Imam Hassan ibn Ali al Askari
- Imam Muhammad ibn Hassan al Mahdi
Apa yang boleh saya simpulkan di sini ialah:-
- Khalifa ar Rasyidin bukan sekadar 4 orang, tetapi 12 orang.
- Mereka semuanya ialah Ahlulbait(as), bukan Abu Bakr, Umar dan Usman.
- Rasulullah sendiri telah menyebut mereka, dan bukan ciptaan kami.
- Di bawah Imamah mereka, Islam itu aman, terurus dan terlindung, begitu jugalah dengan umatnya yang mengikuti mereka.
Wallahu’alam.
Salam alaikum dan solawat.
DR. Majdi Wahbe as Syafi’i (Khatib al Azhar) berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran.
Nama 12 Imam Ahlul Bait Ada Dalam Al Qur’an
Salah seorang pemerhati Agama Mesir dan Khatib Universitas al Azhar
berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran.
Berdasarkan laporan ini disebutkan bahwa beliau mampu membuktikan
kebenaran 12 imam yang dimulai dari Imam Ali sampai Imam terakhir, yaitu
Imam Mahdi (as).
|
Kemudian laporan itu melanjukan: Kata yang merupakan derivasi (pecahan) dari “al imamah” (imam/kepemimpinan) juga berulang sebanyak 12 kali dalam Al Qur’an yang bermakna 12 imam dimana berdasarkan riwayat yang dinukil dari Nabi saw urutannya adalah dari Imam Ali (as), Imam Hasan (as) dan Imam Husain serta mencakup 9 Imam dari keturunan Imam Ketiga.
Dua belas (12) Ayat Al Quran yang mencakup kata “imam dan imamah”, yaitu:
1- سورة البقرة، الآية 124: {وَإِذِ ابْتَلَى
إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ
لِلنَّاسِ إِمَاماً قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي
الظَّالِمِين}.
2- سورة التوبة، الآية 12: {وَإِن نَّكَثُواْ
أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمْ
فَقَاتِلُواْ أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَ أَيْمَانَ لَهُمْ
لَعَلَّهُمْ يَنتَهُونَ}.
3- سورة هود، الآية17: {أَفَمَن كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ
مِّن رَّبِّهِ وَيَتْلُوهُ شَاهِدٌ مِّنْهُ وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى
إَمَاماً وَرَحْمَةً أُوْلَـئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ
مِنَ الأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلاَ تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ
إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ
يُؤْمِنُونَ }.
4- سورة الاسراء، الآية70: {يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ
أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُوْلَـئِكَ
يَقْرَؤُونَ كِتَابَهُمْ وَلاَ يُظْلَمُونَ فَتِيلا}.
5- سورة الانبياء، الآية 72: {وَجَعَلْنَاهُمْ
أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ
الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا
عَابِدِين}.
6- سورة القصص، الآية 5: {وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى
الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الاَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً
وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِين}.
7- سورة الحجر، الآية 79: {فَانتَقَمْنَا مِنْهُمْ وَإِنَّهُمَا لَبِإِمَامٍ مُّبِينٍ }.
8- سورة السجدة، الآية 24: {وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ
أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا
يُوقِنُون}.
9- سورة يس، الآية 12: {إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي
الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ
أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ }.
10- سورة القصص، الآية 41: {وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لا يُنصَرُون}.
11- سورة الفرقان، الآية 74: {وَالَّذِينَ يَقُولُونَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً}.
12- سورة الأحقاف، الآية 12: {وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ
مُوسَى إِمَاماً وَرَحْمَةً وَهَذَا كِتَابٌ مُّصَدِّقٌ لِّسَاناً
عَرَبِيّاً لِّيُنذِرَ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَبُشْرَى لِلْمُحْسِنِينَ}.
Yang menarik Khatib Masjid al Azhar ini juga membuktikan bahwa yang dimaksud Ahlul Bait –sebagaimana yang termaktub dalam surah al Ahzab, ayat 33 itu hanya 5 orang (yaitu Rasul saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain) dan sama sekali tidak mencakup istri-istri Nabi saw, sebagaimana diriwayatkan sendiri oleh Ummu Salamah. Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw dalam hadisnya yang terkenal dengan “hadis kisa”. (Kisa berarti kain penutup). Beliau menyatakan bahwa kata kisa’ pun lima kali disebutkan dalam al Quran, yaitu:
Yang menarik Khatib Masjid al Azhar ini juga membuktikan bahwa yang dimaksud Ahlul Bait –sebagaimana yang termaktub dalam surah al Ahzab, ayat 33 itu hanya 5 orang (yaitu Rasul saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain) dan sama sekali tidak mencakup istri-istri Nabi saw, sebagaimana diriwayatkan sendiri oleh Ummu Salamah. Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw dalam hadisnya yang terkenal dengan “hadis kisa”. (Kisa berarti kain penutup). Beliau menyatakan bahwa kata kisa’ pun lima kali disebutkan dalam al Quran, yaitu:
1- سورة البقرة، الآية 233: {وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن
يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ
وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا لاَ
تُضَآرَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى
الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالاً عَن تَرَاضٍ
مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن
تَسْتَرْضِعُواْ أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم
مَّا آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ
اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِير}.
2- سورة البقرة، الآية 259: {أَوْ كَالَّذِي مَرَّ
عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىَ يُحْيِـي
هَـَذِهِ اللّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ
بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ
قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ
لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً
لِّلنَّاسِ وَانظُرْ إِلَى العِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا
لَحْماً فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِير}.
3- سورة المائدة، الآية 89: {لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ
بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَـكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ
الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ
مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ
أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ
يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون}.
4- سورة المؤمنون، الآية 14: {ثُمَّ خَلَقْنَا
النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا
الْمُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ
خَلْقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِين}.
5- سورة النساء، الآية 5: {وَلاَ تُؤْتُواْ السُّفَهَاء
أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللّهُ لَكُمْ قِيَاماً وَارْزُقُوهُمْ
فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُواْ لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفا}.
________________________________________________
Hadis Tsaqalain Sunni bermakna 12 imam Ahlul bait beserta Fatimah Az Zahra
Muslim meriwayatkan di dalam kitab sahihnya [1], “Telah berkata
kepada kami Muhammad bin Bakkar bin at-Tarian, “Telah berkata kepada
kami Hisan (yaitu Ibnu Ibrahim), dari Sa’id (yaitu Ibnu Masruq), dari
Yazid bin Hayan yang berkata, ‘Kami masuk kepada Zaid bin Arqam dan
berkata, ‘Anda telah melihat kebajikan. Anda telah bersahabat dengan
Rasulullah saw dan telah salat di belakangnya. Anda telah menjumpai
banyak kebaikan, ya Zaid (bin Arqam). Katakanlah kepada kami, ya Zaid (bin Arqam), apa yang Anda telah dengar dari Rasulullah saw.‘ Zaid (bin Arqam) berkata, ‘Wahai
anak saudaraku, demi Allah, telah lanjut usiaku, telah berlalu masaku
dan aku telah lupa sebagian yang pernah aku ingat ketika bersama
Rasulullah. Oleh karena itu, apa yang aku katakan kepadamu terimalah,
dan apa yang aku tidak katakan kepadamu janganlah kamu membebaniku
dengannya.’
Kemudian Zaid bin Arqam berkata, ‘Pada suatu hari Rasulullah saw
berdiri di tengah-tengah kami menyampaikan khutbah di telaga yang
bernama “Khum”, yang terletak di antara Mekkah dan Madinah. Setelah
mengucapkan hamdalah dan puji-pujian kepada-Nya serta memberi nasihat
dan peringatan Rasulullah saw berkata, ‘Adapun selanjutnya,
wahai manusia, sesungguhnya aku ini manusia yang hampir didatangi oleh
utusan Tuhanku, maka aku pun menghadap-Nya. Sesungguhnya aku tinggalkan
padamu dua perkara yang amat berharga, yang pertama adalah Kitab Allah,
yang merupakan tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya maka dia berada
di atas petunjuk, dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia berada
di atas kesesatan.’Kemudian Rasulullah saw melanjutkan sabdanya, ‘Adapun
yang kedua adalah Ahlul Baitku. Demi Allah, aku peringatkan kamu akan
Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan
kamu akan Ahlul Baitku.’
Kemudian kami bertanya kepadanya (Zaid bin Arqam), ‘Siapakah Ahlul Baitnya, apakah istri-istrinya?’ Zaid bin Arqam menjawab, ‘Demi
Allah, seorang wanita akan bersama suaminya untuk suatu masa tertentu.
Kemudian jika suaminya menceraikannya maka dia akan kembali kepada ayah
dan kaumnya. Adapun Ahlul Bait Rasulullah adalah keturunan Rasulullah
saw yang mereka diharamkan menerima sedekah sepeninggal beliau. “
___________________________________________
Penunjukkan makna hadis tsaqalain terhadap keimamahan Ahlul
Bait adalah sesuatu yang amat jelas bagi setiap orang yang adil. Karena
makna hadis tsaqalain menunjukkan kepada wajibnya mengikuti mereka di
dalam masalah-masalah keyakinan, hukum dan pendapat, dan tidak menentang
mereka baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.
Karena amal perbuatan apa pun yang melenceng dari kerangka mereka
maka dianggap telah keluar dari Al-Qur’an, dan tentunya juga telah
keluar dari agama. Dengan demikian, mereka adalah ukuran yang teliti,
yang dengannya dapat diketahui jalan yang benar. Karena sesungguhnya tidak ada petunjuk kecuali melalui jalan mereka dan tidak ada kesesatan kecuali dengan menentang mereka.
Inilah yang dimaksud dengan ungkapan, “jika kamu berpegang teguh kepada keduanya (tsaqalain)niscaya kamu tidak akan tersesat”. Karena
yang dimaksud berpegang teguh kepada Al-Qur’an ialah mengamalkan apa
yang ada di dalamnya, yaitu menuruti perintahnya dan menjauhi
laranganya.
Demikian juga halnya dengan berpegang teguh kepada ‘ltrah Ahlul Bait.
Karena jawab syarat tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan
terlaksananya yang disyaratkan (al-masyruth) terlebih dahulu. Dhamir
(kata ganti) “bihima” kembali kepada al-Kitab dan ‘ltrah. Saya kira
tidak ada seorang pun dari orang Arab, yang mempunyai pemahaman sedikit
tentang bahasa, yang menentang hal ini. Dengan demikian, maka mengikuti
Ahlul Bait sepeninggal Rasulullah saw adalah sesuatu yang wajib,
sebagaimana juga mengikuti Al-Qur’an adalah sesuatu yang wajib, terlepas
dari siapa yang dimaksud dengan Ahlul Bait itu.
Yang penting di sini ialah kita membuktikan bahwa perintah dan larangan serta ikutan adalah milik Ahlul Bait.
Adapun pembahasan mengenai siapa mereka, berada di luar konteks
pembahasan hadis ini. Sebagaimana para ulama ilmu ushul mengatakan,
“Sesungguhnya proposisi tidak menetapkan maudhu-nya”‘, maka tentu Ahlul
Bait adalah para khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Sabda Rasulullah
yang berbunyi “Aku tinggalkan padamu….” adalah merupakan nas yang jelas
bahwa Rasulullah saw menjadikan mereka sebagai khalifah sepeninggal
beliau, dan berpesan kepada umat untuk mengikuti mereka.
Rasulullah saw menekankan hal ini dengan sabdanya “Maka perhatikanlah bagaimana kamu memperlakukan keduanya sepeninggalku”. Kekhilafahan Al-Qur’an sudah jelas, sementara kekhilafahan Ahlul Bait tidak dapat terjadi kecuali dengan keimamahan mereka.
Oleh karena itu, Kitab Allah dan ‘ltrah Rasulullah saw adalah
merupakan sebab yang menyampaikan manusia kepada keridaan Allah. Karena
mereka adalah tali Allah yang kita telah telah diperintahkan oleh Allah
untuk berpegang teguh kepadanya, “Dan berpegang teguh lah kamu kepada tali Allah.” (QS. Ali ‘lmran: 103).
Ayat ini bersifat umum di dalam menentukan apa dan siapa tali Allah
yang dimaksud. Sesuatu yang dengan jelas dapat disimpulkan dari ayat ini
ialah wajibnya berpegang teguh kepada tali Allah; lalu kemudian datang
sunah dengan membawa hadis tsaqalain dan hadis-hadis lainnya, yang
menjelaskan bahwa tali yang kita diwajibkan berpegang teguh kepadanya
ialah Kitab Allah dan Rasulullah saw.
Al-Qanduzi menyebutkannya di dalam kitabnya Yanabi’ al-Mawaddah. Dia
berkata tentang firman Allah SWT yang berbunyi “Dan berpegang teguhlah
kamu semua kepada tali Allah”, “Tsa’labi telah mengeluarkan dari Aban
bin Taghlab, dari Ja’far ash-Shadiq as yang berkata, ‘Kami
inilah tali Allah yang telah Allah katakan di dalam firman-Nya ‘Dan
berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah danjanganlah
berpecah-belah.’”.
Penulis kitab al-Manaqib juga mengeluarkan dari Sa’id bin Jabir, dari
Ibnu Abbas yang berkata, “Kami pernah duduk di sisi Rasulullah saw,
lalu datang seorang orang Arab yang berkata, ‘Ya Rasulullah, saya dengar
Anda berkata, ‘Berpegang teguhlah kamu kepada tali Allah’, lalu apa
yang dimaksud tali Allah yang kita diwajibkan berpegang teguh
kepadanya?’ Rasulullah saw memukulkan tangannya ke tangan Ali
seraya berkata, ‘Berpegang teguhlah kepada ini, dia lah tali Allah yang
kokoh itu.‘”[2]
Adapun sabda Rasulullah saw yang berbunyi “Keduanya tidak akan pernah berpisah hingga menemui aku di telaga”, menunjukkan kepada beberapa arti berikut:
Pertama, menetapkan kemaksuman mereka.
Karena keseiringan mereka dengan Kitab Allah yang sama sekali tidak ada
sedikit pun kebatilan di dalamnya, menunjukkan pengetahuan mereka
tentang apa yang ada di dalam Kitab Allah dan bahwa mereka tidak akan
menyalahinya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Jelas,
munculnya penentangan dalam bentuk apa pun dari mereka terhadap Kitab
Allah, baik disengaja maupun tidak disengaja, itu berarti keterpisahan
mereka dari Kitab Allah. Padahal, secara tegas hadis mengatakan keduanya
tidak akan pernah berpisah sehingga menjumpai Rasulullah saw di telaga.
Karena jika tidak demikian, maka itu berarti menuduh Rasulullah saw
berbohong. Pemahaman ini juga dikuatkan oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan
sunah. Kita akan tunda pembahasan ini pada tempatnya.
Kedua, sesungguhnya kata lan menunjukkan arti
pelanggengan (ta’bidiyyah). Yaitu berarti bahwa berpegang teguh kepada
keduanya akan mencegah manusia dari kesesatan untuk selamanya, dan itu
tidak dapat terjadi kecuali dengan berpegang teguh kepada keduanya
secara bersama-sama, tidak hanya kepada salah satunya saja. Sabda
Rasulullah saw di dalam riwayat Thabrani yang berbunyi “Janganlah
kamu mendahului mereka karena kamu akan celaka, janganlah kamu
tertinggal dari mereka karena kamu akan binasa, dan janganlah kamu
mengajari mereka karena sesungguhnya mereka lebih mengetahui dari kamu” memperkuat makna ini.
Ketiga, keberadaan ‘ltrah di sisi Kitab Allah akan
tetap berlangsung hingga datangnya hari kiamat, dan tidak ada satu pun
masa yang kosong dari mereka. Ibnu Hajar telah mendekatkan makna ini di
dalam kitabnya ash-Shawa’iq, “Di dalam hadis-hadis yang menganjurkan
untuk berpegang teguh kepada Ahlul Bait, terdapat isyarat yang
mengatakan tidak akan terputusnya kelayakan untuk berpegang teguh kepada
mereka hingga hari kiamat. Demikian juga halnya dengan Kitab Allah.
Oleh karena itu, mereka adalah para pelindung bagi penduduk bumi,
sebagaimana yang akan dijelaskan nanti. Hadis yang berbunyi ‘Pada setiap generasi dari umatku akan ada orang-orang yang adil dari Ahlul Baitku’, memberikan
kesaksian akan hal ini. Kemudian, orang yang paling berhak untuk
diikuti dari kalangan mereka, yang merupakan imam mereka ialah Ali bin
Abi Thalib —karramallah wajhah, dikarenakan keluasan ilmunya dan
ketelitian hasil-hasil istinbathnya.[3]
Keempat, kata ini juga menunjukkan kelebihan mereka
dan pengetahuan mereka terhadap rincian syariat; dan itu dikarenakan
keseiringan mereka dengan Kitab Allah yang tidak mengabaikan hal-hal
yang kecil apalagi hal-hal yang besar. Sebagaimana Rasulullah saw telah
bersabda, “Janganlah kamu mengajari mereka karena mereka lebih tahu
darimu.”
Ringkasnya, mau tidak mau harus ada seorang dari kalangan Ahlul Bait
pada setiap jaman hingga datangnya hari kiamat, yang ucapan dan
perbuatannya tidak menyalahi Al-Qur’an, sehingga tidak berpisah darinya.
Dan arti dari “tidak berpisah dari Al-Qur’an secara perkataan maupun
perbuatan” ialah berarti dia maksum dari segi perkataan dan perbuatan,
sehingga wajib diikuti karena merupakan pelindung dari kesesatan.
Tidak ada yang mengatakan arti yang seperti ini kecuali Syi’ah, di
mana mereka mengatakan wajibnya adanya imam dari kalangan Ahlul Bait
pada setiap jaman, yang terjaga dari segala kesalahan, yang kita wajib
mengenal dan mengikutinya.
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak mengenal Imam jaman-nya maka dia mati sebagaimana matinya orang jahiliyyah.”
Makna yang demikian ditunjukkan oleh firman Allah SWT yang berbunyi, “Dan pada hari di saat Kami memanggil setiap manusia dengan Imam mereka.”
Referensi:
1. Sahih Muslim, juz 4, halaman 123, terbitan Dar al-Ma’arif Beirut – Lebanon.
2, Yanabi’ al-Mawaddah, hal. 118, terbitan Muassasah al-A ‘lami Beirut – Lebanon.
3. Ash-hawa’iq, hal. 151
_____________________________________________
Hadis Tsaqalain Sunni bermakna 12 imam Ahlul bait beserta Fatimah Az Zahra
Muslim meriwayatkan di dalam
kitab sahihnya [1], “Telah berkata kepada kami Muhammad bin Bakkar bin
at-Tarian, “Telah berkata kepada kami Hisan (yaitu Ibnu Ibrahim), dari
Sa’id (yaitu Ibnu Masruq), dari Yazid bin Hayan yang berkata, ‘Kami
masuk kepada Zaid bin Arqam dan berkata, ‘Anda telah melihat kebajikan.
Anda telah bersahabat dengan Rasulullah saw dan telah salat di
belakangnya. Anda telah menjumpai banyak kebaikan, ya Zaid (bin Arqam). Katakanlah kepada kami, ya Zaid (bin Arqam), apa yang Anda telah dengar dari Rasulullah saw.‘ Zaid (bin Arqam) berkata,
‘Wahai anak saudaraku, demi Allah, telah lanjut usiaku, telah berlalu
masaku dan aku telah lupa sebagian yang pernah aku ingat ketika bersama
Rasulullah. Oleh karena itu, apa yang aku katakan kepadamu terimalah,
dan apa yang aku tidak katakan kepadamu janganlah kamu membebaniku
dengannya.’
Kemudian Zaid bin Arqam berkata, ‘Pada suatu hari Rasulullah saw berdiri di tengah-tengah kami menyampaikan khutbah di telaga yang bernama “Khum”, yang terletak di antara Mekkah dan Madinah. Setelah mengucapkan hamdalah dan puji-pujian kepada-Nya serta memberi nasihat dan peringatan Rasulullah saw berkata, ‘Adapun selanjutnya, wahai manusia, sesungguhnya aku ini manusia yang hampir didatangi oleh utusan Tuhanku, maka aku pun menghadap-Nya. Sesungguhnya aku tinggalkan padamu dua perkara yang amat berharga, yang pertama adalah Kitab Allah, yang merupakan tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya maka dia berada di atas petunjuk, dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia berada di atas kesesatan.’ Kemudian Rasulullah saw melanjutkan sabdanya, ‘Adapun yang kedua adalah Ahlul Baitku. Demi Allah, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku.’
Kemudian kami bertanya kepadanya (Zaid bin Arqam), ‘Siapakah Ahlul Baitnya, apakah istri-istrinya?’ Zaid bin Arqam menjawab, ‘Demi Allah, seorang wanita akan bersama suaminya untuk suatu masa tertentu. Kemudian jika suaminya menceraikannya maka dia akan kembali kepada ayah dan kaumnya. Adapun Ahlul Bait Rasulullah adalah keturunan Rasulullah saw yang mereka diharamkan menerima sedekah sepeninggal beliau. “
Penunjukkan makna hadis tsaqalain terhadap keimamahan Ahlul Bait adalah sesuatu yang amat jelas bagi setiap orang yang adil. Karena makna hadis tsaqalain menunjukkan kepada wajibnya mengikuti mereka di dalam masalah-masalah keyakinan, hukum dan pendapat, dan tidak menentang mereka baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.
Karena amal perbuatan apa pun yang melenceng dari kerangka mereka maka dianggap telah keluar dari Al-Qur’an, dan tentunya juga telah keluar dari agama. Dengan demikian, mereka adalah ukuran yang teliti, yang dengannya dapat diketahui jalan yang benar. Karena sesungguhnya tidak ada petunjuk kecuali melalui jalan mereka dan tidak ada kesesatan kecuali dengan menentang mereka.
Inilah yang dimaksud dengan ungkapan, “jika kamu berpegang teguh kepada keduanya (tsaqalain)niscaya kamu tidak akan tersesat”. Karena yang dimaksud berpegang teguh kepada Al-Qur’an ialah mengamalkan apa yang ada di dalamnya, yaitu menuruti perintahnya dan menjauhi laranganya.
Demikian juga halnya dengan berpegang teguh kepada ‘ltrah Ahlul Bait. Karena jawab syarat tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan terlaksananya yang disyaratkan (al-masyruth) terlebih dahulu. Dhamir (kata ganti) “bihima” kembali kepada al-Kitab dan ‘ltrah. Saya kira tidak ada seorang pun dari orang Arab, yang mempunyai pemahaman sedikit tentang bahasa, yang menentang hal ini. Dengan demikian, maka mengikuti Ahlul Bait sepeninggal Rasulullah saw adalah sesuatu yang wajib, sebagaimana juga mengikuti Al-Qur’an adalah sesuatu yang wajib, terlepas dari siapa yang dimaksud dengan Ahlul Bait itu.
Yang penting di sini ialah kita membuktikan bahwa perintah dan larangan serta ikutan adalah milik Ahlul Bait. Adapun pembahasan mengenai siapa mereka, berada di luar konteks pembahasan hadis ini. Sebagaimana para ulama ilmu ushul mengatakan, “Sesungguhnya proposisi tidak menetapkan maudhu-nya”‘, maka tentu Ahlul Bait adalah para khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Sabda Rasulullah yang berbunyi “Aku tinggalkan padamu….” adalah merupakan nas yang jelas bahwa Rasulullah saw menjadikan mereka sebagai khalifah sepeninggal beliau, dan berpesan kepada umat untuk mengikuti mereka.
Rasulullah saw menekankan hal ini dengan sabdanya “Maka perhatikanlah bagaimana kamu memperlakukan keduanya sepeninggalku”. Kekhilafahan Al-Qur’an sudah jelas, sementara kekhilafahan Ahlul Bait tidak dapat terjadi kecuali dengan keimamahan mereka.
Oleh karena itu, Kitab Allah dan ‘ltrah Rasulullah saw adalah merupakan sebab yang menyampaikan manusia kepada keridaan Allah. Karena mereka adalah tali Allah yang kita telah telah diperintahkan oleh Allah untuk berpegang teguh kepadanya, “Dan berpegang teguh lah kamu kepada tali Allah.” (QS. Ali ‘lmran: 103).
Ayat ini bersifat umum di dalam menentukan apa dan siapa tali Allah yang dimaksud. Sesuatu yang dengan jelas dapat disimpulkan dari ayat ini ialah wajibnya berpegang teguh kepada tali Allah; lalu kemudian datang sunah dengan membawa hadis tsaqalain dan hadis-hadis lainnya, yang menjelaskan bahwa tali yang kita diwajibkan berpegang teguh kepadanya ialah Kitab Allah dan Rasulullah saw.
Al-Qanduzi menyebutkannya di dalam kitabnya Yanabi’ al-Mawaddah. Dia berkata tentang firman Allah SWT yang berbunyi “Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah”, “Tsa’labi telah mengeluarkan dari Aban bin Taghlab, dari Ja’far ash-Shadiq as yang berkata, ‘Kami inilah tali Allah yang telah Allah katakan di dalam firman-Nya ‘Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah danjanganlah berpecah-belah.'”
Penulis kitab al-Manaqib juga mengeluarkan dari Sa’id bin Jabir, dari Ibnu Abbas yang berkata, “Kami pernah duduk di sisi Rasulullah saw, lalu datang seorang orang Arab yang berkata, ‘Ya Rasulullah, saya dengar Anda berkata, ‘Berpegang teguhlah kamu kepada tali Allah’, lalu apa yang dimaksud tali Allah yang kita diwajibkan berpegang teguh kepadanya?’ Rasulullah saw memukulkan tangannya ke tangan Ali seraya berkata, ‘Berpegang teguhlah kepada ini, dia lah tali Allah yang kokoh itu.‘”[2]
Adapun sabda Rasulullah saw yang berbunyi “Keduanya tidak akan pernah berpisah hingga menemui aku di telaga”, menunjukkan kepada beberapa arti berikut:
Pertama, menetapkan kemaksuman mereka. Karena keseiringan mereka dengan Kitab Allah yang sama sekali tidak ada sedikit pun kebatilan di dalamnya, menunjukkan pengetahuan mereka tentang apa yang ada di dalam Kitab Allah dan bahwa mereka tidak akan menyalahinya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Jelas, munculnya penentangan dalam bentuk apa pun dari mereka terhadap Kitab Allah, baik disengaja maupun tidak disengaja, itu berarti keterpisahan mereka dari Kitab Allah. Padahal, secara tegas hadis mengatakan keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga menjumpai Rasulullah saw di telaga. Karena jika tidak demikian, maka itu berarti menuduh Rasulullah saw berbohong. Pemahaman ini juga dikuatkan oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan sunah. Kita akan tunda pembahasan ini pada tempatnya.
Kedua, sesungguhnya kata lan menunjukkan arti pelanggengan (ta’bidiyyah). Yaitu berarti bahwa berpegang teguh kepada keduanya akan mencegah manusia dari kesesatan untuk selamanya, dan itu tidak dapat terjadi kecuali dengan berpegang teguh kepada keduanya secara bersama-sama, tidak hanya kepada salah satunya saja. Sabda Rasulullah saw di dalam riwayat Thabrani yang berbunyi “Janganlah kamu mendahului mereka karena kamu akan celaka, janganlah kamu tertinggal dari mereka karena kamu akan binasa, dan janganlah kamu mengajari mereka karena sesungguhnya mereka lebih mengetahui dari kamu” memperkuat makna ini.
Ketiga, keberadaan ‘ltrah di sisi Kitab Allah akan tetap berlangsung hingga datangnya hari kiamat, dan tidak ada satu pun masa yang kosong dari mereka. Ibnu Hajar telah mendekatkan makna ini di dalam kitabnya ash-Shawa’iq, “Di dalam hadis-hadis yang menganjurkan untuk berpegang teguh kepada Ahlul Bait, terdapat isyarat yang mengatakan tidak akan terputusnya kelayakan untuk berpegang teguh kepada mereka hingga hari kiamat. Demikian juga halnya dengan Kitab Allah. Oleh karena itu, mereka adalah para pelindung bagi penduduk bumi, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti. Hadis yang berbunyi ‘Pada setiap generasi dari umatku akan ada orang-orang yang adil dari Ahlul Baitku’, memberikan kesaksian akan hal ini. Kemudian, orang yang paling berhak untuk diikuti dari kalangan mereka, yang merupakan imam mereka ialah Ali bin Abi Thalib —karramallah wajhah, dikarenakan keluasan ilmunya dan ketelitian hasil-hasil istinbathnya.[3]
Keempat, kata ini juga menunjukkan kelebihan mereka dan pengetahuan mereka terhadap rincian syariat; dan itu dikarenakan keseiringan mereka dengan Kitab Allah yang tidak mengabaikan hal-hal yang kecil apalagi hal-hal yang besar. Sebagaimana Rasulullah saw telah bersabda, “Janganlah kamu mengajari mereka karena mereka lebih tahu darimu.”
Ringkasnya, mau tidak mau harus ada seorang dari kalangan Ahlul Bait pada setiap jaman hingga datangnya hari kiamat, yang ucapan dan perbuatannya tidak menyalahi Al-Qur’an, sehingga tidak berpisah darinya. Dan arti dari “tidak berpisah dari Al-Qur’an secara perkataan maupun perbuatan” ialah berarti dia maksum dari segi perkataan dan perbuatan, sehingga wajib diikuti karena merupakan pelindung dari kesesatan.
Tidak ada yang mengatakan arti yang seperti ini kecuali Syi’ah, di mana mereka mengatakan wajibnya adanya imam dari kalangan Ahlul Bait pada setiap jaman, yang terjaga dari segala kesalahan, yang kita wajib mengenal dan mengikutinya.
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak mengenal Imam jaman-nya maka dia mati sebagaimana matinya orang jahiliyyah.”
Makna yang demikian ditunjukkan oleh firman Allah SWT yang berbunyi, “Dan pada hari di saat Kami memanggil setiap manusia dengan Imam mereka.”
1. Sahih Muslim, juz 4, halaman 123, terbitan Dar al-Ma’arif Beirut – Lebanon.
2, Yanabi’ al-Mawaddah, hal. 118, terbitan Muassasah al-A ‘lami Beirut – Lebanon.
3. Ash-hawa’iq, hal. 151.
DR. Majdi Wahbe as Syafi’i (Khatib al Azhar) berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran.
Nama 12 Imam Ahlul Bait Ada Dalam Al Qur’an
Kemudian laporan itu melanjukan: Kata yang merupakan derivasi (pecahan) dari “al imamah” (imam/kepemimpinan) juga berulang sebanyak 12 kali dalam Al Qur’an yang bermakna 12 imam dimana berdasarkan riwayat yang dinukil dari Nabi saw urutannya adalah dari Imam Ali (as), Imam Hasan (as) dan Imam Husain serta mencakup 9 Imam dari keturunan Imam Ketiga.
Dua belas (12) Ayat Al Quran yang mencakup kata “imam dan imamah”, yaitu:
Yang menarik Khatib Masjid al Azhar ini juga membuktikan bahwa yang dimaksud Ahlul Bait –sebagaimana yang termaktub dalam surah al Ahzab, ayat 33 itu hanya 5 orang (yaitu Rasul saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain) dan sama sekali tidak mencakup istri-istri Nabi saw, sebagaimana diriwayatkan sendiri oleh Ummu Salamah. Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw dalam hadisnya yang terkenal dengan “hadis kisa”. (Kisa berarti kain penutup). Beliau menyatakan bahwa kata kisa’ pun lima kali disebutkan dalam al Quran, yaitu:
(ABNA/Tafsir-Tematis/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Kemudian Zaid bin Arqam berkata, ‘Pada suatu hari Rasulullah saw berdiri di tengah-tengah kami menyampaikan khutbah di telaga yang bernama “Khum”, yang terletak di antara Mekkah dan Madinah. Setelah mengucapkan hamdalah dan puji-pujian kepada-Nya serta memberi nasihat dan peringatan Rasulullah saw berkata, ‘Adapun selanjutnya, wahai manusia, sesungguhnya aku ini manusia yang hampir didatangi oleh utusan Tuhanku, maka aku pun menghadap-Nya. Sesungguhnya aku tinggalkan padamu dua perkara yang amat berharga, yang pertama adalah Kitab Allah, yang merupakan tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya maka dia berada di atas petunjuk, dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia berada di atas kesesatan.’ Kemudian Rasulullah saw melanjutkan sabdanya, ‘Adapun yang kedua adalah Ahlul Baitku. Demi Allah, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku.’
Kemudian kami bertanya kepadanya (Zaid bin Arqam), ‘Siapakah Ahlul Baitnya, apakah istri-istrinya?’ Zaid bin Arqam menjawab, ‘Demi Allah, seorang wanita akan bersama suaminya untuk suatu masa tertentu. Kemudian jika suaminya menceraikannya maka dia akan kembali kepada ayah dan kaumnya. Adapun Ahlul Bait Rasulullah adalah keturunan Rasulullah saw yang mereka diharamkan menerima sedekah sepeninggal beliau. “
_______________________________________________
Penunjukkan makna hadis tsaqalain terhadap keimamahan Ahlul Bait adalah sesuatu yang amat jelas bagi setiap orang yang adil. Karena makna hadis tsaqalain menunjukkan kepada wajibnya mengikuti mereka di dalam masalah-masalah keyakinan, hukum dan pendapat, dan tidak menentang mereka baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.
Karena amal perbuatan apa pun yang melenceng dari kerangka mereka maka dianggap telah keluar dari Al-Qur’an, dan tentunya juga telah keluar dari agama. Dengan demikian, mereka adalah ukuran yang teliti, yang dengannya dapat diketahui jalan yang benar. Karena sesungguhnya tidak ada petunjuk kecuali melalui jalan mereka dan tidak ada kesesatan kecuali dengan menentang mereka.
Inilah yang dimaksud dengan ungkapan, “jika kamu berpegang teguh kepada keduanya (tsaqalain)niscaya kamu tidak akan tersesat”. Karena yang dimaksud berpegang teguh kepada Al-Qur’an ialah mengamalkan apa yang ada di dalamnya, yaitu menuruti perintahnya dan menjauhi laranganya.
Demikian juga halnya dengan berpegang teguh kepada ‘ltrah Ahlul Bait. Karena jawab syarat tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan terlaksananya yang disyaratkan (al-masyruth) terlebih dahulu. Dhamir (kata ganti) “bihima” kembali kepada al-Kitab dan ‘ltrah. Saya kira tidak ada seorang pun dari orang Arab, yang mempunyai pemahaman sedikit tentang bahasa, yang menentang hal ini. Dengan demikian, maka mengikuti Ahlul Bait sepeninggal Rasulullah saw adalah sesuatu yang wajib, sebagaimana juga mengikuti Al-Qur’an adalah sesuatu yang wajib, terlepas dari siapa yang dimaksud dengan Ahlul Bait itu.
Yang penting di sini ialah kita membuktikan bahwa perintah dan larangan serta ikutan adalah milik Ahlul Bait. Adapun pembahasan mengenai siapa mereka, berada di luar konteks pembahasan hadis ini. Sebagaimana para ulama ilmu ushul mengatakan, “Sesungguhnya proposisi tidak menetapkan maudhu-nya”‘, maka tentu Ahlul Bait adalah para khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Sabda Rasulullah yang berbunyi “Aku tinggalkan padamu….” adalah merupakan nas yang jelas bahwa Rasulullah saw menjadikan mereka sebagai khalifah sepeninggal beliau, dan berpesan kepada umat untuk mengikuti mereka.
Rasulullah saw menekankan hal ini dengan sabdanya “Maka perhatikanlah bagaimana kamu memperlakukan keduanya sepeninggalku”. Kekhilafahan Al-Qur’an sudah jelas, sementara kekhilafahan Ahlul Bait tidak dapat terjadi kecuali dengan keimamahan mereka.
Oleh karena itu, Kitab Allah dan ‘ltrah Rasulullah saw adalah merupakan sebab yang menyampaikan manusia kepada keridaan Allah. Karena mereka adalah tali Allah yang kita telah telah diperintahkan oleh Allah untuk berpegang teguh kepadanya, “Dan berpegang teguh lah kamu kepada tali Allah.” (QS. Ali ‘lmran: 103).
Ayat ini bersifat umum di dalam menentukan apa dan siapa tali Allah yang dimaksud. Sesuatu yang dengan jelas dapat disimpulkan dari ayat ini ialah wajibnya berpegang teguh kepada tali Allah; lalu kemudian datang sunah dengan membawa hadis tsaqalain dan hadis-hadis lainnya, yang menjelaskan bahwa tali yang kita diwajibkan berpegang teguh kepadanya ialah Kitab Allah dan Rasulullah saw.
Al-Qanduzi menyebutkannya di dalam kitabnya Yanabi’ al-Mawaddah. Dia berkata tentang firman Allah SWT yang berbunyi “Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah”, “Tsa’labi telah mengeluarkan dari Aban bin Taghlab, dari Ja’far ash-Shadiq as yang berkata, ‘Kami inilah tali Allah yang telah Allah katakan di dalam firman-Nya ‘Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah danjanganlah berpecah-belah.'”
Penulis kitab al-Manaqib juga mengeluarkan dari Sa’id bin Jabir, dari Ibnu Abbas yang berkata, “Kami pernah duduk di sisi Rasulullah saw, lalu datang seorang orang Arab yang berkata, ‘Ya Rasulullah, saya dengar Anda berkata, ‘Berpegang teguhlah kamu kepada tali Allah’, lalu apa yang dimaksud tali Allah yang kita diwajibkan berpegang teguh kepadanya?’ Rasulullah saw memukulkan tangannya ke tangan Ali seraya berkata, ‘Berpegang teguhlah kepada ini, dia lah tali Allah yang kokoh itu.‘”[2]
Adapun sabda Rasulullah saw yang berbunyi “Keduanya tidak akan pernah berpisah hingga menemui aku di telaga”, menunjukkan kepada beberapa arti berikut:
Pertama, menetapkan kemaksuman mereka. Karena keseiringan mereka dengan Kitab Allah yang sama sekali tidak ada sedikit pun kebatilan di dalamnya, menunjukkan pengetahuan mereka tentang apa yang ada di dalam Kitab Allah dan bahwa mereka tidak akan menyalahinya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Jelas, munculnya penentangan dalam bentuk apa pun dari mereka terhadap Kitab Allah, baik disengaja maupun tidak disengaja, itu berarti keterpisahan mereka dari Kitab Allah. Padahal, secara tegas hadis mengatakan keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga menjumpai Rasulullah saw di telaga. Karena jika tidak demikian, maka itu berarti menuduh Rasulullah saw berbohong. Pemahaman ini juga dikuatkan oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan sunah. Kita akan tunda pembahasan ini pada tempatnya.
Kedua, sesungguhnya kata lan menunjukkan arti pelanggengan (ta’bidiyyah). Yaitu berarti bahwa berpegang teguh kepada keduanya akan mencegah manusia dari kesesatan untuk selamanya, dan itu tidak dapat terjadi kecuali dengan berpegang teguh kepada keduanya secara bersama-sama, tidak hanya kepada salah satunya saja. Sabda Rasulullah saw di dalam riwayat Thabrani yang berbunyi “Janganlah kamu mendahului mereka karena kamu akan celaka, janganlah kamu tertinggal dari mereka karena kamu akan binasa, dan janganlah kamu mengajari mereka karena sesungguhnya mereka lebih mengetahui dari kamu” memperkuat makna ini.
Ketiga, keberadaan ‘ltrah di sisi Kitab Allah akan tetap berlangsung hingga datangnya hari kiamat, dan tidak ada satu pun masa yang kosong dari mereka. Ibnu Hajar telah mendekatkan makna ini di dalam kitabnya ash-Shawa’iq, “Di dalam hadis-hadis yang menganjurkan untuk berpegang teguh kepada Ahlul Bait, terdapat isyarat yang mengatakan tidak akan terputusnya kelayakan untuk berpegang teguh kepada mereka hingga hari kiamat. Demikian juga halnya dengan Kitab Allah. Oleh karena itu, mereka adalah para pelindung bagi penduduk bumi, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti. Hadis yang berbunyi ‘Pada setiap generasi dari umatku akan ada orang-orang yang adil dari Ahlul Baitku’, memberikan kesaksian akan hal ini. Kemudian, orang yang paling berhak untuk diikuti dari kalangan mereka, yang merupakan imam mereka ialah Ali bin Abi Thalib —karramallah wajhah, dikarenakan keluasan ilmunya dan ketelitian hasil-hasil istinbathnya.[3]
Keempat, kata ini juga menunjukkan kelebihan mereka dan pengetahuan mereka terhadap rincian syariat; dan itu dikarenakan keseiringan mereka dengan Kitab Allah yang tidak mengabaikan hal-hal yang kecil apalagi hal-hal yang besar. Sebagaimana Rasulullah saw telah bersabda, “Janganlah kamu mengajari mereka karena mereka lebih tahu darimu.”
Ringkasnya, mau tidak mau harus ada seorang dari kalangan Ahlul Bait pada setiap jaman hingga datangnya hari kiamat, yang ucapan dan perbuatannya tidak menyalahi Al-Qur’an, sehingga tidak berpisah darinya. Dan arti dari “tidak berpisah dari Al-Qur’an secara perkataan maupun perbuatan” ialah berarti dia maksum dari segi perkataan dan perbuatan, sehingga wajib diikuti karena merupakan pelindung dari kesesatan.
Tidak ada yang mengatakan arti yang seperti ini kecuali Syi’ah, di mana mereka mengatakan wajibnya adanya imam dari kalangan Ahlul Bait pada setiap jaman, yang terjaga dari segala kesalahan, yang kita wajib mengenal dan mengikutinya.
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak mengenal Imam jaman-nya maka dia mati sebagaimana matinya orang jahiliyyah.”
Makna yang demikian ditunjukkan oleh firman Allah SWT yang berbunyi, “Dan pada hari di saat Kami memanggil setiap manusia dengan Imam mereka.”
1. Sahih Muslim, juz 4, halaman 123, terbitan Dar al-Ma’arif Beirut – Lebanon.
2, Yanabi’ al-Mawaddah, hal. 118, terbitan Muassasah al-A ‘lami Beirut – Lebanon.
3. Ash-hawa’iq, hal. 151.
DR. Majdi Wahbe as Syafi’i (Khatib al Azhar) berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran.
Nama 12 Imam Ahlul Bait Ada Dalam Al Qur’an
Salah seorang pemerhati Agama Mesir dan Khatib Universitas al Azhar
berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran.
Berdasarkan laporan ini disebutkan bahwa beliau mampu membuktikan
kebenaran 12 imam yang dimulai dari Imam Ali sampai Imam terakhir, yaitu
Imam Mahdi (as).
|
Kemudian laporan itu melanjukan: Kata yang merupakan derivasi (pecahan) dari “al imamah” (imam/kepemimpinan) juga berulang sebanyak 12 kali dalam Al Qur’an yang bermakna 12 imam dimana berdasarkan riwayat yang dinukil dari Nabi saw urutannya adalah dari Imam Ali (as), Imam Hasan (as) dan Imam Husain serta mencakup 9 Imam dari keturunan Imam Ketiga.
Dua belas (12) Ayat Al Quran yang mencakup kata “imam dan imamah”, yaitu:
1- سورة البقرة، الآية 124: {وَإِذِ ابْتَلَى
إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ
لِلنَّاسِ إِمَاماً قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي
الظَّالِمِين}.
2- سورة التوبة، الآية 12: {وَإِن نَّكَثُواْ
أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمْ
فَقَاتِلُواْ أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَ أَيْمَانَ لَهُمْ
لَعَلَّهُمْ يَنتَهُونَ}.
3- سورة هود، الآية17: {أَفَمَن كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ
مِّن رَّبِّهِ وَيَتْلُوهُ شَاهِدٌ مِّنْهُ وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى
إَمَاماً وَرَحْمَةً أُوْلَـئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ
مِنَ الأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلاَ تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ
إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ
يُؤْمِنُونَ }.
4- سورة الاسراء، الآية70: {يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ
أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُوْلَـئِكَ
يَقْرَؤُونَ كِتَابَهُمْ وَلاَ يُظْلَمُونَ فَتِيلا}.
5- سورة الانبياء، الآية 72: {وَجَعَلْنَاهُمْ
أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ
الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا
عَابِدِين}.
6- سورة القصص، الآية 5: {وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى
الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الاَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً
وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِين}.
7- سورة الحجر، الآية 79: {فَانتَقَمْنَا مِنْهُمْ وَإِنَّهُمَا لَبِإِمَامٍ مُّبِينٍ }.
8- سورة السجدة، الآية 24: {وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ
أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا
يُوقِنُون}.
9- سورة يس، الآية 12: {إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي
الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ
أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ }.
10- سورة القصص، الآية 41: {وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لا يُنصَرُون}.
11- سورة الفرقان، الآية 74: {وَالَّذِينَ يَقُولُونَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً}.
12- سورة الأحقاف، الآية 12: {وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ
مُوسَى إِمَاماً وَرَحْمَةً وَهَذَا كِتَابٌ مُّصَدِّقٌ لِّسَاناً
عَرَبِيّاً لِّيُنذِرَ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَبُشْرَى لِلْمُحْسِنِينَ}.
Yang menarik Khatib Masjid al Azhar ini juga membuktikan bahwa yang dimaksud Ahlul Bait –sebagaimana yang termaktub dalam surah al Ahzab, ayat 33 itu hanya 5 orang (yaitu Rasul saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain) dan sama sekali tidak mencakup istri-istri Nabi saw, sebagaimana diriwayatkan sendiri oleh Ummu Salamah. Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw dalam hadisnya yang terkenal dengan “hadis kisa”. (Kisa berarti kain penutup). Beliau menyatakan bahwa kata kisa’ pun lima kali disebutkan dalam al Quran, yaitu:
1- سورة البقرة، الآية 233: {وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن
يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ
وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا لاَ
تُضَآرَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى
الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالاً عَن تَرَاضٍ
مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن
تَسْتَرْضِعُواْ أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم
مَّا آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ
اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِير}.
2- سورة البقرة، الآية 259: {أَوْ كَالَّذِي مَرَّ
عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىَ يُحْيِـي
هَـَذِهِ اللّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ
بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ
قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ
لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً
لِّلنَّاسِ وَانظُرْ إِلَى العِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا
لَحْماً فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِير}.
3- سورة المائدة، الآية 89: {لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ
بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَـكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ
الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ
مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ
أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ
يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون}.
4- سورة المؤمنون، الآية 14: {ثُمَّ خَلَقْنَا
النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا
الْمُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ
خَلْقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِين}.
5- سورة النساء، الآية 5: {وَلاَ تُؤْتُواْ السُّفَهَاء
أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللّهُ لَكُمْ قِيَاماً وَارْزُقُوهُمْ
فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُواْ لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفا}.
________________________________________________
Post a Comment
mohon gunakan email